Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Rabu, 22 Agustus 2012

Adab-Adab Ikhtilaf

Islam telah meletakkan sendi-sendi adab yang tinggi bagi seorang muslim yang
berjalan diatas manhaj Sunnah, dalam pergaulannya bersama saudara-saudaranya
ketika berselisih faham dengan mereka dalam masalah-masalah ijtihadiyah.
Cukuplah kiranya, sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, pembawa rahmat

dan petunjuk.

"Artinya : Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq-akhlaq yang
mulia". [Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam 'Adabul Mufrad' dan Imam
Ahmad. Lihat 'Silsilah Ash-shahihah 15']

Di antara adab-adab itu ialah :

[1]. Lapang Dada Menerima Kritik Yang Sampai Kepada Anda Untuk Membetulkan
Kesalahan, Dan Hendaklah Anda Ketahui Bahwa Ini Adalah Nasehat Yang
Dihadiahkan Oleh Saudara Seiman Anda.

Ketahuilah ! Bahwa penolakan anda terhadap kebenaran dan kemarahan anda
karena pembelaan terhadap diri adalah kesombongan -A'aadzanallah. Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda.

"Artinya : Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain".
[Hadits Riwayat Muslim]

Banyak sekali contoh sekitar adab yang mulia ini yang telah dijelaskan oleh
para salafus shalih, dianaaranya adalah :

Kisah yang diceritakan oleh al-Hafizh Ibnu Abdil Bar, beliau berkata :
"Banyak orang telah membawa berita kepada saya, berasal dari Abu Muhammad
Qasim bin Ashbagh, dia berkata : "Ketika saya melakukan perjalanan ke daerah
timur, saya singgah di Qairawan. Disana saya mempelajari hadits Musaddad
dari Bakr bin Hammad. Kemudian saya melakukan perjalanan ke Baghdad dan saya
temui banyak orang (Ulama) disana. Ketika saya pergi (dari Baghdad), saya
kembali lagi kepada Bakr bin Hammad (di Qairawan-red) untuk menyempurnakan
belajar hadits Musaddad.

Suatu hari saya membacakan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
dihadapan beliau (untuk mempelajarinya) :

"Artinya : Sungguh telah datang satu kaum dari Muldar yang (Mujtaabin
Nimar)"
Beliau (Bakr bin Hammad) berkata kepadaku "Sesungguhnya yang benar adalah
Mujtabits Tsimar. Aku katakan padanya Mujtaabin Nimar, demikianlah aku
membacanya setiap kali aku membacakannya di hadapan setiap orang yang aku
temui di Andalusia dan Irak"

Beliau berkata kepadaku : "Karena enngkau pergi ke Irak, maka kini engkau
(berani) menentang aku dan menyombongkan diri dihadapanku ?" Kemudian dia
berkata kepadaku (lagi) : "Ayolah kita bersama-sama bertanya kepada syaikh
itu (menunjuk seorang syaikh yang berada di Masjid), dia punya ilmu dalam
hal seperti ini"

Kami pun pergi ke syaikh tersebut dan kami menanyainya tentang hal ini.

Beliau berkata : "Sesungguhnya yang benar adalah [Mujtaabin Nimar]" seperti
yang aku baca. Artinya adalah : Orang-orang yang memakai pakaian, bagian
depannya terbelah, kerah bajunya ada di depan. Nimar adalah bentuk jama'
dari Namrah. Bakr bin Hammad berkata sambil memegangi hidungnya : "Aku
tunduk kepada al-haq, aku tunduk kepada al-haq !" lalu ia pergi. [Mukhtasyar
Jaami' Bayanil Ilmi wa Fadlihi, hal.123 yang diringkas oleh Syaikh Ahmad bin
Umar al-Mahmashaani]

Saudaraku, cobalah anda perhatikan -semoga Allah senantiasa menjaga anda-
betapa menakjubkan sikap Adil ini ! Alangkah perlunya kita pada sikap adil
seperti sekarang ! Akan tetapi mana mungkin hal itu terjadi kecuali bagi
orang yang ikhlas niatnya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala. Inilah dia Imam
Malik rahimahullah (pada masa hidupnya-red) pernah berkata : "Tidak ada
sesuatupun yang lebih sedikit dibandingkan dengan sifat adil pada zaman
sekarang ini" [Mukhtasyar Jaami' Bayanil Ilmi wa Fadlihi, hal . 120 yang
diringkas oleh Syaikh Ahmad bin Umar al-Mahmashaani]

Maka apa lagi dengan zaman sekarang ini yang sudah demikian berkecamuknya
hawa nafsu!! -Kita berlindung kepada Allah dari fitnah yang menyesatkan-.

[2]. Hendaklah Memilih Ucapan Yang Terbaik Dan Terbagus Dalam Berdiskusi
Dengan Sesama Saudara Muslim.

Allah berfirman.

"Artinya : Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia" [Al-Baqarah
: 83]

Dari Abu Darda' Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.

"Artinya : Tidak ada sesuatupun yang lebih berat dalam timbangan seorang
mukmin pada hari kiamat dibanding akhlaq yang baik, dan sesungguhnya Allah
murka kepada orang yang keji dan jelek (akhlaqnya)". [Hadits Riwayat
Tirmidzi).

[3]. Hendaklah Diskusi Yang Dilakukan Terhadap Saudara Sesama Muslim, Dengan
Cara-Cara Yang Bagus Untuk Menuju Suatu Yang Lebih Lurus.

Yang menjadi motif dalam berdiskusi hendaklah kebenaran, bukan untuk membela
hawa nafsu yang sering memerintahkan pada kejelekan. Akhlak anda ketika
berbicara terletak pada keikhlasan anda. Jika diskusi (tukar fikiran) sampai
ketingkat adu mulut, maka katakanlah : "salaam/selamat berpisah !" dan
bacakanlah kepadanya sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Saya adalah pemimpin di sebuah rumah di pelataran sorga bagi
orang yang meninggalkan adu mulut meskipun ia benar" [Hadits Riwayat Abu
Daud dari Abu Umamah al-Bahily]

Al-Hafizh Ibnu Abdil Bar menyebutkan dari Zakaria bin Yahya yang berkata :
"Saya telah mendengar Al-Ashma'i berkata : "Abdullah bin Hasan berkata : Adu
mulut akan merusak persahabatan yang lama, dan mencerai beraikan ikatan
(persaudaraan) yang kuat, minimal (adu mulut) akan menjadikan mughalabah
(keinginan untuk saling mengalahkan) dan mughalabah adalah sebab terkuat
putusnya ikatan persaudaraan. [Mukhtasyar Jaami' Bayan al-Ilmi wa Fadlihi
hal. 278]

Dari Ja'far bin Auf, dia berkata : saya mendengar Mis'ar berkata kepada
Kidam, anaknya :

Kuhadiahkan buatmu wahai Kidam nasihatku
Dengarlah perkataan bapak yang menyayangimu
Adapun senda gurau dan adu mulut, tinggalkanlah keduanya
Dia adalah dua akhlak yang tak kusuka dimiliki teman
Ku pernah tertimpa keduanya lalu akupun tak menyukainya
Untuk tetangga dekat ataupun buat teman

Para salaf shalih telah membuat permisalan yang sangat cemerlang tentang
etika ikhtilaf (perselisihan pendapat), diantaranya adalah :

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Hushain bin
Abdurrahman, dia berkata :

"Saya berada di tempat Said bin Jubair, lalu ia berkata : "Siapakah diantara
kalian yang melihat bintang jatuh tadi malam ?
Saya jawab : "Saya, tetapi ketahuilah bahwa saya tidak dalam keadaan shalat,
saya kena sengat binatang berbisa!".
Sa'id bertanya : "Apa yang kau perbuat ?"
Saya menjawab : "Saya melakukan ruqyah (baca-bacaan sebagai obat)"
Said bertanya : "(Dalil) apakah yang membawamu untuk melakukan itu ?"
Saya jawab : "Sebuah hadits yang diceritakan kepada kami oleh As-Sya'bi".
Sa'id berkata :"Apa yang diceritakan Asy-Sya'bi kepadamu ?"
Saya jawab : "Dia bercerita kepada kami dari Buraidah bin Al-Hushain
bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Tidak ada ruqyah kecuali (pada penyakit yang timbul) dari mata
(orang yang dengki) dan bisa (racun) hewan"

Dia berkata : "Sungguh bagus orang yang berpedoman pada apa (riwayat) yang
ia dengar, akan tetapi Ibnu Abbas menceritakan kepada kami bahwa
.....(sampai akhir hadits)"

Perhatikanlah adab mulia yang dimiliki pewaris ilmunya Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'anhu ini, ia tidak memaki Hushain bin Abdurrahman (orang yang
berselisih dengannya), bahkan menganggapnya baik karena Hushain mengamalkan
dalil yang ia ketahui. Kemudian baru setelah itu. Sa'id bin Jubair
menjelaskan hal yang lebih utama (untuk dilakukan) dengan cara yang lembut
dan dikuatkan dengan dalil.

Akhirnya melalui hadits ini kita dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut.

[1] Ikhtilaf, meskipun ia sudah menjadi perkara yang ditakdirkan oleh Allah
akan tetapi wajib bagi kita untuk menjauhinya dan tidak punya keinginan
untuk berikhtilaf pada suatu yag boleh selama kita masih ada jalan untuk
menghindarinya.

[2] Perkara-perkara yang diperbolehkan ijtihad padanya, memiliki beberapa
syarat dan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh ilmu dan keikhlasan bukan
diatur oleh perkiraan dan kemauan hawa nafsu.

[3] Ahlu Sunnah memiliki manhaj dalam memahami ikhtilaf yang diambil dari
Al-Qur'an dan Sunnah. Diantara adab-adabnya adalah mengikuti akhlak para
salaf shalih dalam pergaulan dengan sesama mereka ketika terjadi ikhtilaf.

[4] Tidak boleh bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir
untuk menuduh saudaranya memisahkan diri dari manhaj Ahlus Sunnah kecuali
berdasarkan ilmu dan keadilan, bukan berdasarkan kebodohan dan kezhaliman.

[5] Tidak mencampur adukkan antara masalah-masalah ijtihadiyah dengan
masalah iftiraq (perpecahan) demikian juga tidak boleh mencampur-adukkan
antara orang yang membuat bid'ah juz'iyah dengan orang yang meninggalkan
sunnah dengan bid'ah kulliyah.

[Demikianlah, semoga tulisan terjemahan dari majalah al-Ashalah ini dapat
memberikan tambahan pemahaman kepada pembaca sekalian tentang Fiqh Ikhtilaf
atau perbedaan pendapat]

[Disadur dari Majalah Al-Ashalah tgl.15 Dzul Hijjah 1416H, edisi 17/Th III
hal. 78-89, karya Salim bin Shalih Al-Marfadi, dan dimuat di Majalah
As-Sunnah edisi 06/Tahun V/1422H/2001M, hal. 30-32 Adab-AdaB Ikhtilaf
merupakan bagian ketiga dari tiga bagian, diterjemahkan oleh Ahmad Nusadi.]
Oleh: Salim bin Shalih al-Marfadi

sumber http://www.almanhaj.or.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar