Adapun khitan, wajib hukumnya bagi laki-laki dan mulia (utama) bagi
kaum wanita, yaitu tidak wajib, berdasarkan keterangan dari banyak
ulama.
Abu Abdillah berkata, “Ibnu Abbas sangat tegas dalam masalah
khitan. Diriwayatkan dari beliau, bahwa “Tidak sah haji dan
shalatnyaâ€. Maksud beliau jika orang itu tidak berkhitanâ€.
Dalil tentang wajibnya berkhitan adalah sebuah hadits yang
menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda kepada seorang laki-laki yang baru saja masuk Islam.
“Artinya : Bersihkan darimu rambut kekafiranmu dan berkhitanlahâ€
[Abu Dawud No. 356]
Begitu pula hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Ibrahim kekasih Allah berkhitan pada usia 80 tahun.
Beliau berkhitan dengan kapak†[Bukhari No. 3178, 5940. Muslim No.
2370]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Kemudian Kami telah wahyukan kepadamu (Muhammad),
‘Ikutilah agama Ibrahim seorang yang lurusâ€[An-Nahl : 123]
Disamping itu karena khitan adalah salah satu dari syiar kaum
muslimin. Kalaulah berkhitan itu tidak wajib tentu tidak boleh
membuka aurat untuk khitan, karena membuka aurat itu hukumnya haram.
Namun, ketika membuka aurat untuk berkhitan itu diperbolehkan, hal
itu menunjukkan berkhitan itu wajib.
Berkhitan juga disyariatkan kepada wanita. Abu Abdillah berkata, Dan
hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Apabila dua khitan (laki-laki dan perempuan) bertemu
(senggama) maka wajib mandi†[Ahmad VI/239. Tirmidzi 109, dan Ibnu
Majah 608]
Dalam hadits ini terdapat penjelasan bahwa para wanita dahulu (pada
zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) berkhitan.
Begitupula hadits Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang wanita
tukang khitan pernah mengkhitan (seorang anak wanita), maka Umar
Radhiyallahu ‘anhu berkata kepadanya, “Sisakan sedikit bila
engkau mengkhitan†[Lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah V/420-421]
Al-Khallaf meriwayatkan dengan sanadnya dari Syaddad bin Aus, ia
berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Khitan
itu sunnah bagi laki-laki dan mulia (utama) bagi wanita†[1]
Hadits yang seperti hadits Syaddad itu diriwayatkan pula dari Jabir
bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu secara mauquf.
Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada wanita tukang
khitan khusus wanita.
“Artinya : (Sisakanlah) syahwatnya dan jangan dihabiskan, karena
hal itu lebih memuaskan suami dan wajah (bisa) lebih bercahayaâ€
[Lihat Majma Az-Zawaid V/172]
Waktu yang wajib bagi laki-laki berkhitan adalah ketika sudah
baligh, berdasarkan perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu,
katanya.
“Artinya : Dan mereka (para sahabat) tidaklah mengkhitan seorang
laki-laki melainkan setelah dia berusia balighâ€[Bukhari No. 5941]
Namun kewajiban ini akan gugur bagi orang yang takut mengalami
kebinasaan (bila dikhitan). Dan berkhitan di masa kecil sampai usia
tamyiz (sebelum baligh) lebih baik, karena akan lebih cepat sembuh
dan dia akan tumbuh dalam keadaan sesempurna mungkin. Wallahu ‘alam
[Disalin dari kitab Al-As’ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah
bi Al-Adillah Asy-Syar’iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah
Fatawa 06/I/rabi’ul Awwal 1424H -2003M]
Makkah 'Isha - 25th December 2024
-
*Makkah Isha *
(Surah Hashr: Ayaah 18-24) *Sheikh Baleelah*
Download 128kbps Audio
4 jam yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar