Pengertian Hawa Nafsu
Hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa kepada perkara yang haram. Dinamakan hawa
karena menyeret pelakunya di dunia kepada kehancuran dan di akhirat kepada
neraka Hawiyah.” (Mufradat Alfazhil Qur’an, hal. 848).
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyeruh
kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku.” (Yusuf: 53).
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di –rahimahullah-
berkata: “Kebanyakan hawa nafsu itu menyuruh pengekornya kepada kejahatan,
yaitu kekejian dan seluruh perbuatan dosa.” Taisîr Al-Karîmirrahmān, hal. 400).
5.2 Hukuman yang di segerakan bagi Pengekor Hawa Nafsu
Allah “azza wa jalla- berfirman: “Apakah mereka mengira
bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan pada mereka
(menunjukkan bahwa) Kami bersegera memeberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka?
Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (Al-Mukminun: 55-56).
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Barangsiapa menhendaki kehidupan dunia, maka
Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang
kami kehendaki dan Kami kehendaki baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya
dalam keadaan tercela dan terusir.” (Al-Isra’: 18).
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh
kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan
sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam,dan Jahannam itulah
seburuk-buruk tempat kembali.” (Ali Imran: 196-197).
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai ilah-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan
ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan
tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang memberinya petunjuk sesudah
Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa
kamu tidak mengambil pelajaran.” (Al-Jatsiyah: 23).
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri,
maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya
mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka
sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan
negeri itu sehancur-hancurnya.” (Al-Isra’: 16).
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan mereka memperturutkan hawa nafsunya,
maka perumpamaanya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya mengulurkan lidahnya.
Dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga).”
(Al-A’raf: 176).
Ibnu Muqfi’ berkata:
Sesungguhnya hawa nafsu itu hina
Jika kamu ikut, kamu menjadi hina.
(Tafsir Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an: 16/166).
Telah sampai kepada kami beberapa pernyataan tentang masalah ikthilath, muncul
berbagai komentar ketika mereka membaca tulisan kami tentang masalah ikhtilath,
dan mereka pun melontarkan beberapa syubhat, yang seolah-olah mereka tidak mau
menerima kalau ikhtilath itu hukumnya adalah haram, dan mereka pun seolah-olah
mengingkari atas pernyataan kami: Bahwa orang yang senang dengan ikthilath dan
terus menerus melakukan ikthilath itu mereka kami katakan orang yang mengikuti
hawa nafsunya. Maka kami nyatakan lagi bahwa orang yang senang dengan ikthilath
dan terus menerus melakukan ikthilath itu merupakan buah dari
hawa nafsu yang akan melahirkan kehinaan dan kehinaan tidak akan lenyap kecuali
dengan cara kembali kepada agama dan berpegang teguh dengannya, Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Jika kalian berjual beli dengan
system ‘ienah, kalian tersibukkan dengan ternak dan
ladang kalian dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada
kalian kehinaan. Allah tidak akan mencabut kehinaan tersebut sampai kalian
kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu dawud: 3462 dan di shahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 11).
Al-Imam Ibnu Qayyim –rahimahulla- berkata: “Kemaksiatan akan mewariskan
kehinaan, karena kemuliaan itu hanya dapat diraih dengan ketaatan kepada
Allah.” (Ad-Da’ wad-Dawa’, hal. 94).
Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi –hafidzahullah- berkata: “Terangnya
jalan Islam, kejelasan petunjuknya dan
kesempurnaan tuntunannya, akhirnya tidak memberikan alternatif lain kepada
seorang muslim selain hanya mengikuti cahaya dan petunjuknya secara
keseluruhan, karena itu Allah –azza wa jalla- memerintahkan kepada kaum
muslimin dalam firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kalian kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian turuti
langkah-langak syaithan sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi
kalian.”
(Al-Baqarah: 208). (Meraih Kemuliaan Melalui Jihad, hal. 30).
Orang yang menjerumuskan dirinya kedalam ikhtilath maka dia telah lalai dan
telah lupa terhadap peringatan Rabbnya: “Janganlah kamu menjatuhkan dirimu
kedalam kebinasaan.” (Al-Baqarah: 195).
Sebagaimana telah berlalu keterangan tentang akibat dari ikhtilath(baca; fatwa)
yang menjerumuskan kepada kebinasaan dan mengakibatkan banyak korban, seorang
wanita berkebangsaan Amerika
berprofesi sebagai wartawan yang telah menjelajahi dunia mengatakan: “Cegahlah
campur baur antara laki-laki dan perempuan, ikatlah kebebasan wanita,
kembalikan ke masa hijab. Hal itu lebih baik bagi kalian dari pada kebebasan
ke-edanan bangsa Eropa dan Amerika. Saya telah menyaksikan banyak hal di
Amerika, ternyata bangsa Amerika penuh
dengan kebebasan yang mengakibatkan banyak korban.’’
(Al-Mar’ah baina Takrimil Islam wa Da’awi Tahrir, hal. 28).
Dan kebanyakan dari orang-orang yang tidak bisa meninggalkan ikhtilath adalah
beberapa alasan, ada karena sebab mentaati orang tua, atau mentaati peraturan
yang di rancang oleh makhluk, atau pun yang selainnya, walaupun semuanya itu
jelas-jelas mengajak kepada bentuk
penyelisihan terhadap syari’at, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah-
berkata: “Bahwa siapa saja yang taat kepada makhluk yang memerintahkan untuk
bermaksiat kepada Allah, niscaya akan mendapatkan kehinaan dan azab Allah.
Inilah keberadaan orang yang maksiat kepada utusan Allah dari kalangan
orang-orang musyrik, ahli kitab seperti Yahudi dan Nasrani, dan ahli bid’ah
serta orang yang curang dari kalangan umat ini.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah:
4/198).
5.3 Ratap Tangis Para Pengekor Hawa Nafsu
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu
melihat ketika orang-orang berdosa itu menundukkan kepalanya dihadapan Rabbnya.
(Mereka berkata): “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka
kembalikan kami (kedunia). Kami akan
mengerjakan amal shalih. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.”
(As-Sajdah: 12).
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Mereka menyeru: “Hai Malik, biarlah Rabbmu
membunuh kami saja, “Dia menjawab: “Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).”
(Az-Zukhruf: 77).
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan (ingatlah), ketika mereka
berbantah-bantahan dalam neraka. Orang-orang yang lemah berkata kepada
orang-orang yang menyombongkan diri: “Sesungguhnya kami adalah
pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu mengidandarkan kami sebagian api
neraka?”
Al-Hafidz Ibnu katsir berkata: “Orang yang lemah yaitu para pengikut akan
berkata kepada orang yang sombong yaitu pembesar dan tokohnya: “Kami di dunia
mentaati seruanmu berupa kekufuran dan kesesatan, maka dapatkah kamu mengambil
siksaan Allah ini sekalipun hanya sedikit.”
(Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim: 4/84).
Al-Hafidz Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata: “Allah akan membalas kamu
disebabkan perbuatanmu. Masing-masing akan membalas kamu disebabkan perbuatanmu.
Masing-masing akan disiksa sesuai dengan kezhalimannya.” (Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Adzim: 3/540).
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan orang-orang yang kufur kepada Rabbnya,
(mereka memperoleh) azab jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.
Apabila mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang mereka
menggelagak, hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah
lantaran marah. Setiap kali dilemparkan kedalam sekumpulan (orang-orang yang
kufur), penjaga-penjaga neraka itu bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah
datang kepadamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” Mereka menjawab: “Benar
ada, Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka
kami mendustakan(nya) dan kami katakan: “Allah tidak menurunkan sesuatu pun”
Kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.” Dan mereka berkata:
“Sekiranya kami
mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk
penhuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.’ (Al-Mulk: 6-10).
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Pada hari ketika muka mereka
dibolak-balikkan ke dalam neraka, mereka berkata: ‘Alangkah baiknya, andaikata
kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. Dan mereka berkata: ‘Ya
Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan
pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang lurus).”
(Al-Ahzab: 66-67).
Wallahu ta’ala a’lam.
Gresik, 12 Sya’ban 1428 H
Abul Abbas Khidir Al-Limbory
Makkah 'Isha - 13th January 2025
-
*Makkah Isha *
(Surah Tawbah: Ayaah 36-37 & 128-129) *Sheikh Sudais*
Download 128kbps Audio
15 jam yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar