kepada setiap Muslim”. (Syarah Shahih Bukhari/Fat-hul Bari jilid 13, hal. 193).
Juga Imam Muslim
rahimahullah telah meriwayatkan (dalah Shahihnya juz 1 hal. 74) dari Tamim Ad
Dari : Bahwa Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam bersabda :
“Agama itu adalah
nasehat”. Kamipun menanyakan kepada beliau : Untuk siapa ? Beliau menjawab :
“Untuk Allah dan untuk KitabNya dan untuk RasulNya, dan untuk para pimpinan
kaum Muslimin serta untuk segenap kaum Muslimin”.
Maka nasehatku untuk
Ahlis Sunnah ialah :
Hendaknya mereka
menjauhi segenap sebab-sebab perpecahan dan perselisihan. Karena aqidah Ahlus
Sunnah itu adalah satu, dan arah pandangan mereka satu. Maka tidak ada alasan
padanya untuk berpecah dan berselisih, kecuali karena kejahilan, kedengkian dan
ajakan syaithan. Disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa
Nabi bersabda :
“Sesungguhnya syaithan
telah berputus asa untuk disembah oleh orang-orang yang menunaikan kewajiban
shalat di jazirah Arabia , akan tetapi syaithan tidak putus asa untuk membikin
perpecahan di kalangan mereka”.
Berselisih itu adalah
kejelekan, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu
anhu ketika Utsman radhiyallahu anhu shalat di Mina mengimami manusia dengan
empat raka'at, maka Ibnu Mas'ud menyatakan : Innalillahi wa inna ilaihi raji'un.
Kemudian beliau menyatakan : “Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu alaihi
wa aalihi wasallam sebanyak dua rakaat, dan bersama Abi Bakar sebanyak dua
rakaat, dan bersama Umar juga sebanyak dua rakaat (yakni mengqashar
shalat-shalat yang empat rakaat –pent), oleh karena itu wahai alangkah bagusnya
bila aku menjalankan dua rakaat yang diterima oleh Allah”. Maka ada yang
menanyakan kepadanya : “Tidakkah sebaiknya engkau shalat dua rakaat saja ?”.
(Padahal Khalifah Utsman bin Affan mengimami para jama'ah haji untuk shalat
empat rakaat –pent). Maka Ibnu Mas'ud menjawab : “Berselisih itu adalah
kejelekan”. Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dengan ma'na seperti ini.
Imam Muslim
meriwayatkan pula dalam Shahihnya dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu, beliau
berkata : “Dulu Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam mengusap
pundak-pundak kami dalam meratakan shaf-shaf kami untuk shalat berjama'ah,
seraya beliau menyatakan :
“Janganlah shaf kalian
berselisih (yakni tidak rata), karena bila shaf kalian keadaannya demikian,
niscaya hati-hati diantara kalian akan berselisih pula. Hendaklah yang berdiri
di shaf belakangku adalah orang yang berakal dan berilmu, kemudian yang
dibelakangnya orang yang dibawah tingkatannya, kemudian yang dibelakangnya lagi
berdiri orang-orang yang dibawah tingkatannya”.
Dan Al Imam Al Bukhari
meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari An Nu'man bin Basyir radhiyallahu
anhuma, beliau berkata : Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam
bersabda :
“Hendaknya kalian
meratakan shaf kalian, atau Allah akan menjadikan kalian berselisih pada
wajah-wajah kalian”.
Dan dari Al Barra' bin
Aazib radhiyallahu anhu, beliau menyatakan : Bahwa Rasulullah sallallahu alaihi
wa aalihi wasallam biasa memeriksa ke sela-sela shaf dari arah ke arah yang
lainnya. Beliau mengusap dada-dada kami dan pundak-pundak kami, dan beliau
bersabda :
“Jangan kalian
berselisih dalam shaf, niscaya hati-hati kalian juga
akan berselisih”. Dan beliau selalu bersabda :
“Sesungguhnya Allah
dan para MalaikatNya selalu bershalawat bagi orang-orang yang berdiri pada shaf
pertama”. HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih, dan rawi-rawinya adalah
orang-orang yang terdapat riwayatnya dalam kitab Shahih (yakni Al Bukhari dan
Muslim), kecuali Abdurrahman bin ‘Ausajah dimana dia ini dianggap oleh An
Nasa'ie sebagai orang terpercaya dalam periwayatan hadits.
Dan diriwayatkan dalam
kitab Shahih Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, beliau menyatakan : Ketika
Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam menghadapi saat-saat terakhir
menjelang kematian beliau, waktu itu di rumah beliau ada beberapa orang lelaki
yang antar lain adalah Umar bin Al Khattab. Waktu itu Nabi sallallahu alaihi wa
aalihi wasallam menyatakan : “Marilah aku akan tuliskan bagi kalian satu pesan
yang dengannya kalian tidak akan sesat selama-lamanya sesudah ada pesan itu”.
Mendengar permintaan Nabi itu, berkatalah Umar : Sesungguhnya Nabi sallallahu
alaihi wa aalihi wasallam sedang diliputi oleh penyakit beliau, dan di sisi
kalian sudah ada Al Qur'an. Cukuplah bagi kita Kitab Allah. Maka berselisihlah
orang-orang yang ada di rumah Nabi itu dan bertikai. Sebagian dari mereka ada
yang mengatakan : Dekatkanlah kepada Nabi alat tulis untuk dituliskan bagi
kalian oleh Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam satu pesan yang
dengannya kalian tidak akan sesat selama-lamanya.
Sebagian lagi dari
mereka mengatakan seperti yang dikatakan oleh Umar. Maka setelah ramainya
omongan dan suara-suara berselisih di seputar Nabi sallallahu alaihi wa aalihi
wasallam, beliaupun menyatakan : “Pergilah kalian semua dari sisiku”.
Berkata Ubaidillah :
Ibnu Abbas selalu menyatakan : “Sesungguhnya malapetaka yang paling besar dari
berbagai malapetaka yang menimpa ummat ini, ialah kejadian yang menghalangi
untuk ditulisnya pesan Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam
tersebut. Yaitu berselisihnya mereka di sisi beliau dan meningginya suara
perselisihan itu”.
Dan Al Imam Al Bukhari
telah meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari Ubadah bin As Shamith
radhiyallahu anhu, beliau meriwayatkan : “Nabi sallallahu alaihi wa aalihi
wasallam keluar dari rumah beliau untuk memberi tahu kita tentang malam
lailatul qadar. Maka di saat itu ada dua orang Muslim
yang saling bertikai sesama mereka. Maka Nabi sallallahu alaihi wa aalihi
bersabda :
“Aku keluar dari
rumahku untuk memberi tahu kalian tentang lailatul qadar, tetapi si fulan
dengan si fulan bertikai, sehingga diangkat kembali ke langit berita itu, dan
semoga itu akan menjadi kebaikan bagi kalian. Maka oleh karena itu carilah
lailatul qadar itu pada tanggal 29, 27, dan 25 Ramadhan”.
Imam Muslim
meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari Abi Sa'ied Al Khudri, beliau
menceritakan : Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam ber'i'tikaf pada
sepuluh hari pertengahan bulan Ramadhan untuk mencari lailatul qadar sebelum
adanya kejelasan bagi beliau. Maka ketika beliau menyelesaikan sepuluh hari
tersebut, beliau memerintahkan untuk dibongkarnya kemah beliau. Kemudian
setelah itu beliau mendapat kejelasan bahwa lailatul qadar itu terjadi pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, maka beliaupun memerintahkan untuk
kembali mendirikan kemah di Masjid, kemudian beliau
keluar dari kemahnya menemui kaum Muslimin, kemudian beliau bersabda :
“Wahai sekalian
manusia, sesungguhnya telah diterangkan kepadaku kapan terjadinya lailatul
qadar, dan aku keluar ini untuk memberi tau kalian tentangnya. Akan tetapi
datang dua orang lelaki yang bertikai dan bersama keduanya ada syaithan,
sehingga akupun lupa tentang hari yang diberitahukan kepadaku itu. Oleh karena
itu carilah ia pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan”. Imam Muslim rahimahullah
menyatakan : “Berkata Ibnu Khallad : kata ‘Yahtaqqani' diganti dengan kata
‘Yakhtashimani' (yakni berselisih)”.
Al Imam Abu Dawud
meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abi Tsa'labah Al Khusyani
radhiyallahu anhu, beliau berkata : Dulunya para Shahabat Nabi sallallahu
alaihi wa aalihi wasallam bila singgah di suatu lembah dan wadi (yakni tempat
di seputar sumber air -pent) dalam perjalanan jauh mereka bersama Rasulullah
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam, sebagaimana kata Umar bin Al
Khattab,duduk terpencar di lembah tempat persinggahan itu. Maka Rasulullah
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya duduk
terpencarnya kalian di lembah dan wadi ini, tidak lain kecuali dari syaithan”.
Maka tidak pernah lagi setelah itu mereka singgah di suatu lembah untuk
istirahat dalam perjalanan mereka, kecuali mereka duduk berdekatan satu dengan
lainnya sehingga dikatakan : Seandainya dibentangkan satu lembar kain, niscaya
akan mencukupi sebagai tempat duduk mereka.
Al Imam Al Bukhari
meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari Ali (bin Abi Thalib), bahwa beliau
menyatakan : “Putuskanlah siapa yang ingin kalian putuskan untuk menggantikan
kedudukanku sebagai khalifah sepeninggalku, karena aku sesungguhnya membenci
perselisihan di antara kaum Muslimin, sehingga kaum Muslimin tetap bersatu,
atau aku mati seperti matinya para sahabatku sebelum aku”.
Maka kalian ini wahai
Ahlus Sunnah, alhamdulillah tidak seperti kaum rafidhah yang
mengkafirkan sebagian atas sebagian yang lainnya. Demikian pula kalian tidak
sama dengan berbagai aliran-aliran utama kaum mu'tazilah ,
yang juga saling mengkafirkan satu dengan lainnya, sebagaimana hal ini telah
diriwayatkan dalam berbagai kitab-kitab yang membahas tentang adanya berbagai
aliran sesat yang tumbuh di kalangan Ummat Islam. Adapun Ahlus Sunnah,
alhamdulillah mayoritas isyu perselisihan di kalangan mereka dalam bidang
pemahaman hadits dalam perkara ibadat yang telah diriwayatkan dari Nabi
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dengan berbagai macam riwayat. Atau
perselisihan di antara kalian adalah dalam perkara pandangan tentang shahih dan
dhaifnya satu hadits, dan berbagai macam isyu yang lainnya dari sebab-sebab
perselisihan yang telah disebutkan hal ini oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah .
Kalian telah tau wahai
Ahlus Sunnah, bahwa musuh-musuh kalian terus-menerus mencari-carai celah yang
ada pada kalian untuk mereka mencerca kalian dari celah itu, dan musuh-musuh
Islam tidaklah takut kecuali dari kalian. Sehingga mereka sangat berkepentingan
untuk membikin perpecahan di kalangan kalian dengan berbagai cara.
Sesungguhnya adalah
merupakan kemestian atas Ahlus Sunnah untuk menyiapkan dirinya untuk menjadi
kekuatan yang dapat memecahkan berbagai problem yang sedang mengepung dunia
Islam secara keseluruhan. Dan mereka Ahlus Sunnah memang pihak yang paling
pantas untuk menjalankan misi tersebut. Karena hanya merekalah yang diberikan
oleh Allah pemahaman yang benar tentang Al Qur'an dan Sunnah Rasulillah
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam.
Sesungguhnya Ahlus
Sunnah itu mayoritas Ummat Islam yang ada di Dunia Islam. Akantetapi
terpisah-pisahnya tempat tinggal mereka dan berbeda-bedanya negeri mereka serta
tidak saling tahunya satu dengan lainnya yang tinggal di berbagai negeri itu
menyebabkan mereka larut dalam berbagai kelompk masyarakat. Dan kita
mengharapkan agar kiranya Allah Ta'ala memberi taufiq (bimbingan) kepada
segenap pihak yang menjalankan perjuangan da'wah kepada Sunnah untuk memahami
betul keadaan Ahlus Sunnah dan menebarkan berita tentang di mana kedudukan
Ahlis Sunnah itu berada dan bagaimana keadaan mereka masing-masingnya, dan
semoga Allah menyatukan berbagai potensi kekuatan mereka.
Bukankah kalian ini
wahai Ahlus Sunnah adalah orang yang paling mungkin dan paling pantas untuk
menyatukan kekuatan dan pandangan. Allah pemilik segala keagungan telah
berfirman dalam Al Qur'an :
“Dan berpegang
teguhlah kalian semua dengan agama Allah dan jangan kalian bercerai berai”. S.
Al Imran 103
Dan Nabi sallallahu
alaihi wa aalihi wasallam bersabda sebagaimana yang diriwayatkan dalam kitab
Shahih Al Bukhari dan Muslim dari hadts Abi Musa Al Asy'ari radhiyallahu anhu :
“Seorang Mu'min
terhadap Mu'min yang lainnya adalah seperti bangunan yang satu dengan lainnya
saling menguatkan”.
Juga Beliau bersabda
sebagaimana yang diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari dan Muslim dari hadits An
Nu'man bin Basyir :
“Permisalan kaum
Mu'minin dalam hal saling menyinta dan kasih sayang di antara mereka, ialah
seperti satu jasad yang bila salah satu bagian daripadanya mengeluh sakit, maka
akan mengeluh demikian pula segenap anggauta badan itu dengan panas tinggi dan
tidak bisa tidur semalam suntuk”.
Maka kaum rafidhah
menyibukkan Dunia Islam dengan berbagai masmedianya, serta menyesatkan banyak
kaum Muslimin, bahkan sampai mengaganggu kaum Muslimin dalam mereka menjalankan
manasik haji. Yaitu ketika kaum Muslimin datang ke Makkah dari berbagai penjuru
dunia untuk menunaikan manasik haji mereka dan untuk berdzikir kepada Allah di
berbagai lembah kota Makkah yang diberkahi oleh Allah, maka tidak disadari oleh
banyak orang, bahwa tiba-tiba kaum rafidhah itu keluar ke jalan-jalan dengan
melakukan demonstrasi ala jahiliyah dengan meneriakkan yel-yel : “Khumaini –
Kumaini”. Maka siapakah yang mampu untuk mencerai-beraikan gerombolan masa yang
besar ini yang sedang durhaka kepada perintah Tuhannya dan yang hendak
menjadikan amalan manasik Haji sebagai sibul amalan anarkhis serta menyuarakan
teriakan dan seruan-seruan jahiliyah. Tidak akan bisa memporak-porandakan
gerombolan tersebut kejuali Ahlus Sunnah ketika mereka bersatu. Dan mereka yang
membubarkan gerombolan itu adalah Ahlus Sunnah yang seungguhnya.
Sesungguhnya
kebangkitan Islam yang Allah kehendaki ini membutuhkan bimbingan dan penjagaan.
Dan siapakah yan bisa memeliharanya dan menjaganya kecuali Ahlus Sunnah ?!
UPAYA MENGATASI PERSELISIHAN YANG TIMBUL DI KALANGAN AHLIS
SUNNAH MASA KINI :
Sesungguhnya berbagai
perselisihan yang tumbuh di kalangan Ahlus Sunnah akan hilang dengan izin Allah
dengan menjalankan berbagai perkara sebagai berikut ini :
1. Menjadikan Al
Qur'an dan As Sunnah sebagai hakim pemutus perkara yang diperselisihkan. Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
“Maka bila kalian bertikai
dalam satu perkara, maka kembalikanlah perkara itu kepada Allah dan RasulNya
bila kalian memang beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu baik
dan akan lebih baik lagi akibatnya”. S. An Nisa' 59.
Juga Allah Ta'ala
berfirman :
“Dan apa saja yang
kalian perselisihkan padanya dalam satu masalah maka hukumnya dikembalikan
kepada Allah”. S. As Syura 10.
Juga Allah Ta'ala
berfirman :
“Dan apabila datang
kepada mereka satu perkara dari perkara keamanan atau perkara ketakutan, mereka
tebarkan berita itu. Seandainyalah mereka kembalikan kepada Rasul itu dan
kepada Ulil Amri dari kalangan mereka (ya'ni Ulama'), niscaya akan menjadi tau
apa yang harus dilakukan dalam perkara itu dari kalangan mereka. Dan
seandainyalah tidak karena keutamaan dari Allah atas kalian dan karena
RahmatNya, niscaya kalian akan mengikuti syaithan kecuali sedikit dari kalian”.
S. An Nisa'83.
2. Bertanya kepada
Ulama' dari kalangan Ahlus Sunnah. Allah Ta'ala berfirman :
“Maka bertanyalah
kalian kepada ahlinya bila kalian tidak mengetahuinya”. S. An Nahel 43.
Akan tetapi sebagian
thalabatil ilmi (orang-orang yang sedang menuntut ilmu agama), merasa senang
dengan apa yang ada pada dirinya daripada ilmu, dan akhirnya dia mendebat
dengan ilmu itu siapa saja yang berbeda pendapat dengannya. Maka yang demikian
ini adalah salah satu sebab dari sebab-sebab terjadinya perpecahan dan
perselisihan. Al Imam At Tirmidzi meriwayatkan dalam kitab Sunannya dari Abi
Umamah, beliau menyatakan : Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam
bersabda :
“Tidaklah sesat satu
kaum setelah mereka sebelumnya mendapat petunjuk, kecuali karena dia diberi
kemampuan berdebat”. Kemudian beliau membaca ayat : “Tidaklah mereka membikin
permisalan bagimu kecuali mereka dalam rangka mendebat engkau. Bahkan mereka
memang kaum yang suka berdebat”. S. Az Zukhruf 58.
3. Menumpahkan
perhatian untuk menuntut ilmu agama. Maka apabila engkau melihat betapa
kekuranganmu, bahkan engkau seungguhnya tidak ada apa-apanya di banding para
Ulama' terdahulu seperti Al Hafidl Ibnu Katsir dan juga Ulama' yang sebelumnya
dari kalangan para Huffadl yang paling menonjol dalam berbagai bidang ilmu.
Bila engkau melihat tingginya ilmu para Huffadl itu, niscaya engkau akan
tersibukkan untuk mentelaah ilmu mereka dan lalai dari upaya untuk mencari-cari
kesalahan orang-orang yang ada di zamanmu.
4. Melihat
perselisihan dan perbedaan pendapat di kalangan Shahabat Nabi sallallahu alaii
wa aalihi wasallam wa radhiyallahu anhum dan juga bila engkau melihat
perselisihan dan perbedaan pendapat para Ulama' yang paling menonjol sesudah
generasi Shahabat itu. Bila engkau melihat semua perbedaan di antara mereka,
niscaya engkau engkau akan menganggap semua orang yang menyelisihimu dari
kalangan Ahlus Sunnah dengan anggapan yang baik. Dan engkaupun tidak akan
menuntutnya untuk tunduk kepada pikiranmu. Dan engkau juga akan tau bahwa bila
engkau menuntutnya untuk tunduk kepada pendapatmu, berarti engkau melumpuhkan
pemahamannya dan akalnya serta engkau menyeru mereka untuk taqlid (membebek) kepadamu.
Dan taqlid itu dalam agama adalah haram. Allah Ta'ala berfirman :
“Dan janganlah kalian
mengikuti apa yang kalian tidak ada ilmu padanya”. S. Al Isra' 36.
Dan banyak lagi
dalil-dalil yang menyatakan demikian sebagaimana yang dipaparkan dalam kitab
karya As Syaukani yang berjudul “Al Qaulul Mufid Fi Adillatil Ijtihad Wat
Taqlid”.
5. Melihat masyarakat
Islam dan apa yang sedang mengepung masyarakat itu dari berbagai bahaya, dan
kenyataan mayoritas Ummat Islam yang jahil tentang Islam itu sendiri. Maka
kalau engkau melihat kenyataan-kenyataan yang ada di masyarakat Islam itu,
niscaya akan menyibukkan engkau memperhatikan mereka dan melalaikan engkau dari
saudaramu yang menyelisihi engkau dalam pemahamanmu. Dan engkaupun akhirnya
akan lebih mengutamakan yang terpenting dari yang penting. Sesungguhnya Nabi
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam ketika mengutus Mu'adz ke Yaman, beliau
menyatakan kepadanya :
“Yang pertama kali
kamu seru kepadanya ialah seruan kepada Syahadat (persaksian) tidak ada
sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad itu adalah utusan
Allah”. HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya dari hadits Ibnu Abbas.
Dan setelah pemaparan
uraian ini, maka sesungguhnya kita telah melihat berbagai masalah yang berbeda
pendapat padanya Ahlus Sunnah masa kini, dimana mereka tidaklah berselisih
karena hawa nafsunya, maka kita dapati masalah-masalah yang diperselisihkan itu
mendekati tiga puluh masalah, dan kami telah mebagikannya pada saudara-saudara
kami Ahlus Sunnah untuk membahasnya dengan mereka akan menyebutkan padanya
insyaallah hadits-hadits dengan sanadnya masing-masing. Dan para peneliti itu
juga akan melihat berbagai pendapat para Ulama' yang menjelaskan hadits-hadits
tersebut untuk memahaminya. Dan kalau diperlukan, maka mereka akan melihat pula
kitab-kitab para ahli fiqih dalam memahami hadits-hadits tersebut. Dan setelah
selesainya penulisan dan penjelasan berbagai masalah-masalah itu, kami akan
menerbitkannya dalam kitab yang kecil.
Dan sungguh telah
sampai berita kepadaku bahwa Ahlus Sunnahlah sesungguhnya yang paling
mementingkan kepentingan-kepentingan kaum Muslimin dan mereka sesungguhnya
sangat merindukan adanya persatuan diantara mereka. Dan di dalam perkara ini,
insyaallah kenyataan ini akan memotong lesan-lesan para pendengki Ahlus Sunnah
yang mereka itu suka merendahkan Ahlus Sunnah. Para pendengki itu menyatakan : “Ahlus Sunnah itu
berselisih dalam perkara yang tidak ada artinya” dan mereka para pendengki itu berusaha
membikin lari kaum Muslimin dari Ahlus Sunnah dengan menggelari Ahlus Sunnah
gelar-gelar ejekan yang sesungguh Ahlus Sunnah tidaklah seperti yang
digambarkan oleh para pengejek itu. Sikap bermusuhan terhadap Ahlus Sunnah ini
adalah merupakan sikap tradisional ahlul bid'ah dan para pengekor hawa nafsu di setiap tempat dan zaman. Untuk menghadapi berbagai
ejekan ini telah tampil Al Imam Ibnu Quthaibah rahimahullah dalam kitab beliau Ta'wil Mukhtalafil
Hadits , yang disitu banyak
dibeberkan berbagai ejekan terhadap Ahlus Sunnah kemudian dibantah semua itu
oleh beliau.
Dan telah mati An
Nidzom, Abul Hudzail dan tokoh-tokoh lainnya dari
musuh-musuh As Sunnah. Sedangkan Sunnah Rasulillah sallallahu alaihi wa aalihi
wasallam tetap bersinar putih cemerlang. Karena Allah telah menjamin
pemeliharaannya sebagaimana firmanNya :
“Sesungguhnya Kamilah
yang menurunkan Adz Dziker dan Kami pula yang akan memeliharanya”. Al Hijir 9.
Dan pengertian Adz
Dziker di sini maknanya adalah meliputi Al Qur'an dan As Sunnah. Karena
keduanya adalah wahyu dari sisi Allah. Allah Ta'ala berfirman :
“Dan tidaklah Nabi itu
berbicara dari hawa nafsunya. Dia berbicara tidak lain kecuali dari wahyu yang
diwahyukan”. S. An Najem 3 – 4.
Dan Nabi sallallahu
alaihi wa aalihi wasallam bersabda :
“Ketahuilah
sesungguhnya aku diberi Al Qur'an dan yang semisalnya besertanya”.
Demikianlah nasehat
kami, dan bukannya kami meminta Ahlus Sunnah masa kini untuk samasekali tidak
berselisih dalam perkara menilai hadits itu shahih atau dha'if. Dan bukannya
pula kami meminta Ahlus Sunnah untuk jangan berselisih dalam memahami
dalil-dalil. Karena dalam perkara yang demikian ini telah berselisih para
pendahulu mereka dari kalangan para Ulama' –semoga Allah merahmati mereka-
sebagaimana hal ini telah dikenal dalam berbagai berita tentang biografi mereka.
Bahkan para Malaikat yang mulyapun –alaihimus salam- juga berselisih. Allah
Ta'ala memberitakan tentang perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para
MalaikatNya dalam firmanNya :
“Katakanlah hai
Muhammad : Sesungguhnya ia merupakan berita yang besar. Kalian terhadap berita
itu berpaling. Aku tidak mempunyai ilmu berkenaan dengan alam yang tinggi
(yaitu alam Malaikat), ketika mereka bertikai”. S. Shad 67 – 69.
Dan juga Nabi Sulaiman
berbeda pendapat dengan ayahnya yaitu Nabi Daud alaihimas salam. Allah Ta'ala
berfirman memberitakan tentang hal ini :
“Dan (ingatlah kisah )
Daud dan Sulaiman, diwaktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman,
karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah
Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu. Dan Kami memberikan
pengertian kepada Sulaiman tentang hukum yang lebih tepat dan kepada
masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu”. S. Al Anbiya' 78 –
79.
Dan di dalam kitab
Shahih Al Bukhari dan Muslim telah diriwayatkan dari Abi Hurairah dari Nabi
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam, beliau bersabda :
“Dulu pernah ada dua
orang wanita yang masing-masingnya bersama anaknya. Pada waktu itu datanglah
seigala membawa anak salah seorang dari dua wanita itu. Maka berkatalah salah
seorang dari dua wanita itu : Sesungguhnya yang dibawa lari oleh serigala itu
adalah anakmu. Maka berkata pula yang lainnya : Bahkan sesunguhnya yang dibawa
srigala itu adalah anakmu. Maka kedua wanita itu minta keputusan perkara keduanya
kepada Nabiullah Daud, maka diputuskanlah oleh Daud bahwa anak itu adalah bagi
wanita yang lebih tua dari keduanya. Maka setelah itu keduanya keluar dari
tempat tinggalnya Daud dan ketemulah keduanya dengan Nabiullah Sulaiman dan
diberitakan oleh keduanya tentang apa yang telah terjadi pada keduanya. Dan
berkatalah Sulaiman : Berikan kepadaku pisau untuk aku belah bayi itu guna aku
bagikan diantara kalian berdua. Maka berkatalah wanita yang lebih muda : Jangan
engkau lakukan –semoga Allah merahmatimu- aku rela anak itu adalah anaknya
temanku ini. Maka dengan pernyataan wanita yang lebih muda ini seperti itu,
Sulaimanpun merubah keputusan bapaknya dengan memberikan anak itu kepada wanita
yang lebih muda. Karena yang tidak rela untuk dibelahnya anak itu adalah ibu
bagi anak tersebut”. Abu Hurairah menyatakan : Aku baru mendengar kata As
Sikkin (yakni pisau) itu baru setelah Nabi bercerita, dan sebelumnya kami
namakan pisau itu dengan Al Midyah.
Demikianlah nasehatku
untuk saudara-saudaraku di jalan Allah Ahlus Sunnah, dan aku memohonkan kepada
Allah bagi mereka pertolonganNya dan taufiqNya. Dan semoga shalawat dan salam
atas Nabi kita Muhammad dan keluarganya dan para Shahabatnya.
1). Syeikh Muqbil memulai nasehatnya dengan menukil kedua hadits
tersebut adalah untuk menerangkan bahwa memberi nasehat kepada sesama Muslim
itu adalah termasuk dari kewajiban agama. –pent.
2). Demikianlah sesungguhnya, berbagai perpecahan dan
perselisihan yang terjadi di kalangan kaum Muslimin pada dasarnya dapat
diselesaikan dan disatukan kembali, kecuali bila dalam perselisihan itu bermain
tiga penyakit hati tersebut (yakni kejahilan tentang agama, kedengkian yang
terjadi diantara mereka, dan karena menuruti ajakan setan). –pent.
3). Berselisih dalam shaf itu maknanya ialah keadaan shaf yang
tidak rapat dan tidak rata. Yang satu maju ke depan dan lainnya mundur ke
belakang. Yang satu renggang dan yang lainnya kosong. Demikianlah makna
berselisih dalam shaf. –pent.
4). Hadits ini dibawakan oleh Syeikh Muqbil dalam konteks
pembicaraan beliau di sini adalah untuk menegaskan betapa perselisihan di
antara Ahlis Sunnah Wal Jama'ah itu akan menjadi petaka bagi semua pihak.
Termasuk apa yang menurut pandangan Ibnu Abbas sebagai petaka yang paling
besar, yaitu terhalangnya Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam
mendiktekan penulisan wasiat beliau yang terakhir. Al Hafidl Ibnu Hajar Al
Asqalani rahimahullah menyatakan tentang apa yang disesali oleh Ibnu Abbas ini
sebagai berikut : “Maka ketika terjadi di kalangan mereka perselisihan,
hilanglah barakah sebagaimana biasa terjadi bila terjadi pertentangan dan
percekcokan di antara sesama Muslimin”. (Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqalani,
jilid 8 halaman 133, Kitabul Maghazi bab Maradhin Nabi wa wafatihi, keterangan
hadits no : 4432. –pent.
5). Ya'ni Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam hendak
memberi tahu malam tanggal berapa terjadinya lailatul qadar. –pent.
6). Beliau mendirikan kemah di Masjid ketika beri'tikaf di
masjid, adalah sebagai tempat untuk menginap padanya. –pent.
7). Syeikh Muqbil membawakan riwayat ini adalah untuk
mengingatkan, betapa Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam sangat
keras memperingatkan para Shahabat beliau dari segala gejala saling
berjauhannya kaum Muslimin satu dengan lainnya untuk kemudian akan menjadi
sebab untuk saling berjauhannya hati mereka dan setelah itu saling berselisih
dan saling bermusuhan satu dengan lainnya. Semua ini memang diupayakan oleh
syaithan, agar kita waspada daripadanya. –pent.
8). Pernyataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib ini dibawakan di
sini untuk menunjukkan kepada kita bahwa beliau sama dengan Shahabat Nabi yang
lainnya dan juga sama dengan para Khulafa'urrasyidin yang lainnya. Yaitu
membenci perselisihan dan perpecahan di kalangan kaum Muslimin. –pent.
9). Kaum rafidhah itu ialah kaum yang mengikuti berbagai ajaran
sesat dan kafir dari Abdullah bin Saba', seorang Yahudi dari negeri Yaman yang
pura-pura masuk Islam di masa akhir pemerintahan Sayyidina Utsman bin Affan,
kemudian membikin ajaran bahwa yang berhak menjabat sebagai Khalifah
sepeninggal Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam adalah Ali bin Abi
thalib. Ajaran ini kemudian menjadi sebab untuk dibunuhnya oleh mereka Khalifah
Utsman bin Affan dengan secara dhalim dan kemudian setelah diangkatnya
Sayyidina Ali sebagai penggantinya, merekapun menyatakan bahwa Ali adalah
penjelmaan dari Allah Ta'ala. Perkembangan selanjutnya, aliran ini kemudian
menamakan dirinya dengan Syi'ah. Mereka terdiri dari puluhan aliran pecahan
yang saling mengkafirkan sebagian aliran itu dengan yang lainnya. –pent.
10). Mu'tazilah itu ialah aliran sesat yang dibangun oleh Washil
bin Atha' yang menganggap akal sebagai ukuran kebenaran lebih dari kedudukan Al
Qur'an dan As Sunnah. Mereka terpecah-pecah dalam berbagai aliran yang saling
menkafirkan satu dengan lainnya –pent.
11). Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah membahas perkara perselisihan
para Ulama Ahlis Sunnah ini dalam kitab beliau Iqtidha' Shirathal Mustaqim dan
juga dalam kitab beliau Raf'ul Malam An A'immtil A'lam. Pent-.
12). Ahlul Bid'ah itu ialah orang-orang yang menyimpang
dari Sunnah Nabi (ajaran Nabi) sallallahu alaihi wa aalihi wasallam, meskipun
telah sampai kepadanya ilmu tentang Sunnah itu. Dan dia menolak Sunnah itu
karena tidak cocok dengan kepentingan hawa nafsunya. Karena itu ahlul bid'ah
sering juga dinamakan oleh para Ulama' dengan ahlul ahwa' . Ciri-ciri
mereka yang menonjol di setiap negeri dan di segala zaman adalah benci kepada
Ahlus Sunnah terutama para Ulama'nya. Mereka menggelari Ulama' Ahlus Sunnah
sebagai kaki tangan Amerika Serikat atau dinamakan oleh mereka dengan Ulama'
piring nasi, atau Ulama' yang tidak punya wawasan politik dan sebagainya dan
sebagainya. Demikian pula mereka merendahkan Ahlus Sunnah sebagai gerombolan
orang-orang yang anti persatuan kaum Muslimin dan tidak mempunyai keprihatinan
terhadap berbagai problem yang diderita oleh kaum Muslimin. Padahal Ahlus
Sunnah itu selalu di garis depan dalam membela kaum Muslimin dari kezaliman
orang-orang kafir dan kalau perlu bertempur mengorbankan jiwa dan raganya.
Sementara ahlul ahwa' itu membela kaum Muslimin sebatas kecaman dari
jauh dan demo- demo di jalan-jalan. –pent.
13). An Nidzom itu ialah salah seorang tokoh aliran
Mu'tazilah yang namanya Abu Ishaq Ibrahim bin Sayyar An Nidzom yang muncul
ketokohannya dalam aliran Mu'tazilah pada th. 220 H. dia menjadi sesat dengan
mu'tazilahnya setelah mendalami berbagai buku-buku filsafat Yunani kuno dan
mengadopsi pemikirannya yang sesat dari buku-buku tersebut. Diantara
kesesatannya yang terkenal adalah penolakannya terhadap adanya taqdir Allah
dalam kehidupan ini. Mulutnya amat keji dalam menghina Ahlus Sunnah dan
khususnya penghinaannya terhadap Ulama' Ahlil Hadits. Adapun Abul Hudzail namanya
ialah Muhammad bin Al Hudzil Al Allaaf, seorang tokoh Mu'tazilah yang
mengatakan bahwa Taqdir Allah itu fana' (yakni keberadaannya terbatas dalam
waktu tertentu) dan surga serta neraka itu kekekalannya terbatas dalam waktu
tertentu dan setelah itu penghuni surga dan neraka akan membeku. Sementara taqdir
Allah sudah lumpuh dan yang tetap tidak mati adalah akal. Dia mati pada th. 226
H. Abul Hudzail ini adalah termasuk gurunya An Nidzom. –pent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar