بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
وَسُئِلَ
: رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَأَرْضَاهُ – عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَهُوَ
مُعْتَقَلٌ بِالْقَلْعَةِ قَلْعَةِ الْجَبَلِ سَنَةَ سِتٍّ وَسَبْعِمِائَةٍ .
فَأَجَابَ
: الْحَمْدُ لِلَّهِ ، لَيْلَةُ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ
شَهْرِ رَمَضَانَ هَكَذَا صَحَّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : ” { هِيَ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ }
. وَتَكُونُ فِي الْوِتْرِ مِنْهَا . لَكِنَّ الْوِتْرَ يَكُونُ بِاعْتِبَارِ
الْمَاضِي فَتُطْلَبُ لَيْلَةَ إحْدَى وَعِشْرِينَ وَلَيْلَةَ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ
وَلَيْلَةَ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ وَلَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَلَيْلَةَ تِسْعٍ
وَعِشْرِينَ .
وَيَكُونُ
بِاعْتِبَارِ مَا بَقِيَ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ” { لِتَاسِعَةٍ تَبْقَى لِسَابِعَةٍ تَبْقَى لِخَامِسَةٍ تَبْقَى
لِثَالِثَةٍ تَبْقَى } . فَعَلَى
هَذَا إذَا كَانَ الشَّهْرُ ثَلَاثِينَ يَكُونُ
ذَلِكَ لَيَالِيَ الْأَشْفَاعِ . وَتَكُونُ الِاثْنَيْنِ وَالْعِشْرِينَ تَاسِعَةً
تَبْقَى وَلَيْلَةُ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ سَابِعَةً تَبْقَى . وَهَكَذَا فَسَّرَهُ
أَبُو سَعِيدٍ الخدري فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ . وَهَكَذَا أَقَامَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الشَّهْرِ . وَإِنْ كَانَ الشَّهْرُ
تِسْعًا وَعِشْرِينَ كَانَ التَّارِيخُ بِالْبَاقِي كَالتَّارِيخِ الْمَاضِي .
وَإِذَا كَانَ الْأَمْرُ هَكَذَا فَيَنْبَغِي أَنْ يَتَحَرَّاهَا الْمُؤْمِنُ فِي
الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ جَمِيعِهِ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ” { تَحَرَّوْهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ } وَتَكُونُ فِي السَّبْعِ
الْأَوَاخِرِ أَكْثَرَ . وَأَكْثَرُ مَا تَكُونُ لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
كَمَا كَانَ أبي بْنُ كَعْبٍ يَحْلِفُ أَنَّهَا لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ .
فَقِيلَ لَهُ : بِأَيِّ شَيْءٍ عَلِمْت ذَلِكَ ؟ فَقَالَ بِالْآيَةِ الَّتِي
أَخْبَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ . ” { أَخْبَرَنَا أَنَّ الشَّمْسَ تَطْلُعُ صُبْحَةَ
صَبِيحَتِهَا كَالطَّشْتِ لَا شُعَاعَ لَهَا } . فَهَذِهِ الْعَلَامَةُ الَّتِي رَوَاهَا
أبي بْنُ كَعْبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَمِنْ أَشْهَرِ
الْعَلَامَاتِ فِي الْحَدِيثِ وَقَدْ رُوِيَ فِي عَلَامَاتِهَا ” { أَنَّهَا
لَيْلَةٌ بلجة مُنِيرَةٌ } وَهِيَ سَاكِنَةٌ لَا قَوِيَّةُ الْحَرِّ وَلَا
قَوِيَّةُ الْبَرْدِ وَقَدْ يَكْشِفُهَا اللَّهُ لِبَعْضِ النَّاسِ فِي الْمَنَامِ
أَوْ الْيَقَظَةِ . فَيَرَى أَنْوَارَهَا أَوْ يَرَى مَنْ يَقُولُ لَهُ هَذِهِ
لَيْلَةُ الْقَدْرِ وَقَدْ يُفْتَحُ عَلَى قَلْبِهِ مِنْ الْمُشَاهَدَةِ مَا
يَتَبَيَّنُ بِهِ الْأَمْرُ . وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ .
Pertanyaan: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah radhiyallahu’anhu
wa ardhahu ditanya tentang lailatul qadr, pertanyaan ini diajukan dalam
keadaan beliau sedang terikat di penjara Al-Jabal pada tahun 706 H.
Jawaban: Segala puji bagi Allah, lailatul qadr terdapat pada
sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, demikianlah telah shahih dari Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
هِيَ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Lailatul qadr itu terdapat pada sepuluh malam
terakhir dari Ramadhan.”
Dan ia terdapat pada malam ganjil dari sepuluh malam
terakhir Ramadhan. Akan tetapi ganjil itu bisa dilihat kepada hari yang
telah berlalu, maka ia dicari pada malam 21, 23, 25, 27 dan 29.
Dan bisa dilihat kepada hari yang tersisa, sebagaimana
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
لِتَاسِعَةٍ تَبْقَى لِسَابِعَةٍ تَبْقَى لِخَامِسَةٍ تَبْقَى لِثَالِثَةٍ تَبْقَى
“Pada sembilan malam yang tersisa, tujuh malam yang
tersisa, lima malam yang tersisa, tiga malam yang tersisa.”
Oleh karena itu, apabila bulan mencapai 30 hari maka
lailatul qadr terdapat pada malam-malam genap, dan jadilah malam ke-22 sebagai
sembilan hari yang tersisa dan malam ke-24 sebagai tujuh hari yang tersisa
(yaitu terletaknya lailatul qadr pada malam 22, 24, 26 dan 28, pen),
demikianlah yang ditafsirkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri dalam hadits yang
shahih. Dan demikianlah Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengamalkannya dalam
bulan itu.
Adapun jika bulan hanya 29 hari maka hitungan malam
ganjil dengan penanggalan sisa hari sama dengan penanggalan hari yang telah
berlalu.
Jadi, apabila kenyataannya seperti ini maka
hendaklah seorang mukmin itu berusaha mendapati lailatul qadr pada sepuluh
malam terakhir seluruhnya (bukan hanya pada tanggal-tanggal ganjil saja, pen),
sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
“Carilah lailatul qadr pada sepuluh malam terakhir.”
Dan kebanyakannya terdapat pada tujuh malam terakhir,
dan lebih banyak lagi terjadi pada malam ke-27 sebagaimana Ubay bin Ka’ab
pernah bersumpah bahwa lailatul qadr itu pada malam ke-27.
[Tanda-tanda Lailatul Qadr]
Lalu dikatakan kepada beliau (Ubay bin Ka’ab):
Dengan apa engkau mengetahui lailatul qadr tersebut?
Beliau berkata: Dengan tanda yang telah dikabarkan
oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
أَخْبَرَنَا أَنَّ الشَّمْسَ تَطْلُعُ صُبْحَةَ صَبِيحَتِهَا كَالطَّشْتِ لَا شُعَاعَ لَهَا
“Beliau mengabarkan kepada kami, bahwa matahari terbit
di pagi harinya seperti baskom, tidak memiliki cahaya yang menyilaukan.”
Inilah tanda yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab
dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang merupakan diantara tanda yang
paling masyhur dalam hadits. Dan juga diriwayatkan tentang tanda-tandanya,
أَنَّهَا لَيْلَةٌ بلجة مُنِيرَةٌ
“Bahwasannya ia adalah malam yang jernih (bulannya)
lagi bercahaya.”
Dan malam itu dalam keadaan tenang, tidak terlalu
panas dan tidak pula terlalu dingin (sejuk). Dan bisa jadi Allah ta’ala
menampakkan malam itu bagi sebagian manusia ketika tidur maupun terjaga, maka
mereka dapat melihat cahaya-cahayanya, atau melihat seorang yang mengatakan
kepadanya inilah lailatul qadr, dan bisa jadi pula dibuka hati seseorang untuk
dapat menyaksikan lailatul qadr. Wallahu ta’ala A’lam.
[Majmu' Al-Fatawa, 25/284-286]
Penjelasan yang semisal diterangkan oleh Asy-Syaikh
Ibnu Baz rahimahullah,
ليلة القدر
تكون في العشر في أوتارها وأشفاعها والأوتار تارة تحسب بالماضي وهي (21، 23، 25،
27، 29) وتارة تحسب بالباقي (22، 24، 26، 28) ودلت السنة أن ليلة سبع وعشرين
هي أحراها فدل على أنها تكون فيها أغلب وأكثر ولكن لا تكون دائماً والسبع الأخيرة
آكد من غيرها.
“Lailatul qadr terjadi pada sepuluh malam terakhir,
pada malam-malam ganjil dan genapnya. Dan malam-malam ganjil itu terkadang
sesuai hari-hari yang telah berlalu, yaitu pada malam ke-21, 23, 25, 27 dan 29.
Dan terkadang sesuai dengan hari-hari yang tersisa, yaitu pada malam ke-22, 24,
26 dan 28.
Dan Sunnah telah menunjukkan bahwa malam ke-27 adalah
malam yang paling dicari, maka ini menunjukkan bahwa malam ke-27 itu lebih
banyak dan lebih sering terjadinya lailatul qadr, akan tetapi tidak selalu
demikian. Dan tujuh malam terakhir lebih ditekankan dari selainnya.” [Ad-Durorul
Bahiyah minal Fawaaid Al-Baaziyah, hal. 56]
Wallahu A’lam.
Sumber: http://nasihatonline.wordpress.com/2012/08/14/malam-ganjil-lailatul-qadr-bisa-jadi-terdapat-pada-malam-genap-bagaimana-cara-menghitungnya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar