Saudaraku
kaum Muslimin, semoga Allah membimbing kita ke jalan yang lurus (Al Haq), yaitu
jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, bukan jalan orang-orang yang
dimurkai-Nya dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat. Untuk menempuh jalan
yang lurus tersebut diharuskan bagi setiap orang untuk berpegang teguh kepada
dua hal yang tidak ada padanya keraguan, kesesatan, dan kesalahan, yaitu Al
Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman
Salafus Shalih.
Saudaraku pencari ridla Allah Subhanahu wa Ta'ala, dalam
rangka menghidupkan sunnah dan mengagungkannya serta memerangi bid’ah, dituntut
atas setiap individu kaum Muslimin untuk mengetahui dan memahami sunnah-sunnah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam segala hal, baik dalam perkara
akidah, akhlak, ibadah, dan pergaulan, maupun hal-hal yang lain. Maka dalam
kesempatan ini kami mengajak saudara-saudara semua untuk kembali dan
bersemangat dalam menghidupkan sunnah yang telah ditinggalkan oleh kaum
Muslimin yang beralih kepada kebiasaan, gaya, serta mode-mode kaum kafir.
Salah satu sunnah yang ditinggalkan oleh kaum Muslimin adalah
masalah mimbar yang terdapat di masjid-masjid seluruh penjuru dunia. Sedikit
sekali kaum Muslimin yang memperhatikan hal tersebut sehingga mereka
(kebanyakan) melalaikan bentuk mimbar yang sesuai dengan sunnah Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Bahkan mereka meniru dan mencontoh mimbar-mimbar
kaum musyrikin, Nashrani, dan Yahudi kemudian meletakkannya di masjid-masjid.
Yang demikian adalah suatu kekeliruan yang harus segera diperbaiki dan
dihilangkan kemudian diganti dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Lalu bagaimana mimbar yang sunnah (yang sesuai
dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam)?
Dalam pembahasan kali ini, Insya Allah kita akan bersama-sama
memeriksa tuntunan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam masalah
mimbar tersebut. Pertama marilah kita memperhatikan hadits-hadits yang
menerangkan sifat-sifat mimbar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (yang
artinya) :
Hadis riwayat Muslim dari Sahal bin Saad radiyallahu ‘anhu :
Bahwa beberapa orang menemui Sahal bin Saad. Mereka berselisih mengenai jenis
kayu mimbar Rasul. Lalu kataku (Sahal): Demi Allah saya benar-benar tahu jenis
kayu mimbar itu dan siapa pembuatnya. Aku sempat melihat pertama kali
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. duduk di atas mimbar itu. Abu Hazim
berkata: Aku katakan kepada Abu Abbas: Ceritakanlah! Ia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. pernah mengutus seseorang kepada istri Abu
Hazim. Abu Hazim berkata bahwa beliau pada hari itu akan memberi nama anaknya,
beliau bersabda: Lihatlah anakmu yang berprofesi tukang kayu. Dia telah
membuatkan aku sebuah tempat di mana aku berbicara di hadapan orang. Dia telah
membuatnya tiga anak tangga. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
menyuruh meletakkannya di tempat ini. Mimbar tersebut berasal dari kayu hutan.
Aku sempat melihat Rasulullah berdiri di mimbar sambil membaca takbir yang
diikuti oleh para sahabat. Setelah beberapa lama berada di atas mimbar, beliau
turun mengundurkan diri lalu melakukan sujud di dasar mimbar. Kemudian beliau
kembali hingga beliau selesai salat. Setelah itu beliau menghadap ke arah para
sahabat dan bersabda: Wahai manusia, sesungguhnya tadi aku lakukan hal itu agar
kalian mengikuti aku dan kalian dapat belajar tentang salatku.”
Dari Abdul Aziz bin Abi Hazim dari bapaknya bahwasanya
sekelompok orang mendatangi Sahl bin Sa’ad sedang mereka berselisih pendapat
tentang masalah mimbar. Maka Abu Hazim berkata : “Adapun aku, demi Allah,
sungguh aku mengetahuinya dari kayu apa mimbar tersebut dibuat dan siapa yang
membuatnya. Aku telah melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pada
hari pertama beliau duduk di atasnya.” Berkata Abdul Aziz, aku katakan
kepadanya : “Wahai Abu Abbas, khabarkanlah kepada kami!” Dia berkata :
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyampaikan kepada seorang wanita
--Berkata Abu Hazim : “Sesungguhnya beliau menyebutkan namanya pada hari itu”--
: “Temuilah budak kamu yang tukang kayu untuk membuat mimbarku yang di atas mimbar
itu aku berceramah kepada manusia.” Maka budak tersebut membuat mimbar ini tiga
tingkatan. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyuruh untuk
diletakkan di tempat ini. Mimbar tersebut terbuat dari pangkal pohon hutan.
Sungguh aku telah melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berdiri di
atasnya kemudian beliau bertakbir (shalat) dan bertakbirlah manusia yang ada di
belakangnya sedang beliau tetap di atas mimbar. Kemudian beliau (ruku’) lalu
bangkit dari ruku’ kemudian beliau turun dari mimbar (dengan berjalan mundur)
sampai beliau sujud di dasar mimbar kemudian mengulanginya lagi sampai akhir
shalatnya. Setelah itu beliau menghadap manusia dan bersabda : “Wahai manusia,
sesungguhnya aku lakukan yang demikian agar kalian mengikuti dan mempelajari
shalatku.” (HR. Muslim dalam Kitabul Masajid bab Jawazul Khuthulah ulal
Khuthasataini fis Shalah hadits ke-44)
Lafadh hadits :
فعمل هذه الثلاث درجاة
Imam An Nawawi berkata : “Pada hadits tersebut terdapat
keterangan yang jelas bahwa mimbar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tiga
tingkat.”
Dari Anas bin Malik radliyallahu 'anhu bahwasanya Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berdiri pada hari Jum’at sambil menyandarkan
punggungnya ke batang pohon yang menancap di masjid, berkhutbah kepada manusia,
kemudian datang seorang Rumi dan berkata : “Alangkah baiknya kalau aku buatkan
untuk Anda (Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam) sesuatu yang Anda duduk
padanya sedangkan engkau seperti berdiri!” Maka dia membuat mimbar untuk
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dua tingkat dan Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam duduk pada tingkat yang ketiga. Ketika Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam duduk di atas mimbar tersebut, pohon (yang tadinya dipakai
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersandar) mengeluarkan suara seperti
teriakan sapi sampai-sampai masjid Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
terguncang, sedih karena ditinggalkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Maka
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam turun mendekatinya kemudian memeluknya
sedang pohon tadi terus mengeluarkan suara. Ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam bersabda : “Demi Dzat yang jiwa Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berada
di tangan-Nya, kalau aku tidak memeluknya, ia akan terus mengeluarkan suara
sampai hari kiamat (sedih karena ditinggalkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam).” Maka beliau memerintah (shahabatnya untuk membuat lubang) dan
menguburkan pohon tersebut. (HR. Ad Darimi dalam Muqadimah nomor 6 bab Maa
Akraman Nabi bi Haninil Mimbar dan dihasankan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al
Wadi’i dalam As Shahihul Musnad 1/76-77).
Dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam ketika badanya gemuk, Tamim Ad Dary berkata kepadanya :
“Alangkah baiknya kalau aku buatkan sebuah mimbar untukmu, ya Rasulullah, yang
akan menopang tubuh Anda!” Rasulullah menjawab : “Ya.” Maka dia membuat mimbar
untuk Rasulullah dua tingkat. (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Imam
Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam Shahih Abu Dawud Kitabus
Shalah bab Ittikhadzul Mimbar nomor 958 [1081])
Dari Anas bin Malik radliyallahu 'anhu, dia berkata : Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam jika berkhutbah pada hari Jum’at menyandarkan
punggungnya kepada sepotong kayu, maka ketika manusia semakin banyak beliau
bersabda : “Buatkan untukku mimbar.” Beliau ingin (suaranya) terdengar oleh
mereka, maka mereka membuat mimbar untuk Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dua
tingkat kemudian beliau pindah dari kayu tersebut dan menggunakan mimbar … .
(HR. Ahmad 3/226)
Dari Ubay bin Ka’ab radliyallahu 'anhu, dia berkata :
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam shalat menghadap ke arah pangkal pohon
ketika masjid masih berwujud bangsal. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
berkhutbah pada pangkal pohon tersebut, maka salah seorang dari shahabatnya
berkata : “Apakah perlu kami buatkan untuk Anda sesuatu yang Anda berdiri di
atasnya pada hari Jum’at sehingga manusia melihat Anda dan Anda dapat
memperdengarkan kepada mereka khutbah Anda?” Nabi menjawab : “Ya.” Maka
dibuatkan baginya mimbar tiga tingkat dan itu merupakan mimbar yang paling
tinggi. Mereka meletakkannya di tempat yang biasa beliau tempati … . (HR. Ibnu
Majah Kitab Iqamatush Shalah bab Maa Ja’a fi Sya’nil Mimbar 199 dan Abu Nu’aim)
Dari Sahl bin Sa’ad As Saidi radliyallahu 'anhu berkata :
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam biasa berdiri di atas kayu yang berada
di masjid ketika berkhutbah, maka ketika jumlah manusia semakin banyak,
dikatakan kepada beliau : “Wahai Rasulullah, kalau aku buat sebuah mimbar
sehingga kau berada lebih tinggi dari manusia dengannya?” Maka beliau mengutus
seseorang untuk menemui tukang kayu kemudian aku pergi dengannya sampai masuk
hutan (dalam suatu riwayat) lalu menebang pangkal pohon. Kemudian dia
membuatnya dan kami membawanya. Mimbar tersebut dua tingkat dan tingkat yang
ketiga adalah tempat duduk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. (HR. Abu
Nu’aim)
Hadits-hadits di atas menjelaskan kepada kaum Muslimin dengan
penjelasan yang sangat gamblang bahwa mimbar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
terdiri dari tiga tingkat. Barangsiapa menambah atau merubahnya berarti dia
telah menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Al Hafidh
Ibnu Hajar pun juga menjelaskan bahwa mimbar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
tiga tingkat seperti yang beliau katakan dalam Fathul Bari : “Dan tetaplah
mimbar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam atas keadaannya tiga tingkat sampai akhirnya
ditambah oleh Marwan pada masa kekhalifahan Mu’awiyah menjadi enam tingkat dari
bawah … .” Dengan keterangan ini jelaslah bahwa mimbar yang sunnah adalah tiga
tingkat.
Adapun keterangan yang menyatakan bahwa mimbar Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dua tingkat pada keterangan di atas tidaklah
membatalkan keterangan tiga tingkat sebab keterangan dua tingkat disebutkan
karena mereka tidak menghitung tingkat yang dipakai duduk oleh Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Hal tersebut telah diterangkan pula oleh Abu
Thayib Muhammad Syamsul Haq : “Sesungguhnya mimbar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam tetap seperti keadaannya semula yaitu tiga tingkat (derajat) sampai
ditambah oleh Marwan pada masa kepemimpinan Mu’awiyah menjadi enam tingkat dari
bagian bawah. Sedangkan keterangan bahwa mimbar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam dua tingkat terjadi karena mereka tidak menganggap (menghitung) tingkat
yang dipakai duduk oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.”
Berkata Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad : “Mimbar Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tiga tingkat, sedang ketika mimbar tersebut belum
dibuat, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berkhutbah dengan bersandar di atas
pangkal pohon. Maka ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pindah berkhutbah
di atas mimbar, pangkal pohon tersebut berteriak mengeluarkan suara sampai
didengar oleh orang yang berada di masjid, sehingga Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam turun dari mimbar dan memeluknya (hingga dia diam).”
Dari keterangan di atas juga dipahami bahwa dalam berkhutbah
sang khatib berdiri pada tingkat ke dua dan duduk pada tingkat ketiga. Wallahu
A’lam Bis Shawab.
Kemudian hal yang perlu diperhatikan pula bahwa mimbar yang
lebih dari tiga tingkat merupakan suatu perbuatan bid’ah sebagaimana dikatakan
oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani dalam Sifat Shalat Nabi : “Beginilah mimbar
yang sunnah, (yaitu) mimbar yang memiliki tiga tingkat (derajat), tidak lebih
dari itu. Sedangkan tambahan lebih dari tiga tingkat adalah bid’ah Umawiyah
yang seringkali mengganggu shaf (memutus barisan shaf). Untuk menghindari hal
tersebut maka dipasanglah mimbar tersebut pada pojok barat masjid atau di
mihrab yang ternyata juga termasuk bid’ah. Demikian juga meninggikannya pada
tembok sebelah selatan seperti singgasana dengan tangga yang menempel pada
tembok. Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam.”
Sebagai penutup uraian tentang mimbar ini saya nukilkan
perkataan Imam Syafi’i rahimahullah sebagai berikut :
Sampai kepada kami hadits dari Salamah bin Al Akwa’
bahwasanya dia berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berkhutbah
dengan dua khutbah dan duduk dengan dua duduk. Orang yang menyampaikan khabar
kepadaku mengatakan : “Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berdiri pada tingkat
di bawah tempat duduk istirahat (yaitu tingkat kedua, pent.). Kemudian beliau
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengucapkan salam lalu duduk pada tempat duduk
istirahat (yaitu tingkat ketiga, pent.) sampai muadzin selesai adzan. Kemudian
beliau berdiri berkhutbah kemudian duduk dan berdiri lagi untuk khutbah kedua.”
Riwayat Imam As Syafi’i ini juga menerangkan bahwa dalam
berkhutbah sang khatib berdiri pada tingkat kedua dari mimbar dan duduk pada
tingkat ketiga.
Wallahu A’lam Bis Shawab.
Maraji’ :
1. Fathul Bari. Ibnu Hajar Al Asqalani.
2. ‘Aunul Ma’bud. Ibnul Qayyim Al Jauziyah.
3. Mausu’ah Al Hadits An Nawawi. Imam An Nawawi.
4. Nailul Authar. Imam As Syaukani.
5. Sunan Ad Darimi. Imam Ad Darimi.
6. Shahihul Jami’. Abu Abdirrahman Muqbil bin Hadi Al Wadi’i.
7. Syarah Shahih Muslim. Imam An Nawawi.
8. Zaadul Ma’ad. Ibnul Qayyim.
9. Shahih Abu Dawud. Syaikh Al Albani.
10.Shahihul Musnad. Syaikh Muqbil.
11.Musnad Imam Ahmad.
12.Sunan Ibnu Majah.
(Dikutip dari tulisan al Ustadz Zainul Arifin, judul asli
MIMBAR DALAM SUNNAH, ditulis dalam majalah SALAFY XIV/SYAWWAL/1417/1997/HADITS
Sumber: salafy.or.id
Makkah 'Isha - 25th December 2024
-
*Makkah Isha *
(Surah Hashr: Ayaah 18-24) *Sheikh Baleelah*
Download 128kbps Audio
4 jam yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar