Akhi (Saudaraku).
Semoga Allah sentiasa
melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda.
Ketahuilah, bahwa
wajib bagi kita untuk mendalami empat masalah, yaitu :
2) Amal, ialah menerapkan ilmu ini.
3) Da’wah, ialah mengajak orang lain kepada
ilmu ini.
4) Sabar, ialah tabah dan tangguh menghadapi
segala rintangan dalam menuntut ilmu, mengamalkannya dan berda’wah kepadanya.
Dalilnya, firman
Allah Ta’ala : “ Demi masa. Sesungguhnya setiap manusia benar-benar berada
dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, melakukan segala amal shalih
dan saling nasihat menasihati untuk (menegakkan) yang haq, serta
nasihat-menasihati untuk (berlaku) sabar”. (Al-’Ashr : 1-3).
Imam Asy-Syafi’i[1]
Rahimahullah Ta’ala, mengatakan : ”Seandainya Allah hanya menurunkan surah ini
saja sebagai hujjah buat makhluk-Nya, tanpa hujjah lain, sungguh telah cukup
surat ini sebagai hujjah bagi mereka”.
Dan Imam
Al-Bukhari[2] Rahimahullah Ta’ala, mengatakan : ”Bab Ilmu didahulukan sebelum
ucapan dan perbuatan”.
Dalilnya firman Allah
Ta’ala : “ Maka ketahuilah, sesungguhnya tiada sesembahan (yang Haq) selain
Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu”. (Muhammad : 19).
Dalam ayat ini, Allah
memerintahkan terlebih dahulu untuk berilmu (agama).... .[3] sebelum ucapan dan
perbuatan.
Akhi (Saudaraku).
Semoga Allah sentiasa
melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda.
Dan ketahuilah, bahwa
wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk mempelajari dan mengamalkan ketiga
perkara ini (beriman, beramal lalu
berdakwah) :
1. Bahwa Allah-lah
yang menciptakan kita dan yang memberi rizki kepada kita. Allah tidak
membiarkan kita begitu saja dalam kebingungan, tetapi mengutus kepada kita
seorang rasul, maka barangsiapa menaati rasul tersebut pasti akan masuk surga
dan barangsiapa menyalahinya pasti akan masuk neraka.
Allah Ta’ala
berfirman : ” Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu seorang rasul yang
menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus kepada Fir’aun
seorang rasul, tetapi Fir’aun mendurhakai rasul itu, maka Kami siksa ia dengan
siksaan yang berat”. (Al-Muzammil : 15-16).
2. Bahwa Allah tidak
rela, jika dalam ibadah yang ditujukan kepada-Nya, Dia dipersekutukan dengan
sesuatu apapun, baik dengan seorang malaikat yang terdekat atau dengan seorang
Nabi yang diutus menjadi Rasul.
Allah Ta’ala berfirman
: ”Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah, karena itu
janganlah kamu menyembah seorang-pun di dalamnya disamping (menyembah) Allah”.
(Al-Jinn : 18).
3. Bahwa barangsiapa
yang mentaati Rasulullah serta mentauhidkan Allah, tidak boleh bersahabat
dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka itu
keluarga dekat.
Allah Ta’ala
berfirman : ”Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan
hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau
saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah
telah mantapkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan
pertolongan yang datang dari-Nya dan mereka akan dimasukkan-Nya ke dalam
syurga-syurga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.
Allah redha kepada mereka dan mereka pun redha kepada-Nya. Mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan
yang beruntung”. (Al-Mujaadalah : 22).
Akhi (Saudaraku).
Semoga Allah
membimbing Anda untuk taat kepada-Nya.
Ketahuilah, bahwa
Islam yang merupakan tuntunan Nabi Ibrahim adalah ibadah kepada Allah semata
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Itulah yang diperintahkan Allah kepada
seluruh umat manusia dan hanya itu sebenarnya mereka diciptakan-Nya,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Artinya : Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepada-Ku”.
(Adz-Dzaariyaat : 56).
Ibadah dalam ayat
ini, artinya : Tauhid. Dan perintah Allah yang paling agung adalah Tauhid,
yaitu : Memurnikan ibadah untuk Allah semata-mata. Sedang larangan Allah yang
paling besar adalah syirik, yaitu : Menyembah selain Allah di samping
menyembah-Nya. Allah Ta’ala berfirman :
“Artinya : Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya”. (An-Nisaa
: 36).
Kemudian, apabila
anda ditanya : Apakah tiga landasan utama yang wajib diketahui oleh manusia ?
Maka hendaklah anda jawab : Yaitu mengenal Tuhan Allah ‘Azza wa Jalla, mengenal
agama Islam, dan mengenal Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
MENGENAL ALLAH, ‘AZZA
WA JALLA
Apabila anda ditanya
: Siapakah Tuhanmu ? Maka katakanlah : Tuhanku adalah Allah, yang memelihara
diriku dan memelihara semesta alam ini dengan segala ni’mat yang
dikurniakan-Nya. Dan dialah sembahanku, tiada sesembahan yang haq selain Dia.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman : “Artinya : Segala puji hanya milik Allah Tuhan Pemelihara
semesta alam”. (Al-Faatihah : 1).
Semua yang ada selain
Allah disebut Alam, dan aku (penulis) adalah salah satu dari semesta alam ini.
Selanjutnya jika anda
ditanya : Melalui apa anda mengenal Tuhan ? Maka hendaklah anda jawab : Melalui
tanda-tanda kekuasaan-Nya dan melalui ciptaan-Nya. Di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah : malam, siang, matahari dan bulan. Sedang di antara
ciptaan-Nya ialah : tujuh langit dan tujuh bumi beserta segala mahluk yang ada
di langit dan di bumi serta yang ada di antara keduanya.
Firman Allah Ta’ala :
“Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari
dan bulan. Janganlah kamu bersujud kepada matahari dan janganlah (pula kamu
bersujud) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya
jika kamu benar-benar hanya kepada-Nya beribadah” (Fushshilat : 37).
Dan firman-Nya :
“Artinya : Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan
malam kepada siang, sentiasa mengikutinya dengan cepat. Dan Dia (ciptakan pula)
matahari dan bulan serta intang-bintang (semuanya) tunduk kepada perintah-Nya. Ketahuilah
hanya hak Allah mencipta dan memerintah itu. Maha Suci Allah Tuhan semesta
alam”. (Al-A’raaf : 54).
Tuhan inilah yang haq
disembah. Dalilnya, firman Allah Ta’ala : “Artinya : Wahai manusia ! Sembahlah
Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa, (Tuhan) yang telah menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan dan
langit sebagai atap, serta menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan air
itu Dia menghasilkan segala buah-buahan sebagai rizki untukmu. Karena itu,
janganlah kamu mengangkat sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui”.
(Al-Baqarah : 22).
Ibnu Katsir[4]
Rahimahullah Ta’ala, mengatakan : ”Hanya Pencipta segala sesuatu yang ada
inilah yang berhak disembah dengan segala macam ibadah”.[Lihat Ibnu Katsir,
Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, (Cairo, Maktabah Dar At-Turats, 1400H) jilid. 1
hal. 57.]
Dan macam-macam
ibadah yang diperintah Allah itu, antara lain : Islam (Syahadat, Shalat, Puasa,
Zakat dan Haji), Iman, Ihsan, Do’a, Khauf (takut), Raja’ (pengharapan),
Tawakkal, Raghbah (penuh harap), Rahbah (cemas), Khusyu’ (tunduk),
Khasyyah(takut), Inabah (kembali kepada Allah), Isti’anah (memohon
pertolongan), Isti’adzah (meminta perlindungan), Istighatsah (meminta
pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan), Dzabh (penyembelihan) Nadzar
dan macam-macam ibadah lainnya yang diperintahkan oleh Allah.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman : “Artinya : Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah
kepunyaan Allah, karena itu janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di
samping (menyembah) Allah”. (Al-Jinn : 18).
Karena itu
barangsiapa yang menyelewengkan ibadah tersebut untuk selain Allah, maka dia
adalah musyrik dan kafir. Firman Allah Ta’ala : Artinya : "Dan barangsiapa
menyembah sesembahan yang lain di samping (menyembah) Allah, padahal tidak ada
satu dalilpun baginya tentang itu, maka benar-benar balasannya ada pada
tuhannya. Sungguh tiada beruntung orang-orang kafir itu”. (Al-Mu’minuun :117).
Dalil-dalil macam
Ibadah :
1. Dalil Do’a.
Firman Allah Ta’ala :
“Artinya : Dan Tuhanmu berfirman : Berdo’alah kamu kepada-Ku niscaya akan
Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya, orang-orang yang enggan untuk beribadah
kepada-Ku pasti akan masuk neraka dalam keadaan hina-dina”. (Ghaafir : 60).
Dan diriwayatkan
dalam hadits : “Artinya : Do’a itu adalah intisari ibadah”. ( Hadits Riwayat
At-Tirmidzi dalam Al-Jaami’ Ash-Shahiih, kitab Ad-Da’waat, bab 1. “Maksud
hadits ini adalah bahwa segala macam ibadah, baik yang umum maupun yang khusus,
yang dilakukan seorang mu’min, seperti mencari nafkah yang halal untuk
keluarga, menyantuni anak yatim dll, semestinya diiringi dengan permohonan
redha Allah dan pengharapan balasan ukhrawi. Oleh karena itu Do’a (permohonan
dan pengharapan tersebut) disebut oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai sari atau otak ibadah, karena sentiasa harus mengiringi gerak ibadah”).
2. Dalil Khauf
(takut).
Firman Allah Ta’ala :
“Artinya : Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku
jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (Ali ‘imran : 175).
3. Dalil Raja’
(pengharapan).
Firman AllahTa’ala.
“Artinya : Untuk itu barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhanya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah mempersekutukan seorangpun
dalam beribadah kepada Tuhannya”. (Al-Kahfi : 110).
4. Dalil Tawakkal
(berserah diri).
Firman Allah Ta’ala :
“Artinya : Dan hanya kepada Allah-lah supaya kamu bertawakkal, jika kamu
benar-benar orang yang beriman”. (Al-Maa’idah : 23).
“Artinya : Dan barangsiapa
yang bertawakkal kepada Allah, maka Dia-lah yang akan mencukupinya”.
(Ath-Thalaaq : 3).
5. Dalil Raghbah
(penuh minat), Rahbah (cemas) dan Khusyu’ (tunduk).
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya mereka itu sentiasa berlomba-lomba dalam (mengerjakan)
kebaikan-kebaikan serta mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh minat (kepada
rahmat Kami) dan cemas (akan siksa Kami), sedang mereka itu selalu tunduk hanya
kepada Kami”. (Al-Anbiyaa : 90).
6. Dalil Khasy-yah
(takut).
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku”.
(Al-Baqarah : 150).
7. Dalil Inabah
(kembali kepada Allah).
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu serta berserah dirilah kepada-Nya
(dengan mentaati perintah-Nya), sebelum datang adzab kepadamu, kemudian kamu
tidak dapat tertolong (lagi)”. (Az-Zumar : 54).
8. Dalil Isti’anah
(memohon pertolongan).
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Hanya kepada Engkau-lah kami beribadah dan hanya kepada Engkau-lah
kami memohon pertolongan”. (Al-Faatihah : 4).
Dan diriwayatkan
dalam hadits : “Artinya : Apabila kamu memohon pertolongan, maka memohonlah
pertolongan kepada Allah”. (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Al-Jaami’
‘Ash-Shahiih, kitab Shifaat Al-Qiyaamah wa Ar-Raqa’iq wa Al-Wara : bab 59 dan
riwayat Imam Ahmad dalam Al-Musnad. Beirut Al-maktab Al-Islami 1403H jilid 1
hal. 293, 303, 307).
9. Dalil Isti’adzah
(meminta perlindungan).
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan yang Menguasai subuh”.
(Al-Falaq : 1).
Dan firman-Nya :
“Artinya : Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan manusia. Penguasa
manusia”.(An-Naas : 1-2).
10. Dalil Istighatsah
(meminta pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan).
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : (Ingatlah) tatkala kamu meminta pertolongan kepada Tuhanmu untuk
dimenangkan (atas kaum musyrikin), lalu diperkenankan-Nya bagimu”. (Al-Anfaal :
9).
11. Dalil Dzabh
(penyembelihan).
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Katakanlah. Sesungguhnya shalatkku, penyembelihanku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam, tiada sesuatu-pun sekutu
bagi-Nya. Demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama kali berserah diri (kepada-Nya)”. (Al-An’am : 162-163).
Dalil dari Sunnah :
“Artinya : Allah melaknat orang yang menyembelih (binatang) bukan karena
Allah”. (Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Adhaahi, bab 8 dan
riwayat Imam Ahmad dalam Al-Musnad, jilid 1, hal. 108, 118 dan 152)
12. Dalil Nadzar.
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang siksanya
merata di mana-mana”. (Al-Insaan : 7).
MENGENAL ISLAM
Islam, ialah berserah
diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan penuh kepatuhan
akan segala perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari perbuatan syirik dan
orang-orang yang berbuat syirik.
Dan agama Islam,
dalam pengertian tersebut, mempunyai tiga tingkatan, yaitu : Islam, Iman dan
Ihsan, masing-masing tingkatan mempunyai rukun-rukunnya.
I. Rukun (Tingkatan)
Islam
Adapun tingkatan
Islam, rukunnya ada lima :
1) Syahadat (pengakuan dengan hati dan
lisan) bahwa “Laa Ilaaha Ilallaah” (Tiada sesembahan yang haq selain Allah) dan
Muhammad adalah Rasulullah.
2) Mendirikan shalat.
3) Mengeluarkan zakat.
4) Puasa pada bulan Ramadhan.
5) Dan Haji ke Baitullah Al-Haram.
1. Dalil Syahadat.
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Allah menyatakan bahwa tiada sesembahan (yang haq) selain Dia,
dengan sentiasa menegakkan keadilan (Juga menyatakan demikian itu) para
malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tiada sesembahan (yang haq) selain Dia.
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Imraan : 18).
“Laa Ilaaha Ilallaah”
artinya : Tiada sesembahan yang haq selain Allah.
Syahadat ini
mengandung dua unsur : menolak dan menetapkan “Laa Ilaaha”, adalah menolak
segala sembahan selain Allah. “Illallaah” adalah menetapkan bahwa penyembahan
itu hanya untuk Allah semata-mata, tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan
sekutu didalam penyembahan kepada-Nya, sebagaimana tiada sesuatu apapun yang
boleh dijadikan sekutu di dalam kekuasaan-Nya.
Tafsiran syahadat
tersebut diperjelas oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Artinya : Dan
(ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kepada kaumnya :
‘Sesungguhnya aku menyatakan lepas dari segala yang kamu sembah, kecuali Tuhan
yang telah menciptakan-ku, karena sesungguhnya Dia akan menunjuki’. Dan
(Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya
supaya mereka sentiasa kembali (kepada tauhid)”. (Az-Zukhruf : 26-28).
“Artinya : Katakanlah
(Muhammad) : ‘Hai ahli kitab ! Marilah kamu kepada suatu kalimat yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, yaitu ; hendaklah kita tidak menyembah
selain Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya serta
janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain
Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka :’Saksikanlah, bahwa
kami adalah orang-orang yang muslim (menyerahkan diri kepada Allah)”. (Ali
‘Imran : 4).
Adapun dalil syahadat
bahwa Muhammad adalah Rasulullah.
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kalangan kamu
sendiri, terasa berat olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) untukmu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang yang
beriman”. (At-Taubah : 128).
Syahadat bahwa
Muhammad adalah Rasulullah, berarti : mentaati apa yang diperintahkannya,
membenarkan apa yang diberitakannya, menjauhi apa yang dilarang serta
dicegahnya, dan menyembah Allah hanya dengan cara yang disyariatkannya.
2. Dalil Shalat dan
Zakat serta makna Tauhid.
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Padahal mereka tidaklah diperintahkan kecuali supaya beribadah
kepada Allah, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya lagi bersikap lurus, dan
supaya mereka mendirikan Shalat serta mengeluarkan Zakat. Demikian itulah
tuntunan agama yang lurus”. (Al-Bayyinah : 5).
3. Dalil Shiyam
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu untuk
melakukan shiyam, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu,
agar kamu bertakwa”. (Al-Baqarah : 183).
4. Dalil Haji.
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Dan hanya untuk Allah, wajib bagi manusia melakukan haji, yaitu
(bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa
yang mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Maha tidak memerlukan
semesta alam”. (Al ‘Imran : 97).
II. Tingkatan Iman.
Iman itu lebih dari
tujuh puluh cabang. Cabang yang paling tinggi ialah syahadat “LaiIlaaha
Ilallaah”, sedang cabang yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari
jalan. Dan sifat malu adalah salah satu dari cabang Iman.
Rukun Iman ada enam,
yaitu :
1) Iman kepada Allah.
2) Iman kepada para Malaikat-Nya.
3) Iman kepada Kitab-kitab-Nya.
4) Iman kepada para Rasul-Nya.
5) Iman kepada hari Akhirat, dan
6) Iman kepada Qadar, yang baik dan yang
buruk. (Qadar : takdir, ketentuan Ilahi. Yaitu : Iman bahwa segala sesuatu yang
terjadi di dalam semesta ini adalah diketahui, dikehendaki dan dijadikan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Dalil keenam rukun
ini, firman Allah Ta’ala. “Artinya : Berbakti (pada ALLAH) itu bukanlah sekedar
menghadapkan wajahmu (dalam shalat) ke arah Timur dan Barat, tetapi berbakti
(dan Iman) yang sebenarnya ialah iman seseorang kepada Allah, hari Akhirat,
para Malaikat, Kitab-kitab dan Nabi-nabi...”. (Al-Baqarah : 177).
Dan firman Allah
Ta’ala. “Artinya : Sesungguhnya segala sesuatu telah Kami ciptakan sesuai
dengan qadar”. (Al-Qomar : 49).
III. Tingkatan Ihsan.
Ihsan, rukunnya hanya
satu, yaitu :
“Artinya : Beribadah
kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”. (Pengertian Ihsan tersebut
adalah penggalan dari hadits Jibril, yang dituturkan oleh Umar bin Al-Khaththab
Radhiyallahu ‘Anhu, sebagaimana akan disebutkan).
Dalilnya, firman
Allah Ta’ala. “Artinya : Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa
dan orang-orang yang berbuat ihsan”. (An-Nahl : 128).
Dan firman Allah
Ta’ala. “Artinya : Dan bertakwallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang. Yang melihatmu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan (melihat)
perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesunnguhnya Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Asy-Syu’araa : 217-220).
Serta firman-Nya.
“Artinya : Dalam keadaan apapun kamu berada, dan (ayat) apapun dari Al-Qur’an
yang kamu baca, serta pekerjaan apa saja yang kamu kerjakan, tidak lain kami
adalah menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya”. (Yunus : 61).
Adapun dalilnya dari
Sunnah, ialah hadits Jibril[5] yang masyhur, yang diriwayatkan dari ‘Umar bin
Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.
“Artinya : Ketika
kami sedang duduk di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba muncul
ke arah kami seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam pekat rambutnya,
tidak tampak pada tubuhnya tanda-tanda sehabis dari bepergian jauh dan tiada
seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu orang itu duduk di hadapan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan menyandarkan kelututnya pada kedua lutut
beliau serta meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau, dan
berkata : ‘Ya Muhammad, beritahulah aku tentang Islam’, maka beliau menjawab
:’Yaitu : bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq selain Allah serta
Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan
shiyam pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah jika kamu mampu
untuk mengadakan perjalanan ke sana’. Lelaki itu pun berkata : ‘Benarlah
engkau’. Kata Umar:’Kami merasa heran kepadanya, ia bertanya kepada beliau,
tetapi juga membenarkan beliau. Lalu ia berkata : ‘Beritahulah aku tentang
Iman’.Beliau menjawab :’Yaitu : Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari Akhirat, serta beriman kepada Qadar
yang baik dan yang buruk’. Ia pun berkata : ‘Benarlah engkau’.Kemudian ia berkata
: ‘Beritahullah aku tentang Ihsan’. Beliau menjawab :Yaitu : Beribadah kepada
Allah dalam keadaan seakan-akan kamumelihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya,
maka sesungguhnya Dia melihatmu’. Ia berkata lagi. Beritahulah aku tentang hari
Kiamat. Beliau menjawab : ‘Orang yang ditanya tentang hal tersebut tidak lebih
tahu dari pada orang yang bertanya’. AKhirnya ia berkata :’Beritahulah aku
sebagian dari tanda-tanda Kiamat itu’. Beliau menjawab : Yaitu : ‘Apabila ada
hamba sahaya wanita melahirkan tuannya dan apabila kamu melihat orang-orang tak
beralas kaki, tak berpakaian sempurna melarat lagi, pengembala domba saling
membangga-banggakan diri dalam membangun bangunan yang tinggi’. Kata Umar :
Lalu pergilah orang laki-laki itu, semantara kami berdiam diri saja dalam waktu
yang lama, sehingga Nabi bertanya : Hai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang
bertanya itu ? Aku menjawab : Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau pun
bersabda : ‘Dia adalah Jibril, telah datang kepada kalian untuk mengajarkan
urusan agama kalian”. (Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Iman,
bab 1, hadits ke 1. Dan diriwayatkan juga hadits dengan lafadz seperti ini dari
Abu Hurairah oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke
1.)
MENGENAL NABI
MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Beliau adalah
Muhammad bin ‘Abdullah, bin ‘Abdul Muthallib, bin Hasyim. Hasyim adalah
termasuk suku Quraisy, suku Quraisy termasuk bangsa Arab, sedang bangsa Arab
adalah termasuk keturunan Nabi Isma’il, putera Nabi Ibrahim Al-Khalil. Semoga
Allah melimpahkan kepadanya dan kepada Nabi kita sebaik-baik shalawat dan
salam.
Beliau berumur 63
tahun, diantaranya 40 tahun sebelum beliau menjadi nabi dan 23 tahun sebagai
nabi dan rasul.
Beliau diangkat
sebagai nabi dengan “Iqra” yakni surah Al-’Alaq : 1-5, dan diangkat sebagai
rasul dengan surah Al-Mudatstsir.
Tempat asal beliau
adalah Makkah.
Beliau diutus Allah
untuk menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid.
Dalilnya, firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Wahai
orang yang berselimut ! Bangunlah, lalu sampaikanlah peringatan. Agungkanlah
Tuhanmu. Sucikalah pakaianmu. Tinggalkanlah berhala-berhala itu. Dan janganlah
kamu memberi, sedang kamu menginginkan balasan yang lebih banyak. Serta
bersabarlah untuk memenuhi perintah Tuhanmu”. (Al-Mudatstsir : 1-7).
Pengertian :
“Sampaikanlah peringatan”, ialah menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan
mengajak kepada tauhid.“Agungkanlah Tuhanmu”. Agungkanlah Ia dengan berserah
diri dan beribadah kepada-Nya semata-mata.“Sucikanlah pakaianmu”, maksudnya ;
Sucikanlah segala amalmu dari perbuatan syirik. “Tinggalkanlah berhala-berhala
itu”, artinya : Jauhkan dan bebaskan dirimu darinya serta orang-orang yang
memujanya.
Beliaupun
melaksanakan perintah ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun, mengajak
kepada tauhid. Setelah sepuluh tahun itu beliau di mi’rajkan (diangkat naik) ke
atas langit dan disyari’atkan kepada beliau shalat lima waktu. Beliau melakukan
shalat di Makkah selama tiga tahun. Kemudian, sesudah itu, beliau diperintahkan
untuk berhijrah ke Madinah.
Hijrah,
pengertiannya, ialah : Pindah dari lingkungan syirik ke lingkungan Islami.
Hijrah ini merupakan
kewajiban yang harus dilaksanakan umat Islam. Dan kewajiban tersebut hukumnya
tetap berlaku sampai hari kiamat.
Dalil yang
menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu firman Allah Ta’ala. “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan
oleh malaikat dalam keadaan zhalim terhadap diri mereka sendiri[6], kepada
mereka malaikat bertanya :’Dalam keadaan bagaimana kamu ini .? ‘Mereka menjawab
: Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah). Para malaikat
berkata : ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (kemana
saja) di bumi ini ?. Maka mereka itulah tempat tinggalnya neraka Jahannam dan
Jahannam itu adalah seburuk-buruk empat kembali. Akan tetapi orang-orang yang
tertindas di antara mereka, seperti kaum lelaki dan wanita serta anak-anak yang
mereka itu dalam keadaan tidak mampu menyelamatkan diri dan tidak mengetahui
jalan(untuk hijrah), maka mudah-mudahan Allah memaafkan mereka. Dan Allah
adalah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun”. (An-Nisaa : 97-99).
Dan firman Allah
Ta’ala. “Artinya : Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman ! Sesungguhnya, bumi-Ku
adalah luas, maka hanya kepada-Ku saja supaya kamu beribadah”. (Al-Ankabut :
56).
Al-Baghawi[7],
Rahimahullah, berkata : ”Ayat ini, sebab turunnya, adalah ditujukan kepada
orang-orang muslim yang masih berada di Makkah, yang mereka itu belum juga
berhijrah. Karena itu, Allah menyeru kepada mereka dengan sebutan orang-orang
yang beriman”.
Adapun dalil dari
Sunnah yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. “Artinya : Hijrah tetap akan berlangsung selama pintu taubat
belum ditutup, sedang pintu taubat tidak akan ditutup sebelum matahari terbit
dari barat”. (Hadits Riwayat Imam Ahmad dalam Al-Musnad, jilid 4, hal. 99. Abu
Dawud dalam Sunan-nya, kitab Al-Jihad, bab 2, dan Ad-Darimi dalam Sunan-nya,
kitab As-Sam, bab 70).
Setelah Nabi Muhammad
menetap di Madinah, disyariatkan kepada beliau zakat, puasa, haji, adzan,
jihad, amar ma’ruf dan nahi mungkar, serta syariat-syariat Islam lainnya.
Beliau-pun
melaksanakan untuk menyampaikan hal ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh
tahun. Sesudah itu wafatlah beliau, sedang agamanya tetap dalam keadaan
lestari.
Inilah agama yang
beliau bawa : Tiada suatu kebaikan yang tidak beliau tunjukkan kepada umatnya
dan tiada suatu keburukan yang tidak beliau peringatkan kepada umatnya supaya
di jauhi. Kebaikan yang beliau tunjukkan ialah tauhid serta segala yang
dicintai dan diredhai Allah, sedang keburukan yang beliau peringatkan supaya
dijauhi ialah syirik serta segala yang dibenci dan tidak disenangi Allah.
Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia,
dan diwajibkan kepada seluruh jin dan manusia untuk mentaatinya. Allah Ta’ala
berfirman. “Artinya : Katakanlah. ‘Wahai
manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kamu semua”. (Al-Araaf :
158).
Dan melalui beliau,
Allah telah menyempurnakan agama-Nya untuk kita, firman Allah Ta’ala. “..Pada
hari ini[8], telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan Aku lengkapkan kepadamu
ni’mat-Ku serta Aku redhai Islam itu menjadiagama bagimu”. (Al-Maaidah : 3).
Adapun dalil yang
menunjukkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga wafat, ialah firman
Allah Ta’ala. “Artinya :Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka-pun
akan mati (pula). Kemudian, sesungguhnya kamu nanti pada hari kiamat berbantah-
bantahan di hadapan Tuhanmu”. (Az-Zumar : 30-31).
Manusia sesudah mati,
mereka nanti akan dibangkitkan kembali.
Dalilnya firman Allah
Ta’ala. “Artinya : Berasal dari tanahlah kamu telah Kami jadikan dan kepadanya
kamu Kami kembalikan serta darinya kamu akan Kami bangkitkan sekali lagi”
(Thaa-haa : 55).
Dan firman Allah
Ta’ala. “Artinya : Dan Allah telah menumbuhkan kamu dari tanah dengan
sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalamnya (lagi) dan (pada
hari Kiamat) Dia akan mengeluarkan kamu dengan sebenar-benarnya”. (Nuh :
17-18).
Setelah manusia
dibangkitkan, mereka akan di hisab dan diberi balasan sesuai dengan amal
perbuatan mereka, firman Allah Ta’ala. “Artinya : Dan hanya kepunyaan Allah apa
yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, supaya Dia memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat buruk sesuai dengan perbuatan mereka dan memberi
alasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan (pahala) yang lebih baik
(surga)”. (An-Najm : 31).
Barangsiapa yang
tidak mengimani kebangkitan ini, maka dia adalah kafir, firman Allah Ta’ala.
“Artinya : (Kami telah mengutus) rasul-rasul menadi penyampai kabar gembira dan
pemberi peringatan, supaya tiada lagi suatu alasan bagi menusia membantah Allah
sebelum (diutusnya), serta beliulah penutup para nabi”. (An-Nisaa : 165).
“Artinya :
Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka tidak akan dibangkitkan. Katakan
: ‘Tidaklah demikian. Demi Tuhanku, kamu pasti akan dibangkitkan dan niscaya
akan diberitakan kepadamu apapun yang telah kamu kerjakan. Yang demikian itu
adalah amat mudah bagi Allah”. (At-Taghaabun : 7).
Allah telah mengutus
semua rasul sebagai penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan. Sebagaimana
firman Allah Ta’ala. “Artinya : (Kami telah mengutus) rasul-rasul menjadi
penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan supaya tiada lagi suatu alasan
bagi manusia membantah Allah setelah (diutusnya) para rasul itu ..” (An-Nisaa
:165).
Rasul pertama adalah
Nabi Nuh ‘Alaihissalam[9], Dan rasul terkahir adalah Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam, serta beliaulah penutup para nabi. Dalil yang menunjukkan bahwa rasul pertama
adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami
telah mewahyukan kepada Nuh dan para nabi sesudahnya ..” (An-Nisaa : 163).
Dan Allah telah
mengutus kepada setiap umat seorang rasul, mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi
Muhammad, dengan memerintahkan mereka untuk beribadat kepada Allah semata-mata
dan melarang mereka beribadah kepada thagut. Allah Ta’ala berfirman. “Artinya :
Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul (untuk
menyerukan) :’Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thagut itu ..”.
(An-Nahl : 36).
Dengan demikian,
Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya supaya bersikap kafir terhadap thagut dan hanya
beriman kepada-Nya. Ibnu Al-Qayyim[10], Rahimahullah Ta’ala, telah menjelaskan
pengertian thagut tersebut dengan mengatakan. “Artinya : Thagut, ialah setiap
yang diperlakukan manusia secara melampui batas (yang telah ditentukan oleh
Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti atau dipatuhi”.
Dan Thagut itu banyak
macamnya, tokoh-tokohnya ada lima :
1) Iblis, yang telah dilaknat oleh Allah.
2) Orang yang disembah, sedang dia sendiri
rela.
3) Orang yang mengajak manusia untuk
menyembah dirinya.
4) Orang yang mengaku tahu sesuatu yang
ghaib, dan
5) Orang yang memutuskan sesuatu tanpa
berdasarkan hukum yang telah diturunkan oleh Allah.
Allah Ta’ala
berfirman. “Artinya : Tiada paksaan dalam (memeluk) agama ini. Sungguh telah
jelas kebenaran dari kesesatan. Untuk itu, barangsiapa yang ingkar kepada
thagut dan beriman kepada Allah, maka dia benar-benar telah berpegang teguh
dengan tali yang terkuat, yang tidak akan terputus tali itu. Dan Allah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Al-Baqarah : 256).
Ingkar kepada semua
thagut dan iman kepada Allah saja, sebagaimana dinyatakan dalam ayat tadi,
adalah hakekat syahadat “Laa Ilaaha Ilallah”.
Dan diriwayatkan
dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya :
Pokok agama ini adalah Islam[11], dan tiangnya adalah shalat, sedang ujung
tulang punggungnya adalah jihad fi sabilillah”. (Hadits Shahih riwayat
Ath-Thabarani dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, dan riwayat At-Tirmidzi dalam
Al-Jaami Ash-Shahih, kitab Al-Imaan, bab 8).
Hanya Allah-lah Yang
Mahatahu. Semoga shalawat dan salam sentiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi
Muhammad kepada keluarga dan para sahabatnya.
[1] Abu Abdillah
Muhammad bin Idris bin Al-’Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’i Al-Hasyim Al-Quraisy
Al-Muthallibi (150-204H - 767-820M) Salah seorang imam Empat. Dilahirkan di
Gaza (Palestina) dan meninggal di Cairo. Diantara karya ilmiyahnya Al-Umm,
Ar-Risalah dan Al-Musnad.
[2] Abu ‘Abdillah
Miuhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah Al- Bukhari (194-256H - 810-870M)
Seorang Ulama ahli Hadits. Untuk mengumpulkan hadits ia telah menempuh
perjalanan yang panjang, mengunjungi Khurasan, Irak, Mesir dan Syam.
Kitab-kitab yang disusunnya antara lain Al-Jaami Ash-Shahih (yang lebih dikenal
dengan Shahih Bukhari), At-Taarikh, Adh-Dhu’afaa, Khalq Af’aal al-Ibaad.
[3] Al-Bukhari dalam
Shahih-nya, kitab Al-’ilm, bab.10.
[4] Abu Al-Fidaa :
Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasy Ad-Dimasyqi (701-774H - 1302-1373M).
Seorang ahli ilmu hadits, tafsir, fiqh dan sejarah. Diantara karyanya : Tafsir
Al-Qur’aan Al-Azhim, Thabaqat Al-Fuqahaa Asy Syafiiyyun, al-Bidayah wa
An-Nihayah (sejarah), Ikhtishaar ‘Uluum Al-Hadits, Syarh Shahih Al-Bukhari
(belum sempat dirampungkannya).
[5] Disebut hadits
Jibril, karena Jibril-lah (malaikat) yang datang kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, dengan menanyakan kepada beliau tentang, Islam, Iman dan
masalah hari Kiamat. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kepada kaum
muslimin tentang masalah-masalah agama.
[6] Yang dimaksud
dengan orang-orang yang zhalim terhadap diri mereka sendiri dalam ayat ini,
ialah orang-orang penduduk Makkah yang sudah masuk Islam tetapi mereka tidak
mau hijrah bersama Nabi, padahal mereka mampu dan sanggup. Mereka ditindas dan
dipaksa oleh orang-orang kafir supaya ikut bersama mereka pergi ke perang
Badar, akhirnya ada diantara mereka yang terbunuh.
[7] Abu Muhammad
Al-Husein bin Mas’ud bin Muhammad Al-Farra’ atau Ibnu Al-Farra’. Al Baghawi
(436-510H - 1044-1117M). Seorang ahli dalam bidang fiqh, hadits dan tafsir. Di
antara karyanya : At-Tahdziib (fiqh), Syarh As-Sunnah (hadits), Lubaab
At-Ta’wiil fi Ma’aalim At-Tanziil (tafsir).
[8] Maksudnya, adalah
hari Jum’at ketika wukuf di Arafah, pada waktu Haji Wada.
[9] Selain dalil dari
Al-Qur’an yang disebutkan Penulis, yang menunjukkan bahwa Nabi Nuh adalah rasul
pertama, di sana juga ada hadits shahih yang menyatakan bahwa Nabi Nuh adalah
rasul pertama yang di utus kepada penduduk bumi ini, seperti hadits riwayat
Al-Bukhari dalam Shahih-nya kitab Al-Anbiya, bab 3 dan riwayat Muslim dalam
Shahih-nya kitab Al-Iman, bab. 84. Adapun Nabi Adam Alaihissalam, menurut
sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari, Radhiyallahu anhu.
Beliau adalah nabi pertama. Dan disebutkan dalam hadits ini bahwa jumlah para
nabi ada 124 ribu orang, dari jumlah tersebut sebagai rasul 315 orang, dan
dalam riwayat lain disebutkan 310 orang lebih. Lihat : Imam Ahmad, Al-Musnad,
jilid 5, hal. 178, 179 dan 265.
[10] Abu Abdillah :
Muhammad bin Abu Bakar, bin Ayyub, bin Said, Az-Zur’i,Ad-Dimasqi, terkenal
dengan Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah (691-751H - 1292 - 1350M). Seorang ulama
yang giat dan gigih dalam mengajak umat Islam pada zamannya untuk kembali
kepada tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah serta mengikuti jejak para Salaf Shalih.
Mempunyai banyak karya tulis, antara lain : Madaarij As-Salikin, Zaad
Al-Ma’aad, Thariiq Al-Hijratain wa Baab As-Sa’aadatain, At-Tibyaan fi Aqwaam
Al-Qur’aan, Miftah Daar As-Sa’aadah.
[11] Silahkan melihat
kembali pengertian Islam yang disebutkan oleh Penulis, dalam Tiga Landasan
Utama bagian 3/4 (Kitab Utsuluts Tsalatsah, Muhammad bin Abdul Wahhab).
Oleh : Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar