dengan cara mencatat nama calon atau mencoblos gambar yang mewakili calon tersebut di secarik kertas atau dengan pemungutan suara (voting). Kata"pemilu" ini walaupun mengandung makna pemilihan, tetapi tidak dipakai dalam syariat untuk memilih seorang
pemimpin. Makna pemilu seringkali disamakan dengan syura (musyawarah). Karena
"pemilihan umum" mengandung makna haq dan sekaligus makna bathil. Apabila kaum Muslimin yang menggunakan kata tersebut, maka yang dimaksud adalah musyawarah. Walaupun masih tetap mengandung makna yang bathil. Adapun mereka yang meletakkan kata tersebut (orang-orang kafir yang membuat
sistem demokrasi, ed) sebagaimana telah jelas mereka memaksudkan dengannya
sesuatu yang menyelisihi syariat kita. Yaitu mengambil suara dari
seluruh rakyat, termasuk mereka yang tidak pantas diambil suaranya, misalnya
para penjahat, ahli maksiat, orang-orang fasik, dan orang-orang kafir.
Mereka tidak membedakan antara seorang yang berilmu dan seorang yang
bodoh, dan seterusnya . . (Lihat Antara Syara dan Demokrasi). Maka semestinya kita tidak perlu memakai kalimat yang memiliki makna
ganda dalam perkara yang syar'i, karena di dalamnya mengandung tasyabuh
(penyerupaan) dengan musuh-musuh Islam. Sebagaimana dicontohkan oleh
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika mengajarkan untuk memakai
istilah Shalat Isya', bukan attamah. Karena attamah mengandung makna
waktu memerah susu kambing. "Jangan kalian dikalahkan oleh orang-orang gunung (kampung) dalam nama
shalat kalian Al Isya' karena sesungguhnya shalat tersebut dalam
Kitabullah adalah Al Isya' sedangkan mereka memerah susu kambing pada waktu
attamah." (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, An Nasa'i, dan Ibnu Majah dari
Ibnu Umar radliyallahu 'anhu) Sistem pemilu sendiri memiliki banyak kerusakan dan penyimpangan kalau
ditinjau dari sisi Dien. Berikut ini kita sarikan kerusakan-kerusakan
pemilu dari kitab Tanwirudz Dzulumat oleh Syaikh Muhammad bin Abdullah
Al Imam. Beberapa Kerusakan Pemilu Di antara kerusakan yang dibawa oleh pemilu (general election) atau
yang dalam bahasa Arab bernama Al Intikhabat adalah : 1) Pemilu termasuk jenis kesyirikan kepada Allah karena ia merupakan
syariat (aturan) yang dipakai oleh musuh-musuh Islam untuk menjauhkan
kaum Muslimin dari agama mereka. Pemilu ini merupakan bentuk penerapan
demokrasi yang pada hakikatnya adalah menentukan undang-undang dan
aturan-aturan (syariat) sesuai dengan suara terbanyak. Dengan kata lain,
yang berhak membuat syariat adalah rakyat. Padahal Allah berfirman : "Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang membuat syariat untuk mereka
dalam Dien yang sama sekali tidak Allah ijinkan." (Asy Syura : 21) Bahkan sebaliknya Allah katakan : "Jika engkau mengikuti kebanyakan orang, niscaya mereka akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah." (Al An'am : 116) 2) Pemilu merupakan jembatan untuk naik ke majelis wakil-wakil rakyat
yang prinsipnya menuhankan suara terbanyak. Menerima apa yang
disepakati oleh suara terbanyak walaupun salah, menolak sesuatu meskipun sesuatu
itu jelas kebenarannya dalam Dien. Dengan demikian, ini merupakan
pelimpahan hak Allah kepada makhluk. Padahal Allah berfirman : "Allahlah yang menghukumi dan tidak ada yang dapat menentang
hukum-Nya." (Ar Ra'd : 41) 3) Orang-orang yang membolehkan pemilu dan aktif di dalamnya telah
berbuat jahat kepada Islam, karena mereka memberikan hak, kesempatan, dan
sarana bagi musuh-musuh Islam untuk mencela dan menuduh Islam tidak
mampu menjadikan masyarakat yang adil, makmur, aman, dan sentosa. Kalau
saja mereka yakin tentang kesempurnaan Islam dari segala seginya, mengapa
mereka mengambil pendapat, suara, usulan, dan sebagainya dari
orang-orang non-Islam dalam pemilu tersebut? Allah berfirman : "Tidakkah cukup bagi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu Al
Kitab (Al Qur'an) yang diturunkan kepada mereka? Sesungguhnya yang
demikian merupakan rahmat dan peringatan bagi orang-orang yang beriman." (Al
Ankabut : 51) Maka selain apa yang Allah tetapkan dari kebenaran adalah kebathilan. "Maka tidak ada setelah kebenaran itu kecuali kesesatan." (Yunus : 32) 4) Pemilu mengabaikan prinsip Al Wala' dan Al Bara'. Tidak samar bagi
seorang Muslim yang telah merasakan lezatnya iman bahwa kecintaan
haruslah diberikan kepada Allah dan Rasul-Nya serta wali-wali-Nya dari
kalangan kaum Mukminin. Sedangkan permusuhan haruslah diberikan kepada musuh
Allah dan Rasul-Nya serta para wali-walinya dari kalangan orang-orang
kafir. "Hanya saja wali kalian adalah Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat serta mereka
ruku'. Barangsiapa yang berpaling dari Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang yang beriman maka sesungguhnya partai Allah pasti akan menang." (Al
Maidah : 55-56) Sedangkan dalam pemilu kaum Muslimin bersama orang-orang kafir,
bermusyawarah, memilih, dan menentukan. Bahkan sebagian kaum Muslimin
membentuk partai dan menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin atau
staf-nya. 5) Telah diketahui bersama bahwasanya partai-partai Islam tidak
mungkin akan dapat ikut dalam pemilu kecuali setelah pengesahan dengan cara
yang sesuai dengan dasar-dasar yang ditetapkan oleh mereka sendiri.
Seringkali syarat tersebut mengandung perkara-perkara yang menyelisihi
Islam. Seperti salah satu syarat yang ada di Yaman, yaitu harus mengakui
bahwa pendapat atau pemikiran Islam dan non-Islam adalah sama haknya,
bisa diterima dan ditolak. Yang seperti ini jelas menyamakan hukum Allah
dan hukum manusia. 6) Pemilu ditegakkan dengan prinsip untung-untungan (spekulasi) dari
yang memilih dan yang dipilih. Apakah mereka memiliki jaminan akan
berhasil? Tentu tidak. Kalaulah mereka tidak memiliki jaminan keberhasilan,
mengapa mereka berani melanggar batas-batas Allah? Ini berarti
meninggalkan perkara yang pasti benarnya untuk sesuatu yang masih berupa
kemungkinan, rekaan, prasangka, dan dugaan yang tidak pasti. Allah berfirman
: "Tidaklah mereka mengikuti kecuali mengikuti prasangka dan apa yang
dimaukan oleh hawa nafsu mereka." (An Najm : 23) Dan yang lebih dekat lagi dengan permasalahan kita adalah firman Allah
sebagai berikut : "Jika engkau mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi niscaya mereka
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta
(terhadap Allah)." (Al An'am : 116) 7) Termasuk kerusakan pemilu adalah munculnya musuh-musuh Islam yang
membuat partai-partai Islam sebagai jembatan untuk mewujudkan kehendak
mereka. Dengan kata lain, mereka menipu kaum Muslimin untuk mendapatkan
suara bagi mereka. Paling sedikitnya mereka (musuh-musuh Islam) telah
berhasil membuat sebagian kaum Muslimin yakin bahwa demokrasi adalah
satu-satunya cara memakmurkan bangsa. 8) Pemilu seringkali ditegakkan dengan dukungan materi dari luar
negeri, dari negara-negara Barat, Yahudi, dan Nashrani. Ini menunjukkan atas
perkara penting yaitu bahwa pemilu adalah untuk kepentingan mereka.
Kalau bukan untuk kepentingan mereka niscaya mereka tidak akan
mengeluarkan hartanya untuk mendukung pemilu. Allah berfirman : "Sesungguhnya orang-orang kafir mengeluarkan harta-harta mereka untuk
menghalangi dari jalan Allah. Maka mereka menginfakkanya dan kemudian
menjadi penyesalan atas mereka." (Al Anfal : 36) Dengan demikian berarti kita kaum Muslimin dalam pemilu ini sedang
berjalan di atas rencana mereka. 9) Pemilu menyelisihi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam
menghadapi musuh-musuh Islam, di mana Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam menghadapi mereka dengan sikap mukhalafah (penyelisihan) yang
sangat jelas, walaupun mereka banyak. Dan tidak mau bertasyabuh dengan
mereka sama sekali. Sebagai contoh, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak tenang
beribadah dengan kiblat yang sama dengan Yahudi hingga ia berharap
kepada Allah untuk dipindahkan kiblat ke Ka'bah. "Kami telah melihat bolak-baliknya wajahmu ke langit, maka Kami akan
palingkan engkau ke kiblat yang kau ridlai. Palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram. Di mana saja kamu berada, hadapkanlah wajahmu ke sana."
(Al Baqarah : 144) Demikian pula beliau tidak mau berpuasa pada saat yang bersamaan dengan
Yahudi kecuali dengan menambahnya sehari sebelumnya atau sehari
sesudahnya. Seperti pada Puasa Asy Syura yaitu tanggal 10 Muharram yang
bertepatan dengan puasanya Yahudi pada saat itu. Beliau bersabda : "Kalau aku hidup tahun depan, sungguh aku akan puasa tanggal
sembilannya." (HR. Muslim) Bahkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Jangan kalian memulai salam pada Yahudi, jangan pula kepada Nashrani.
Jika kalian berpapasan dengan mereka di suatu jalan, maka paksalah
mereka berjalan di tempat yang sempit (yakni jangan beri keluasan jalan
untuk mereka)." (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad dari Abu
Hurairah radliyallahu 'anhu) Di dalam permasalahan Dien, syariat-syariat agama, dan bentuk-bentuk
peribadahan yang telah diajarkan oleh Allah, kita tidak boleh sama sekali
mencampurkannya dengan ajaran mereka sedikitpun. Katakanlah : "Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Rabb yang aku sembah. Dan aku
tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah
(pula) menjadi penyembah Rabb yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan
untukkulah agamaku." (Al Kafirun : 1-6) Inilah prinsip Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang Allah
ajarkan kepadanya. Sedangkan mereka yang meniru kaum Yahudi dan Nashrani
berarti memang golongan mereka. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
bersabda : "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum berarti ia termasuk golongan
mereka." (HR. Abu Dawud dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhu dan Thabrani
dalam Mu'jamul Ausath dari Hudzaifah radliyallahu 'anhu) 10) Bahwa di dalam pemilu terdapat praktek kaidah-kaidah Jahannamiyyah,
fremasonry, yaitu "tujuan menghalalkan segala cara". Inilah kaidah ahli
Jahannam dari kalangan Yahudi. Berkata sekelompok ahli kitab : "Berimanlah kalian dengan apa-apa yang
diturunkan kepada orang-orang Mukmin di awal siang, kemudian kafirlah
di akhirnya. Semoga mereka akan kembali . ." (Ali Imran : 72) Sungguh inilah prinsip para politikus yang selalu bersandiwara dan
berpura-pura agar dikira oleh semua golongan bahwa dirinya golongan mereka
dalam rangka mendapatkan suara terbanyak. Sedangkan taqiyah[1] (yaitu berpura-pura) hanya disyariatkan dalam
keadaan terpaksa. Allah berfirman : "Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir sebagai
wali-nya selain orang-orang Mukmin. Barangsiapa yang mengerjakan demikian
maka tidaklah dari Allah sedikitpun, kecuali kalau kamu takut dari
mereka." (Ali Imran : 28) 11) Pemilu memiliki peranan besar dalam memecah-belah persatuan kaum
Muslimin. Tidak kalah besarnya kerusakan pemilu ini dari penyakit
hizbiyyah yang telah memecah-belah kaum Muslimin dalam berbagai macam
aliran-aliran sesat. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Jika datang kepada kalian seseorang sedangkan kalian dalam keadaan
dipimpin satu orang penguasa ingin memecah persatuan kalian maka bunuhlah
dia. Siapa pun orangnya." (HR. Muslim) Sedangkan kita tahu dalam pemilu tidak pernah lepas dari
bentrokan-bentrokan fisik atau hujatan-hujatan terhadap pemimpin, bahkan bisa jadi
terjadi perang saudara sesama kaum Muslimin dalam partai yang
berbada-beda. 12) Pemilu ditegakkan diatas ta'ashub (fanatik) terhadap golongan
(partai) dan pribadi-pribadi tertentu, sedangkan fanatik terhadap orang
tertentu atau golongan (partai) tertentu adalah haram kecuali fanatik
terhadap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Semangat yang timbul
dari fanatik terhadap golongan adalah semangat jahiliyyah. Allah
berfirman : "Ketika orang-orang kafir menjadikan dalam hati-hati mereka semangat
kefanatikan yaitu emosi jahiliyyah, Allah menurunkan kepada Rasul-Nya dan
orang-orang Mukmin ketentraman dan mengikatkan mereka dengan kalimat
takwa dan memang mereka yang paling berhak dengan kalimat tersebut dan
memang golongannya." (Al Fath : 26) Arti hamiyah dalam ayat ini adalah semangat membela kebathilan, fanatik
buta terhadap golongannya. Demikian pula ta'ashub kepada kabilah-nya atau keluarganya. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah menghinakan orang yang mengajak
untuk ber-ta'ashub dengan kabilahnya / sukunya dengan ucapannya : "Jika kalian melihat seseorang mengajak kepada ta'ashub jahiliyyah maka
suruhlah ia menggigit kemaluan bapaknya[2]. Dan jangan pakai ungkapan
lain." (HR. Ahmad dan Tirmidzi) Dan dalam riwayat Muslim, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
bersabda : "Barangsiapa yang berperang di bawah bendera emosi, membela ashabiyyah,
dan marah karena ashabiyyah maka bangkainya adalah bangkai jahiliyyah."
(HR. Muslim dan Nasa'i dari hadits Abu Hurairah radliyallahu 'anhu) 13) Dalam pemilu seseorang akan membela partainya masing-masing dan
memilih orang yang dicalonkan oleh partainya, bagaimana pun keadaan orang
itu, bahkan mungkin memiliki berbagai macam penyimpangan akidah dan
akhlak. Ini termasuk salah satu akibat sistem kepartaian. Padahal yang
demikian diharamkan dalam Islam sebagaimana diriwayatkan dalam Bukhari
dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu dia berkata : Datang seorang Arab
Badui (kampung) kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kemudian
bertanya : "Wahai Rasulullah, kapan hari kiamat?" Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Jika amanat telah diabaikan maka tunggukah hari kiamat." Kemudian
dikatakan kepada beliau : "Bagaimana mengabaikan amanat itu?" Beliau
bersabda : "Jika urusan telah diberikan kepada orang yang bukan ahlinya, maka
tunggulah hari kiamat." Makna memberikan urusan kepada orang yang bukan ahlinya adalah :
"Memberikan suatu amanat atau tanggung jawab kepada orang yang tidak mampu
memikulnya, seperti memberikan hak kepemimpinan kepada orang yang tidak
memiliki keadilan, keberanian, dan keshalihan. Jika terjadi yang
demikian, maka tunggulah saat kehancuran." 14) Keumuman orang dalam pemilu memberikan suaranya kepada calon yang
memberikan harta terbanyak kepadanya (money politics) atau calon yang
menjanjikan proyek-proyek besar. Atau paling tidak menjanjikan
jabatan-jabatan tertentu dan seterusnya. Inilah kerusakan yang berikutnya dari
sistem pemilu. Perbuatan yang jelas dilarang oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala : "Sesungguhnya mereka yang menjual janji kepada Allah dan sumpah mereka
dengan harga yang murah, mereka tidak akan mendapatkan bagian di
akhirat dan Allah tidak akan mengajak bicara mereka dan tidak akan melihat
mereka di hari kiamat serta tidak mensucikan mereka dan bagi mereka adzab
yang pedih." (Ali Imran : 77) 15) Termasuk kerusakan pemilu, setiap calon akan berusaha mencari
keridlaan para pemilih atau keumuman rakyat. Akhirnya tekad mereka
satu-satunya adalah mendekati semua pihak dengan hak atau bathil, kepada orang
Islam maupun orang kafir, kepada orang shalih maupun kepada orang
fajir. Bahkan kadang-kadang para pemilih itu mensyaratkan kepada calon
tersebut untuk melakukan perbuatan tertentu yang jelas-jelas diharamkan oleh
Allah, bahkan merupakan sifatnya orang-orang munafiqin, sebagaimana
Allah katakan : "Mereka bersumpah dengan nama Allah terhadap kalian untuk membikin
ridla kalian padahal Allah dan Rasul-Nya lebih berhak untuk mereka mencari
keridlaannya kalau mereka benar-benar beriman." (At Taubah : 62) Dalam ayat lainnya Allah berfirman : "Mereka bersumpah terhadap kalian agar kalian ridla kepada mereka.
Namun kalaupun kalian ridla kepada mereka maka sesungguhnya Allah tidak
ridla kepada kaum yang fasiq." (At Taubah : 96) Sedangkan dalam hadits, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
bersabda : "Barangsiapa mencari keridlaan manusia dengan kemurkaan Allah maka
Allah akan murka kepadanya dan akan dijadikan manusia murka kepadanya.
Sebaliknya barangsiapa yang mencari keridlaan Allah dengan kemarahan
manusia, maka Allah akan ridla kepadanya dan akan dijadikan manusia ridla
kepadanya." (HR. Tirmidzi dan Abu Nu'aim dalam Al Hilyah) 16) Pemilu ditegakkan di atas kepalsuan, kedustaan, dan penipuan,
serta makar dan dusta yang perkara itu semua diharamkan. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Barangsiapa yang menipu kami maka bukan dari golongan kami. Tipu daya
dan makar tempatnya dalam neraka." (HR. Thabrani dan Abu Nu'aim dalam
Al Hilyah dari Ibnu Mas'ud) Dalam lafadz Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam pernah melewati pasar, kemudian memasukkan tangannya ke dalam
makanan yang dijual (dalam satu riwayat : Memasukkan tangannya ke dalam
gandum yang kering, ternyata di dalamnya basah), kemudian beliau
bersabda : "Apa ini, wahai penjual makanan!? Mengapa tidak engkau jadikan dia di
atasnya hingga manusia bisa melihatnya!? Siapa yang menipu kami, bukan
dari golongan kami." Dalam Al Qur'an dijelaskan ciri-ciri seorang Mukmin, di antaranya
adalah : "Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu." (Al Furqan :
72) 17) Dalam sistem pemilu, manusia disibukkan dengan penjajaan partai.
Hampir semua media cetak atau media elektronik, semuanya sibuk
membicarakan permasalahan ini. Jual-beli suara, perdagangan partai, iklan-iklan
kepartaian, dan segala macam berita-berita politik yang berkaitan
dengannya. Para politikus itu sama sekali tidak menganggap adanya perkara
haram atau dusta. Semuanya dengan gaya bahasa diplomasi. Ini merupakan
penyia-nyiaan waktu dan menyibukkan kaum Muslimin di dalam dan luar
negeri yang hampir tidak ada pembicaraan mereka kecuali permasalahan
politik. Padahal betapa berharganya waktu, betapa tingginya nilai kesempatan.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah memperingatkan : "Manfaatkan lima sebelum lima : Masa mudamu sebelum datang masa tuamu,
masa hidupmu sebelum datang matimu, waktu sehatmu sebelum datang masa
sakitmu, masa kayamu sebelum datang kemiskinanmu, dan waktu luangmu
sebelum datang kesibukanmu." (HR. Hakim dan Baihaqi dari hadits Ibnu Abbas) Demikianlah Rasulullah menjelaskan agar kita memanfaatkan waktu dengan
sungguh-sungguh. Tentunya, manfaatkan waktu untuk Allah, yakni dalam
rangka beribadah menunaikan perintah-perintah Allah sesuai dengan
petunjuk Rasulullah sehingga kita mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat. 18) Di antara kerusakan pemilu adalah menggunakan harta tidak pada
tempat yang syar'i. Mereka menggunakannya untuk jual beli suara dan menipu
para pemilih. Sungguh ini adalah kerusakan yang besar karena
menggunakan harta untuk mengeluarkan manusia dari kebenaran. Adapun seorang
Mukmin yang shalih dia akan meninggalkan penggunaan harta seperti itu,
bahkan meninggalkan urusan pemilu ini sama sekali karena para ulama telah
memberikan fatwa haramnya masuk ke dalam sistem pemilu dan tidak ada
faidah padanya. Allah berfirman : "Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian memakan harta sesama
kalian dengan kebathilan kecuali kalau melalui perdagangan yang ada
saling ridla di antara kalian." (An Nisa : 29) 19) Pemilu sangat erat kaitannya dengan thaghut hizbiyyah. Mereka
para tokoh-tokoh partai hanya melihat kuantitas dan tidak melihat
kualitas. Mereka hanya mementingkan jumlah pengikut dan tidak memperhatikan
keadaan mereka. Ini berarti manusia hanya mengikut dan menurut kepada
suara terbanyak, siapa pun mereka. Aibatnya mereka akan tersesat. Allah
berfirman : "Jika engkau mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi niscaya mereka
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta
(terhadap Allah)." (Al An'am : 116) Bahkan di dalam Al Qur'an Allah mengatakan tentang kebanyakan manusia
selalu dalam kejelekan seperti ucapan Allah : "Dan Kami dapati kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik." (Al
A'raf : 102) Dalam ayat lain, Allah kisahkan ucapan Ibrahim 'Alaihis Salam : "Wahai Rabbku, sesungguhnya mereka telah menyesatkan kebanyakan
manusia." (Ibrahim : 36) Dalam ayat lain : "Dan kebanyakan mereka tidak menggunakan akalnya." "Dan kebanyakan mereka tidak beriman." "Dan kebanyakan manusia tidak mengetahui." "Dan kebanyakan manusia tidak bersyukur." "Dan kebanyakan manusia orang-orang yang bodoh." Dan lain-lain dari ayat-ayat yang bernada seperti ini kurang lebih ada
33 ayat dalam Al Qur'an. Bahkan sebaliknya Allah menceritakan orang-orang Mukmin yang sedikit
jumlahnya dan bersyukur. "Dan sedikit sekali hamba-hamba-Ku yang bersyukur." (Saba' : 13) Dengan fenomena yang seperti ini maka sudah bisa dipastikan orang yang
mengikuti kebanyakan manusia mesti akan tersesat. 20) Dalam sistem pemilu calon sangat terbuka untuk siapapun dengan
agama apapun. Maka muncullah di sana seorang Komunis, Nashrani, Marxis,
Sosialis, ataupun aliran-aliran kebathinan. Apakah dibolehkan yang
demikian di dalam Islam? Sungguh yang demikian dilarang dalam Islam! Ini
hanyalah buatan tangan-tangan Barat yang mempengaruhi manusia dan mendidik
kader-kadernya untuk diletakkan di berbagai macam partai dalam upaya
mengantisipasi pemerintah dan pimpinan "hijau". Allah telah berfirman di dalam surat Al Baqarah bahwa mereka-mereka
yang kafir itu tidak pantas menjadi pemimpin walaupun keturunan Nabi : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Rabb-nya dengan beberapa kalimat
(perintah dan larangan) lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman :
"Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia." Ibrahim
berkata : "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku." Allah berfirman :
"Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang dhalim." (Al Baqarah :
124) Dalam ayat lain lebih tegas Allah katakan : "Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang
kafir untuk berada di atas orang-orang yang beriman." (An Nisa : 141) Dan ayat Allah : "Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nashrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu), sebagian mereka adalah
pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
dhalim." (Al Maidah : 51) Dinukil secara ringkas dari kitab Tanwirudz Dzulumat bi Kasyfi Mafasid
wa Syubuhat Al Intikhabat oleh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam
yang telah diperiksa dan diberi muqaddimah oleh Syaikh Muqbil bin Hadi
Al Wadi'i rahimahullah. -------------------------------------------------------------------------------- [1] Taqiyah yang dimaksud bukan taqiyah yang dianut oleh orang-orang
Syi'ah, karena mereka (Syi'ah) memakai taqiyah dalam segala keadaan,
bahkan terhadap kaum Muslimin sekalipun. Sedangkan taqiyah dalam ayat ini,
dalam keadaan sangat terpaksa dalam menghadapi bahayanya orang-orang
kafir. [2] Ungkapan penghinaan bagi orang yang membanggakan dan mengajak
kepada ta'ashub kepada keluarganya dan keturunannya dengan ta'ashub
jahiliyyah. Oleh: Ustadz Muhammad Umar As Sewwed[SALAFY XXX/1420/1999/MABHATS]
Ijin copas syaikh
BalasHapus