Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah menyatakan :
“Ahlul Bid’ah itu
tidak bersandar kepada Al Kitab (Al Qur’an) dan As Sunnah serta Atsar Salafus
Shalih dari kalangan Shahabat maupun Tabi’in. Mereka hanya berpedoman dengan
logika dan kaidah bahasa. Dan kamu akan temukan mereka itu tidak mau berpedoman
dengan kitab-kitab tafsir yang ma’tsur (bersambung riwayat dan penukilannya).
Mereka hanya berpegang dengan kitab-kitab adab (sastra dan tata bahasa) serta
kitab-kitab ilmu kalam (filsafat dan logika). Kemudian dari sinilah mereka
membawakan pendapat dan pemikiran mereka yang sesat.” (Al Fatawa 7/119)
Imam Abu ‘Utsman
Ismail Ash Shabuni rahimahullah mengatakan (Aqidah Salaf Ashabul Hadits halaman
114-115) --ketika menerangkan sikap dan pendirian Salafus Shalih terhadap
bid’ah dan Ahlul Bid’ah-- :
“Salafus Shalih
membenci Ahlul Bid’ah yang (mereka itu) mengada-adakan perkara baru dalam agama
ini yang (justru) bukan berasal dari agama itu sendiri. Salafus Shalih tidak
mencintai Ahlul Bid’ah, tidak mau bersahabat dengan mereka, tidak mendengar
perkataan mereka, tidak duduk bermajelis dengan mereka, tidak berdebat dengan
mereka dalam masalah agama, bahkan tidak mau berdialog dengan mereka. Salafus
Shalih selalu menjaga telinga jangan sampai mendengar kebathilan Ahlul Bid’ah
yang dapat menembus telinga dan membekas di dalam hati, dan akhirnya menyeret
segala bentuk was-was dan pemikiran-pemikiran yang rusak.”
Dan mengenai sikap
terhadap mereka (Ahlul Bid’ah) ini, Allah Ta’ala berfirman :
“Dan jika kamu
melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah
mereka sehingga mereka mengadakan pembicaraan yang lain.” (Al An’am : 68)
Saya (Abu Ibrahim)
katakan :
“Salafus Shalih
--radhiallahu 'anhum-- telah memperingatkan kita agar tidak memperhatikan
kitab-kitab bid’ah yang dapat menimbulkan berbagai kerusakan yang sangat besar.
Karena sesungguhnya hati manusia itu sangat lemah, sedangkan syubhat
(kerancuan) itu sangat cepat menyambar. Dan sangat disayangkan, karena
kebanyakan para pemuda Muslim dewasa ini (lebih senang) membaca buku-buku Ahlul
Ahwa’ (Ahlul Bid’ah) dan orang-orang yang sesat (menyesatkan), mereka
mengembangkan kepribadian mereka dengan berdasarkan buku-buku tersebut,
kemudian mereka kembali (setelah merasa cukup menguasainya) untuk memerangi
Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan Ahlus Sunnah serta
memerangi Manhaj Salafus Shalih yang haq. Fa Inna Lillahi wa Inna Ilaihi
Raji’un.”
Syamsuddin Abu
‘Abdillah Muhammad bin Muflih, mengatakan (dalam Al Adabus Syari’ah 1/125) :
“Dan adalah Salafus Shalih itu selalu melarang manusia duduk bermajelis dengan
Ahlul Bid’ah, membaca kitab-kitab mereka, dan memperhatikan ucapan mereka.”
Ibnul Qayyim
rahimahullah mengatakan (dalam Ath Thariq Al Hakimiyah halaman 227) : “Tidak
perlu adanya jaminan (minta izin) untuk membakar buku-buku sesat dan
memusnahkannya.”
Beliau melanjutkan :
“Semua kitab-kitab tersebut isinya mengandung berbagai perkara yang menyeleweng
dari Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tanpa ada tuntunan di
dalamnya, bahkan diizinkan untuk merusak dan memusnahkannya. Tidak ada yang
lebih besar bahayanya bagi umat ini dibandingkan dengan buku-buku tersebut.
Para Shahabat telah membakar segenap mushaf yang menyelisihi mushaf ‘Utsman
karena mereka takut akan bahaya yang menimpa umat ini akibat perbedaan yang
terdapat dalam mushaf-mushaf tersebut. Lalu, bagaimanakah halnya seandainya
mereka (para Shahabat tersebut) melihat kitab-kitab sesat yang telah
menimbulkan perselisihan dan perpecahan di tengah-tengah ummat ini??” (Ibid
halaman 327-328)
Demikian kata beliau.
Maksud ucapan beliau ini adalah, bahwa segenap kitab sesat yang mengandung
kedustaan dan kebid’ahan, wajib dirusak dan dimusnahkan dan ini lebih utama
(lebih besar pahalanya) daripada merusak alat-alat permainan atau alat-alat
musik dan merusak bejana-bejana tempat menyimpan khamer (segala yang
memabukkan), karena mudlarat (kerusakan) yang ditimbulkan kitab-kitab sesat ini
jauh lebih besar daripada mudlarat yang ditimbulkan oleh alat-alat permainan,
musik, ataupun khamer. Maka tidak perlu jaminan (minta izin) untuk merusak dan
memusnahkannya sebagaimana tidak perlu jaminan (minta izin) untuk merusak
bejana-bejana penyimpanan atau penampungan khamer. (Ibid. Halaman 329)
Saya katakan pula :
“Maka bagaimanakah seandainya Ibnul Qayyim rahimahullah melihat tulisan-tulisan
Sayyid Quthb, Al Ghazali, dan At Turabi serta tokoh-tokoh Ahlul Bid’ah lainnya,
yang semua mengandung kesesatan dalam ‘aqidah dan penyimpangan yang sangat jauh
dari Manhaj Salafus Shalih --radhiallahu 'anhum--. Wallahu Al Musta’an.”
Nukilan Imam Adz
Dzahabi Dalam Kitab Mizanul I’tidal (1/431)
Sa’id bin ‘Amru Al
Bardza’i mengatakan :
“Saya menyaksikan Abu
Zur’ah ketika ditanya tentang Al Harits Al Muhasibi dan kitab-kitabnya,
mengatakan kepada si penanya : ‘Jauhilah oleh kamu kitab-kitab bid’ah dan sesat
ini. Hendaknya kamu berpegang dengan atsar (riwayat) Salafus Shalih, karena
sesungguhnya kamu akan dapatkan darinya sesuatu yang mencukupi kamu.’ Ada yang
berkata kepada beliau : ‘(Tapi) di dalam kitab-kitab ini terdapat ‘ibrah
(pelajaran berharga).’
Abu Zur’ah mengatakan
: ‘Barangsiapa yang tidak dapat mengambil pelajaran dari dalam Kitab Allah,
maka tidak ada pelajaran (‘ibrah) baginya dari kitab-kitab ini. (Bukankah)
telah sampai kepada kalian bahwa Sufyan, Malik, dan Al Auza’i telah menulis
kitab-kitab yang membahas tentang bahaya bisikan dan syubhat. Sungguh alangkah
cepatnya manusia itu (terlempar) menuju bid’ah.’ “
Nasehat
Saudaraku para
penuntut ilmu yang Sunni Salafi. Ketahuilah, wajib bagi kamu untuk mendapatkan ilmu
syari’at ini dari Al Kitab (Al Qur’an) dan As Sunnah yang shahihah dan dari
karya-karya ‘Ulama Salafus Shalih, karena di dalamnya terdapat petunjuk dan
cahaya. Dan berhati-hatilah kamu, jangan sampai kamu menerima ilmu ini dari
Ahlul Bid’ah. Jadi, janganlah kamu mengambil ilmu ini dari kaum Rafidlah
(Syi’ah), atau Khawarij, Quburi (yang mengkeramatkan kuburan), Hizbi (fanatik
terhadap kelompok dan golongannya dengan cara yang tidak syar’i), atau Sururi.
Dan Muhammad bin
Sirrin pernah menyatakan : “Ilmu ini adalah agama, oleh karena itu,
perhatikanlah oleh kalian dari siapa kalian mendapatkan agama ini.” (Mukadimah
Shahih Muslim)
Sufyan Ats Tsauri
pernah mengatakan : “Barangsiapa yang mendengar (uraian) dari Ahlul Bid’ah,
maka Allah tidak akan memberinya manfaat tentang apa yang didengarnya itu.” (Al
Kifayah. Al Khatib Al Baghdadi)
Semoga Allah memberi
taufiq kepada kami dan kepada kamu untuk mengikuti dan meneladani Salafus
Shalih.
Nukilan ‘Abdullah bin
Ahmad dari Ayahnya (Imam Ahmad bin Hanbal) dari Al ‘Ilal (1/108)
‘Abdullah bin Ahmad
bin Hanbal mengatakan :
[ Saya mendengar ayah
berkata : Salam bin Abi Muthi’ adalah orang yang tsiqah (terpecaya). Telah
bercerita kepada kami Ibnu Mahdi darinya, (kemudian ayah berkata) : Abu ‘Awanah
pernah menulis kitab yang berisi kejelekan dan ‘aib para Shahabat Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan juga bencana dan fitnah-fitnah. Lalu
datanglah Salam bin Abi Muthi’ dan berkata : Wahai Abu ‘Awanah. Berikan kitab itu kepadaku. Maka
Abu ‘Awanah memberikan kitab itu kemudian diterima oleh Salam lantas
dibakarnya.
Ayahku berkata :
Salam itu adalah salah seorang shahabat Ayyub dan ia seorang yang shalih. ]
Fatwa ‘Ulama Ahlus
Sunnah Di Zaman Ini
Syaikh Muhammad bin
‘Abdurrahman Al Maghrawi dalam Al ‘Aqidah As Salafiyah (halaman 33-49)
menyatakan :
“Para ‘Ulama Ahlus
Sunnah di Kordoba menyatakan bolehnya membakar (memusnahkan) kitab Ihya’
‘Ulumuddin karya Imam Al Ghazali. Para pelajar (penuntut ilmu) dari kalangan
Ahlus Sunnah Wal Jamaah di Kordoba menamakan kitab tersebut dengan Imatatu
‘Ulumuddin (Mematikan Ilmu-Ilmu Agama).”
“Penyusun kitab Al
‘Aqidah As Salafiyah telah menghimpun beberapa sebab hakiki mengapa kitab Ihya’
‘Ulumuddin harus dimusnahkan, kata beliau :
Pertama : Kitab ini
penuh dengan kebohongan atas nama Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Shahabat,
dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Kedua : Kitab ini
merupakan penyebab utama timbulnya bid’ah yang tersebar di kalangan sufi dan
yang lainnya.
Ketiga : Di dalam
kitab ini banyak terdapat bencana yang mengerikan dan kesesatan dalam ‘aqidah.
Keempat : Persaksian
para ‘Ulama Al Kitab dan As Sunnah tentang Ihya’ ‘Ulumuddin, bahwa sesungguhnya
kitab ini adalah kitab sesat, wajib dibakar dan dijauhkan dari kaum Muslimin
agar mereka tidak tersesat oleh kesesatan yang ada di dalamnya.”
Syaikh Hamud At
Tuwaijiri rahimahullah mengatakan (Al Qaulul Baligh halaman 91)
[ Semoga Allah
merahmati Imam Muhammad bin Ismai’il Ash Shan’ani karena menyatakan pujian
terhadap Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dalam bentuk sya’ir :
Telah mereka bakar
dengan sengaja
Kumpulan bukti-bukti
yang mereka dapatkan di dalamnya terdapat bukti-bukti yang terlalu tinggi untuk
dihitung
Melampaui batas yang
dilarang dan kedustaan yang terang-terangan, tinggalkanlah jika kau ingin
mengikuti petunjuk
Ucapan-ucapan yang
tidak pantas disandarkan kepada seorang yang berilmu yang tidak bernilai
sepeserpun dibanding dengan uang tunai
Orang-orang bodoh
tersebut menjadikannya sebagai dzikir yang memberikan mudlarat
Mereka memandang
lenyapnya bukti-bukti tersebut lebih suci daripada pujian
Sungguh sangat
membahagiakanku apa yang datang kepadaku dari jalan beliau ]
Beberapa Catatan Penting
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah mengatakan (Al Fatawa 4/155) :
“Syi’ar Ahlul Bid’ah
itu adalah meninggalkan ittiba’ (mengikuti) terhadap Salafus Shalih.”
Beliau juga
mengatakan : “Tidak ada celanya orang-orang yang menampakkan madzhab Salafus
Shalih dan menisbatkan (menasabkan diri)
kepada mereka atau menggabungkan diri kepada mereka, bahkan wajib untuk
menerima semua itu berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin, karena sesungguhnya
madzhab Salafus Shalih itu tidak lain adalah yang haq (yang benar).” (Ibid
4/129)
Fatwa Syaikh Shalih
Fauzan
Syaikh ditanya :
“Bagaimana pendapat yang haq (benar) tentang orang yang membaca buku-buku
bid’ah dan mendengar kaset-kaset ceramah mereka (Ahlul Bid’ah)?”
Beliau mengatakan :
”Tidak boleh membaca buku-buku bid’ah, mendengar kaset-kaset mereka kecuali
orang-orang yang ingin membantah dan menerangkan kesesatan mereka kepada
ummat.” (Al Ajwibah Al Mufidah halaman 70)
Fatwa Muhaddits
Negeri Yaman, Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i hafidhahullah
Tentang bolehnya
membakar kitab Al Khuthuth Al ‘Aridlah ‘Abdur Razzaq As Sayaji ini, Syaikh
mengatakan (dalam kaset Min Wara’i At Tafjirat fi Ardlil Haramain) beberapa
fatwa tentang kitab ini, di antaranya boleh membakar kitab ini (yakni kitab
Khuthuth Al ‘Aridlah). Dan Syaikh juga mengingatkan agar kita berhati-hati dari
Majalah As Sunnah yang diterbitkan oleh Muhammad As Surur. Beliau menyebutkan
bahwa majalah ini lebih pantas dinamakan dengan Majalah Al Bid’ah.
Saya katakan bahwa
perkara ini memang seperti yang dikatakan oleh Syaikh. Karena sesungguhnya
Majalah As Sunnah itu membawa fitnah dan bencana yang di dalamnya terdapat
tikaman (cercaan, caci maki, dan sebagainya) terhadap ‘Ulama Ahlus Sunnah dan
Ahlul Hadits yang semua itu --ditampilkan mereka seakan-akan-- bernaung di bawah
bendera Sunnah dengan kalimat yang haq tapi --sebenarnya-- yang dimaukan mereka
adalah kebathilan. Dan majalah ini --dengan berbagai dalil yang mereka
keluarkan-- justeru menyimpang jauh dari As Sunnah dan Manhaj Salafus Shalih.
Seandainya mereka memang --sungguh-sungguh-- mengajak ummat untuk kembali
berpegang dan mengamalkan Sunnah dengan benar, maka salah satu ciri da’i yang
mengajak kepada (pengamalan) As Sunnah itu adalah mencintai Ahlus Sunnah dan
para ‘Ulamanya.
Abu ‘Utsman Isma’il
Ash Shabuni mengatakan dalam ‘Aqidah Salaf (halaman 118) --menukil dari Abu
Hatim Ar Razi rahimahumallahu-- :
“Tanda-tanda
(ciri-ciri) Ahlul Bid’ah adalah cercaan mereka terhadap Ahlul Atsar (Ahlul
Hadits).”
Imam Ahmad bin Sinan
rahimahullah mengatakan :
“Tidak ada satupun
Ahlul Bid’ah di dunia ini melainkan ia pasti membenci Ahlul Hadits. Dan jika
seseorang berbuat satu saja kebid’ahan, niscaya tercabutlah manisnya hadits
Rasulullah dari dalam hatinya.” (Ibid halaman 116)
Fatwa Syaikh Ibrahim
bin ‘Amir Ar Ruhaili
Beliau mengatakan
(Mauqif Ahlis Sunnah 2/630) --tentang hukuman terhadap Ahlul Bid’ah-- : “Dengan
membakar dan memusnahkan buku-buku mereka, ini sesungguhnya menjadi hukuman
bagi mereka, juga untuk menolak kerusakan yang timbul akibat perhatian manusia
terhadap buku-buku mereka dan membacanya sehingga membahayakan (keyakinan dan
prinsip) mereka dalam agama mereka. Hal ini telah diperintahkan oleh Salafus
Shalih bahkan mereka sangat mendorong ummat untuk melakukannya.”
Faidah Dan Pelajaran
Yang Dapat Diambil
Muhammad bin Sirrin
mengatakan : “Sebenarnya ‘Imran bin Haththan adalah seorang tokoh Ahlus Sunnah
Wal Jamaah, kemudian ia menikah dengan seorang wanita Khawarij dengan cara
madzhab Khawarij, katanya : ‘Saya menikahinya agar dapat membimbingnya.’ Namun
ternyata wanita itu akhirnya justeru menyesatkannya, lalu sesudah itu iapun
menjadi salah satu tokoh Khawarij.” (As Siyar 4/214)
Fatwa Imam Malik
rahimahullah
Imam Malik, Imam
Darul Hijrah, menyatakan : “Tidak boleh menyewakan kitab-kitab Ahlul Ahwa’
(pengekor hawa nafsu) dan Ahlul Bid’ah sedikitpun.” (Jami’ Bayanil Ilmi 2/942
tahqiq Abul Asybal Az Zuhairi)
Dari penjelasan yang
telah disebutkan ini, maka jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya Manhaj Salafus
Shalih dalam berurusan dengan buku-buku bid’ah tegak dengan kokoh di atas
pemahaman yang dalam terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh buku-buku tersebut.
Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :
“Barangsiapa yang
berbuat curang terhadap kami, bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim Syarh An
Nawawi 4/282. At Tirmidzi dalam Tuhfah 4/544)
Beliau menyatakan
demikian dalam perkara jual beli, maka bagaimana pula dengan orang-orang yang
menipu (berbuat curang) terhadap ummat ini dalam ‘aqidah dan pokok-pokok
agamanya. Oleh sebab itu, tidak diragukan lagi bahwa peringatan kepada manusia
agar mereka menjauhi buku-buku Ahlul Bid’ah itu lebih diutamakan dan
didahulukan dari yang lainnya.
Akhir dari pembahasan
ini, tidak lupa saya tunjukkan apa yang telah dilakukan oleh Yang Mulia Syaikh
Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berupa penjelasan
beliau mengenai buku-buku Ahlul Ahwa’ di jaman ini yang semuanya penuh
dengan kesesatan dalam ‘aqidah dan Manhaj. Anda akan dapati semua itu dalam
karya-karya beliau seperti Adlwa’ul Islamiyah ‘ala ‘Aqidati Sayyid Quthb,
Membongkar Pandangan Al Ghazali Terhadap As Sunnah dan Ahlus Sunnah, dan
Jama’ah Wahidah La Jama’at Wa Shirath Wahidah Laa ‘Asyarat, dan lain-lain.
Dikumpulkan oleh Abu
Ibrahim Muhammad bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Mani’ Al Anasi Al Atsari.
Semoga Allah memberi taufiq kepada penyusun, penterjemah, dan pemeriksa serta
para pembaca sekalian agar dapat istiqamah di atas Al Haq, Amiin.
Oleh : Syaikh Abu Ibrahim Muhammad bin Mani’
Sumber: SALAFY Edisi XXIX/1419 H/1999 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar