Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Kamis, 23 Agustus 2012

Pandangan dan Perlakuan Islam Terhadap Segala Produk Sains dan Teknologi "Kloning"


Pendahuluan                              

Perkembangan sains yang luar biasa yang dicapai para ilmuan biologi, embriologi, genetika, dan terakhir kloning hewan sebagai rintisan kloning manusia, telah melampaui seluruh ramalan masa depan manusia dan membuat banyak orang terkagum-kagum.
Perkembangan dan pemanfaatan sains yang luar biasa berkat kemajuan teknologi
yang persat tersebut,tiada lain merupakan bukti yang menunjukkan keagungan dan kekuasaan Allah Subhanallahu wata'ala  seta kebijaksanaan dan kesempurnaan ciptaan-Nya. Selain itu, perkembangan ilmiah tersebut juga membuktikan bahwa Allah Subhanallahu wata'ala adalah benar-benar Sang Pencipta yang telah menciptakan alam semesta ini.
Perkembangan dan pemanfaatan sains itu juga membuktikan bahwa alam semesta tidaklah tercipta secara kebetulan, karena didalamnya terdapat peraturan yang sangat teliti dan hukum yang sangat rapi untuk mengandalikan dan menjalankan alam semesta. Di samping itu dalam alam semesta terdapat sifat-sifat khas yang sudah disiapkan sdemikian rupa, sehingga dapat sesuai untuk segala benda dan makhluk yang ada didalamnya.  Semua ini menafikan kemungkinan bahwa alam tercipta secara kebetulan, sebab suatu peristiwa kebetulan tidak akan mampu melahirkan peraturan yang teliti dan hukum yang rapi. Adanya peraturan dan hukum alam yang sangat akurat ini, tentu saja mengharuskan danya Sang Pengatur dan Sang Pencipta yang Maha Berkuasa dan Maha Bijaksana. Allah Subhanallahu wata'ala telah berfirman :
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Qamar: 49)
Allah Subhanallahu wata'ala  berfirman:
“...dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.”(QS. Al-Furqan: 2)
ayat diatas berarti, Allah Subhanallahu wata'ala telah menciptakan segala sesuatu dengan memperhitungkan ukuran dan kesesuaian untuknya, serta telah mempersiapkan komdisi-kondisi yang cocok baginya. Karenanya, penciptaan alam semesta sesungguhnya telah terlaksana dangan pertimbangan yang sabgat bijaksana, bukan tanpa pertimbangan. Dan pencitaan alam semesta ini merupakan penciptaan sesuatu dari ketiadaan (creatio ex nihillo), karena pengertian pencitaan adalah mengadakan sesuatu dari tidak ada, bukan mengadakan sesuatu dari apa yang suadah ada. Mengadakan sesuau dari apa yang sudah ada bukanlah proses pencitaan.
Perkembangan sains yang dicapai para ilmuan, seta pemanfaatannya yang amat mengagumkan berkat dukungan pekembangan teknologi yang pesat itu (baik yang diterapkan pada manusia, hewan, maupun benda mati) sebenarnya hanyalah sekelumt dari rahasia dan hukum alam yang mengendalikan dan mengatur seluruh benda yang ada, serta hanya secuil pengetahuan tentang sifat-sifat khas yang dilekatkan Allah Subhanallahu wata'ala pada benda-benda secara sedemikian rupa, sehingga dapat sesuai dengan komdisi-kondisi yang ditetapkan baginya. Maha Benar Allah Subhanallahu wata'ala yang telah berfirman :
                                                      “...dan tidaklah kami diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS Al-Israa’ : 85)
Apa yang telah dicapai dan dikerjakan para ilmuan tersebut, sebenarnya hanya penemuan sederhana terhadap peraturan atau hukum alam dan sifat-sifat khas yang ada di alam semesta. Penemuan tersebut hakikatnya merupaka upaya untuk menyingkap hal-hal tersebut dan sama sekali tidak ada unsur penciptaan didalamnya, sebab penemuan tersebut bukan mengadakan sesuatu dari tidak ada, melainkan hanya menyingkap apa yang sudah ada.
Dengan semakin majunya sains serta semakin banyaknya penemuan  rahasia dan hukum alam oleh para ilmuan itu, maka sebenarnya semakin bertambahlah tanda-tanda kebesaran Sang Pencipta, kesempurnaan kekuasaan-Nya, dan kerapian hikmah-Nya. Semua ini sudah seharusnya dapat semakin memantapkan keimanan kepada-Nya. Inilah yang telah disyariatkan oleh Allah Subhanallahu wata'ala dalam firman-Nya :

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami disegenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bahwa Al-Qur’an adalah benar.” (QS. Fushshilat : 53)
Perkembangan sains yang spektakuler tersebut kini telah sampai pada penemuan kloning tumbuhan dan hewan yang dianggap sebagai rintisan untuk kloning manusia. Hal ini telah banyak menyita perhatian banyak orang, sehingga menimbulkan tantangan untuk menjawabnya. Dan menjawab tantangan tersebut adalah suatu keharusan, sebab termasuk dalam aktifitas pengaturan urusan manusia dan pengawasan terhadap kondisi masyarakat. Di samping itu, masalah kloning memang telah bersentuhan langsung dengan kehidupan kaum muslimin.
Kemajuan ilmiah tersebut meskipun merupakan hasil eksperimen ilmiah dan sains itu sendiri bersifat universal (dalam arti tidak secara khusus didasarkan pada pandangan hidup tertentu) akan tetapi penggunaan dan pengambilannnya tetap didasarkan pada pandangan hidup tertentu.  Dan mengingat penemuan-penemuan ilmiah tersebut muncul pertama kali di dunia barat, dengan sendirinya dunia barat mengambilnya dengan alasan adanya manfaat pada penemuan tersebut, sesuai dengan pandangan hidup merekan yang berdasarkan ide pemisihan agama dari kehidupan (sekularisme), serta pandangan bahwa manusialah yang berhak membuat aturan hidupnya sendiri (demokrasi). Pandangan terakhir ini muncul karena manisia dianggap sebagai pemilik kedaulatan, yang mempunyai kapasitas akal memadai untuk memahami berbagai kemaslahatan dan kemafsadatan serta berbagai kemamfaatan dan kemudoratan.
Selain itu dunia barat telah menetapkan nilai materi (yaitu nilai kemanfaatan (Prakmatisme)) sebagai tolak ukur mereka dalam kehidupan dan dijadikan sebagai satu-satunya nilai yang diakui diantara niali-nilai yang ada. Mereka tidak memperhitungkan nilai-nilai lainnya, yakni nilai rohani (spiritual), niali akhlak (moral), dan nilai kemanusian. Kalaupun mereka beraktifitas untuk mewujudkan niali-nilai tersebut, dalam hal tersebut semata-mata karena aktifitas itu akan emdatangkan manfaat. Jika aktifitas itu mereka anggap tidak menghasilakn manfaat, maka mereka tidak akan melakukannya dan bahkan tidak akan memperdulikannya sedikitpun.
Oleh karena itu, tatkala mereka mempergunakan suatu penemuan ilmiah, mereka tidak memperhitungkan aspek apapun kecuali bahwa penemuan itu akan dapat mendatangkan nilai materi, yaitu kemanfaatan. Mereka tidak mempertimbangkan lagi apakah penemuan itu sesuai atau tidak dengan nilai-niali rohani, akhlak, dan kemanusiaan, sebab nilai-nilai ini memang bukan tolak ukur perbuatan mereka, dan tidak mendapat cukup pengakuan dari mereka. Tolak ukur satu-satunya adalah nilai materi yang nampak dalam aspek kemanfaatn.
Sesungguhnya pandangan hidup barat tersebut adalah pandangan hidup kufur yang sangat bertentangan dengan pandangan hidup Islam. Ini dikarenakan pandangan hidup Islam telah mengharuskan manusia untuk melaksanakan seluruh perbuatannya dalam kehidupan sesuai dengan perintah dan larangan Allah. Pandangan hidup Islam juga mengharuskan manusia untuk menstandarisasi seluruh perbuatannya dengan tolak ukur Islam, yaitu halal dan haram semata. Perbuatan halal adalah apa yang telah dibolehkan-Nya dan perbuatan haram adalah apa yang telah dilarang-Nya. Dan hukum-hukum untuj halal dan haram diambil dari nash-nash syara yang termaktub dalam Al Quran dan As Sunnah, dan dari sumber hukum lain yang telah ditunjukkan oleh Al Quran dan As Sunnah, Yaitu Qiyas dan Ijma sahabat. Yang halal boleh diambil dan haram harus ditinggalkan, tanpa melihat lagi aspek kemaslahtan dan kemaksadatan serta aspek kemanfaatan dan kemudoratan. Sebab yang menjadi pedoman adalah hukum Allah semata, Karena Allah Subhanallahu wata'ala yang berhak menjadi Mussyari’ (pembuat hukum), bukan manusia. Akal manusia tugasnya adalah memahami nash-nash syara yang ada, bukan membuat nash dan merekayasa hukum.
Oleh sebab itu, kendatipun penemuan ilmiah bersifat universal (dalam arti itdak secara khusus didasarkan pada pandangan hidup tertentu) akan tetapi penggunaan produk-produk penemuan ilmuiah wajib didasarkan pada hukum-hukum syara. Maka apa saja yang dibolehkan syara, berarti dapat diambil. Apa saja yang diharamkannya, berarti harus ditinggalkan dan haram untuk dimanfaatkan. Demikianlah seharusnya pandangan kita dan perlakuan kita terhadap produk sains.
Prinsip inilah yang menjadi landasan kami dalam membahas topik-topik yang ada dalam kitab yang sedrhana ini. Kami telah mendalami topik-topik tersebut menurut pandangan nash-nash syara’ dan telah mencurahkan segala kemampuan kami menerangkan pula diambil dan apa yang haram diambil, sesuai dengan pengertian yang ditruntut nash-nash tersebut, tanpa mempertimbangkan aspek lain sedikitpun, yakni aspek kemaslahatan dan kemafsadatan, atau kemanfaatan dan  kemudoratan, ini karena kemaslahatan hakikih adalah apa yang diniali sebagai kemaslahatan oleh As Syari’ (Allah) Yang Maha Bijaksana. Adapun kemaslahatan yang tidak dinilai-Nya sebagai kemaslahatan, maka wajib untuk ditinggalkan dan haram diambil. Sebab mengambil kemaslahatan seperti ini, adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum syara dan merupakan perbuatan dosa.
Sekali lagi prisip inilah yang kami pegang untuk membahas topik-topik yang ada, yaitu masalah kloning transplantasi organ, abortus, bayi tabung,penggunaan organ tubuh buatan serta definisi hidup dan mati. Kami telah mengarahkan segala kemanpuan kami membahas topik-topik tersebut,  seraya memanjatkan do’a kepada Allah Subhanallahu wata'ala kami mendapatkan. Kami juga memohon kepada Allah agar Dia memberi petunjuk kepada kaum muslimin seluruhnya untuk ikhlas berpegang teguh berpegang teguh pada hukum-hukum syara’ dan agar Dia memuliakan mereka dalam waktu dekat ini dengan berdirinya negara Kilafah Islamiyah dan berlakunya hukum Al-Qur’an dan As-Sunnah Rosul-Nya. Yang demikian itu tidaklah sulit bagi Allah.
                                                                                                     
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.”(QS. Al-Baqarah : 386)

Kloning
            Kloning manusia kembali menghangat Advanced Cell Tecnology diberitakan berhasil melakukan kloning embrio manusia (Kompas, 27/11/2001) dan khabar terakhir mengejutkan bahwa janin hasil kloning telah berusia dua bulan dalam kandungan. (Kompas, 9/4/002).
            Pencapaian terakhir ini adalah pekerjaan Severino Antirori spesialis kandungan dari Roma yang pada pertemuan di Akedemi Sains Nasional, Washington, Juli 2001 bersama koleganya Panoss Zavos dari universitas Kentucky, AS, mengklaim telah mencoba transfer inti sel yang dikenal sebagai nuclear transfer (NT), teknologi yang digunakan untuk kloning, pada delapan pasangan dari Inggris.

(Riset kloning embrio manusia pada sel tunas, yakni sel induk tak terprogram yang bisa berubah menjadi berbagai jenis pada tubuh manusia, bisa membantu mencegah atau mengobati berbagai penyakit dari kanker sampai diabetes).


Berikut proses reproduksi kloning:

 

                                                       Sumber: www.msn.bc.com

Kata kloning, dari kata Inggris clone, pertama kali diusulkan oleh Herbert Webber pada tahun 1903 untuk mengistilahkan sekelompok makhluk hidup yang dilahirkan tanpa proses seksual dari satu induk. Secara alami kloning hanya terjadi pada tanaman: menanam pohon dengan stek. Kloning pada binatang hanya terjadi pada sebagian tubuh saja seperti regenerasi ekor cicak yang putus. Baru 65 tahun kemudian John Gurdon berhasil menciptakan klon katak dengan menggunakan sel telur.
Pada tahun enam puluhan sampai tujuh puluhan istilah kloning dikenal publik dengan intepretasi masing-masing novel fiksi ilmiah  The Clone dan penamaan komputer: PC clone. Tak kurang dari Alfin Toffler, dalam bukunya Future Shock, tahun 1970 menggunakan istilah ini untuk memprediksi bahea kelak manusia bakal mampu menciptakan kopi-karbon dirinya sendiri.
Kloning kembali menjadi sorotan publik tahun 1997 ketika teknilogi ini berhasil diterapkan untuk kali pertama pada hewan tingkat tinggi oleh tim peneliti dari institut Roslin di Skotlandia pimpinan Ian Wilmut.
Tenologi kloning didasarkan pada pemindahan inti sel yang mengandung genom (sebagai donor) ke dalam sel telur yang inti selnya telah dihilangkan. Kloning janis ini, sesuai dengan tujuannya, disebut kloning reproduksi. Paten teknilogi NT diberikan Januari 2000 di Inggris. Aslinya teknologi ini dikembangkan untuk mengembangkan varietas unggul hewan ternak, tapi berita ini segera mangejutkan dunia karena kekawatiran kloning manusia semakin menjadi kenyataan.
Kloning (klonasi) adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan,maupun manusia.
Kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknyayang berupa manuia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya (nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum ) wanita –yang telah dihilangkan inti selnya – dengan suatu metode yang mirip dengan proses pembuahan atau iseminasi buatan. Dengan metode semacam itu, kloning manusia dilaksanakan dengan cara mengambil inti sel dari tubuh seseorang, lalu dimasukan kedalam sel telur yang diambil dari seorang perempuan.Lalu dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus lisrtik, inti sel digabungkan degan sel telur. Setelah proses penggabungan ini terjadi sel telur yang telah bercampur dengan inti sel tersebut ditransfer kedalam rahim seorang perempuan agar dapat memperbanyak diri , berkembang,berdiferensiasi, dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahiorkan secara islami. Keturunan ini akan berkode genetik sama dengan induknya, yakni orang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.
Pembuhahan dan iseminasi buatan dalam proses kloning manusia terjadi pada sel-sel tubuh manusia (sel somatik) bukan sel-sel kelaminnya. Seperti diketahui dalam tubuh manusia terdapat miyaran bahkan terdapat trilyunan sel. Dalam setip sel terdapat 46 kromosom (materi genetik yang mengandung seluruh sifat yang diturunkan pada manusia), kecuali sel-sel kelamin yang terdapat dalam buah zakar (testis) laki-laki dan dalam indung telur (ovary) perempuan. Sel-sel ini mengandung 23 kromosom, yaitu setengah dari jumlah kromosom pada sel-sel tubuh.
Pada pembuahan alami, sel sperma laki-laki yang mengandung 23 kromosom bertemu dengan sel telur perempuan yang juga mengandung 23 kromosom. Pada saat terjadi pembuahan antara sel sperma dengan sel telur, jumlah kromosom akan menjadi 46 buah,  yakni setengahnya lagi berasal dari perempuan. Jadi
Adapun dalam proses kloning manusia, sel yang diambil dari tubuh seseorang telsh mengandung 46 buah kromosom atau telah mengandung seluruh sifst-sifat yang akan diwariskan yang dimiliki seseorang. Dengan demikian, anak yang dihasilkan dari proses kloning ini akan mempunyai ciri-ciri hanya dari orang yang menjadi sumber pengambilan inti sel tubuh. Anak tersebut merupakan keturunan yang berkode genetik sama persis dengan induknya, yang dapat diumpamakan dengan hasil fotokopi selembar kertas pada mesin fotokopi kilat berwarna yakni berupa selembar gambar aslinya tanpa ada perbedaan sedikitpun.
Proses pembuahan yang alamiah tidak akan dapat berlangsung kecuali dengan adanya laki-laki dan perempuan, dan dengan adanya sel-sel kelamin.
Sedang proses kloning manusia dapat berlangsung dengan atau tanpa adanya laki-laki, dan terjadi pada sel-sel tubuh, bukan sel-sel kelamin.Proses ini dapat terlaksana dangan cara mengambil sel tubuh seseorang perempuan – dalam kondisi tanpa adanya laki-laki – kemudian diambil inti selnyayang mengandung 46 kromosom, atau dengan kata lain diambil inti sel yang mengandung seluruh sifat yang akan diwariskan. Inti sel kemudian ditanamkan dalam sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Selanjutnya, sel telur ini dipindahkan ke dalam rahim seorang perempuan setelah terjadi proses penggabungan antara inti sel tubuh dengan sel telur yang telah dibuang inti selnya tadi.
Dengan penanaman sel telur ke dalam rahim perempuan ini, sel telur tadi akan memperbanyak diri, berkembang, berdiferensiasi, dan berubah menjadi janin. Janin ini akan menjadi sempurna dan akhirnya dilahirkan kedunia. Anak yang dilahirkan merupakan keturunan dengan kode genetik yang persis sama dengan perempuan yang menjadi sumber asal pengambilan sel tubuh. Dengan demikian, proses kloning dalam kondisi seperti ini dapat berlangsung sempurna pada seluruh tahapnya tampa perlu adanya seorang laki-laki.
Proses pewarisan sifat pada pembuangan alami akan terjadi dari pihak ayah dan ibu. Oleh karena itu, anak-anak mereka akan mempunyai corak yang sama. Dan kemiripan diantara anak-anak, ayah dan saudara-saudara
Laki-lakinya, ibu dan saudara-saudara permpuannya begitu pula kemiripan diantara sesama saudara kandung, akan tetap menunjukan nuansa perbedaan dalam penampilan fisiknya, misalnya dari segi warna kulit, tinggi, dan lebar badan. Begitu pula mereka akan berbeda – beda dari segi potensi-potensi akal dan kejiwaan yang sifatnya asli (bukan hasil usaha).
Adapun pewarisan sifat yang terjadi dalam proses kloning, sifat-sifat yang diturunkan hanya berasal dari orang yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh, baik laki maupun perempuan. Dan anak yang dihasilkan akan memiliki ciri yang sama dengan induknya dalam hal penampilan fisiknya (seperti tinggi dan lebar badan serta warna kulit) Dan juga dalam hal potensi-potensi akal dan kejiwaan yang bersifat asli. Dengan kata lain, anak tersebut akan mewarisi seluruh ciri-ciri yang bersifat asli dari induknya. Sedangkan ciri-ciri yang diperoleh melalui usaha, tidaklah dapat diwariskan. Jika selnya diambil dari seorang ulama yang Faqih, atau Mujtahid besar, atau dokter yang ahli, maka tidak berartisi anak akan mewarisi ciri-ciri tersebut, sebab ciri-ciri ini merupakan hasil usaha, bukan sifat asli.
Prestasi ilmu pengetahuan yng sampai pada penemuan proses kloning, sesunggunya telah  menyingkapkan sebuah hukum alam yang diterapkan Allah Subhanallahu wata'ala pada sel tubuh manusia dan hewan, karena proses kloning  telah menyingkap fakta bahwa pada sel tubuh manusia dan hewan terdapat potensi menghasilkan keturunan, Jika inti sel tubuh tersebut ditanamkan pada sel telur perempuan yang telah dihilangkan inti selnya. Jadi, sifat inti sel tubuh itu tak ubahnya seperti sel sperma laki-laki yang dapat membuahi sel telur perempuan.
Demikian fakta yang ada pada kloning manusia ada jenis. Ada jenis lain dari kloning manusia ini, yaiti kloning embrio. Kloning embrio ini didefinisikan sebagai teknik pembuatan duplikat embrio yang sama persis dengan embrio yang terbentuk falam rahim seorang ibu. Dengan proses ini seseorang dapat mengkloning anak-anaknya pada fase embrio. Pada awal pembentukan embrio dalam rahim ibu, seorang dokter akan membagi embrio ini menjadi dua sel dan seterusnya, yang selanjutnya akan  menghasilkan lebih dari satu sel embrio yang sama dengan embrio yang sudah ada. Lalu akan terlahir anak kembar yang terjadi melalui proses kloning embrio ini dengan kode genetik yang sama dengan embrio pertama  yang menjadi sumber kloning.
Kloning telah berhasil dilakukan pada tanaman sebagaimana pada hewan belakangan ini kendatipun belum berhasil dilakukan pada manusia. Bagaimana hukum kloning ini menurut hukum Islam.
Sesungguhnya tujuan kloning pada tanaman dan hewan adalah untuk memperbiki kwalitas tanaman dan hewan, meningkatkan produktifitasnya, dan mencari obat alami bagi banyak penykit manusia terutama penyakit-penyakit kronis guna menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan manusia.
Untuk memperbaiki kualitas  tanaman dan hewan serta  meningkatkan produktivitasnya  tersebut menurut syara’ tidak apa-apa untuk dilakukan dan termasuk aktivitas yang mubah hukumnya. Demikian pula memanfaatkan tanaman dan hewan pada proses kloning gua mncari obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit manusia(terutama yang kronis) adalah kegiatan yang dibolehkan dalam Islam, bahkan hukumnya sunnah (mandub),sebab berobat hukumnya sunnah. Begitu pula memproduksi berbagai obat-obatan untuk kepentingan pengobatan hukumnya juga sunnah. Imam Ahmad telah meriwayatkan hadits dari Anas ra yang telah berkata, bahwa Rasullullah Shallallahu 'alaihi wa sallam  bersabda:               
 “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia menciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!”
              Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Usamah bin Syuraik radliyallahu 'anhu , yanh berkata.”Aku pernah bersama Nabi, lalu datanglah orang-orang arab Badui. Mereka berkata, ‘Wahai Rosullallah, bolehkah kami berobat? ‘maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
“Ya,. Hai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian, sebab sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidaklah menciptakan penyakit kecuali menciptakan pula obat baginya...”
                Oleh karena itu dibolehkan memanfaatkan proses kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan mempertinggi produktifitasnya atu untuk memperbaiki kualitas hewan seperti sapi, domba, onya, kuda, dan sebagainya. Juga dibolehkan memanfaatkan proses kloning untuk mempertinggi produktifas hewan-hewan tersebut dan mengembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia, terutama penyakit- penyakit yang kronis.
Demikianlah hukum syara’ untuk kloning tanaman dan hewan. Adapun huklum kloning manusia – andaikata saja sudah berhasil dilakukan, padahal kenyatannya belum – dan kloning embrio adalah sebagai berikut:
1.      Kloning embrio :
Kloning embrio terjadi pada sel embrio yang berasal dari rahim istri, yang terbentuk dari pertemuan antara sel suaminya dengan sel telurnya. Lalu sel embrio itu dibagi dengan suatu teknik perbanyakan menjadi beberapa sel embrio yang berpotensi untuk membelah dan berkembang. Kemudian sel-sel embrio itu dipisahkan agar masing-masing menjadi embrio tersendiri yang persis sama dengan embrio pertama yang menjadi sumber penambilan sel. Selanjutnya sel-sel embrio itu dapat ditanamkan dalam rahim perempuan asing (bukan istri), atau dalam rahim istri kedua dari suami bagi istri pertama pemilik sel telur yang telah dibuahi tadi.Kedua bentuk kloning ini hukumya haram. Sebab dalam hal ini telah terjadi  pencampuradukan dan penghilangan nasab (garis keturunan). Padahal islam telah mengharamkan hal ini.
                        Akan tetepi jika sel-sel embrio tersebut – atau satu sel darinya – ditanamkan dalam rahim perempuan pemilik sel telur tiu sendiri, maka kloning seperti ini hukumnya mubah menurut syara’, sebab kloning seperti ini adalah upaya memperbnyak embrio yang sudah ada dalam rahim perempuan itu sendiri, dengan suayu yeknik tertentu untuk menghasilkan anak kembar. Inilah hukum syara’ untuk kloning embrio.
2.      Kloning Manusia :
Adapun hukum kloning manusia meskipun hal inibelum terjadi, tetepi para pakar mengatakan bahwa keberhasilan kloning hewan sesungguhnya merupakan pendahuluan bagi keberhasilan kloning manusia.
                        Kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki dan perempuan dalam prosesnya. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh laki-laki, lalu inti selnya diambil dan kemudian digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini – setelah bergabung dengan inti sel tubuh laki-laki – lalu ditransfer kedalam rahim seorang perempuan agar dapat memperbanyak diri, berkembang, berubah menjadi janin, dan akhirnya dilahirkan sebagai bayi. Bayi ini merupakan keturunan dengan kode genetik yang sama dengan laki-laki yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh.
                        Kloning manusia dapat pula berlangsung diantara perempuan saja, tanpa memerlukan kehadiran laki-laki. Proses ini dilangsungkan dengan mengambil sel dari tubuh seorang perempuan, kemudian inti selnya diambil dan digabungkan dengan  sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini (setelah bergabung dengan inti sel tubuh perempuan) lalu ditransfer ke dalam rahim perempuan agar memperbanyak diri, berkembang, berubah menjadi janin, dan akhirnyadilahirkan sebagai bayi. Bayi yang dilahirkan merupakan keturunan dengan kode genetik yang sama dengan perempuan yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh.
               Hal tersebut mirip dengan apa yang telah berhasil dilakukan pada hewan domba(Dolly). Mila-mula inti sel diambil dari tubuh domba, yaitu dari payudara atau ambingnya, lalu sifat-sifat khusus yang berhubungan dengan fungsi ambing ini dihilangkan. Kemudian inti sel tersebut dimasukkan ke dalam lapisan sel telur domba, setelah inti selnya dibuang. Sel telur ini kemudian ditanamkan kedalam rahim domba agar memperbanyak diri, brkembang, berubah menjadi janin, dan akhirnya diahasilkan bayi domba. Inilah domba bernama Dolly itu, yang mempunyai kode genetik yang sama dengan domba pertama yang menjadi sumber pengambilan sel ambing.
               Kloning yang dilakukan  pada laki-laki atau perempuan – baik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas keturunan dengan menghasilkan keturunan tang lebih cerdas, lebih kuat , lebih sehat, dan lebih rupawan maupun yanga bertujuan untuk memperbanyak keturunan guna meningkatkan jumlah penduduk suatu bangsa agar bangsa atau negara itu lebih kuat – seandainya benar-benar terwujud, maka sungguh akan menjadi bencana dan biang kerusakan bagi dunia. Klonig ini haram menurut islam dan tidak boleh dilakukan. Dalil-dalil keharamannya adalah sebagai berikut :
1. Anak anak produk proses kloning tersebut dihasilkan melalui cara tang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkanoleh Allah untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunatullah untuk menghasilkan anak dan keturunan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :                                                                                                        
“ Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dan air mani apabila dipancarkan.” (Q.S An Najm : 45-46)

Allah Subhanahu wa Ta'ala  berfirman :
“Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (kedalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumapal darah, lalu Allah menciptakannnya, dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan dari padanya sepasang laki-laki dan perempuan” (QS. Al Qiyaamah : 37-39)

2. Anak-anak produk kloning dari perempuan saja (tanpa adanya laki-laki), tidak akan mempunyai ayah. Dan anak produk kloning tersebut jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur – yang telah digabubgkan dengan inti sel tubuh – kedalam rahim perempuan yang buka pemilik sel telur, tidak akan mempunyai ibu. Sebab rahim perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung, tidak lebih. Ini merupakan tindakan menyia-nyiakan manusia, sebab dalam kondisi initidak terdapat ibu dan ayah. Hal ini bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala  :


“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. “ (QS. Al Hujuraat : 13)

Hal ini juga bertentangan dengan firman- Nya :

“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak- bapak mereka.” (QS. Al Ahzaab : 5)
3. kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra  yang mengatakan bahwa Rosullallah Shallallahu 'alaihi wa sallam  bersabda:
“Siapa saja  yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal atau taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia” (HR. Ibnu Majah).
Diriwayatkan dari Abu Utsman ‘Annahri ra, yang berkata: “Aku mendengar Saad dan Abu Barkah masing-masing berkata, kedua telingaku telah mendengar  dan hatku telah menghayati sabda Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam:
“Siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya haram”. (HR. Ibnu Majah).
Diriwayuatkan dari Abu Hurairah bahweasanya tatkala turun ayat li’an dia mendengar Rosullallah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seorang) yang bukan dari kalngan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apapun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya kedalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknaya sendiri padahaldia melihat (kemiripannya) maka  Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu dihadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada hari kiamat nanti)”. (HR. Ad-Darimi).
Kloning  yang bertujuan memproduksi manusia-manusia yang unggul(dalam hal kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, kerupawanan) jelas mengharuskan seleksi terhadap laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat-sifat unggul tersebut, tanpa mempertimbangkan apakah mereka suami istri atau bukan, sudah menikah atau belum. Dengan demikian sel-sel tubuh akan diambil dari laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan dan sel-sel- telur juga akan diambil dari perempuan-perempuan terpilih, serta diletakkan dalam rahim perempuan terpilih, yang mempunyai sifat-sifat keunggulan. Semua ini akan memgakibatkan hilangnya nasab dan bercampuraduknya nasab.
4. Produksi anak melalui proses kloning akan mencegah palaksanaan banyak hukum-hukum syara’ seperti hukum tentang perkawinan nasab, nafkah, hak kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ashabah, dan lain-lain. Disampind itu klining akan mencampuradukkan dan menghilangkan nasab serta menyalahi fitrah yang telah diciptakan Allah untuk manusia dalam masalah kelahiran anak. Kloning manusia sungguh merupakan perbuatan keji yang akan dapat menjungkir balikkan struktur kehidupan masyarakat.
Berdasarkan dalil-dalil itulah proses kloning manusia diharamkan menurut hukum Islam dan tidak boleh dilaksanakan. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengenai perkataan iblis terkutuk vyamg mengatakan:
“Dan akan Aku (iblis) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mngubahnya.”(QS. An-Nisa’: 119).
Yang dimaksut ciptaan Allah (khalqullah) dalam ayat tersebut adalah suatu fitrah yang telah ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk manusia. Dan fitrah dalam kelahiran dan berkembangbiak pada manusia adalah dengan adanya laki-laki dan perempuan serta melalui jalan pembuahan sel sperma laki-laki dan sel telur perempuan. Sementara itu Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menetapkan bahwa proses pembuahan tersebut wajib terjadi antara seorang laki-laki dan perenpuan yang diikat dengan kat nikah syah.

Pertimbangan Teologi
Al-Qur’an mengisyaratkan adanya intervensi manusia didalam proses reproduksi manusia.
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah(12). Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) (13). Kemidian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.  Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.  Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Q.S. Al-Mukminun:13-14)
Ayat ini mengisyaratkan unsur manusia ada tiga unsur, yaitu unsur jasad (jasadiyyah), unsur nyawa (nafs), dan unsur roh (ruh) yang dalam ayat ini disebut khalqan akhar.  Seseorang baru disebut manusia  jika memiliki ketiga unsur ini. Itulah sebabnya sebagian ulama Fiqih, terutama kalangan Hanafiah tidak menganggap dosa besar terhadap aborsi dibawah empat bulan, karena mereka menganggap preses installing roh setelah jani berumur empat bulan atau aetelah daging dan kulit membungkus tulang jabang bayi. Sujudnya para malaikat dan makhluk lain kepada Adam setelah Allah meniupkan roh kedalam diriAdam (wa nafakhtu fihi min ruhi).
Ayat tersebut diatas menggunakan kata tsumma khalaqnakum (kemudian Kami menciptakan  manusia), kata ganti dalam bentuk plural, tidak dikatakan : tsumma khalaqtukum (kemudian Aku menciptakan ). Dalam kaidah tafsir, sering ditemukan jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan kata ganti plural untuk dirinya Yang Maha Esa maka biasanya mengisyaratkan adanya keterlibatan pihak lain selain dirinya dalam proses terwujudnya suatu kejadian atau ciptaan.
Daam proses penciptaan awal (Adam), Tuhan menggunakan kata ganti mufrad (wanafakhtu) ketika meniupkan roh kepada Adam. Akan tetapi, proses reproduksi manusia, Tuhan menggunakan kata ganti jamak (khalagna). Ini mengisyaratkan kemungkinan adanya intervensi manusia atau unsur-unsur lain didalam proses perwujudan manusia.

Al-Quran juga mengisyaratkan proses reproduksi non-konvesional. Ada manusia tanpa bapak dan tanpa ibu yaitu Adam




”Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar” (Q.S. Ar-Rahman: 14)

Ada manusia tanpa ibu yaitu Hawa

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.(Q.S. An-Nisa’: 1)

Ada manusia tanpa bapak yaitu Isa 'alaihis salam 
“Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia”.(Q.S. Ali ‘Imran: 59).
Bahkan, dijaman Nabi Shaleh ada unta yang lahir dan keluar dari sela-sela bebatuan tanpa induk dan tanpa pejantan
“Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mu`jizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat." (Q.S.  Hud:64).
Dan Nabi Isa 'alaihis salam  mempunyai mukzijat untuk menyembuhkan cacat permanen dan menghidupkan orang yang sudah meninggal dunia tahun silam. Populasi burung / serangga (thairan ababil) dalam jumlah besar dan dengan seragam membawa batu atau wieus lalu menghancurkan pasukan Abrahah









Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya  mereka(untukmenghancurkan Ka`bah) itu sia-sia?, Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
(Q.S. Al-Fil: 1-5).
Ayat tersebut mengisyaratkan dari sudut proses, kloning dimungkinkan terjadinya, akan tetapi kewenangan dan motif intuk melakukannya masih menjadi perdebatan. Apakah manusia dalam kepastiannya pengganti sebagai Tuhan (khalifah Allah) berkewenangan melakukan proses itu atau tidak? Kalau sekiramya dimungkinkan, kloning jenis apa saja? Apakah termasuk mengklon dalam arti “memproduksi” manusia baru? Atau hal ini hanya  dimungkinkan bagi suatu pasanhgan yang betul-betul tidak bisa melahirkan anak secara koinvesional? Atau kloning hanya dibatasi pada penciptaan sel jaringan tubuh tertentu yang memungkinkan seorang manusia menjadi khalifah dan hamba yang berkualitas? Kesemuanya ini akan dilihat dari sudut pertimbangan moral dan hukum.

Pertimbangan Moral
Manusia seutuhnya (bani Adam) sebagai makhluk yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta'ala ialah manusia yang memiliki ketiga unsur sebagaimana disebutkan diatas. Pertanyaaan kita disini, apakah manusia yang lahir dari proses kloning juga memiliki roh? Jangan sampai yang terjadi hanya makhluk biologis yang menyerupai manusia, karena dalam Al-Qur’an  lain nyawa lain roh. Installing roh kedalam diri manisia dilakukan sendiri oleh Allah seperti Ia menciptakan Adam.
Manusia tanpa roh adalah monster yang sangat mengerikan. Kita lihat saja nanti seperti apa perkembangan manusia kloning itu. Didalam perspektif Al-Qur’an, pertimbanagan moral dalam dunia penelitian sangat penting. Ayat Al-Qur’an yangpaling pertama diturunkan ialah iqra’ bismi Rabbik bacalah dengan nama Tuhanmu). Kata Iqra’ seakar kata dengan istiqra’ berarti penelitian. Aktivitas riset dan penalitian harus selalu dikaitkan dengan Tuhan, karena riset dengan tujuan apapun tanpa dikaitkan dengan Tuhan tentu mempunyai resiko. Bahykan, mungkin bisa dikatakan malapetaka bagi dunia kemanusiaan jika ilmu dan agamadipisahkan. Kata iqra’ sebagai simbol ilmu pengetahuan dan kata Rab sebagai simbol agama menjadi suatu kata majemuk didalam didalam ayat tersebut. Ini mengisyaratkan bahwa ontologi dan epistimologi keilmuan dalam perspektif Al-Qur’an tidak boleh bebas nilai. Ilmu-ilmu sihir dapat saja dipelajari, tetapi mengamalkan sihir itu tidak dibenarkan. Demikian isyarat dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mungkin posisi kloning manusia dapat dihubungkan dengan riwayat tersebut. Oengetahuan tentang kloning, termasuk kloning pada manusia dapat saja dipelajari, tetapi pengamalan realisasinya perlu dipertimbangkan sehati-hati mungkin. Adapun kloning terhadap makhluk biologis lain seperti manusia, Nabi pernah memberi isyarat kebolehannya. Ketika salah seorang sahabat Nabi ditegur untuk meninggalkan teknik okulasi terhadap tanaman pohon kurma, sahabat itu memberikan penjelasan bahwa dengan teknik okulasi, pohon kurma akan lebih produktif. Akhirnya, Nabi memberikan pernyataan tanda setuju: “Kalian lebih tahu mengenai urusan duniamu” (antum a’lamu bi umuri dunyakum).
Meskipun manusia sebagai khalifah dan Tuhan menundukkan semua makhluk kepadanya yang dikenal dengan konsep taskhir (penundukan alam semesta), tetapi manusia tidak pantas mengekspresikan kebebasan kreatifnya dalam segala hal.Banyak ayat yang memperingatkan manusia agar berhati-hati mengembangkan misi kekhalifahannya. Repriduksi manusia ideal ialah pertemuan antara sperma dan sel telur yang berproses didalam rahim istri yang sah, sebagaimana disyaratkan dalam atay terdahulu.
Kloning terhadap manusia tidak pernah ditemukan ayat dan hadisnya secara khusus, baik yang melarang maupuan yang membolehkannya. Namun, semangat umum ayat-ayat Al-Quran dan hadis berorientasi kepada peningkatan kulitas hidup dan martabat kemanusiaan. Jika kloning manusia terbukti akan melahirkan manusia yang tidak produktif, terutama dalam mengembangkan amanah beratnya sebagai khalifah dibumi, apalagi jika terbukti menurunkan martabat kemanusiaan, maka kloning dapat ditolak dengan pertimbangan moral.

Pertimbangan hukum
               Pertanyaan fiqih terhadap proses manusia sudah dapat dibayangkan rumitnya. Munkin ulama fiqihlah yang paling pertama akan menolak kloning manusia itu.
               Persoalan pertama yang akan muncul ialah bagaimana nasib nasab manusia kloning tersebut? Dia anak siapa, hak waris dan perwaliannya dari mana? Siapa

mukhrimnya? Bagaimana konsep persusuan (mushaharaq) terhadap dirinya? Siapa yang bertanggung jawab terhadap nafkah dan kehidupannya? Siapa pan dan laqab anak itu?
               Hukum-hukum yang hidup dalam masyarakat juga kan menimbulkan masalah. Latar belakang keluarga dari garis keturunan ibu dan bapak masih menjadi unsur penting didalam berbagai pertimbangan hukum. Jika seseorang tidak mempunyai ayah atau ibu konvensional belum ada pemecahannya dalam hukum atau fiqih Islam. Berbeda kalau seseorang kehilangan ayah atau ibu karana meninggal dunia atau hilang, dapat segera diselesaikan oleh pengadilan.
Berbagai kekhawatiran yang akan membayangi proses kloning manusia, antara lain tingginya frekuensi mutasi pada gen produk kloning. Efeknya nanti akan terlihat pada beberapa waktu kemudain. Dari segi pembiayaan sudah pasti kloning manusia akan memerlukan pembiayaan sangat bnesar. Sebagai perbandingan, Dolly konon memerlukan 272 kali eksperimen dengan biaya yang luar biasa. Konon seorang kaya amerika harus menghabiskan 2,3 juta dollar untuk mengklon anjing kesayangannya yang telah mati. Bayangkan, sementara kita harus kehilangan biaya yang begitu besar untuk memperjuangkan satu kandidat “manusia”, sementara ribuan “manusia-manusia formal” meninggal setiap hari karena kekurangan gizi. Jadi, jika maksud dan tujuan (maqashid) kloning manusia untuk kemanusiaan, mka akan kontraproduktif. Lebih baik dana sebesar itu diberikan kepada fakir miskin.
Lain halnya kloning sel organ tubuh tertentu untuk keperluan pengobatan. Hal ini memerlukan pembahasan lebih mikro. Mungkin hal ini bisa dihubungkan denganpencakokan organ tubuh yang sudah ada hukumnya di dalam masyarakat.


Penutup
Jika kita mempertimbangkan seluruh aspek yang akan muncul dari kloning manusia sebagaimana disebutkan diatas, maka pertimbangan ushul fiqih dapat dijadikan dasar bahwa jika sesuatu itu lebih banyak mudlaratnya daripada manfaatnya maka sesuatu itu perlu ditolak. Apakah penolakan itu namanya haram atau makruh ditentukan lagi oleh pertimbangan kasuistis.
Dengan demikian kelahiran dan perkembangbiakan anak melalui kloning bukanlah termasuk fitrah. Apalagi kalau prosesnya terjadi antara laki-laki dan perempuan yang tidak diikat dengan akad nikah yang syah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar