Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Selasa, 28 Agustus 2012

Pergaulan Islami


Pergaulan adalah suatu proses interaksi makhluk dengan makhluk lainnya, hubungan seseorang dengan yang lainnya, hubungan manusia dengan manusia, dan lain-lain. Pergaulan islami adalah pergaulan yang sesuai dengan ajaran Islam yang berpedoman pada Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW. Serta dalam tataran amal telah dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW, para sahabat dan orang-orang shaleh.

Pergaulan yang diatur oleh Islam mencakup semua pergaulan (interaksi) antar makhluk ciptaan Allah SWT., di antaranya bagaimana cara bergaul dengan orang tua, suami isteri, saudara, tetangga, teman sejawat, bakan Allah juga mengatur bagaimana cara bergaul dengan ciptaan Allah lainnya seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Kalau dibahas satu per satu maka masing-masing bisa dijadikan topik pembicaraan. Dalam tulisan ini akan dibicarakan beberapa hal tsb. secara singkat.
Allah SWT. mewajibkan kepada manusia untuk berbuat baik terhadap sesama manusia setelah kewajiban untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukannya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong dan membangga-banggakan diri
(Q.S. An-Nisa: 36)
  1. Pergaulan dengan ibu-bapak
    Berbuat baik/berbakti kepada orang tua (birrul walidain) adalah merupakan kewajiban sebagai seorang muslim karena Allah telah menuntun seseorang bagaimana cara bergaul dengan ibu bapak. Pahala yang besar telah dijanjikan Allah kepada hamba yang berbuat baik kepada kedua orang tua, sebaliknya Allah juga mengancam dengan neraka-Nya bagi hamba yang durhaka kepada orang tua. Satu hal yang memotivasi kita untuk selalu berbuat baik kepada orang tua adalah dengan mengingat betapa besar peran orang tua dan jasanya, terutama kepada ibu, mulai saat melahirkan.
Dan kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang ibu-bapanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam 2 tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (Q.S. Lukman: 14)
Kewajiban berbuat baik kepada orang tua bukan semata sebagai balas budi, akan tetapi lebih kepada melaksanakan perintah Allah SWT. Dan tataran aplikatif (amal) perlu dilakukan upaya terus menerus untuk melatih diri berbuat baik kepada orang tua. Caranya tentu berbeda-beda antara satu anak dengan anak yang lain. Bersikap tawadhu' dan kasih sayang kepada orang tua merupakan sikap yang perlu dipelihara, menghadirkan orang tua dalam setiap doa kita (Q.S. Al-Isra: 24).
Berusahalah menjadi anak shaleh/shalehah sehingga dapat berbakti kepada orang tua melalui dua hal:
    • mengingatkan, menjaga, menjauhkan orang tua dari hal-hal atau aktivitas yang diharamkan oleh Allah SWT. dan rasul-Nya
    • mengajak dan mendukung hal-hal atau aktivitas mereka dalam kebaikan di jalan Allah SWT.
Di dalam Q.S. Lukman: 15 Allah mengajarkan kepada kita suatu sikap yang mulia apabila kedua orang tua memaksa anaknya untuk menyekutukan Allah. Hal ini hendaknya dicamkan dan dijadikan pelajaran.
  1. Pergaulan suami isteri
    Kesuksesan pergaulan suami-isteri sangat ditentukan bagaimana merencanakan sebuah pernikahan yang termasuk di antaranya proses memilih pasangan hidup. Rasulullah dalam sebuah hadits menganjurkan kepada kita untuk memilih pasangan hidup yang baik. Empat hal yang dilihat dalam memilih pasangan hidup: wajah, keturunan, harta dan agamanya, maka yang dijadikan pertimbangan pertama adalah agamanya. Tentunya calon yang dipilih untuk dijadikan isteri/suami adalah yang pemahaman dan pengamalan agamanya lebih baik.
Pernikahan adalah ibadah kepada Allah dan tentunya niat melaksanakannya juga untuk beribadah pada Allah. Dengan ini akan memotivasi kita untuk mengarahkan kehidupan berumah tangga kepada jalan yang dekat dengan Allah sehingga terwujud Keluarga Sakinah mawaddah wa rohmah. Anjuran untuk bergaul secara baik dengan pasangan (suami/isteri) terutama untuk suami di dalam ayat 19 surat An-Nisa:
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Dalam pengamalannya dibutuhkan saling pengertian diantara kedua pasangan. Sesuatu hal yang wajar dalam kehidupan rumah tangga bahwa tidak selalu akan terdapat hal yang indah-indah saja tanpa ada permasalahan. Dengan saling pengertian dan kedewasaan dalam menata dan bergaul dengan pasangan akan menjadikan permasaalahan itu sebagai pemicu untuk menumbuhkan kebahagiaan berikutnya. Suatu hal yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilaksanakan. Hanya dengan melatih diri secara terus menerus dan meningkatkan kualitas iman serta kedekatan pada Allah SWT., hal itu bisa terwujud.
  1. Pergaulan dengan sesama muslim
Rasulullah SAW. adalah tauladan utama dalam mencontohkan cara bergaul dengan sesama muslim, bahkan Rasulullah menunjukan akhlak-akhlak yang mulia bukan hanya kepada muslim tetapi juga kepada non-muslim sehingga tidak sedikit akhirnya seorang non-muslim menjadikan Islam sebagai jalan hidupnya dikarenakan akhlak Rasulullah yang mulia.
Secara fitrah manusia — siapapun dia — selalu menyenangi kebaikan. Maka tatkala kita mampu menampilkan akhlak Islami dalam pergaulan akan semakin banyak orang bersimpati dan mengikuti langkah kita. Pergaulan sesama muslim diatur dalam Islam sedemikian rupa sehingga kalau interaksi ini berjalan sesuai dengan tuntunan Islam maka itulah yang dinamakan ukhuwah Islamiyah. Secara kongkrit dalam siroh sahabat, kita baca bagaimana ukhuwah yang bukan hanya sekedar dipahami sebagai sesuatu yang indah tetapi juga dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, kisah ukhuwah antara kaum Muhajiran dan Anshor yang dipersatukan oleh Rasulullah SAW. dengan Abdurrahman bin Auf sebagai tokoh yang terkenal. Juga kisah sahabat di perang Yarmuk.
Di Yarmuk darah deras mengalir. Perang besar antara kaum Muslimin dengan kaum musyrikin. Dari fihak kaum Muslimin beberapa orang telah menemui syahid yang didamba, dan lainnya banyak yang jatuh terluka. Tak ada gejolak lebih besar bagi Hudzaifah Al Adawi selain menghambur ke medan jihad melihat luka para saudara seaqidah. Sebelum mengayunkan pedang menebas leher musuh-musuh Allah, ia lebih dahulu mengusung sebuah bejana penuh air untuk membantu mengatasi rasa haus para jundullah yang terluka.
Pedang ia letakkan sambil mengawasi kelebat gerak musuh, air bejana ia tegukkan untuk mujahid yang terluka. Namun sebelum tetesan air mengalir membahasi tenggorokan mujahid, sang mujahid menepiskan bejana serentak manakala terdengar erangan rekannya di sebelah ujung. Sang jundullah meminta agar Hudzaifah bersegera pergi ke arah suara erangan tadi, "Bawalah air padanya. Aku tidak lebih mulia dari jiwa siapapun yang berjuang di jalan Allah".
Orang yang mengerang tadi ternyata Hisyam bin Al Ash. "Semoga Allah merakhmati engkau ya Hudzaifah", sambutnya. Hudzaifah belum sempat mengangkat bejana air ketika tiba-tiba Hisyam menunjuk kepada saudara lain yang juga terluka. "Bawalah air ini padanya. Ia lebih memerlukan ketimbang aku", pintanya.
Hudzaifah menuju orang yang terluka tadi. Tapi terlambat sang mujahid telah terlebih dahulu syahid dan menemui Khalik dengan bersuka-ria. Hudzaifah tercenung dan mendoakan. Dengan sigap kembali ia melompat menuju tempat Hisyam bin Al Ash. Tapi ternyata Hisyam pun telah syahid juga. Rasa haru makin menjadi manakala ia melompat-terbang menuju tempat orang pertama yang akan ia tolong dan ternyata sang mujahid ini pun telah mendahului menuju keharibaan Illahi. Tak jelas siapa yang lebih dahulu syahid, mujahid ini atau dua saudaranya yang lain. Air mata menggenang dan wajah haru mengiringi kilau pedang Hudzaifah membabat leher para hizbul syaithon di Yarmuk. Terbuktikah konsep manusia yang diteorikan para pemikir jahil, bahwa manusia adalah makhluk yang ego-sentris, yang melulu mementingkan diri dan memusatkan berbagai perilaku sosialnya demi keuntungan pribadi? Paling tidak verifikasi perang Yarmuk berkata lain. Fitrah manusia adalah hanif, lurus, penuh kasih-sayang, rela berkorban demi saudara. Manusia adalah makhluk yang mulia, bukan makhluk yang melulu menumpahkan darah. Dia rela bukan hanya harta untuk sekedar sumbangan, tenaga, atau fikiran, jiwa sekalipun, yang hanya satu dan tak bisa diganti, dia korbankan untuk kepentingan saudara-saudara lebih dahulu baru dirinya.
Manusia adalah makhluk yang halus budi yang tunduk-patuh, yang tahan menderita demi kebahagiaan saudaranya, tak suka berebut sesuatu dengan saudara demi kepentingan pribadi. Ia adalah makhluk terbaik yang diciptakan Allah Yang Maha Tahu, Rabb Yang Maha Pandai, Khalik Yang Maha Kuasa. Ia adalah makhluk yang diberi kepercayaan oleh Penguasa Jagad Raya untuk menjadi khalifah di bumi dan memberikan rahmat pada alam. Selain makhluk terbaik mustahil dapat menjalankan misi yang diembankan Allah ini. Itulah manusia Muslim, yang berserah diri kepada dan hanya kepada Allah, yang tunduk dan menundukkan diri, yang patuh dan taat hanya kepada Rabb Yang Agung, manusia yang merdeka, manusia yang bebas dari jerat syahwat dan fitnah, manusia yang pekat dengan akhlak islami, akhlaqul kharomah, yang pancarannya melembutkan kalbu.
Inilah manusia yang hati merahnya telah ter-sibghah (terwarnai) dengan warna islam, manusia sempurna, manusia Muslim. Dalam pergaulan sesama muslim yang perlu diperhatikan adalah memenuhi hal dan adab kaum muslimin. Hal ini merupakan ibadah pada Allah SWT. dan sebagai suatu cara mendekatkan diri kepada-Nya. Hak dan adab kaum muslimin antara lain: mengucapkan salam, mendoakannya waktu bersin, menengoknya bila sakit, menyaksikan jenazahnya bila meninggal, menghargai sumpahnya, memberi nasehat dalam hal yang hak, mencintainya seperti mencintai diri sendiri, menolongnya bila dibutuhkan, tidak menimpakan keburukan atau sesuatu yang tidak disenangi, merendahkan diri dan tidak sombong kepada muslim, tidak memutuskan hubungan lebih dari tiga hari, tidak menggunjing, mengejek, memanggil dengan sebutan yang buruk, tidak mencaci dan menserca tanpa hak diwaktu hidup maupun sudah meninggal, tidak iri hati, dengki, berprasangka buruk, membenci, mencari-cari kesalahan, tidak menipu dan mengecoh, tidak boleh berlaku khianat, mendustakan, menangguhkan pembayaran hutang, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda, berlaku adil terhadap diri sendiri, memaafkan salahnya dan menutupi aibnya dan memohonkan perlindungan serta mendoakannya. Hadits Rasulullah yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim (hadits arbain yang ke 13):
Abu Hamzah Anas bin Malik r.a. pelayan Rasulullah SAW berkata, "Tidak beriman seseorang diantara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri."
  1. Akhlak Islami dalam pergaulan pria wanita bukan mahram
Realitas yang memprihatinkan di kalangan umat dimanapun adalah pergaulan bebas antara lawan jenis mulai dari yang paling ringan sampai yang berat. Allah sangat melarang hal ini dan ancaman dosa. Pergaulan bebas sering dilakukan oleh orang non-muslim yang mereka sudah tahu dampak secara psikologis dan kesehatan.
Secara khusus fenomena ini juga sudah menggejala di Indonesia terutama di kalangan remaja. Semakin waktu berjalan semakin banyak kita dengar hasil-hasil penelitian yang menunjukkan hubungan seks pra nikah dikalangan remaja, terutama di kota-kota besar cendrung mengalami peningkatan. Pertanyaan besar yang terpampang di depan kita adalah apa yang sedang terjadi di Indonesia dengan predikat negara yang mempunyai penduduk muslim terbesar di dunia? Bukankah Islam sudah menentukan cara pergaulan yang Islami. Aturan yang sangat melindungi kemuliaan manusia dari berbagai aspek (kesehatan, psikologi, sosial, dll.). Jawaban yang akan langsung kita utarakan adalah karena umat yang demikian sudah meninggalkan aturan Islam dalam mengatur pergaulan secara khusus dan aturan Islam lainnya secara umum. Kondisi di Indonesia demikian, kemudian bagaimana kondisi umat Islam di negara-negara Barat yang bukan negara komunitas muslim dan sudah melegakan pergaulan bebas dengan lawan jenis? Tantangan yang lebih berat tentunya akan ditemukan. Untuk itu dibutuhkan sekali kemampuan menjaga diri dan mengamalkan apa yang telah dianjurkan oleh Allah SWT. dalam pergaulan.
Dalam proses perkembangan manusia secara normal setelah akil baligh mempunyai rasa ketertarikan kepada lawan jenisnya. Rasa itu tumbuh terus seiring dengan pertumbuhan usia. Kalau sedari dini diperkenalkan bagaimana pergaulan yang baik secara Islami kemudian dibekali keimanan yang kuat, maka perasaan menyukai itu akan dapat dikelola dengan baik dan diatasi dengan amal-amal yang bermanfaat dan pada masanya, rasa suka itu akan tersalurkan setelah memasuki masa pernikahan, maka orang ini akan mampu menerapkan pergaulan Islami dalam hidupnya. Namun kalau sebaliknya rasa itu dipupuk terus tanpa ada batasan-batasan, maka akan berkembang menjadi pergaulan yang bebas. Tidak heran fenomena yang terungkap di atas bias terjadi dengan mudah.
Dalam aplikasi amal, salah satu faktor yang menentukan dalam menjaga supaya pergaulan sesuai dengan Islam adalah merasa selalu diawasi oleh Allah (muraqabatullah) Dengan keyakinan sepenuhnya bahwa kita selalu berada dalam pengawasan Allah SWT., maka kita akan selalu menjaga pergaulan dengan lawan jenis. Dimanapun kita berada bahkan tidak seorang manusiapun melihat tingkah laku kita di sana terdapat pengawasan Allah SWT. Bukankah semut kecil yang hitam berjalan di atas batu hitam di tengah malam buta, tidak satupun manusia bisa melihat, tapi Allah-lah membuat semut itu berjalan. Maka dengan demikian kita akan selalu memproteksi diri untuk tidak keluar dari bingkai pergaulan yang telah diatur oleh Islam.
Pria dan wanita yang beriman dan telah memiliki sifat haya' (malu) akan senantiasa menjaga kesucian dirinya dari perbuatan dosa. Dalam hal ini, hendaklah langkah-langkah berikut diambil dengan sangat serius:
    1. Suci dari Syahwat yang Tersembunyi
      Di dalam hukum Islam, kecenderungan dan syahwat seorang pria terhadap wanita di luar nikah adalah sama dengan perbuatan zina. Oleh karena itu nafsu birahi ketika melihat, bercakap, serta mengunjungi wanita adalah perbuatan zina. Islam menghukumnya sebagai haram karena ini merupakan langkah-langkah awal bagi seseorang untuk menuju zina yang sebenarnya.
    2. Suci dari Pandangan-pandangan Birahi
Pandangan penuh birahi antara pria dan wanita adalah merupakan pintu menuju maksiat yang sangat berbahaya. Firman Allah: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka..."
Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman, "hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, dan ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putere-putera suami mereka..."
(An-Nur: 30-31)
    1. Suci dari Sembarang Tabarruj Jahiliyah
Satu masalah yg biasa terdapat pada wanita yg tidak memiliki sifat haya' adalah tabarruj, yaitu kesukaan untuk memperlihatkan kecantikan dan perhiasan dirinya. Biasanya sikap ini bisa dilihat dari pakaian-pakaian yang berwarna-warni serta berlebih-lebihan, bersolek, hiasan rambut yang menarik, bau-bauan yang harum semerbak, serta perbuatan-perbuatan lain yang tujuannya untuk menggoda. Al-Quran menamakan segala perbuatan yang bertujuan untuk memikat hati serta menarik perhatian selain dari suami sebagai tabarruj jahiliyyah.
Firman Allah:
... dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu (Al-Ahzab: 33)
    1. Suci dari Penampakkan Aurat
Islam mengajarkan ummatnya untuk menjaga kesucian; satu ajaran yang tak didapati dalam ajaran-ajaran lain. Bagi pria dan wanita yang beriman, memakai pakaian yang menutup aurat jauh lebih penting daripada memakai pakaian-pakaian mahal. Secara jelas, Islam telah menetapkan batas-batas aurat pria dan wanita dan mewajibkan aurat ini tidak diperlihatkan kepada mereka yang bukan muhrim.
Sebagai kesimpulan, dapatlah difahami bahwa sifat haya' menjadikan seseorang terlindung dari pencemaran kesucian dirinya. Sifat haya' adalah produk dari didikan akhlak Islami yang menjadikan seorang yang beriman bisa menghapuskan segala kecenderungan jahat yang ada dalam dirinya. Semua tindakan yang diambil Islam adalah ditujukan kepada perbaikan masyarakat sehingga kelemahan-kelemahan individu tidak meluas menjadi penyakit masyarakat. Semuanya ini bertujuan untuk menciptakan satu suasana yang menghalangi perkembangan maksiat serta gangguan-gangguan yang disebabkan oleh syahwat.

Penulis : Elfahmi Yaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar