Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Senin, 06 Agustus 2012

Keabsahan Khalifah ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ, bantahan syubuhat syi'ah ke 1

Syubhat pertama kaum syiah adalah meragukan keabsahan khilafah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu . Mereka menganggap dibai’atnya Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah adalah tidak sah, karena Ali radhiallahu ‘anhu dan keluarganya atau Ahlul Bait tidak diajak musyawarah, padahal Ali radhiallahu ‘anhu lebih berhak menjadi khalifah daripada abu Bakar atau Umar radhiallahu ‘anhuma . Demikianlah syubhat syi’ah yang mereka
hembuskan dimana-mana, dengan kalimat yang sama dari tokoh syi’ah yang berbeda-beda, bagaikan satu kaset yang diputar berulang-ulang.
Pemahaman sesat dari orang Persia ini selalu mengatas-namakan Ahlul Bait dan menganggap pemahamannya sebagai “Madzhab Ahlul Bait”. Sehingga yang paling mudah terbawa dengan pemahaman syi’ah ini adalah orang-orang yang mengaku sebagai turunan Ali radhiallahu ‘anhu atau Alawiyyin –kecuali yang Allah rahmati–. Ketika disampaikan kepada mereka bahwa Ahlul Bait terdzalimi bangkitlah emosi kekeluargaannya. Padahal apa yang disampaikan oleh kaum syi’ah –yang merupakan jelmaan kaum majusi Persia– adalah kedustaan yang nyata dan tidak memiliki bukti yang otentik.
Mereka biasanya mengambil riwayat-riwayat tersebut dari kitab yang pa-ling terkenal di kalangan mereka yaitu Nahjul Balaghah. Kitab ini berisi ucapan-ucapan, khutbah-khutbah dan sya’ir-sya’ir yang seluruhnya diatasnamakan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu . Penulis buku tersebut mengesankan bahwa seakan-akan Ali radhiallahu ‘anhu tidak terima dengan keputusan para shahabat ketika memilih Abu Bakar sebagai khalifah. Bahkan dalam buku ini dinukil bahwa Ali radhiallahu ‘anhu mencaci dan mencerca Abu Bakar, Umar dan para shahabat yang lain. Namun sayang penulis buku tersebut tidak membawakan ucapan-ucapan Ali radhiallahu ‘anhu tersebut dengan sanadnya (rantai para rawi) sehingga tidak dapat diperiksa keotentikannya secara ilmiyyah dengan standar ilmu hadits.
Kitab ini –yang dikalangan kaum Syi’ah sejajar dengan al-Qur’an– ternyata disusun dan dikarang oleh seorang tokoh sesat dari kalangan Syi’ah imamiyyah, Rafidah yang bernama al-Murtadla Abi Thalib Ali bin Husein bin Musa Al Musawi (w th. 436 Hijriyah). Buku ini telah dinyatakan oleh para ulama Ahlus Sunnah sebagai kedustaan atas nama Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu.
Imam adz-Dzahabi berkata –ketika membahas biografi orang ini– sebagai berikut: “Dia adalah penghimpun kitab Nahjul Balaghah yang menyandarkan kalimat-kalimat yang ada dalam kitab ini kepada Imam Ali radhiallahu ‘anhu tanpa disebutkan sanad-sanadnya. Sebagian besar kalimat-kalimat itu batil, meskipun juga di dalamnya ada hal yang benar. Namun ucapan-ucapan palsu yang terdapat dalam kitab ini mustahil diucapkan oleh Imam Ali”. (Siyar A’lamin Nubala,17/589-590).
Beliau juga berkata:”…Barang siapa yang melihat buku Nahjul Balaghah ini, maka ia akan yakin bahwa ucapan-ucapan itu adalah dusta atas nama Amirul Mukminin Ali radhiallahu ‘anhu , karena di dalamnya terdapat caci-makian yang sangat jelas terhadap dua tokoh besar shahabat yaitu Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhuma . Juga tedapat ungkapan-ungkapan yang kaku (menurut kaidah sastra arab, pent) yang bagi orang yang telah mengenal jiwa bangsa Quraisy (dan tingginya bahasa mereka, pen.) dari kalangan para shahabat dan orang-orang setelahnya akan mengerti dengan yakin bahwa kebanyakan isi kitab tersebut adalah batil. (Mizanul i’tidal 3/124 Lisanul Mizan 4/223).
Ibnu Sirin menilai bahwa seluruh apa yang mereka (kaum Syi’ah) riwayatkan dari Ali radhiallahu ‘anhu semuanya kedustaan. (Al-‘ilmus Syamikh, hal 237)

Demikian pula Al-Khathib al-Baghdadi dalam kitabnya Al-Jami’ Li Akhlaqir rawi wa adibis sami’ (juz 2 hal. 161) telah memberikan isyarat tentang Kedustaan kandungan kitab ini”.
Syaikhul IslamIbnu Taimiyah berkata: “… sebagian besar khutbah-khutbah yang dinukil penyusun kitab Nahjul Balaghah adalah dusta atas nama Ali radhiallahu ‘anhu . Beliau terlalu mulia dan terlalu tinggi kapasitasnya untuk berbicara dengan ucapan seperti itu. Tetapi mereka mereka-reka kebohongan dengan anggapan bahwa hal itu sebagai sanjungan. Sungguh Itu bukanlah kebenaran, bukan pula merupakan sanjungan…. (Minhajus Sunnah an-Nabawiyah, 8/55-56)
Sedangkan para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah telah meriwayatkan dengan sanad –dan sanad tersebut telah diteliti keshahihannya secara ilmiyyah—ucapan-ucapan Ali radhiallahu ‘anhu yang ternyata bertentangan dengan apa yang mereka riwayatkan seratus delapan puluh derajat. Di antaranya:
Pertama, riwayat yang menunjukkan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu setuju dengan keputusan para sahabat dalam pengang-katan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah. Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Ubaidah bahwa ia mendengar Ali radhiallahu ‘anhu mengatakan:
اقْضُوْا كَمَا أَنْتُمْ تَقْضُوْنَ فَإِنِّيْ أَكْرَهُ الْخِلاَفُ حَتَّى يَكُوْنَ النَّاسَ جَمَاعَةً أَوْ أَمُوْتُ كَمَا مَاتَ أَصْحَابِيْ.
Putuskanlah sebagaimana kalian putus-kan, sesungguhnya aku membenci perselisihan hingga manusia berada dalam satu jama’ah atau lebih baik aku mati seperti para shahabat-shahabatku yang telah mati. (AR. Bukhari dalam Fadha-ilus Shahabah 3504) Kedua, diriwayatkan pula secara mustafidh dari Ali bin Abi Thalib sendiri sebagaimana dalam Shahih Bukhari dengan menyebutkan sanadnya sampai kepada Muhammad ibnul Hanafiyah rahimahullah:
قُلْتُ ِلأَبِي: أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُوْلِ اللهَ r؟ قَالَ: أَبُو بَكْرٍ. قَلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: عُمَرُ. وَخَشِيْتُ أَنْ يَقُوْلَ عُثْمَانُ. قُلْتُ: ثُمَّ أَنْْتَ؟ قَالَ: مَا أَنَا إِلاَّ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. (رواه البخاري في فضائل الصحابة 3468 وفتح البارى 7/20)
Aku bertanya kepada bapakku (yakni Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu ): “Siapakah manusia yang terbaik setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ? Ia menjawab: “Abu Bakar”. Aku berta-nya (lagi): “Kemudian siapa?”. Ia men-jawab: “Umar”. Dan aku khwatir ia akan berkata Utsman, maka aku mengatakan: “Kemudian engkau?” Beliau menjawab: “Tidaklah aku kecuali se-orang dari kalangan muslimin”. (AR. Bukhari, kitab Fadlailus Shahabah, bab 4 dan Fathul Bari juz 4/20)
Ketiga, berkata Ibnu Taimiyah bahwa riwayat yang seperti ini (yakni riwayat di atas) telah diriwayatkan dari Imam Ali lebih dari 80 riwayat. Dan bahwasanya imam Ali ibnu Abi Thalib pernah berbicara di mimbar Kuffah, mengancam orang-orang yang mengutamakan dirinya di atas Abu Bakar dan Umar dengan cambukan seorang pendusta.
لاَ أُوْتِيَ بِأَحَدٍ يَفْضِلُنِيْ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ إِلاَّ جَلَّدْتُّهُ حَدَّ الْمُفْتَرِيْنَ
Tidak didatangkan kepadaku seseorang yang mengutamakan aku di atas Abu Bakar dan Umar kecuali akan aku cambuk dengan cambukan seorang pendusta.
Maka ketika itu seorang yang menga-takan beliau lebih utama dari Abu Bakar dan umar dicambuk delapan puluh kali cambukan. (Majmu’ Fatawa juz 4 hal. 422; Lihat Imamatul ‘Udhma, hal. 313).
Keempat, Imam Bukhari juga meriwayatkan dengan sanadnya yang bersambung dan shahih sampai kepada Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa dia pernah menghadiri jenazah Umar bin Khathab, dia berkata:
إِني لَوَاقِفٌ فِي قَوْمٍ نَدْعُوا اللهَ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَقَدْ وُضِعَ عَلَى سَرِيْرِهِ، إِذَا رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي قَدْ وَضَعَ مِرْفَقَيْهِ عَلَى مَنْكِبَيْ يَقُوْلُ: رَحِمَكَ اللهَ إِنْ كُنْتُ َلأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ ِلأَنِّيْ كَثِيْرًا مَا كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُوْلَ اللهِ r يَقُوْلُ: كُنْتُ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَفَعَلْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَانْطَلَقْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، فَإِنْ كُنْتُ َلأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَهُمَا، فَالْتَفَتُّ فَإِذَا هُوَ عَلِي بْنِ أَبِي طَالِبٍ. (رواه البخاري في فضائل الصحابة، باب من فضائل عمر 3389 (4/1858))
Sungguh aku pernah berdiri di keru-munan orang yang sedang mendoakan Umar bin Khathab yang telah diletak-kan di atas pembaringannya. Tiba-tiba seseorang dari belakangku –yang me-letakkan sikunya di kedua pundakku– berkata: “Semoga Allah merahmatimu dan aku berharap agar Allah mengga-bungkan engkau bersama dua shaha-batmu raYakni Rasulullah dan Abu Bakar), karena aku sering mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Waktu itu aku bersama Abu Bakar dan Umar…’ ‘aku telah mengerjakan bersama Abu Bakar dan Umar…’, dan ‘aku pergi dengan Abu Bakar dan Umar…’. Maka sungguh aku berharap semoga Allah menggabung-kan engkau dengan keduanya. Maka aku menengok ke belakangku ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. (HR. Bukhari dalam Fadlailus Shahabah, 3389).
Keenam, diriwayatkan oleh Imam Malik rahimahullah bahwa telah terjadi ijma’ (kesepakatan) penduduk Madinah atas afdlaliyah (keutamaan) Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhuma di atas Ali radhiallahu ‘anhu, beliau radhiallahu ‘anhu berkata:
مَا أَدْرَكْتُ أَحَدًا مِمَّنْ يَقْتَدِي بِهِ يَشُكُّ فِي تُقَدِّمِ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ.
Tidak kutemui satu orang pun dari ulama yang dijadikan teladan yang ragu terhadap diutamakannya Abu Bakar dan Umar di atas yang lainnya. ( Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 4/421; lihat Al-Imamatul ‘Udhma, Abdullah Ibnu Umar Ibnu Sulaiman ad-Damiji, hal. 311)
Ketujuh , maka setelah ini kita katakan kepada kaum Syi’ah dan kalangan mutasyayi’in (yang kesyi’ah-syi’ahan) ucapan Imam Ats-Tsauri sebagai berikut:
مَنْ زَعَمَ أَنَّ عَلِيًّا كَانَ أَحَقُّ بِالْوَلاَيَةِ مِنْهُمَا فَقَدْ خَطَأَ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَالْمُهَاجْرِيْنَ وَاْلأَنْصَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْ جَمِيْعِهِمْ وَمَا أَرَاهُ يَرْتَفِعَ لَهُ مَعَ هَذَا عَمَلُ إِلَى السَّمَاءِ
Barangsiapa yang menganggap Ali lebih berhak menjadi khalifah daripada Abu Bakar dan Umar, maka berarti dia telah menyalahkan Abu Bakar, Umar, Muhajirin dan Anshar radhiallahu ‘anhum. Maka Aku ti-dak mengira kalau amalannya akan naik ke langit (yakni diterima di sisi Allah). (Riwayat Abu Dawud dalam Ki-tabus Sunnah, bab at-Tafdlil; lihat Aunul Ma’bud, 8/382).
Dalam riwayat lain Sufyan ats-Tsauri berkata:
فَقَدْ أَزْرَى عَلَى اثْنَيْ عَشَرَ أَلْفًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ .
Barang siapa menganggap Ali lebih berhak untuk menjadi khalifah, maka dia telah menuduh dua belas ribu para shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. (Al-Musnad min Masa’il Imam Ahmad oleh al-Khalal dalam bentuk manuskrip dan dishahihkan sanad-sanadnya oleh Imam Nawawi lihat ash-Shawaiq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar al-Haitsami melalui nukilan ad-Damiji dalam al-Imamatul ‘Udzma hal. 313)
Wallahu a’lam
Ustadz Muhammad Umar As-Sewed
Di antara alasan kaum Syi’ah Rafidlah yang menganggap bahwa Ali radliyallahu ‘anhu lebih berhak menjadi khalifah adalah:
1. Mereka menganggap Ali radliyallahu ‘anhu lebih utama daripada Abu Bakar dan Umar radliyallahu ‘anhuma.
2. Ali radliyallahu ‘anhu termasuk keluarga Rasulullah (ahlul bait).
3. Wasiat Rasulullah di Ghadir Qum.
Kita jawab alasan mereka satu persatu:
Pertama pendapat mereka tentang keutamaan Ali radliyallahu ‘anhu di atas Abu Bakar dan Umar radhiallahu 'anhuma.
Pendapat ini menyelisihi hadits Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan ijma’ kesepakatan para shahabat dan seluruh kaum muslimin. Bahkan menyelisihi ucapan Ali radhiallahu 'anhu sendiri.
1. Diriwayatkan dengan sanadnya yang shahih dari Ibnu Umar:

كُنَّا نُخَيِّرُ بَيْنَ النَّاسِ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَنُخَيِّرُ أَبَا بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ. (رواه البخاري فتح الباري ج 7 ص 16)
Kami membanding-bandingkan di antara manusia di zaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Maka kami menganggap yang terbaik adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman bin Affan. (HR. Bukhari)
Dalam lafadh lain dikatakan:

كُنَّا نَقُوْلُ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيٌّ أَفْضَلُ أُمَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَهُ أَبُوْ بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرُ ثُمَّ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ. رواه أبو داود في كتاب السنة باب التفضيل انظر عون المعبود ج 8 صلى الله عليه و سلم 381 والترمذي وقال حديث حسن صحيح)
Kami mengatakan dan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam masih hidup bahwa yang paling utama dari umat nabi shallallahu `alaihi wa sallam setelah beliau adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi berkata: Hadits hasan)
Dua hadits ini merupakan dalil yang qath’i (pasti) karena Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma menyebutkan dua kalimat yang penting yang menunjukkan bahwa ucapannya tidak memiliki muatan subyektif. Pertama, kalimat tersebut adalah: “Kami membanding-bandingkan…”, atau “Kami mengatakan……”. Kedua kalimat tersebut menunjukkan bahwa ucapan itu adalah ucapan para shahabat seluruhnya dan tidak ada seorangpun dari mereka yang membantahnya.
Kalimat kedua adalah ucapan beliau: “Dan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam masih hidup…” atau dalam lafadh lain: “di zaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam…..”. Ucapan ini menunjukkan bahwa ucapan para shahabat tersebut didengar dan disaksikan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, dan beliau shallallahu `alaihi wa sallam tidak membantahnya. Inilah yang dinamakan oleh ahlul hadits dengan hadits taqriri yang merupakan hujjah dan dalil yang qath’i.
2. Hadits yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu sendiri yang diriwayatkan secara mustafidlah dari Muhammad Ibnil Hanafiyah:

قُلْتُ ِلأَبِي: أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُوْلِ اللهَ ?؟ قَالَ: أَبُو بَكْرٍ. قَلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: عُمَرُ. وَخَشِيْتُ أَنْ يَقُوْلَ عُثْمَانُ. قُلْتُ: ثُمَّ أَنْْتَ؟ قَالَ: مَا أَنَا إِلاَّ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. (رواه البخاري: كتاب فضائل الصحابة باب 4 وفتح البارى 7/20)
Aku bertanya kepada bapakku (yakni Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu): Siapakah manusia yang terbaik setelah Rasulullah ? ? Ia menjawab: “Abu Bakar”. Aku bertanya (lagi): “Kemudian siapa?”. Ia menjawab: “Umar”. Dan aku khwatir ia akan berkata Utsman, maka aku mengatakan: “Kemudian engkau?” Beliau menjawab: “Tidaklah aku kecuali seorang dari kalangan muslimin”. (HR. Bukhari, kitab Fadlailus Shahabah, bab 4 dan Fathul Bari juz 4/20)
Bahkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu mengancam untuk mencambuk orang yang mengutamakan diri-nya di atas Abu Bakar dan Umar dengan cambukan seorang pendusta.

لاَ أُوْتِيَ بِأَحَدٍ يُفَضِّلُنِيْ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ إِلاَّ جَلَّدْتُهُ حَدَّ الْمُفْتَرِيْنَ.
Tidak didatangkan kepadaku seseorang yang mengutamakan aku diatas Abu Bakar dan Umar, kecuali akan aku cambuk dengan cambukan seorang pendusta.
Maka ketika itu seorang yang mengatakan beliau lebih utama dari Abu Bakar dan umar dicambuk delapan puluh kali cambukan. (Majmu’ Fatawa juz 4 hal. 422; Lihat Imamatul ‘Udhma, hal. 313).
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu pernah menceritakan ucapan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu sebagai berikut:

إِني لَوَاقِفٌ فِي قَوْمٍ نَدْعُوا اللهَ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَقَدْ وُضِعَ عَلَى سَرِيْرِهِ، إِذَا رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي قَدْ وَضَعَ مِرْفَقَيْهِ عَلَى مَنْكِبِي يَقُوْلُ: رَحِمَكَ اللهَ إِنْ كُنْتُ َلأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ ِلأَنِيْ كَثِيْرًا مَا كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُوْلَ اللهِ ? يَقُوْلُ: كُنْتُ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَفَعَلْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَانْطَلَقْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، فَإِنْ كُنْتُ َلأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَهُمَا، فَالْتَفَتُّ فَإِذَا هُوَ عَلِي بْنِ أَبِي طَالِبٍ. (رواه البخاري في فضائل الصحابة، باب من فضائل عمر 3389 (4/1858))
Sungguh aku pernah berdiri di kerumunan orang yang sedang mendoakan Umar bin Khathab ketika telah diletakkan di atas pembaringannya. Tiba-tiba seseorang dari belakangku yang meletakkan kedua sikunya di kedua pundakku berkata: “Semoga Allah merahmatimu dan aku berharap agar Allah menggabungkan engkau bersama dua shahabatmu (Yakni Rasulullah dan Abu Bakar) karena aku sering mendengar Rasulullah ? bersabda: ‘Waktu itu aku bersama Abu Bakar dan Umar…’ ‘aku telah mengerjakan bersama Abu Bakar dan Umar…’, ‘aku pergi dengan Abu Bakar dan Umar...’. Maka sungguh aku berharap semoga Allah menggabungkan engkau dengan keduanya. Maka aku menengok ke belakangku ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib.
Hadits-hadits dari Ali bin Abi Thalib ini merupakan sebesar-besar dalil yang membuktikan kedustaan kaum Syi’ah Rafidlah yang mengutamakan Ali di atas Abu Bakar dan Umar radhiallahu 'anhuma.
3. Bahkan ketika ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam siapa yang paling dicintainya, beliau shallallahu `alaihi wa sallam menjawab: “Abu Bakar”. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat dari ‘Amr bin ‘Ash radhiallahu 'anhuma berikut:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَهُ عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السَّلاَسِلِ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ قُلْتُ مِنَ الرِّجَالِ قَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ عُمَرُ فَعَدَّ رِجَالاً.
Bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah mengutus pasukan dalam perang dzatu tsalatsil. Maka aku mendatanginya, dan bertanya kepadanya: “Siapakah orang yang paling engkau cintai?” Beliau shallallahu `alaihi wa sallam menjawab: “Aisyah.” Aku berkata: “Dari kalangan laki-laki wahai Rasulllah?” Beliau menjawab: “Ayahnya”. Aku berkata: “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Umar”. Kemudian beliau menyebutkan beberapa orang. (HR. Bukhari dalam Fadhailil A’mal, fathul Bari juz ke 7, hal. 18 dan Muslim dalam Fadhailus Shahabah juz ke-4 hal. 1856 no. 2384)
4. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, Hudzaifah ibnul Yaman, Anas bin Malik dan Abdullah bin Umar:

ثُمَّ اقْتَدُوا بِاللَّذِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ مِنْ أَصْحَابِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ...
Kemudian ikutilah teladan orang-orang setelahku dari shahabatku yaitu Abu Bakar dan Umar…. (HR. Tirmidzi, Baihaqi dan Hakim; Lihat Silsilah Ash-Shahihah juz 3 hal. 233, hadits no. 1233)
5. Banyak isyarat dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam yang menunjukkan keutamaan Abu Bakar dan sekaligus isyarat bahwa beliaulah yang pantas mewakili Rasulullah shalla-llahu `alaihi wa sallam.
Diriwayatkan dari Jubair ibni Muth’im, dia berkata:

أَتَتِ امْرَأَةُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَهَا أَنَ تَرْجِعَ إِلَيْهِ قَالَتْ أَرَأَيْتَ إِنْ جِئْتُ وَلَمْ أَجِدْكَ كَأَنَّهَا تَقُوْلُ الْمَوْتَ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ لَمْ تَجِدِيْنِيْ فَأْتِي أَبَا بَكْرٍ.
Datang seorang wanita kepada Nabi shallallahu `alaihi wasallam, maka Rasulullah menyuruhnya untuk datang kembali. Maka wanita itu mengatakan: “Bagaimana jika aku tidak mendapatimu?” –seakan-akan wanita itu memaksudkan jika telah meninggalnya Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam. Beliau menjawab: “Jika engkau tidak mendapatiku, maka datangilah Abu Bakar”. (HR. Bukhari 2/419; Muslim, 7/110; lihat Zhilalul Jannah hal. 541-542, no. 1151)
Maka dengan riwayat-riwayat ini seluruh ulama ahlus sunnah sepakat bahwa manusia terbaik setelah rasulnya adalah Abu Bakar, kemudian Umar, ke-mudian Utsman kemudian Ali radhiyallahu 'anhum.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah tentang keutamaan Abu Bakar dan Umar di atas Utsman dan
Ali radhiallahu 'anhum: “Yang demikian telah disepakati oleh para imam-imam kaum muslimin yang terkenal keilmuan dan keshalihannya dari kalangan shahabat, tabi’in, pengikut tabi’in, dan ini pula madzhab Imam Malik dan seluruh penduduk Madinah, Imam Al-Laits Ibnu Sa’ad dan seluruh ulama Mesir, al-Auzai dan seluruh penduduk Syam, Sufyan Ats-Tsauri, Abu Hanifah, Hammad ibni Zaid, Hammad Ibni Salamah dan seluruh penduduk Iraq. Dan ini juga madzhabnya imam Syafi’i, Imam Ahmad, Ishaq Ibnu Rahuyah, Abu Ubaid dan lain-lain dari para imam-imam kaum muslimin”. (Maj-mu’ Fatawa juz IV hal. 421).
Imam Malik mengatakan bahwa itu adalah ijma’ penduduk Madinah dalam ucapannya:

مَا أَدْرَكْتُ أَحَدًا مِمَّنْ يَقْتَدِي بِهِ يَشُكُّ فِي تَقَدِّمِ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرً.
Tidak kutemui satu orang pun dari ulama yang dijadikan teladan yang ragu terhadap diutamakannya Abu Bakar dan Umar di atas yang lainnya. (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 4/421; lihat Al-Imamatul ‘Udhma, Abdullah Ibnu Umar Ibnu Sulaiman ad-Damiji, hal. 311)
Sebaliknya barangsiapa yang menyelisihi pendapat ini, maka ia adalah orang yang lebih sesat dari keledai piaraannya.
Wallahu a’lam

Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed

Tidak ada komentar:

Posting Komentar