Setelah kita membahas
pada edisi yang lalu bagaimana membersihkan diri kita dari penyakit-penyakit
hati seperti nifaq, angkuh, dan hasad. Maka pada edisi kali ini kita masih
dalam rangka membersihkan diri dari penyakit hati yang berbahaya, yaitu syirik
dan keyakinan-keyakinan yang bathil seperti keyakinan adanya orang yang
mengetahui hal hal
ghaib.
Ini penting karena
meratanya kesyirikan di segenap penjuru negeri ini. Tidak satu desa pun kecuali
di sana ada tempat yang dikeramatkan, dimintai berkah, dan diyakini adanya
kekuatan-kekuatan ghaib yang menunggunya. Semoga dengan tulisan ini menjadi
nasehat bagi orang yang memiliki hati dan pemikiran.
Syirik
(Mempersekutukan Sesuatu Dengan Allah)
Syirik merupakan
bahaya yang terbesar dan penyakit yang paling berbahaya. Saya cantumkan
pembahasan syirik dalam pembahasan penyakit hati ini karena sumber kesyirikan
bermula dari keyakinan (i’tiqad) yang ada di dalam hati. Perlu pembaca ketahui
bahwa ulama membagi jenis syirik menjadi dua bagian :
a) Syirik Akbar (besar)
Yang tidak diampuni
(apabila pelakunya mati dan belum bertaubat).
Diharamkan baginya
Surga.
Kekal di dalam
neraka.
Membatalkan semua
amalan-amalan yang lalu.
b) Syirik Ashghar (kecil)
Di bawah kehendak
Allah. Kalau Allah ampuni pelakunya maka tidak diadzab dan kalau tidak
diampuni, pelakunya masuk terlebih dahulu di neraka meskipun setelah itu
dimasukkan ke dalam Surga.>
Tidak kekal dalam
neraka (kalau dia dimasukkan ke dalam neraka).
Tidak membatalkan
semua amalan tetapi sebatas yang dilakukan.
Tidak diharamkan
baginya Surga.
Penjelasan Syirik
Akbar
Sebagaimana
penjelasan di atas, syirik akbar merupakan dosa yang terbesar yang tidak akan
diampuni oleh Allah apabila tidak bertaubat. Allah Ta’ala bberfirman :
“Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain
dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An
Nisa’ : 48)[1]
Juga pelaku Syirik
Akbar tempat kembalinya adalah neraka dan diharamkan baginya Surga.
Allah Ta’ala
berfirman :
“Sesungguhnya telah
kafirlah orang-orang yang berkata : ‘Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih
putera Maryam.’ Padahal Al Masih (sendiri) berkata : ‘Hai Bani Israil,
sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.’ Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan
tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang dhalim itu seorang
penolong pun.” (Al Maidah : 72)
Sedangkan dalil yang
menunjukkan bahwa syirik akbar menggugurkan amalan-amalan adalah firman Allah
Ta’ala :
“Itulah petunjuk
Allah yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah niscaya
lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al An’am : 88)
Macam-Macam Syirik
Akbar
Macam-macam dari
Syirik Akbar ini sangat banyak sekali, tetapi bisa kita kelompokkan menjadi
tiga bagian :
1) Syirik di dalam Al Uluhiyyah
Yaitu kalau seseorang
menyakini bahwa ada tuhan selain Allah yang berhak untuk disembah (berhak
mendapatkan sifat-sifat ubudiyyah). Yang mana Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam
berbagai tempat dalam Kitab-Nya menyeru kepada hamba-Nya agar tidak menyembah
atau beribadah kecuali hanya kepada-Nya saja. Firman Allah Ta’ala :
“Wahai manusia
sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelummu
agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan
langit sebagai atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu karena
itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu
mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah : 21-22)
Perintah Allah dalam
ayat ini agar semua manusia[2] beribadah kepada Rabb mereka dan bentuk ibadah
yang diperintahkan antara lain syahadat, shalat, zakat, shaum, haji, sujud,
ruku’, thawaf, doa, tawakal, khauf (takut), raja’ (berharap), raghbah
(menginginkan sesuatu), rahbah (menghindarkan dari sesuatu), khusu’, khasyah, isti’anah
(minta tolong), isti’adzah (berlindung), istighatsah (meratap), penyembelihan,
nadzar, sabar dan lain lain dari berbagai macam ibadah yang diperintahkan oleh
Allah dan Rasul-Nya.
Di sisi lain ada
kerancuan yang terdapat di kalangan umum dalam memahami ibadah. Mereka
mengartikan ibadah dalam definisi yang sempit sekali seperti shalat, puasa,
zakat, haji. Ada pun yang lainnya tidak dikategorikan di dalamnya.
Sungguh indah
perkataan Syaikhul Islam Abul Abbas Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam
mendefinisikan ibadah, beliau berkata :
“Ibadah itu ialah
suatu nama yang mencakup semua perkara yang dicintai Allah dan diridhai-Nya,
apakah berupa perkataan ataupun perbuatan, baik dhahir maupun yang bathin.”
Inilah pengertian
ibadah yang sesungguhnya, yaitu meliputi segala perkara yang dicintai dan
diridlai Allah, baik itu berupa perkataan maupun perbuatan.
Firman Allah dalam
surat Al Baqarah ayat 21 di atas menyatakan sembahlah Rabb kamu, dimaksudkan
untuk mendekatkan pemahaman kepada semua manusia bahwa Ar Rabb yang wajib
disembah adalah yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu, yang
menciptakan langit dan bumi serta yang mampu menurunkan air (hujan) dari
langit. Yang dengan air hujan itu dihasilkan segala jenis buah-buahan sebagai
rezeki bagi kalian agar kalian mengetahui semua. Maka janganlah mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah dengan menyembah dan meminta rezeki kepada selain-Nya.
Apakah kalian tidak malu dan berpikir bahwa Allah yang menghidupkan dan yang
memberi rezeki kemudian kalian tinggalkan untuk beribadah kepada selain-Nya?
Firman Allah Ta’ala :
“Dan mereka menyembah
selain Allah, sesuatu yang tak dapat memberi rezeki kepada mereka sedikitpun
dari langit dan bumi dan tidak berkuasa (sedikit jua pun). Maka janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui sedang kamu
tidak mengetahui.” (QS. An Nahl : 73-74)
2) Syirik Di Dalam Ar Rububiyyah>
Yaitu jika seseorang
meyakini bahwa ada selain Allah yang bisa menciptakan, memberi rezeki,
menghidupkan atau mematikan, dan yang lainnya dari sifat-sifat ar rububiyyah.
Orang-orang seperti ini keadaannya lebih sesat dan lebih jelek daripada
orang-orang kafir terdahulu.
Orang-orang terdahulu
beriman dengan tauhid rububiyyah namun mereka menyekutukan Allah dalam
uluhiyyah. Mereka meyakini kalau Allah satu-satunya Pencipta alam semesta namun
mereka masih tetap berdoa, meminta pada kuburan-kuburan seperti kuburan Latta.
Sebagaimana Allah
kisahkan tentang mereka :
Dan sesungguhnya jika
kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan
menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab : “Allah.” Maka
betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (QS. Al Ankabut :
61)
Firman Allah Ta’ala :
Dan sesungguhnya jika
kamu menanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu
menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab :
“Allah.” Katakanlah : “Segala puji bagi Allah.” Tetapi kebanyakan mereka tidak
memahami(nya).” (QS. Al Ankabut : 63)
Firman Allah Ta’ala :
Dan sesungguhnya jika
kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”
Tentu mereka akan menjawab : “Allah.” Katakanlah : “Segala puji bagi Allah.”
Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. (QS. Luqman : 25)
Firman Allah Ta’ala :
Dan sungguh jika kamu
tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Niscaya
mereka akan menjawab : “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Az Zukhruf : 9)
Ayat-ayat ini semua menunjukkan
kalau orang-orang musyrik terdahulu mengakui Allah-lah satu-satunya pencipta
yang menciptakan langit dan bumi, yang menghidupkan dan mematikan, yang
menurunkan hujan dan seterusnya. Akan tetapi mereka masih memberikan
peribadatan kepada yang lainnya. Maka bagaimanakah dengan orang-orang yang
tidak menyakini sama sekali kalau Allah-lah Penciptanya atau ada tuhan lain
yang menciptakan, menghidupkan, dan mematikan, yang menurunkan hujaan dan
seterusnya atau ada yang serupa dengan Allah dalam masalah-masalah ini. Tentu
yang demikian lebih jelek lagi. Inilah yang dimaksud syirik dalam rububiyah.
3) Syirik Di Dalam Al Asma’ wa Ash Shifat
Yaitu kalau seseorang
mensifatkan sebagian makhluk Allah dengan sebagian sifat-sifat Allah yang
khusus bagi-Nya. Contohnya, menyakini bahwa ada makhluk Allah yang mengetahui
perkara-perkara ghaib.
Firman Allah Ta’ala :
“(Dia adalah Tuhan)
yang mengetahui yang ghaib. Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun
tentang yang ghaib itu.“ (QS. Al Jin : 26)
Lihat pembahasan
selengkapnya pada sub judul Keyakinan Adanya Makhluk Yang Mengetahui Hal Yang
Ghaib di belakang tulisan ini.
Penjelasan Syirik
Ashghar
Meskipun dalam
masalah ini ada khilaf (sebagaimana yang telah kita bahas di atas) akan tetapi
wajib bagi setiap Muslim untuk berhati-hati terhadap penyakit ini dan jangan
menganggap remeh. Pelakunya diwajibkan untuk bertaubat. Di antara yang
dikategorikan dalam Syirik Ashghar antara lain :
a)
Ar Riya’ (mengamalkan
suatu ibadah supaya dilihat manusia dalam rangka mendapatkan popularitas).
Meskipun syirik ini tidak membatalkan semua amalan secara keseluruhan namun ia
membatalkan amalan yang diniatkan untuk manusia tersebut. Maka wajib bagi
pelakunya untuk bertaubat.
Firman Allah yang
menerangkan bahwa riya’ itu membatalkan amalan yang disertai riya’ tersebut
adalah sebagai berikut :
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di
atasnya ada tanah kemudian batu itu ditimpa hujan lebat lalu menjadilah dia
bersih (tidak bertanah). Mereka tidak berkuasa sedikit pun dari apa yang mereka
usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS.
Al Baqarah : 264)
Sabda Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :
Diriwayatkan dari
Mahmud bin Labid bahwa dia berkata Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
berkata : “Suatu ketakutan yang paling aku takutkan dari kalian adalah syirik
kecil.” Kemudian ditanyakan tentang syirik itu, beliau menjawab : “Riya’.” (HR.
Ahmad)
Dan juga Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
Dari Abu Hurairah
radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “Allah
Ta’ala berfirman : ‘Barang siapa melakukan suatu amalan kemudian ia jadikan
bersama Allah sekutu dalam amalan itu maka Allah tinggalkan amalan tersebut dan
sekutunya.’” (HR. Muslim)
Dalam masalah
membatalkan amalan, riya’ ini terbagi menjadi dua bagian :
1.
Apabila riya’ sejak
awal, yaitu bahwa orang tersebut dalam melakukan amalannya sudah mempunyai niat
untuk riya’. Yang seperti ini membatalkan amalan.
2.
Apabila datang dengan
tiba-tiba di tengah-tengah atau di akhir amalan dan orang tersebut berusaha
untuk menolak atau menghilangkan dari hatinya. Maka yang seperti ini tidak
sampai membatalkan amalannya.
b)
Sum’ah (mengamalkan suatu
ibadah supaya didengar orang lain dalam rangka mendapatkan popularitas). Pada
hakekatnya sum’ah merupakan riya’ juga.
Dua penyakit ini yang
sangat rawan dalam hati karena sangat samar tidak terlihat oleh mata sehingga
seorang Muslim harus sangat berhati-hati. Ayat Al Qurr’an dalam surat Al
Baqarah 264 serta hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dari shahabat
Mahmud bin Labid di atas menjadi perhatian bagi kita bahwa Allah Subhanahu wa
Ta'ala memanggil dengan panggilan ‘Wahai orang-orang yang beriman’ dan
Rasulullah mengkhawatirkan riya’ tersebut akan menimpa para shahabat. Hal ini
menunjukkan bahwa orang Mukmin pun apabila tidak hati-hati akan terkena
penyakit ini. Mudah-mudahan Allah selamatkan kita darinya.
Pembaca yang semoga
dimuliakan Allah, Syirik Akbar dan Syirik Ashghar memiliki cabang yang sangat
banyak dan memerlukan pembahasan yang sangat panjang. Tidak mungkin kita
paparkan dalam satu kali pertemuan. Tetapi yang penting untuk kita ketahui
adalah sifat atau ciri-ciri dari keduanya serta bahayanya sehingga kita
berhati-hati terhadap kedua-duanya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam salah satu
di antara dua jenis syirik ini hendaknya ia segera bertaubat.
Firman Allah Ta’ala :
“Dan bersegeralah
kamu kepada ampunan Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan
bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran : 133)
Firman Allah Ta’ala :
“Kecuali orang-orang
yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal shalih maka kejahatan mereka
diganti oleh Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al Furqan : 70)
Firman Allah Ta’ala :
Katakanlah : “Hai
hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Az Zumar : 53)
Keyakinan Adanya
Makhluk Allah Yang Mengetahui Hal Ghaib
Meyakini adanya makhluk
Allah yang mengetahui perkara-perkara ghaib termasuk salah satu dari
bentuk-bentuk kesyirikan. Karena salah satu dari aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah
adalah meyakini bahwa tidak ada satu pun dari makhluk Allah yang ada di langit
(seperti malaikat) ataupun di bumi (seperti Nabi-Nabi dan manusia atau jin)
yang mengetahui hal ghaib.
Di antara dalil-dalil
yang menunjukkan keyakinan Ahlus Sunnah ini adalah sebagai berikut :
1) Secara Umum Tidak Ada Satu Makhluk Pun
Yang Mengetahui Hal Ghaib
Dalil-dalil yang
menunjukkan secara umum tidak adanya satu makhluk pun yang mengetahui hal-hal
ghaib. Seperti ucapan Allah dalam surat Hud :
“Dan kepunyaan
Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan
urusan-urusan semuanya. Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Dan
sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud : 123)
Dan firman Allah
dalam surat Al Jin :
“(Dia adalah Tuhan)
yang mengetahui yang ghaib. Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun
tentang yang ghaib itu.” (QS. Al Jin : 26)
2) Malaikat Tidak Mengetahui Hal Yang Ghaib
Para malaikat
walaupun mereka adalah makhluk Allah yang paling dekat dengan-Nya juga tidak
mengetahui hal yang ghaib kecuali terhadap masalah-masalah yang Allah
beritahukan kepada mereka. Di antara dalilnya adalah ucapan Allah dalam surat
Al Baqarah 32 :
Mereka menjawab :
“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah : 32)
Dan firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala dalam surat As Saba’ 23 :
Dan tiadalah berguna
syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diijinkan-Nya memperoleh
syafaat itu. Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka,
mereka berkata : “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab
: “(Perkataan) yang benar.” Dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS.
As Saba’ : 23)
Dalam ayat ini
dioceritakan bahwa malaikat bertanya-tanya tentang apa yang baru dikatakan oleh
Rabbnya. Ini menunjukkan kalau malaikat pun tidak mengetahui yang ghaib.
3) Rasulullah Serta Para Nabi Tidak
Mengetahui Tentang Hal Ghaib
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam serta para Nabi dan Rasul tidak ada satu pun dari
mereka yang mengetahui hal ghaib kecuali perkara-perkara ghaib yang telah Allah
beritakan kepadanya.
Adapun apa yang
dikecualikan oleh Allah setelah ayat 26 dalam surat Al Jin di atas adalah tidak
mutlak. Ketika Allah mengatakan kecuali Rasul yang diridlai artinya kecuali
Rasul yang diberitahu sebagian tentang hal-hal ghaib. Adapun yang tidak
diberitahukan oleh Allah kepadanya, Rasul pun tidak mengetahuinya. Dengan
demikian Rasulullah tidak mengetahui hal yang ghaib secara mutlak. Yang
mengetahui hal-hal ghaib secara keseluruhan dan mutlak hanyalah Allah. Tidak
ada satupun makhluk yang mengetahuinya. Allah berfirman memerintahkan kepada
Nabi-Nya untuk menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui hal yang ghaib :
Katakanlah : “Aku
tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang
ghaib tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan
ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa
berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al A’raf : 188)
Beliau hanya
mengetahui apa-apa yang diberitakan oleh Allah dalam wahyu-Nya sebagaimana apa
yang Allah katakan dalam firman-Nya :
Katakanlah : “Aku
tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku dan tidak
(pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa
aku seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali apa yang diwahyukan
kepadaku.” Katakanlah : “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat.
Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS. Al An’am : 50)
Demikian pula ketika
Allah Ta’ala berfirman menceritakan tentang ucapan Nabi Nuh ‘Alaihis Salam
kepada kaumnya, juga meniadakan dari dirinya ilmu ghaib :
“Dan aku tidak
mengatakan kepada kamu bahwa aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan
dari Allah dan tidak mengatakan bahwa aku mengetahui yang ghaib dan tidak
(pula) aku mengatakan bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat dan tidak juga aku
mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu (( :
sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka)). Allah lebih
mengetahui apa yang ada pada diri mereka, sesungguhnya aku kalau begitu
benar-benar termasuk orang-orang yang dhalim.” (QS. Hud: 31)
4) Jenis Jin Pun Tidak Mengetahui Hal Ghaib
Bahkan makhluk dari
jenis jin pun tidak mengetahui hal yang ghaib. Ini sebagai bantahan langsung
dari Allah kepada para dukun-dukun yang mengaku mengetahui hal ghaib :
“Maka tatkala Kami
telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka
kematiannya kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah
tersungur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib
tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (QS. Saba’ : 14)
5) Kahin (Dukun), Ahli Nujum, Dan
Musya’widzin (Tukang Sihir) Tidak Mengetahui Hal Ghaib
Kalau kita sudah
mengetahui bahwa malaikat-malaikat dan Nabi-Nabi kemudian jin-jin tidak ada
yang mengetahui perkara ghaib apalagi para kahin[3], dukun-dukun, ahli
nujum[4], tukang ramal, musya’widzin (tukang sihir), dan lain-lain.
Berikut ini firman
Allah Ta’ala yang menerangkan bahwa mereka tidak mengetahui hal ghaib.
Firman Allah Ta’ala :
“Dan Allah
sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib.” (QS. Ali
Imran : 179)
Firman Allah Ta’ala :
“Dan pada sisi
Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia
sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan dan tiada
sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula) dan tidak jatuh
sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang
kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudh).” (QS. Al An’am
: 59)
Firman Allah Ta’ala :
“Dan kepunyaan
Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan
semua urusan. Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali
Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud : 123)
Ayat-ayat ini
semuanya mengajak bicara orang kedua dengan lafadh kamu tidak mengetahui atau
tidak memperlihatkan kepadamu dan seterusnya. Ini menunjukkan kalau semua
manusia tidak mengetahui hal yang ghaib termasuk dukun, tukang sihir,
paranormal, dan lain-lain.
Bahkan manusia itu
sendiri tidak mengetahui berapa lamanya ia tidur sebagaimana yang Allah
kisahkan tentang ashabul kahfi yang tidur di dalam gua selama 309 tahun :
Katakanlah : “Allah
lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua), kepunyaan-Nya-lah
semua yang ghaib (tersembunyi) di langit dan di bumi. Alangkah terang
penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya dan Dia tidak mengambil
seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” (QS. Al Kahfi : 26)
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda berkaitan dengan masalah di atas :
Dari Abdullah bin
Umar radliyallahu 'anhuma berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam : “Kunci-kunci keghaiban ada lima. Tiada yang mengetahui kelimanya kecuali
Allah. Tiada seorang pun yang mengetahui apa-apa yang dalam rahim kecuali Allah
dan tiada seorang pun yang mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia
akan mati, tiada seorangpun yang mengetahui kapan datangnya hujan kecuali Allah
dan tiada seorang pun yang mengetahui kapan datangnya hari kiamat kecuali
Allah.” (Telah mengeluarkan hadits ini, Al Bukhari dan Imam Ahmad dengan sanad
yang shahih)
Maka para pembaca
sekalian hendaknya mengambil pelajaran dan menyampaikannya kepada orang yang
belum mengetahui bahwa kita tidak perlu datang ke dukun-dukun, tukang ramal,
tukang sihir, ‘orang pintar’ atau ahli nujum, dan lain-lain dengan tujuan untuk
mengetahui perkara-perkara ghaib seperti siapa jodohnya, darimana rezekinya,
kapan ajalnya, dan seterusnya. Karena dua sebab :
Pertama, perbuatan
itu sia-sia karena sesungguhnya kita telah menyakini bahwa tidak ada yang
mengetahui hal-hal ghaib kecuali Allah.
Kedua, kita telah
berbuat suatu kesyirikan karena meyakini adanya ‘alimul ghaibi atau yang
mengetahui keghaiban selain Allah yang berarti menyamakan makhluk dengan
khaliqnya dalam masalah mengetahui ilmu ghaib.
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengancam :
“Barangsiapa yang mendatangi
dukun-dukun kemudian mempercayainya maka dia telah kafir dengan apa yang telah
diturunkan pada Muhammad.”
Demikianlah, semoga
Allah memberikan hidayah kepada kita dan seluruh kaum Muslimin kepada jalan
yang lurus dan selamat. Selamat dari kesyirikan dan kesesatan di dunia dan
selamat dari adzab Allah di akhirat.
(Ditulis oleh Al
Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin Al Atsari dengan sedikit perubahan dari redaksi)
[1] Dalam ayat ini
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan secara mutlak (umum). Artinya, semua
jenis syirik yang besar ataupun yang kecil kalau pelakunya mati dan tidak
sempat bertaubat tidak akan diampuni dosanya. Dalam masalah ini ulama berbeda
pendapat. Yang benar adalah pendapatnya jumhur ulama yaitu membedakan antara
syirik besar dan kecil. Sedang yang dimaksudkan oleh Allah dalam ayat ini
adalah syirik akbar (besar). Adapun syirik ashghar (kecil) menurut mereka di
bawah kehendak Allah (kalau Allah menghendaki mengampuni, pelakunya tidak akan
diadzab tetapi kalau Allah menghendaki untuk mengadzab, ia harus dimasukkan
terlebih dahulu ke dalam neraka meskipun setelahnya akan dimasukkan ke dalam
Jannah). Wallahu a’lam. Syaikh Shalih Al Utsaimin berkata : “Meskipun dalam hal
ini terdapat perbedaan tetapi yang wajib bagi setiap individu adalah berhati-hati
terhadap kedua-duanya (syirik besar maupun syirik kecil).”
[2] Manusia di sini
mencakup yang Muslim ataupun yang kafir, pria ataupun wanita, tua atau pun
muda.
[3] Kahin (dukun)
yaitu orang yang selalu mengabarkan kepada manusia tentang sesuatu yang ghaib
yang belum terjadi atau arraf (paranormal) yaitu yang selalu memberitahukan
tentang tempat barang-barang yang hilang, sihir dan kecurian, atau nama
pencurinya, siapa yang menyihir, dan lain-lainnya dari semua kejadian yang
telah lewat dan manusia tidak mengetahuinya.
[4] Orang yang
mengatakan dirinya tahu tentang hal yang ghaib melalui perbintangan dengan
mempelajari gerak-geriknya untuk mengetahui kejadian-kejadian yang ada di bumi.
Al Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin Al Atsari
Sumber: SALAFY XXXVI/1421/2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar