Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Rabu, 15 Agustus 2012

Shalat, tapi Lupa Makna

"Seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri akan shalatnya. Mendengar perkataan ini, orang banyak bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana orang mencuri shalatnya itu? Berkata Rasulullah: Yaitu tidak ia sempurnakan ruku'nya dan sujudnya." (HR Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Qatadah)
Sebagaimana diriwayatkan dalam kitab Muwaththa' Imam Malik, dalam suatu kesempatan Rasulullah bersabda, "Apa yang kalian lihat tentang peminum, pencuri dan pezina?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Kemudian beliau bersabda, "Mereka adalah orang-orang yang keji dan berdosa." Selanjutnya beliau menyambung perkataannya, "Seburuk-buruk pencuri adalah mereka yang mencuri shalatanya," dan seterusnya....

Dalam ilmu fiqih, shalat bagi kaum muslimin adalah fardhu 'ain. Artinya, setiap individu muslim wajib mendirikannya. Sebagai konsekuensinya, jika dikerjakan akan mendatangkan pahala, jika ditinggalkan akan terkenai sanksi dosa.

Kewajiban setiap muslim adalah mendirikan shalat, bukan sekadar mengerjakan. Ada beberapa perbedaan prinsip antara menegakkan dan mengerjakan. Pertama, mengerjakan itu berkonotasi rutinitas, sedangkan menegakkan berarti ada sesuatu yang dibangun dari awal atau ada yang bengkok kemudian diluruskan, yang tertidur dibangunkan. Atau lebih tepatnya, yang pasif diaktifkan.

Kedua, mengerjakan lebih menekankan pada aspek jasmani, sedangkan mendirikan, selain jasmani juga ruhani. Karena shalat tidak sekadar gerak badan, tapi gabungan antara gerak badan, lisan, dan hati secara bersamaan.Mengerjakan tidak dituntut kesempurnaan pelaksanaannya, sedangkan menegakkan memberi tekanan pada penyempurnaan syarat, rukun, dan kehadiran hati di dalamnya.

Dengan demikian, mengerjakan shalat jauh lebih mudah daripada mendirikannya. Siapa saja bisa mengerjakan shalat, tapi tidak semua bisa mendirikannya. Sedangkan perintah Allah kepada kita adalah menegakkan atau mendirikan, bukan mengerjakan. Semua perintah shalat dalam al-Qur'an selalu menggunakan kata aqiimish-shalah, sebagaimana firman-Nya:

"Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, akan mendapatkan pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan." (QS al-Baqarah: 110)

Untuk mendirikan shalat dibutuhkan sikap sempurna, meliputi segala kaifiyatush-shalah, baik syarat, rukun maupun wajibnya. Tak kalah pentingnya adalah menghadirkan hati pada setiap gerakan shalat, disesuaikan dengan ucapan lafadz-lafadz doa yang dibaca.

Di sini banyak orang yang kemudian lalai dalam shalatnya. Ia mengerjakan shalat, tapi lupa untuk menyempurnakannya. Dalam shalat mereka juga mengucapkan berbagai doa, tapi lupa menghayati maknanya. Antara yang diucapkan dan gerak hatinya berbeda, demikian juga gerak pikirannya. Ketika seseorang melalaikan hal di atas, berarti ia telah mengurangi takaran kewajibannya. Mengurani takaran itu sama halnya dengan mencuri.

Alangkah seringnya kita mencuri shalat.

Salah satu kegiatan yang palng sering dicuri adalah thuma'ninah, yaitu diam sejenak pada saat ruku' dan sujud.
Pada saat ini tidak sedikit di antara kita justru terburu-buru. Baru sejenak tangan menempel di lutut ketika ruku',
sudah bangkit lagi. Baru beberapa detik dahi menempel di lantai ketika sujud, sudah diangkat kembali. Bahkan banyak
di antara kita yang dahinya belum sempat menyentuh lantai secara utuh sudah diangkat kembali.

Andaikata kita mengetahui fadhilah ruku' dan sujud, tentu kita akan lebih memperlambatnya. Saat ruku' dan sujud itulah hubungan seorang hamba dengan Tuhannya menjadi sangat dekat. Itulah saat yang paling tepat bagi kita untuk mengakrabkan diri kepada Allah. Kita berkenalan, berdialog, bermuwajahah. Pada saat ini seolah-olah kita sedang melihat Allah, jika tidak demikian, kita yakini saja bahwa Allah sedang melihat kita.

Duhai, sungguh merugi orang yang melalaikan shalatnya. Ia tidak memperoleh apa-apa, kecuali kelelahan saja. Itupun masih harus menerima balasan dari Allah, berupa celaan yang menghinakan, sebagaimana firman-Nya:

"Celakalah bagi orang yang shalat, yaitu yang lalai dalam shalatnya." (QS al-Maa'un: 5)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar