Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Sabtu, 18 Agustus 2012

Mengangkat Tangan pada Takbir-Takbir Tambahan pada Dua Shalat ‘Ied

Masalah hukum mengangkat kedua tangan pada takbir-takbir tambahan dalam dua shalat ‘ied, apakah ini termasuk perkara yang disyari’atkan? Dalam hal ini, juga terjadi perselisihan di kalangan para ulama menjadi dua pendapat:
pertama: mengatakan bahwa tidak diangkat kedua tangan pada takbir-takbir tersebut

kecuali pada takbiratul ihram. Ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, dan Abu Yusuf.
Kedua: mengatakan dianjurkannya mengangkat kedua tangan pada setiap takbir shalat ‘ied. Ini adalah pendapat Asy-Syafi’i, Ahmad, Al-Laits bin Sa’ad, Abu Hanifah, dan muridnya Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, Atha’, Al-auza’i, Dawud, dan Ibnul Mundzir. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Utsaimin.(20)

Pendapat yang kuat dalam masalah ini

Yang rajih di antara dua pendapat ini adalah pendapat kedua yang mengatakan dianjurkannya mengangkat kedua tangan pada setiap takbir-takbir tambahan, berdasarkan dalil-dalil berikut:

- Hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhu berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى تَكُونَ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ ثُمَّ كَبَّرَ وَهُمَا كَذَلِكَ فَيَرْكَعُ ثُمَّ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْفَعَ صُلْبَهُ رَفَعَهُمَا حَتَّى تَكُونَ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ وَلَا يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي السُّجُودِ وَيَرْفَعُهُمَا فِي كُلِّ تَكْبِيرَةٍ يُكَبِّرُهَا قَبْلَ الرُّكُوعِ حَتَّى تَنْقَضِيَ صَلَاتُهُ

“Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam apabila berdiri untuk shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua pundaknya, lalu bertakbir dan kedua (tangannya) dalam keadaan demikian, lalu ruku’. Kemudian, jika beliau hendak mengangkat punggungnya, beliau mengangkat keduanya hingga sejajar dengan kedua pundaknya, lalu berkata: sami’allaahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memberi pujian kepada-Nya), dan beliau tidak mengangkat kedua tangannya pada waktu hendak sujud. Dan beliau mengangkat keduanya pada setiap kali takbir yang beliau bertakbir dengannya sebelum ruku’ hingga shalatnya selesai.”(21)

Perkataan beliau “sebelum ruku’” menunjukkan keumuman takbir sebelum ruku’, termasuk di antaranya takbir-takbir tambahan pada shalat ‘ied. Oleh karena itu, hadits ini disebutkan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra dalam bab: “mengangkat kedua tangan pada takbir shalat ‘ied”.

- Hadits Waa’il bin Hujr radhiallahu anhu bahwa beliau berkata:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ مَعَ التَّكْبِيرِ

“Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir.”(22)

Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata ketika mengomentari hadits ini: “Aku memandang semuanya termasuk dalam hadits ini.”(23)

 Faedah
ø
Ibnu Juraij berkata: aku bertanya kepada Atha’: apakah seorang imam mengangkat kedua tangannya setiap kali takbir tambahan dalam shalat ‘iedul fithri? Beliau menjawab: “Iya, dan manusia (para makmum) juga mengangkatnya.”(24)

Wabillahi At-Taufiq
Ditulis oleh Al Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi.

Footnote:

Kesepakatan ini disebutkan oleh Ibnul Mundzir dalam Al-Ijma’:42.
2 Dalam satu riwayat Malik mengatakan: diangkat tangan pada awal takbir dalam shalat jenazah. Dalam riwayat lain beliau mengatakan: Aku senang agar kedua tangan diangkat pada empat kali takbir. (Al-Mudawwanatul Kubra: 176).
3 Lihat: Al-Mughni,Ibnu Qudamah: 2/373,Jami’ At-Tirmidzi: 3/388, Al-Muhalla, Ibnu Hazm:5/124, Nailul Authar: 4:105, Al-Majmu’, An-Nawawi: 5/136, Al-Mudawwanatul Kubra, Imam Malik:176. Ahkamul Janaiz, Al-Albani:148. As-Sunan Al-Kubra, Al-Baihaqi:4/44. Ma’rifatus Sunan wal Atsar, Al-Baihaqi (3/169). Al-Umm,Asy-Syafi’i:1/271, Al-Hawi Al-Kabir (3/55).
4 (HR. At-Tirmidzi:1077,Ad-Daruquhni (2/75), Abu Umar Ibnu Abdil Bar dalam At-Tamhid (20/79).
5 (HR. Daruquthni: (2/75), Al-Uqaili dalam kitab Adh-Dhu’afa’ (1500)
6 Al-Mughni: 2/373.
7 HR. Ad-Daruquthni dalam kitabnya “Al-Ilal”, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Mubarakfuri dalam At-Tuhfah (4/163), Az-Zaila’I dalam Nasbur Rayah (2/285).
8 HR.Asy-Syafi’i dalam Al-Umm (1/271), Al-Baihaqi (4/44), dan dalam Ma’rifaus Sunan wal Atsar (3/169), dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ahkamul Janaiz (148).
9 HR. Asy-Syafi’i sebagaimana yang disebutkan Al-Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Atsar (3/170),namun dalam sanadnya terdapat dua kelemahan:
Pertama:ada perawi yang bernama Salamah bin Wardan,dia lemah,dan lebih lemah lagi disaat dia meriwayatkan dari Anas bin Malik.
Kedua: terdapat perawi yang mubham (tidak disebut namanya).
10 Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dan berkata: diriwayatkan oleh Al-Atsram (Al-Mughni:2/240),juga lihat dalam Al-Mubdi’ (2/184). Dan juga diriwayatkan Al-Baihaqi (2/293),dan beliau mengatakan: ”hadits ini munqathi’ (terputus sanadnya).” Al-Albani juga melemahkannya dalam Al-Irwa’ (3/640).
11 Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur,sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Al-Habir (2/146-147), dan beliau menshahihkannya.
12 Qiyas ini disebutkan oleh Asy-Syafi’i dalam Al-Umm (1/271).
13 Al-‘Ilal,Ad-Daruquthni (9/150), Nashbur Rayah (2/285) ,At-Talkhis Al-Habir (2/146-147),Al-Badr al-Munir (5/387).
14 Nashbur rayah (2/285), At-Talkhis Al-Habir (2/146-147),Al-Badr al-Munir (5/387).
15 At-Talkhis Al-habir (2/146-147).
16 Namun Syekh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafidzahullah Ta’ala lebih condong menshahihkan hadits tersebut secara marfu’, disebabkan perawi Umar bin Syabbah adalah perawi yang terpercaya, dan tidak ada celah untuk melemahkan riwayatnya.Syekh Bin Baaz juga mengatakan tentang hadits ini: sanadnya jayyid (bagus). (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 13/148)
17 Majmu’ Fatawa Bin Baaz: 13/148.
18 Fatawa Al-Lajnah no: 2514.
19 Silsilah Liqa’ al-bab al-Maftuh, kaset no:179, set kedua.
20 Al-Majmu’ (5/20), Mukhtashar ikhtilaf al-fuqaha,At-Thahawi (1/323),Al-Mughni (2/239),hilyatul ‘ulama (2/256), Al-Hawi Al-Kabir (2/491), Silsilah Liqa’ al-bab Al-Maftuh, no:224, set kedua.
21 HR. Ahmad (2/133), Abu Dawud (722), Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa (178), Ad-Daruquthni (1/288), Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (3/292). Berkata Al-Albani: sanadnya shahih berdasarkan syarat dua Syekh (Bukhari dan Muslim).Lihat: Irwa’ul Ghalil (3/113).
22 HR.Ahmad (4/316), Ath-Thabarani (22/33), Dihasankan Al-albani dalam Al-Irwa’ (3/641).
23 Ar-Raudhul Murbi’ (1/308), Al-Mughni (2/119).
24 Riwayat Abdurrazzaq (3/5699), Al-Baihaqi (3/293),dengan sanad yang shahih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar