NASEHAT SYEKH MUHAMMAD
BIN HADY MADKHALY
UNTUK PARA DA’I
SALAFY DI INDONESIA
Alih bahasa : Ummu
Fadhil
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره،
ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن
يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده
ورسوله. صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وأتباعه بإحسان إلى يوم الدين.
أما بعد:
Allah ta’ala berfirman :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah
kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah
memperbaiki bagimu amal-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan
barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat
kemenangan yang besar. (Q.S al-ahzab: 70-71)
Ayat
ini yang selalu diulang-ulang oleh para khatib, mubalig, penceramah dan pemberi
nasehat, orang yang tidak bisa membaca selalu mendengarnya dari mereka,
terkandung didalamnya seruan dari Allah Jalla wa‘azza kepada hamba-Nya
yang beriman, Ia menyeru mereka dengan sifat mereka yang agung lagi mulia yaitu
sifat iman, Allah subhanahu berfirman:
] يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً[
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah, dan katakanlah
perkataan yang benar. (QS al-ahzab 70)
Ia menyeru mereka dengan memakai sifat yang mulia yaitu
sifat iman, lalu Ia memerintahkan mereka akan suatu urusan yang berat lagi
agung yaitu bertaqwa, sesungguhnya taqwa kepada Allah Jalla wa‘ala
adalah puncak kebaikan, dan penentu segala urusan. Pintu-pintu kebajikan
berbagai macam bentuknya, begitu juga jalan-jalan keburukan bermacam-macam,
semua itu terkumpul dalam kata: (bertaqwalah
kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar), bertaqwa kepada
Allah - sebagaimana yang telah diketahui oleh kebanyakan kalian dan
tidak lagi tersembunyi bagi kita semua - ialah melaksanakan ketaatan kepada
Allah berdasar cahaya(petunjuk) dari Allah dengan mengharapkan pahala dari-Nya,
dan takut dari azab-Nya, dan juga meninggalkan maksiat yang dilarang oleh Allah
mengarapkan pahala dengan meninggalkannya, dan takut akan azab bila
melakukannya, melanggar dan mengerjakan apa-apa yang diharamkan oleh Allah.
Taqwa merupakan diantara wasiat terakhir Rasulullah sallallahu
alaihi wasallam (sebelum beliau wafat), sebagaimana dalam hadits ‘Irbad bin
Sariyah radhiallahu anhu dimana Nabi sallallahu alaihi wasallam
(pada suatu hari) menasehati sahabatnya dengan nasehat yang agung dan
memberikan pengaruh yang besar bagi diri mereka, yang membuat hati bergetar dan
air mata bercucuran, lalu mereka berkata: wahai Rasulullah ! seolah-olah ini
adalah nasehat orang yang akan berpisah(meninggal), maka wasiatkanlah kepada
kami: lalu beliau bersabda : (Saya mewasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa
kepada Allah).
Beliau mengawali wasiatnya dengan taqwa, dan taqwa
juga merupakan wasiat Allah jalla wa’azza kepada orang-orang terdahulu
dan yang kemudian.
Sebagaimana dalam firman Allah :
]
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ
وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللهَ
[
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah memerintahkan
kepada orang-orang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu;
bertaqwalah kepada Allah. (QS. An-nisaa: 131).
Saudaraku sekalian…sesungguhnya kata-kata yang agung
dan luas makna ini apabila seorang hamba memperhatikan, meneliti dan
menghayatinya serta mengambil pelajaran darinya, niscaya ia akan mendapatkannya
mengandung seluruh (ajaran) agama islam, melaksanakan perintah dengan
mengharapkan pahala, dan meninggalkan larangan karena takut akan azab, inilah
yang (disebut) agama, engkau beribadah kepada Allah diatas cahaya (petunjuk)
dari Allah dan mengharapkan pahala, dan takut dari azabNya.
Ketaqwaan tidak akan mungkin diperoleh kecuali dengan
ilmu, Allah ta’ala berfirman:
]
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ [
Artinya : Maka
ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan
mohonlah ampunan bagi dosa-dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki
dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.
(QS muhammad :19).
Bagaimana bisa mengetahui yang salah dan benar kecuali hanya dengan ilmu, anda
mengetahui kebenaran lalu anda memuji Allah ta’ala yang telah menunjukimu
kepadanya, dan meminta tambahan karunia dari-Nya, anda mengetahui yang salah
lalu meminta ampunan dari-Nya jika anda terjerumus kedalamnya, dan sebelum itu
anda (berusaha) menjauhinya. Akan tetapi jika anda terjerumus kedalamnya anda
meminta ampun kepada Allah kemudian bertobat kepada-Nya dan ini adalah kebaikan
yang besar. Sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam bersabda : ( Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan atasnya Ia
akan memberikannya pemahaman dalam agama ). Memahami agama Allah adalah dengan
mengetahui hukum-hukumnya, perintah-perintah dan larangan-Nya serta mempelajari
syariat-Nya, ini merupakan nikmat yang paling besar, sesungguhnya orang yang
tidak mengetahui hukum-hukum agama dan dalil-dalilnya ia akan hidup bingung
kanan dan kiri, (berada) diantara syubuhat dan syahwat.
Dan siapa yang berada diantara dua jurang ini - jurang
syubuhat dan jurang syahwat – ia akan celaka,
segala urusan baginya bercampur-baur tanpa ada (sedikitpun) padanya
pembeda, dan hawa nafsu (senantiasa) menguasainya dan ia tidak mendapatkan
didalam hatinya pertahanan dan penasehat yang mengingatkannya kepada Allah, dan
saat menghadap-Nya, berdiri dihadapan Allah di hari akhirat, kala itu ia akan
celaka -kita memohon kepada Allah keamanan dan keselamatan-. Maka pemahaman
terhadap agama sangatlah penting, kedudukan setiap orang dalam agama tergantung
kepada kepahamannya terhadap agama. Dan kebaikan akan luput darinya sesuai
dengan kadar kelalaiannya dari hal tersebut. Maka kita semua wajib untuk
mencapai hal itu, yaitu pemahaman terhadap agama.
Dan lebih wajib lagi atas orang yang meletakkan
dirinya di atas (jalan) dakwah kepada Allah jalla wa’azza, siapa yang
meletakkan dirinya diatas dakwah, ia wajib memahami dan mengetahui apa yang ia
dakwahi dan mengetahui keadaan orang yang ia dakwahi. Dan meletakkan
hukum-hukum Allah dengan benar, sebagaimana yang diperintahkan Allah jalla
wa’ ala, dan dikehendaki dan dijelaskan oleh Rasulullah sallallahu
alaihi wasallam.
Apabila ia berdakwah tanpa ilmu maka apa yang ia rusak
lebih banyak dari apa yang ia perbaiki, karena seorang penyeru kepada Allah
otomatis ia juga pengajak kepada kebaikan dan melarang kepada kemungkaran. Dan
orang yang mengajak kepada kebaikan mesti tahu betul akan kebaikan, tahu kemungkaran,
mengetahui keadaan orang yang ia ingkari. Dan hendaklah ia bijaksana, lembut,
mengetahui mafasid (kerusakan) dan maslahat (yang akan terjadi), kapan ia maju
(melakukan suatu tindakakan) dan kapan ia menahan dirinya, kapan ia
mendahulukan (suatu pekerjaan) dan kapan ia mengakhirkan. dan (mengetahui) apa
yang harus ia dahulukan dalam berdakwah, dan apa yang boleh ia akhirkan.
dan hendaklah ia berlemah- lembut kepada manusia, dan
sebagainya dari bermacam-macam masalah yang ditempuh oleh ulama-ulama islam rahimahumullah,
dibawah naungan hadits-hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam
dalam berdakwah dan melakukan hisbah, hisbah yang saya maksud adalah mengajak
kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran sebagaimana berlalu, dan
kedudukan ini - kedudukan penyeru kepada Allah – adalah kedudukan yang paling
tinggi. Allah subhanahu wata’ala berfirman :
]
وَمَنْ
أَحْسَنُ قَوْلاً مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي
مِنَ الْمُسْلِمِينَ، وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ
وَلِيٌّ حَمِيمٌ [
Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang tang menyeru kepada Allah, menerjakan amal yang sholeh dan
berkata: sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Dan tidaklah
sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih
baik, maka tiba-tiba orang yang antara dan antara dia ada permusuhan
seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (QS fushilat : 33-34).
Apa yang dikhabarkan Allah subhanahu wata’ala ini
sedikit sekali orang yang memikirkan dan memahaminya.
Sesungguhnya dakwah itu adalah urusan yang sangat
mulia, oleh sebab itu Rasulullah sallallahu alaihi wasallam tidak
membiarkannya begitu saja dan tidak jelas, sebagaimana yang telah kalian
ketahui wahai saudara sekalian, tentang hadits Mu’adz radhiallahu anhu
dalam kisah pengutusannya ke negri Yaman dan wasiat Nabi sallallahu alaihi
wasallam kepadanya :
(Sesungguhnya engkau (akan) mendatangi kaum ahli kitab
(yahudi & Nasrani), hendaklah dakwah yang pertama sekali engkau serukan
adalah (mengajak) mereka mentauhidkan Allah),
dan didalam lafadz yang lain : ( (adalah) Syahadah
bahwa tidak ada sesembahan yang diibadati dengan Haq selain Allah, dan
bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, jika mereka menerima seruanmu itu maka
sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan bagi mereka sholat lima waktu
dalam sehari semalam, jika mereka menerima seruanmu itu, maka sampaikan kepada
mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka yang diambil dari orang kaya
mereka dan diberikan kepada orang yang miskin (diantara) mereka.)
[hadits].
Rasulullah salallahu alaihi wasallam menjelaskan
didalam hadits ini apa yang pertama sekali dimulai (dalam berdakwah).
Seorang da’i (dalam dakwahnya) wajib untuk menempuh
jalan yang benar, jalan yang syar’i jauh dari perasaan atau semangat yang (pada
hakikatnya) angin topan , hendaklah ia tidak bersikap lunak pada apa yang
dikeraskan oleh Allah, dan tidak keras pada apa yang dimudahkan Allah, maka
hendaklah ia berlemah-lembut didalam dakwahnya, lembut bukan karena lemah, dan
keras terhadap musuh-musuh Allah bukan (pula) karena ganas, maka pada saat itu
ia seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam.
dan hendaklah ia memulai dengan memberi kabar gembira sebelum menyampaikan
peringatan.
Sebagaimana firman Allah yang menggabarkan sifat
Rasul-Nya sallallahu alaihi wasallam :
]
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِداً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً، وَدَاعِياً
إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجاً مُنِيراً [
Artinya : Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu
untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan utk
jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan jadi cahaya yang menerangi.
(QS al-ahzab 45-46).
]وَلا
تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ وَدَعْ أَذَاهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلاً [
Artinya : Dan janganlah kamu menuruti orang-orang
yang kafir dan orang-orang munafil itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka
dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung. (QS
al-ahzab 48).
Perhatikanlah ayat-ayat ini wahai saudara sekalian,
yang mana didalamnya Allah menyeru kepada rasul-Nya : (Hai nabi sesungguhnya
Kami mengutusmu) untuk apa ? (untuk jadi saksi) saksi bagi manusia,
(dan pembawa kabar gembira) pemberi kabar gembira tentang rahmat Allah
ta’ala, dan surga yang disediakan oleh Allah bagi wali-wali-Nya(orang yang
beriman dan bertaqwa) sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala
tentang mereka :
]
فَفِي
رَحْمَةِ اللَّهِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ [
Artinya : Maka mereka berada dalam rahmat Allah
(surga); mereka kekal didalamnya. (QS ali imrom 107).
Rahmat Allah itu adalah surga -kita memohon kepada
Allah supaya ia tidak mengharamkan bagi saya dan kalian rahmat-Nya-, ia memberi
kabar gembira dengannya(surga tersebut), maka orang-orang yang dihati mereka
ada kebaikan dan keutamaan dan mempunyai akal yang sehat ia akan menerima kabar
gembira itu, dan barangsiapa yang membangkang maka ia diberikan peringatan. -
peringatan, pertakut, dan ancaman - sesungguhnya hati itu tidaklah sama, ada
yang cukup menerima dengan kabar gembira dan ada juga yang tidak bermanfaat
baginya selain dengan peringatan, pertakut dan ancaman.
Kemudian Allah menjelaskan atau memerintahkan dengan
firman-Nya:
]
وَلا
تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ وَدَعْ أَذَاهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلاً [
Artinya : Dan janganlah kamu menuruti orang-orang
yang kafir dan orang-orang munafil itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka
dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung. (QS
al-ahzab 48).
Pada ayat ini (terdapat) petunjuk bagi para da’i
setelah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, agar menempuh jalan yang
ditempuh oleh beliau sallallahu alaihi wasallam, dan hendaklah mereka
berhati-hati terhadap orang-orang munafik yang memata-matai didalam barisan,
yang mana mereka menghasut didalam barisan kaum muslimin dan membiarkan dan
menyebarkan diantara mereka berita bohong maka hendaklah berhati-hati terhadap
mereka. kenapa? karena mereka itu merusak kaum muslimin, dan begitu juga orang
kafir, tidak ada perhitungan bagi mereka, janganlah mentaati mereka untuk
mendurhakai Allah, janganlah pula bermanis-manis muka dalam agama Allah dan
berlembut-lembut terhadap mereka. dan hendaklah mendakwahi mereka kepada Allah,
jika mereka enggan maka tidak ada antaranya dan mereka kecuali apa yang telah
dijelaskan oleh Allah, dan diperintahkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam, dan yang telah beliau jelaskan didalam syariatnya yang suci.
Maka seorang da’I itu hendaklah alim, fakih
(memahami), dan tamak dalam memberi petunjuk kepada manusia. Mengeluarkan
segala kesanggupannya dan menjauhi kekasaran dan kekerasan, firman Allah subhanahu
wata’ala:
]
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ
لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ
فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُتَوَكِّلِينَ [
Artinya : (maka disebabkan rahmat dari Allahlah
kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka
bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya) (QS Ali Imram:159)
Wahai ikhwan sekalian….perhatikanlah nasehat yang
agung dari pencipta kita kepada Rasul-Nya sallallahu alaihi wasallam
yang ada didalam ayat yang mulia ini, sesungguhnya Ia telah memberikannya
karunia, dan menjadikannya sallallahu alaihi wasallam seorang yang
penyayang. beliau sallallahu alaihi wasallam sangat penyantun dan sayang
kepada umatnya :
]
لَقَدْ
جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ
عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ [
Artinya : Sesungguhnya telah datang kepadamu
seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS at-taubah :128).
Beliau menyayangi orang-orang beriman, mengasihi, serta belas kasih terhadap
mereka.
Kelembutan dan kasih sayang ini sangat besar
pengaruhnya didalam diri manusia dan mempunyai pengaruh yang baik dalam
sambutan manusia dan penerimaan terhadap seorang da’i, karena ia menauladani
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dimana beliau disifatkan dengan
sifat ini didalam (kitab) Taurat sebagaimana yang terdapat didalam shoheh
Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin Salam radhiallahu anhu :
(Bahwasanya beliau sallallahu alaihi wasallam tidak jahat perangainya
dan tidak kasar, tidak pula pemekik dipasar, dan tidak membalas kejahatan
dengan kejahatan. Akan tetapi pemaaf dan pemurah, beginilah disifatkan
Rasulullah didalam taurat sebagimana yang terdapat didalam shohihain, ini
perkataan Allah didalam al-quran dan itu sudah cukup, akan tetapi beliau sallallahu
alaihi wasallam telah disifatkan dengan ini dalam kitab yang terdahulu.
Wahai para ikhwan sekalian…saya mewasiatkan kepada kalian dan diri saya untuk
bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala dan memahami agama-Nya, begitu juga
saya menasehati kalian supaya sayang dan lembut kepada hamba Allah, dan
betul-betul berusaha dengan segala kesanggupan dalam memberikan petunjuk kepada
manusia. Dan hendaklah seorang da’i mengetahui bahwa didalam menempuh jalannya
ini akan menemui beberapa ijtihad (perbedaan pendapat) antara ia dan
saudaranya yang lain yang mana kadangkala terjadi perbedaan pandangan pada apa
yang boleh berpendapat padanya, yang saya maksud dengan ijtihad disini adalah
pada apa yang boleh sesama para da’i untuk memberi pandangan/pendapat, dan jika
tidak ini, maka ijtihad yang terlintas di pikiran kita hanya untuk orang yang
ahli dalam ijtihad, orang yang fakih didalam agama yang mana mereka akan
menerangkan dan meneliti serta menjelaskan dengan keluasan ilmu dan pengetahuan
mereka.
Dari merekalah manusia mengambil fatwa dan pemahaman
dalam agama Allah ta’ala. Akan tetapi ijtihad yang saya maksud adalah
(ijtihad) dalam menempuh jalan menuju kebaikan, sesuai dengan kesanggupan dan
menepis kerusakan didalam dakwah ini.
Hendaklah seorang da’i memahami bahwa antara dirinya
dengan saudara-saudaranya mesti terjadi sesuatu, karena jalan yang ditempuh
sangat panjang, dan dengan banyaknya
pejalan dan panjangnya perjalanan, pasti akan terjadi kesulitan, dan
keletihan, dan kadangkala ketidak sepakatan dalam sisi pandang pada apa yang
dibolehkan berbeda pendapat. Dan saya tekankan dalam kalimat ini : (pada apa
yang dibolehkan padanya perbedaan pendapat)
Maka saya katakan: apabila (perbedaan pendapat) itu
terjadi maka wajib bagi seorang da’i, da’i salafiyin kususnya -dan merekalah yang saya maksudkan dalam
pembicaraan ini- untuk memegang wasiat Rasulullah sallallahu alaihi wasallam
kepada Mu’adz dan sahabatnya(Abu Musa al-Asy’ary) ketika mereka diutus ke
negeri Yaman, beliau berkata kepada mereka berdua: sampaikanlah kabar gembira,
dan janganlah kalian membuat orang lari, berikanlah kemudahan, dan janganlah
kalian memberi kesulitan, bersepakatlah kalian, dan janganlah berpecah belah,
bersatulah dan janganlah kalian berselisih, dan (tathoowa’aa) saling
menghargailah kalian.
wahai ikhwan sekalian…(ini) adalah kata-kata yang
agung, dari pendidik yang paling mulia yaitu Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam maka sampaikanlah oleh kalian khabar gembira, dan janganlah kalian
membuat orang lari, berikanlah kemudahan, dan janganlah kalian memberi
kesulitan, bersepakatlah kalian, dan janganlah kalian berpecah belah,
bersatulah dan janganlah kalian berselisih, dan saling menghargailah kalian.
Apabila seseorang bersikukuh dan berpegang dengan
pendapatnya yang ada mempunyai dasar, dan tidak ada larangan syar’i padanya,
maka wajiblah ia menyerahkan (keputusan) kepada temannya tersebut, tidak ada
percekcokan dalam masalah itu, karena berita baik akan diterima dengan hati
yang baik dan halus dari pertama kalinya. Dan tindakan yang membuat orang lari
akan memalingkan manusia dari agama, dan Nabi sallallahu alaihi wasallam
murka dalam kisah tentang seseorang memanjangkan sholat -sebagaimana yang
kalian ketahui-dan beliau berkata : (wahai manusia sesungguhnya diantara kalian
ada orang yang membuat orang minggat,
barangsiapa yang mengimami orang), dalam lafadz yang lain: (barangsiapa yang
mengimami manusia hendaklah ia memendekkan).
Wahai saudara seislam…Nabi sallallahu alaihi
wasallam telah memperingatkan dalam masalah ini bahkan beliau marah kepada
orang yang menyebabkan larinya manusia dari kebenaran, dan menyebabkan manusia
berpaling dari agama Allah ta’ala, beliau berkata : (sampaikanlah kabar
gembira, dan janganlah kalian menyebabkan manusia lari), Maka jadilah kalian
orang tamak dalam menyampaikan berita gembira kepada manusia, dan menyampaikan
apa yang dapat diterima oleh hati mereka tentang agama, dan tentang manhaj yang
baik ini yaitu manhaj salafi, yang mana ia adalah jalan yang ditempuh oleh
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dan jalan para sahabat beliau.
Dan janganlah kalian membuat orang lari, baik dengan perkataan maupun dengan
perbuatan kalian. Berhati-hatilah, karena seseorang bisa saja menghambat dari
agama Allah dengan kelakuannya. karena ilmu itu wahai saudara sekalian…adalah
pemindahan gambaran yang bersemayam didalam hati keluar. Dan mengamalkan ilmu
kebalikan darinya yaitu gambaran luar dari ilmu yang didengar dilakukan oleh
anggota tubuh, apabila sesuai apa yang didalam dengan apa yang diluar maka itu
adalah da’i yang sebenarnya, dan ia akan dibukakan oleh Allah baginya
penerimaan, (hal itu) karena ia bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala
dan mendekatkan diri kepada-Nya, dan menunjukkan kasih sayang dan cinta kasih
kepada penciptanya dengan melakukan ketaatan dan jauh dari larangan.
Ia senantiasa mendekatkan diri kepada Allah sehingga
Allah mencintainya, maka apabila Allah mencintainya Ia akan memberikan baginya
penerimaan dimuka bumi, dan meletakkan kecintaan kepadanya dihati manusia, maka
ia akan diterima karena mereka melihat kejujurannya, dan karena mereka melihat
perbuatannya sesuai dengan perkataannya. Saya ulangi sekali lagi, saya katakan
: sesungguhnya ilmu itu adalah pemindahan gambaran dalam keluar, yaitu agar
manusia mendengar apa yang engkau ketahui dalam nasehatmu, apa yang engkau
pahami dalam agama Allah, mereka mendengarnya dalam pengajianmu, adapun
mengamalkan (ilmu) kebalikan darinya, yaitu menyatakan gambaran dalam yang
telah engkau keluarkan dalam pelajaran yang engkau tampakkan kepada manusia,
sehingga sesuai apa yang ada diluar dengan apa yang ada di hati, apabila sesuai
amal dengan ilmu maka inilah yang sebut teladan, saya mewasiatkan kalian wahai
ikhwan sekalian... ingatlah Allah terhadap manusia, ingatlah Allah terhadap
hamba Allah… kemudian nasehat yang kedua sebagaimana dalam hadits Rasulullah sallallahu
alaihi wasallam yang disebutkan diatas: (Berilah kemudahan, dan janganlah
memberi kesempitan), dan ini (mesti) berada didalam bingkai syari’ah dan kita
tidak berhak keluar dari agama Allah bahkan tidak boleh, akan tetapi (mesti)
dalam lingkaran nash-nash, maka apa yang boleh dimudahkan kita mudahkan dan apa
yang tidak boleh dianggap enteng maka kita tidak boleh meremehkannya.
Masalah-masalah keyakinan tidak boleh meremehkannya, dan tidak pula menganggap
enteng, akan tetapi semua manusia dalam hal ini wajib berpegang kepada perintah
yang datang dari Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, janganlah
menganggap remeh perkara syirik, besar ataupun kecil, dan jangan menganggap
enteng perkara bid’ah, sedikit maupun banyak, karena ia adalah pintu kepada
kekufuran – kita belindung kepada Allah darinya-, begitu juga maksiat kita
tidak boleh meremehkannya dan (hendaklah) kita mengikuti dalam masalah ini
perkataan Rasulullah salallallahu alaihi wasallam : (apa yang saya
larang kalian darinya maka jauhilah ia, dan apa yang saya perintahkan kepada
kalian maka laksanakanlah sesuai dengan kemampuan kalian). Inilah kemudahan
itu, (mudahkanlah dan janganlah memberi kesulitan). Dalam ruang lingkup batas
syari’at dan pada garis nash-nash wahyu dari Alquran dan sunnah Rasulullah sallallahu
alaihi wasallam, kemudian (Bersatulah dan janganlah kalian berselisih),
Jauihilah oleh kalian perselisihan karena perselisihan itu adalah jelek,
apabila engkau berselisih dengan saudaramu, manusia akan berselisih karena
kalian, (yang satu) pergi dengan kelompok ini, dan (yang satu lagi) pergi
dengan kelompok yang lain, dan terjadilah perbantahan disebabkan oleh ingin
menang sendiri, apabila telah terjadi perbantahan maka akan muncul ketakutan,
Allah ta’ala berfirman :
]
وَلا
تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ [
Artinya : Dan janganlah kamu berbantah-bantahan
yang menyebabkan kamu menjadi gentar, dan hilang kekuatanmu (QS al-anfal:
46)
Wahai saudara seislam… ingatlah Allah wahai para
du’at, ingatlah Allah wahai para penuntut ilmu, dalam menjauhi perbuatan yang
hina dan tercela ini, yaitu perselisihan yang menyebabkan perpecahan,
belakang-membelakangi, saling marah-marahan, saling iri, saling perang, dan
saling memusuhi –kita berlindung kepada Allah dari semua itu-. Seorang da’i
lebih mulia dan jauh dari semua ini, karena ia mengajak manusia kepada agama
Allah bukan mengajak mereka kepada dirinya sendiri, hendaklah ia ikhlas dan termasuk
orang-orang yang jujur didalam ikhlasnya itu, jauh dari perbuatan yang tercela
ini, Allah subhanahu wata’ala berfirman didalam kitab-Nya :
]
قُلْ
هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ [
Artinya: katakanlah: inilah jalan (agama) ku, aku
dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah.(QS yusuf
:108)
Dan kalian telah mengetahui sebagaimana yang ada
didalam kitab tauhid kar. Syekh islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
waridhwanuhu alaihi ketika sampai pada ayat ini dan beliau mengambil
kesimpulan darinya dalam masa-il (permasalahan-permasalahan) yang ma’ruf,
beliau berkata: padanya (ada) peringatan untuk berikhlas, sesungguhnya
kebanyakan manusia jika mereka menyeru sesungguhnya ia menyeru kepada dirinya.
Maka orang yang (menyeru) kepada dirinya ia akan marah untuk dirinya. Maka
hendaklah bagi seorang insan untuk menjauhi sebab-sebab perselisihan, adapun
perselisihan yang tidak berpengaruh seperti yang saya sebutkan tadi maka ini
biasa terjadi pada manusia, biasa terjadi perselisihan tanawwu’(yang tidak
menyebabkan pertentangan), bukan perselisihan permusuhan yang menyebabkan
pembunuhan, ini tidak apa-apa, dan ini (mesti) terjadi, akan tetapi orang yang
mengetahui sabda Nabi sallallahu alaihi wasallam : (Dan saling
menghargailah kalian), ini tidak akan terjadi antara ia dan saudaranya sesama
da’i perselisihan dalam keadaan bagaimanapun. (Bersatulah dan janganlah kalian
berselisih, bersepakatlah dan janganlah kalian berpecah-belah). berpecah-belah
juga jelek, karena setiap orang yang berpecah dengan saudaranya akan mengambil
jalan yang bukan jalannya, dan sekelompok manusia akan berkumpul bersamanya,
mereka berpegang kepadanya, lalu mereka akan mengikuti jalannya dan pada waktu
itu jadilah kelompok yang saling benci dan perkumpulan yang sesat yang dilarang
didalam islam, dalam firman Allah ta’ala:
]
وَلا
تَفَرَّقُوا [
Artinya: Dan janganlah kamu bercerai-berai. (QS
Ali Imram: 103).
dan ini juga perkataan Nabi sallallahu alaihi
wasallam yang kalian dengar barusan.
Dan Allah serta Rasul-Nya telah melarang dari
perpecahan, kita tidak boleh dalam keadaan apapun melakukan sebab-sebabnya,
(kemudian saling menghargailah kalian), saling menghargai mesti ada, karena
panjangnya jalan mengharuskan kita melakukannya, dan sabar terhadap apa yang
dihadapi dan jika tidak ada saling menghargai maka akan terjadi perpecahan, dan
yang saya maksud adalah saling menghargai dalam melaksanakan perintah Allah dan
Rasul-Nya jangan dipahami sebaliknya –saya berlindung kepada Allah jika
dipahami selain ini-. saling menghargai dalam lingkaran apa yang dibolehkan
padanya. Dan pada apa yang tidak dibolehkan kita mengatakan padanya seperti
perkataan para sahabat Rasulullah sallallahu alaihi wasallam :
]
قَدْ
ضَلَلْتُ إِذاً وَمَا أَنَا مِنَ الْمُهْتَدِينَ [
Artinya : Sungguh tersesatlah aku jika berbuat
demikian dan tidaklah (pula) aku temasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.
(QS al-an’am : 56).
Jika saya setuju dengan ini yaitu dengan kesalahan
yang sudah jelas dan nyata yang tidak boleh ditempuh dan melakukannya.
ini yang saya maksudkan. Saya mengatakan setelah semua
yang diatas, saya mewasiatkan kalian untuk ikhlas didalam agama Allah dan
mengikuti Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kemudian (betul-betul)
memahami agama Allah, karena bertambahnya pemahaman membuat lemah para musuh
dan memutuskan tipu daya mereka yang mereka masukkan untuk merusak kita, dan
saya memohon kepada Allah subahanahu wata’ala dengan nama-nama-Nya yang
baik dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, agar Ia memberikan kepada saya dan kalian
pengetahuan dalam agama dan memahaminya, begitu juga saya memohon kepada-Nya subhanahu
wata’ala supaya Ia memberikan kepada saya dan kalian keikhlasan kepada-Nya,
dan mengikuti Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dan menjadikan saya
dan kalian pemberi petunjuk bagi orang-orang yang ditunjuki, penyeru kepada
kebaikan, baik lagi memperbaiki, penyeru kepada persatuan bagi orang-orang yang
ingin bersatu berkumpul dalam kebaikan dan taqwa dan kita menentang orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, dan semoga Ia menjauhkan kita darinya, karena Ia
maha kuasa dan mampu melakukannya, dan semoga salawat dan salam serta
keberkatan Allah bagi hamba dan Rasul-Nya nabi kita Muhammad dan segala puji
bagi Allah pencipta semesta alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar