Soal:
Bagaimana seorang muslim menzakati harta yang diperolehnya dari gaji, upah,
hasil keuntungan dan harta pemberian? Apakah harta-harta itu digabungkan dengan
harta-harta lain miliknya? Lalu ia mengeluarkan zakatnya pada saat
masing-masing harta tersebut mencapai haul? Ataukah ia mengeluarkan zakatnya
pada saat ia memperoleh harta itu jika
telah mencapai nishab harta itu sendiri,
atau jika digabung dengan harta lain miliknya, tanpa menggunakan syarat haul?
Jawab:
Dalam hal ini, di kalangan ulama terjadi dua pendapat. Menurut kami, yang rajih (kuat) ialah setiap kali ia memperoleh tambahan harta, maka tambahan harta itu digabungkan pada nishab yang sudah ada padanya (Maksudnya tidak setiap harta tambahan dihitung berdasarkan haulnya masing-masing, pent).
Dalam hal ini, di kalangan ulama terjadi dua pendapat. Menurut kami, yang rajih (kuat) ialah setiap kali ia memperoleh tambahan harta, maka tambahan harta itu digabungkan pada nishab yang sudah ada padanya (Maksudnya tidak setiap harta tambahan dihitung berdasarkan haulnya masing-masing, pent).
Apabila sudah memenuhi haul (satu tahun) dalam nishab tersebut, ia harus
mengeluarkan zakat dari nishab yang ada beserta tambahan harta hasil
gabungannya.
Tidak disyaratkan masing-masing harta tambahan yang digabungkan dengan
harta pokok itu harus memenuhi haulnya sendiri-sendiri. Pendapat yang tidak
seperti ini, mengandung kesulitan yang amat besar. Padahal di antara kaidah
yang ada dalam Islam adalah:
“……Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan……” (Qs. al Hajj: 78)
Sebab, seseorang – terutama jika seseorang itu memiliki banyak harta atau
pedagang – akan harus mencatat tambahan nishab setiap harinya, misalnya: hari
ini datang kepadanya jumlah uang sekian. Dan itu dilakukan sambil menunggu
hingga berputar satu tahun. Demikian seterusnya…, tentu hal itu akan sangat
menyulitkan. (Fatwa Syaikh al Bani dari majalah as Shalah no. 5/15 Dzulhijjah
1413 dalam rubrik soal-jawab)
----
Soal:
1) Seorang pegawai, gaji
bulanannya diberikan secara tidak tetap. Kadang pada bulan tertentu diberikan
kurang dari semestinya, pada bulan lain lebih banyak. Sementara, gaji yang
diterima pertama kali sudah mencapai haul (satu tahun). Sedangkan sebagian
gaji yang lain belum memenuhi haul (satu tahun). Dan ia tidak mengetahui jumlah
gaji (pasti) yang diterimanya setiap bulan. Bagaimana cara ia menzakatkannya?
2) Seorang pegawai lain menerima gaji bulanannya setiap bulan. Pada setiap
kali menerima gaji, ia simpan di lemarinya. Dia memenuhi kebutuhan belanja dan
tuntutan rumah tangganya dari uang yang ada di lemari simpanannya ini setiap
hari, atau pada waktu-waktu yang berdekatan, akan tetapi dengan jumlah yang
tidak tetap, sesuai dengan kebutuhan. Bagaimana cara mengukur haul dari apa
yang ada di lemari? Dan bagaimana pula cara mengeluarkan zakat dalam kasus ini?
Padahal sebagaimana telah diterangkan di muka, proses pemenuhan gaji (yang
kemudian disimpan sebagai persediaan harian), tidak semuanya sudah berjalan
satu tahun?
Jawab:
Karena pertanyaan pertama dan kedua mempunyai satu pengertian dan juga ada kasus-kasus senada, maka Lajnah Da’imah (lembaga fatwa ulama di Saudi Arabia), memandang perlu memberikan jawaban secara menyeluruh, supaya faidahnya dapat merata.
Karena pertanyaan pertama dan kedua mempunyai satu pengertian dan juga ada kasus-kasus senada, maka Lajnah Da’imah (lembaga fatwa ulama di Saudi Arabia), memandang perlu memberikan jawaban secara menyeluruh, supaya faidahnya dapat merata.
Barangsiapa yang
memiliki uang mencapai nishab (ukuran jumlah tertentu yang karenanya dikenai
kewajiban zakat), kemudian memiliki tambahannya berupa uang lain
pada waktu yang berbeda-beda, dan uang tambahannya itu tidak berasal dari
sumber uang pertama dan tidak pula berkembang dari uang pertama, tetapi
merupakan uang dari penghasilan terpisah (seperti uang yang diterima oleh
seorang pegawai dari gaji bulanannya, ditambah uang hasil warisan, hi ah atau
hasil bayaran dari pekarangan umpamanya).
Apabila ia ingin teliti menghitung haknya dan ingin teliti untuk tidak
membayarkan zakat kepada yang berhak kecuali menurut ukuran harta yang wajib
dizakatkan, maka ia harus membuat daftar perhitungan khusus bagi tiap-tiap
jumlah perolehan dari masing-masing bidang dengan menghitung masa haul(satu
tahun), semenjak hari pertama memilikinya. Selanjutnya, ia keluarkan zakat dari
setiap jumlah masing-masing, pada setiap kali mencapai haul (satu tahun)
semenjak tanggal kepemilikian harta tersebut.
Namun, apabila ia ingin enak dan menempuh cara longgar serta lapang diri
untuk lebih mengutamakan pihak fuqara dan golongan penerima zakat lainnya, ia
keluarkan saja zakat dari seluruh gabungan uang yang dimilikinya, ketika sudah
mencapai haul (satu tahun) dihitung sejak nishab pertama yang dicapai dari uang
miliknya. Ini lebih besar pahalanya, lebih mengangkat kedudukannya, lebih
memberikan rasa santainya dan lebih menjaga hak-hak fakir miskin serta seluruh
golongan penerima zakat.
Sedangkan jika uang yang ia keluarkan berlebih dari jumlah (nishab), uang
yang sudah sempurna haulnya, dihitung sebagai uang zakat yang dibayarkan di
muka bagi uang yang belum mencapai haul.
Lajnah Da’imah li al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’
Wakil ketua Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah
Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Mani’
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Mani’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar