Makna Aqidah Dan
Urgensinya Sebagai Landasan Agama
AQIDAH SECARA
ETIMOLOGI
Aqidah berasal
dari kata 'aqd yang berarti pengikatan.
“ اعْتَقَدْتُ كَذَ ” artinya
"Saya ber-i'tiqad begini". Maksudnya, saya mengikat hati terhadap hal
tersebut. Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan,
"Dia mempunyai aqidah yang benar," berarti aqidahnya bebas dari
keraguan.
Aqidah merupakan
perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
AQIDAH SECARA
SYARA'
Yaitu iman
kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RasulNya dan kepada Hari
Akhir serta kepada qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini disebut juga
sebagai rukun iman.
Syari'at terbagi
menjadi dua: i'tiqadiyah dan amaliyah.
I'tiqadiyah
adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti i'tiqad
(kepercayaan) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepadaNya, juga
ber-i'tiqad terhadap rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah
(pokok agama).[1]
Sedangkan
amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan tatacara amal. Seperti
shalat, zakat, puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut
far'iyah (cabang agama), karena ia dibangun di atas i'tiqadiyah. Benar dan
rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i'tiqadiyah.
Maka aqidah yang
benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal.
Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :
"Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada
Tuhannya." (Al-Kahfi: 110)
"Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu:
"Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan
tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (Az-Zumar: 65)
"Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya
kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik)." (Az-Zumar: 2-3)
Ayat-ayat di
atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan bahwa segala amal
tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi
Shallallaahu alaihi wa Salam yang pertama kali adalah pelurusan aqidah. Dan hal
pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah
semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia. Sebagaimana firman
Allah Subhannahu wa Ta'ala :
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu', ..." (An-Nahl: 36)
Dan setiap rasul
selalu mengucapkan pada awal dakwahnya:
"Wahai
kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selainNya."
(Al-A'raf: 59, 65, 73, 85)
Pernyataan
tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu'aib dan seluruh rasul.
Selama 13 tahun di Makkah -sesudah bi'tsah- Nabi Shallallaahu alaihi wa
Salam mengajak manusia kepada tauhid dan
pelurusan aqidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para da'i dan para pelurus agama dalam setiap masa telah
mengikuti jejak para rasul dalam berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan
dakwah kepada tauhid dan pelurusan aqidah, setelah itu mereka mengajak kepada
seluruh perintah agama yang lain.
[1] Syarah Aqidah Safariniyah, I, hal. 4.
Kitab Tauhid
1
SUMBER-SUMBER AQIDAH
YANG BENAR DAN MANHAJ SALAF DALAM MENGAMBIL AQIDAH
Aqidah adalah tauqifiyah.
Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar'i, tidak ada medan ijtihad dan
berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa
yang ada di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sebab tidak seorang pun yang lebih
mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang wajib bagiNya dan apa yang harus
disucikan dariNya melainkan Allah sendiri. Dan tidak seorang pun sesudah Allah yang
lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam.
Oleh karena itu manhaj Salafu Shalih dan para pengikutnya dalam
mengambil aqidah terbatas pada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Maka segala apa yang
ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah tentang hak Allah mereka
mengimaninya, meyakininya dan mengamalkannya. Sedangkan apa yang tidak
ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah mereka menolak dan menafikannya dari
Allah. Karena itu tidak ada pertentangan di antara mereka di dalam i'tiqad.
Bahkan aqidah mereka adalah satu dan jama'ah mereka juga satu. Karena Allah
sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur'an dan Sunnah RasulNya
dengan kesatuan kata, kebenaran aqidah dan kesatuan manhaj. Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,
..." (Ali Imran: 103)
"Maka jika datang
kepadamu petunjuk daripadaKu, lalu barangsiapa yang mengikut petunjukKu, ia
tidak akan sesat dan tidak akan celaka." (Thaha: 123)
Karena itulah mereka
dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat). Sebab Rasulullah telah
bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika memberitahukan bahwa umat ini
akan terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya di Neraka, kecuali satu golongan.
Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab:
هُمْ مَنْ كَانَ
عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي
"Mereka adalah
orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan
para sahabatku." (HR. Ahmad)
Kebenaran sabda baginda
Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam tersebut telah terbukti ketika sebagian
manusia membangun aqidahnya di atas landasan selain Kitab dan Sunnah, yaitu di
atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari
filsafat Yunani dan Romawi. Maka terjadilah penyimpangan dan perpecahan dalam
aqidah yang mengakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.
Kitab Tauhid 1
PENYIMPANGAN AQIDAH DAN
CARA-CARA PENANGGULANGANNYA
Penyimpangan dari
aqidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena aqidah yang benar
merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat.
Tanpa aqidah yang benar
seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang
lama-kelamaan mungkin me-numpuk dan menghalangi dari pandangan yang benar
terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia ingin
terbebas dari kesempitan tersebut dengan menyudahi hidup, sekali pun dengan
bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada banyak orang yang telah kehilangan
hidayah aqidah yang benar. Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang
benar merupakan masyarakat bahimi (hewani), tidak memiliki prinsip-prinsip
hidup bahagia, sekali pun mereka bergelimang materi tetapi terkadang justru
sering menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada
masyarakat jahiliyah. Karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih
(pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar
kecuali aqidah shahihah.
Allah Subhannahu wa
Ta'ala berfirman:
"Hai rasul-rasul,
makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih."
(Al-Mu'minun: 51)
"Dan sesungguhnya
telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman): 'Hai
gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud', dan
Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar
dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku
melihat apa yang kamu kerjakan." (Saba ':
10-11)
Maka kekuatan aqidah
tidak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah (materi). Jika hal itu dilakukan
dengan menyeleweng kepada aqidah batil, maka kekuatan materi akan berubah
menjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di
negara-negara kafir yang memiliki materi, tetapi tidak memiliki aqidah
shahihah.
Sebab-sebab
penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus kita ketahui yaitu:
1. Kebodohan terhadap
aqidah shahihah, karena tidak mau (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau
karena kurangnya perhatian terhadapnya. Sehingga tumbuh suatu generasi yang
tidak mengenal aqidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau
kebalikannya. Akibatnya, mereka meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil
dan yang batil dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang pernah dikatakan
oleh Umar Radhiallaahu anhu :
إِنَّمَا تُنْقَضُ عَرَى اْلإِسْلاَمِ عُرْوَةً
إِذَا نَشَأَ فِى اْلإِسْلاَمِ مَنْ لاَ يَعْرِفُ الْجَاهِلِيَّةَ
"Sesungguhnya
ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat
orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan."
2. Ta'ashshub (fanatik)
kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekali pun hal itu
batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekali pun hal itu benar.
Sebagaimana yang difirmankan Allah Subhannahu wa Ta'ala :
"Dan apabila
dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,"
mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami
dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk?" (Al-Baqarah: 170)
3. Taqlid buta, dengan
mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui dalilnya dan
tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi pada
golongan-golongan seperti Mu'tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka ber-taqlid
kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat, sehingga mereka juga
sesat, jauh dari aqidah shahihah.
4. Ghuluw (berlebihan)
dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di
atas derajat yang semesti-nya, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang
tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan
maupun menolak kemudharatan. Juga menjadikan para wali itu sebagai perantara
antara Allah dan makhlukNya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali
tersebut dan bukan menyembah Allah. Mereka ber-taqarrub kepada kuburan para
wali itu dengan hewan qurban, nadzar, do'a, istighatsah dan meminta
pertolongan. Sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh Alaihissalam terhadap
orang-orang shalih ketika mereka berkata:
"Jangan
sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula
sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa`,
Yaghuts, Ya`uq dan Nasr." [1] (Nuh: 23)
Dan demikianlah yang
terjadi pada pengagung-pengagung kuburan di berbagai negeri sekarang ini.
5. Ghaflah (lalai)
terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat
kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam KitabNya (ayat-ayat
Qur'aniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan
kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia
semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh
kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata. Sebagaimana
kesombongan Qarun yang mengatakan:
"Sesungguhnya aku
hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." (Al-Qashash: 78)
Dan sebagaimana
perkataan orang lain yang juga sombong:
"Ini adalah hakku
..." (Fushshilat: 50)
"Sesungguhnya aku
diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku". (Az-Zumar: 49)
Mereka tidak berpikir
dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang
telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah
menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan
keistimewaan-keistimewaan alam serta mengfungsikannya demi kepentingan manusia.
"Padahal Allah-lah
yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (Ash-Shaffat: 96)
"Dan apakah mereka
tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan
Allah, ..." (Al-A'raf: 185)
"Allah-lah yang
telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit,
kemudian Dia mengeluarkan de-ngan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi
rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu
berlayar di lautan dengan kehendakNya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu
sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang
terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan
siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang
kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat
kamu menghinggakannya." (Ibrahim: 32-34)
6. Pada umumnya rumah
tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar (menurut Islam). Padahal
baginda Rasul e telah bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
"Setiap bayi itu
dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang-tuanyalah yang (kemudian)
membuatnya menjadi Yahudi, Nash-rani atau Majusi." (HR. Al-Bukhari)
Jadi, orangtua
mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.
7. Enggannya media
pendidikan dan media informasi melak-sanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan
kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama
Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi,
baik media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan
perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi
dan hiburan semata. Tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan
menanamkan aqidah serta menang-kis aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah
generasi yang telanjang tanpa senjata, yang tak berdaya di hadapan pasukan
kekufuran yang lengkap persenjataannya.
CARA-CARA MENANGGULANGI
PENYIMPANGAN INI
Cara menanggulangi
penyimpangan di atas teringkas dalam poin-poin berikut ini:
1. Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
untuk mengambil aqidah shahihah. Sebagaimana para Salaf Shalih mengambil
aqidah mereka dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini
kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji
aqidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk kita bantah dan
kita waspadai, karena siapa yang tidak mengenal keburukan, ia dikha-watirkan
terperosok ke dalamnya.
2. Memberi perhatian pada pengajaran aqidah
shahihah, aqidah salaf, di berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran
yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.
3. Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang
bersih sebagai materi pelajaran. Sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng
harus dijauhkan.
4. Menyebar para da'i yang meluruskan aqidah
umat Islam dengan mengajarkan aqidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh
aqidah batil.
[1] Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr
adalah nama berhala-berhala yang terbesar pada kabilah-kabilah kaum Nabi Nuh,
yang semula nama-nama orang shalih. (Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen
Agama RI. pen.).
Kitab Tauhid 1
SOAL-SOAL LATIHAN BAB I
1. Apa definisi aqidah menurut etimologi
dan syara'? Lalu jelaskan kedudukannya dalam agama Islam!
2. Terangkan manhaj dakwah para rasul dan
mushlihin!
3. Jelaskan sumber-sumber aqidah yang
benar dan manhaj salaf dalam mengambil aqidah! Mengapa demikian?
4. Apa akibat penyimpangan dari manhaj
Salaf dalam mengambil aqidah dari Al-Qur'an dan As-Sunnah?
5. Apa penyebab terjadinya penyimpangan
dari aqidah shahihah?
6. Langkah-langkah apa saja yang harus
ditempuh untuk menanggu-langi penyimpangan dari aqidah shahihah?
Nomor 2 gimanaa
BalasHapus