Sesungguhnya
ujian dan cobaan yang datang bertubi-tubi menerpa hidup manusia merupakan satu
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla. Tidak satu pun
diantara kita yang mampu menghalau ketentuan tersebut.
Keimanan, keyakinan, tawakkal dan kesabaran yang kokoh amatlah dibutuhkan oleh
seorang
hamba dalam menghadapi badai cobaan yang menerpanya. Sehingga tidak
menjadikan dirinya berburuk sangka kepada Allah Subhanahu wata’ala terhadap apa
yang telah ditentukan baginya.
Oleh karena itu, dalam keadaan apapun seorang hamba yang beriman kepada-Nya
harus senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Dan haruslah diyakini bahwa
tidaklah Allah menurunkan berbagai musibah melainkan sebagai batu ujian atas
keimanan yang mereka miliki. Allah Ta’ala berfirman :
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk ke dalam surga, padahal belum
datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum
kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan
(dengan bermacam-macam goncangan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang
yang bersamanya : Bilakah datang pertolongan Allah? Ingatlah sesungguhnya pertolongan
Allah amatlah dekat.” (Al Baqarah : 214)
Kesabaran merupakan perkara yang amat dicintai oleh Allah dan sangat dibutuhkan
seorang muslim dalam menghadapi ujian dan cobaan yang dialaminya. Sebagaimana
dalam firman-Nya :
“…Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran : 146)
Selama roda kehidupan terus berputar, seorang takkan pernah luput dari menuai
ujian dan cobaan. Dengan berbagai musibah yang datang silih berganti ini,
hendaknya seorang introspeksi diri dan semakin mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu wata’ala. Bukan mengambil jalan pintas dengan mengklaim
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Karena tidak ada yang bisa
memberikan solusi terbaik dari berbagai ujian dan cobaan hidup melainkan hanya
Allah Azza wa Jalla.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menggambarkan kriteria seorang mukmin
dalam menyikapi ketentuan Allah Subhanahu wata’ala, beliau bersabda :
عجباً لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ, فَكَانَ خَيْراً لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ ". رواه مسلم
“Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh perkaranya
adalah baik baginya. Dan tidaklah didapatkan pada seorang pun hal tersebut
melainkan pada diri seorang mukmin : Jika dia merasakan kesenangan maka dia
bersyukur. Dan itu lebih baik baginya. Jika kesusahan menerpanya, maka dia
bersabar. Dan itu lebih baik baginya.” (Riwayat Muslim)
Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah, beliau menerangkan
tentang hadits di atas : (Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin.
Sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik baginya), maksudnya : “Sesungguhnya
Rasul ‘alaihis sholatu wassalam menampakkan kekaguman beliau dengan pandangan
kebaikan (terhadap perkara seorang mukmin), maksudnya : “terhadap urusannya.”
Maka sesungguhnya seluruh urusan itu (dianggap) baik baginya dan tidak terdapat
hal tersebut kecuali pada diri seorang mukmin. Kemudian Rasul ‘alaihisholatu
wassalam memberikan rincian tentang perkara kebaikan tersebut dengan sabdanya :
(Jika dia merasakan kesenangan maka dia bersyukur. Dan itu lebih baik baginya.
Jika kesusahan menerpanya, maka dia bersabar. Dan itu lebih baik baginya).
Beliau (Asy Syaikh Al Utsaimin) berkata : “Ini adalah keadaan seorang mukmin.
Setiap manusia berada dalam ketentuan-ketentuan Allah, baik berupa kesenangan
maupun kesusahan. Dan manusia dalam menyikapi ujian dan cobaan ini terbagi
menjadi dua golongan : mukmin dan non mukmin (kafir).
Adapun golongan Mukmin ; menganggap baik segala ketentuan Allah baginya. Jika
kesusahan itu menimpanya, maka dia bersabar atas ketentuan-ketentuan Allah dan
senantiasa menanti pertolongan-Nya serta mengharapkan pahala Allah. Semua itu
merupakan perkara yang baik baginya dan dia memperoleh ganjaran kebaikan selaku
orang-orang yang bersabar.
Jika kesenangan itu mendatanginya, baik berupa kenikmatan agama ; seperti ilmu,
amalan sholih dan kenikmatan dunia ; seperti harta, anak-anak dan keluarga,
maka dia bersyukur lagi menjalankan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla.
Oleh karena itu, seorang mukmin memperoleh dua kenikmatan, yaitu : kenikmatan
agama dan dunia. Kenikmatan dunia diperoleh dengan kesenangan dan kenikmatan
agama diperoleh dengan bersyukur. Maka inilah kondisi seorang mukmin.
Adapun golongan non mukmin ; (Sungguh) berada dalam kejelekan,
wal’iyyadzubillah. Jika kesusahan itu menimpanya, maka dia tidak sabar,
berkeluh kesah, mencemooh, mengutuk, mencerca masa (waktu) bahkan mencela Allah
Azza wa Jalla.
Jika kesenangan menghampirinya, dia tidak bersyukur kepada Allah. Maka
kesenangan ini akan menjadi balasan siksaan di akhirat.
Maka kondisi orang kafir tetap jelek, baik mendapatkan kesusahan maupun
kesenangan. Berbeda halnya dengan orang mukmin yang senantiasa dalam kebaikan
dan kenikmatan.
Ada beberapa faedah (yang bisa kita ambil) dari hadits ini :
1. Adanya dorongan (untuk tetap kokoh) diatas keimanan. Dan seorang mukmin
senantiasa dalam kebaikan dan kenikmatan.
2. Adanya dorongan untuk sabar atas kesusahan yang menimpa. Karena (sabar)
merupakan perangai keimanan. Apabila anda sabar dalam menghadapi kesusahan dan
diiringi dengan menanti (pertolongan) Allah agar dibebaskan dari (kesusahan
tersebut). Kemudian mengharap pahala Allah Subhanahu wata’ala, maka hal
tersebut merupakan tanda keimanan.
3. Adanya dorongan untuk bersyukur tatkala (memperoleh) kesenangan. Jika
seorang bersyukur kepada Rabbnya atas nikmat yang diperoleh. Maka ini adalah
taufiq dari Allah dan termasuk salah satu sebab bertambahnya kenikmatan,
Sebagaimana Allah berfirman :
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan : “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim :
7).
Jika Allah memberi taufiq kepada seorang hamba untuk bersyukur kepadanya, maka
ini adalah suatu nikmat yang patut untuk disyukuri untuk kedua kalinya. Dan
apabila dia diberi taufik lagi, maka itu adalah suatu nikmat yang patut
disyukuri untuk ketiga kalinya. Demikian seterusnya.
Sedikit sekali manusia yang mensyukuri nikmat-Nya. Oleh karena itu, jika Allah
menganugerahkan kepada anda rasa syukur dan memberikan pertolongan padanya,
maka ini adalah nikmat.
Oleh karena itu, disebutkan dalam sebuah sya’ir :
Jika rasa syukur terhadap nikmat Allah itu adalah sebuah nikmat
Maka yang semisalnya (nikmat tersebut) wajib pula disyukuri
Tidak akan sampai rasa syukur itu melainkan dengan keutamaan-Nya
Walaupun hari-hari (masanya) panjang dan umur pun (masih) menyertai
(Syarah Riyadhus Sholihin hal 95-96 cet Darul Aqidah)
Alangkah indahnya perangai seorang mukmin ketika menghadapi ketentuan-ketentuan
yang berlaku padanya. Jika ujian itu datang berupa nikmat, maka dia
mensyukurinya. Dan jika ujian itu datang berupa kesulitan, kesusahan,
kemiskinan, kelaparan, musibah dan sebagainya, maka dia bersabar dengannya. Dua
perangai tersebut, yaitu syukur dan sabar merupakan amalan yang agung, bahkan
keduanya termasuk dalam perangai keimanan. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian
Salaf : “Iman itu dua bagian, bagian pertama adalah sabar dan bagian kedua
adalah syukur.” Dan mereka menyandarkan perkataan tersebut dengan firman Allah
Azza wa Jalla :
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.” (Ibrahim : 5)
Macam-Macam Kesabaran
Ibnul Qoyyim rohimahullah mengatakan dalam Madarijus Salikin : “Sabar adalah
menahan jiwa dari keluh kesah dan marah, menahan lisan dari mengeluh serta
menahan anggota badan dari berbuat tasywisy (tidak lurus). Sabar ada tiga macam
: Sabar dalam berbuat ketaatan kepada Allah, sabar dari maksiat, dan sabar dari
cobaan Allah.”
Oleh karena itu sabar dibagi menjadi tiga tingkatan :
1. Sabar dari meninggalkan kemaksiatan karena takut ancaman Allah, senantiasa
dalam keimanan dan meninggalkan perkara yang diharamkan. Yang lebih dari ini
adalah sabar dari meninggalkan kemaksiatan karena malu kepada Allah. Penyebutan
sabar dari maksiat memiliki dua sebab dan dua faedah :
Sebab pertama adalah takut ancaman yang akan menimpanya bila melakukan maksiat.
Sebab kedua adalah malu kepada Allah.
Adapun dua faedah sabar dari meninggakan kemaksiatan adalah tetapnya keimanan
dan menjauhkan diri dari yang haram.
2. Tingkatan sabar yang kedua adalah sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada
Allah dengan terus-menerus melaksanakannya, memelihara keikhlasan dalam
mengerjakannya dan memperbaikinya.
Tingkatan kedua ini menunjukkan bahwa melaksanakan ketaatan lebih ditekankan
daripada meninggalkan maksiat. Sehingga sabar pada tingkatan kedua ini di atas
tingkatan sabar dari meninggalkan maksiat.
Sabar dalam tingkatan kedua ini mengandung tiga hal :
a. terus menerus dalam ketaatan.
b. Ikhlas dalam melaksanakannya.
c. Mengerjakannya sesuai dengan kandungan ilmu.
Ketaatan akan sirna bila salah satunya tidak terpenuhi. Seorang hamba bila
terus-menerus dalam ketaatan berarti dia telah menunaikan (ketaatan itu). Dan
jika mampu untuk melaksanakannya secara berkesinambungan, maka dia akan
menghadapi dua bahaya berikutnya :
a. Tidak ikhlas, bila yang menimbulkan ketaatannya bukan semata-mata mengharap
wajah Allah. Bahaya ini dihindari dengan cara memelihara keikhlasan.
b. Tidak sesuai dengan ilmu, maksudnya ; tidak sesuai dengan sunnah. Dan
menghindari bahaya ini dengan mutaba’ah (mengikuti) jejak Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam. (Madarijus Salikin jilid 2 hal 171-173 Darul Kutub
Al Ilmiyah cet. thn 1420 H)
Ada beberapa hal yang akan menuntun seorang hamba sabar dalam menghadapi ujian
dan cobaan, sebagai berikut :
1. Hendaklah dia menyaksikan bahwa Allah Subhanahu wata’ala adalah Pencipta
amal perbuatan hamba, baik gerakan-gerakan, tingkah laku dan kehendak-kehendak
mereka. Kapan saja Allah menghendaki terjadinya amal perbuatan tersebut maka terjadilah.
Dan jika Allah tidak berkehendak maka tidak terjadi. Tidak ada satu debu pun
yang bergerak di permukaan bumi maupun di dalam perut bumi melainkan dengan
ijin dan kehendak-Nya.
2. Hendaklah dia memandang kepada dosa-dosa yang telah dilakukannya. Dan Allah
menimpakan musibah-musibah tersebut disebabkan dosa-dosanya. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala :
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”
(Asy Syuro : 30).
Apabila seorang hamba menyadari bahwa musibah-musibah yang menimpa disebabkan
oleh dosa-dosanya. Maka dia akan segera bertaubat dan meminta ampun kepada
Allah dari dosa-dosa yang melilit dirinya. Dikatakan oleh Ali bin Abu Tholib
dan selainnya : “Tidaklah turun suatu malapetaka melainkan karena dosa. Dan
tidaklah diangkat (malapetaka tersebut) kecuali dengan bertaubat.”
3. Hendaklah dia mengetahui bahwa Allah bersamanya apabila dia bersabar. Dan
Allah cinta dan ridho kepadanya. Jika Allah bersamanya maka dirinya tidak
terhanyut oleh berbagai gangguan dan mudharat, dimana tidak ada seorang pun
dari kalangan makhluk-Nya yang mampu menghalau. Allah Ta’ala berfirman :
"Dan sabarlah sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al
Anfal : 46)
Dan Firman-Nya :
“…Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran : 146)
Al Imam Syafi’i berkata dalam sya’irnya :
Bersabarlah yang indah, alangkah
dekatnya kelapangan
Barangsiapa yang muraqabah (merasa
diawasi) Allah dalam seluruh urusan, ia akan berhasil
Barangsiapa yang membenarkan Allah,
tidak akan terbawa gangguan.
Dan barangsiapa yang mengharapkan-Nya,
Dia akan ada dimana dia mengharap. (Manaqib Asy Syafi’i, Al Baihaqi 2/362)
4. Hendaklah dia mengetahui bahwa jika dia bersabar, maka Allah akan menjadi
penolongnya. Sesungguhnya Allah Maha Pelindung terhadap orang-orang yang sabar
dan tidak akan menzholiminya.
Demikianlah risalah ringkas tentang sabar dalam menghadapi ujian hidup. Semoga
Allah menganugerahkan kepada kita kepribadian yang tangguh dalam menghadapi
berbagai cobaan di dunia ini dan kembali ke negeri Akhirat dalam keadaan
memperoleh ridho-Nya. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Penulis: Al Ustadz
Abu Abdirrahman Abdul Aziz As Salafy
Makkah 'Isha - 20th January 2025
-
*Makkah Isha *
(Surah Room: Ayaah 11-25) *Sheikh Mu'ayqali*
Download 128kbps Audio
4 jam yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar