Untuk lebih memantapkan pemahaman kita terhadap makna
kalimat tauhid yang mulia “Laa Ilaha Illallah“, maka di sini kami akan
menjelaskan beberapa penafsiran yang batil dari kalimat tauhid ini. Karena
sesuatu tidak akan bisa dikenali secara sempurna kecuali dengan mengenal
lawannya, demikian pula kalimat tauhid yang mulia ini tidak akan bisa dipahami
maknanya secara sempurna kecuali setelah mengenal dan memahami
penafsiran-penafsiran yang batil yang dibuat oleh orang-orang yang berpenyakit
hatinya terhadap kalimat tauhid ini. Sebagaimana dikatakan oleh seorang
penya`ir :فَالضِّدُّ يُظْهِرُ حُسْنَهُ الضِّدُّ وَبِضِدِّهَا تَتَبَيَّنُ الْأَشْيَاءُ
“Sesuatu akan dinampakkan kebaikannya oleh kebalikannya dan dengan kebalikannyalah semua perkara bisa menjadi jelas”.
Dan sebagiannya lagi berkata :
عَرَفْتُ الشَّرَّ لاَ لِلشَّرِّوَلَكِنْ لِتَوَقِّيْهِ وَمَنْ لَمْ يَعْرِفِ الْخَيْرَ مِنَ الشَّرِّوَقَعَ فِيْهِ
“Saya mengetahui kejelekan bukan untuk kejelekan akan tetapi untuk menghindar darinya, karena barangsiapa yang tidak mengetahui kebaikan dari kejelekan maka dia akan terjatuh ke dalamnya (kejelekan tersebut)”.
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah homenetapkan dalam firmannya :
وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ
“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat (Al Qur’an) dan supaya jelas jalannya orang-orang yang berdosa”. (QS. Al-An’am : 55)
Berkata As-Sa’dy dalam Tafsirnya : ““Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat (Al Qur’an)” Yakni kami menjelaskan, menerangkan dan membedakan antara jalan hidayah dan kesesatan dan (antara jalan) penyelewengan dan petunjuk, agar orang-orang yang diberi hidayah bisa mendapatkan hidayah dengannya dan agar semakin nampak kebenaran yang harus untuk diikuti. “dan supaya jelas jalannya orang-orang yang berdosa” yang mengantarkan kepada kemurkaan Allah dan siksaanNya, karena jalannya orang-orang yang mujrim jika telah nampak dan jelas maka mudah untuk menghindari dan menjauh darinya, berbeda kalau jalan mereka masih kabur dan kurang jelas, karena dengan demikian maksud yang mulia ini (menjauh darinya dan agar jelas jalannya orang-orang yang sholeh) tidak bisa terwujud”.
Berikut pemaknaan yang batil dari kalimat tauhid ini yang banyak tersebar dan sering didengang-dengungkan di tengah-tengah kaum muslimin saat ini :
- Tidak ada
yang ada kecuali Allah. (Laa Mawjuda Illallah)
- Mengartikan
ilah sebagai mawjud (yang ada) sedangkan
makna yang benar adalah bermakna ma’bud (yang disembah).
- Meniadakan
khobar dari laa dan ini adalah kesalahan dari sisi
bahasa sekaligus dalil akan rusaknya penafsiran ini dari sisi syari’at.
Lihat makna laa Ilaha illallah pada edisi perdana.
- Mengharuskan
semua yang ada berupa manusia –dengan berbagai macam jenisnya-, binatang
dan tumbuh-tumbuhan bahkan benda-benda mati semuanya adalah Allah, karena
semuanya ada dan disaksikan, Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka
sifatkan. Keyakinan ini kalau diyakini membuat pelakunya keluar dari Islam
dan lebih kafir dari pada Nashrani yang hanya memiliki tiga Tuhan
sedangkan orang yang berkeyakinan seperti ini memiliki Tuhan yang tidak
terbatas, maka apakah ada lagi kesesatan yang lebih mengerikan
setelahnya?!.
- Atau
mengharuskan hanya Allah yang ada sedangkan kita semua sebagai manusia dan
seluruh makhlukNya mereka anggap tidak ada dan ini jelas kebatilannya dari
sisi akal, hiss (panca indera) terlebih lagi dari sisi syari’at.
- Tidak ada
yang disembah yang ada kecuali Allah. (Laa ma’buda mawjudun
illallah)
- Mengeluarkan
keyakinan yang rusak atas segala sesuatu dan memasukkan keyakinan yang
benar atas Allah. (Ikhrojul yaqin al-fasid ‘alal
asyya` wa idkholil yaqin ash-shodiq alalllah)
- لَتَرَوُنَّ
الْجَحِيْمَ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِيْنِ
Maka meyakini sesuatu yang terjadi dan merupakan kenyataan yang diketahui tidaklah menafikan tauhid.
- Tidak ada
Tuhan selain Allah (Laa Robba illallah)
- Tidak
ada pencipta selain Allah (Laa Kholiqa illallah)
- Tidak
ada yang menguasai atau memberi rezki kecuali Allah (Laa malika
aw roziqa illallah)
- Tidak
ada yang sanggup mengadakan yang baru kecuali Allah (Laa qodira
’alal ikhtiro’ illallah) dan ini adalah penafsiran
para ahli kalam dan filsafat.
Setelah ini dipahami, maka ketahuilah bahwa makna kalimat ini ’Tidak ada Tuhan selain Allah’ adalah benar, hanya saja yang bermasalah dan yang merupakan kebatilan kalau kalimat ini dijadikan sebagai makna kalimat tauhid laa ilaha illallah. Karena kalau kalimat tauhid ditafsirkan dengan penafsiran seperti ini maka berarti siapa saja yang telah mengakui hanya Allah sebagai Robb (Tuhan) –yakni sebagai pencipta, penguasa dan pengatur- maka berarti dia telah berlaa ilaha illallah atau telah masuk Islam, padahal orang-orang musyrikin dan ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) bahkan seluruh makhluk -kecuali beberapa kelompok kecil dari manusia- dari dahulu sampai sekarang semuanya mengakui bahwa ’Tidak ada Tuhan selain Allah’. Mereka tidak pernah ada yang mengatakan apalagi meyakini bahwa ada pencipta selain Allah atau ada yang menguasai dan mengatur alam semesta selain Allah, tidak sama sekali akan tetapi bersamaan dengan semua keyakinan di atas –yakni keyakinan hanya Allah sebagai pencipta, penguasa dan pengatur alam semesta tanpa selainnya atau dengan kalimat lebih ringkas keyakinan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah-, mereka tetap dikatakan musyrik dan kafir, tetap diperangi oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dan tetap diperintahkan untuk mengucapkan Laa ilaha illalah, menunjukkan bukan makna ini yang diinginkan dari kalimat tauhid yang mulia ini.
Berkata Al-Imam Muhammad bin ’Abdil Wahhab rahimahullah dalam Al-Qowa’idul Arba’ : “Kaidah yang pertama : Engkau harus mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam mereka mengakui bahwa sesungguhnya Allah hanya Dialah Pencipta, Pemberi rezki, Yang Menghidupkan dan Mematikan serta Yang Memberikan manfaat dan Yang Memberikan bahaya dan Yang Mengatur semua perkara. Akan tetapi semua pengakuan tersebut tidaklah memasukkan mereka ke dalam Islam“.
Dan beliau juga berkata di awal kitab Kasyfusy Syubhat : “… maka mereka orang-orang musyrikin itu bersaksi bahwa sesungguhnya Allah hanya Dialah Yang Mencipta satu-satunya tidak ada tandingan bagiNya, dan bahwa tidak ada yang memberi rezki kecuali Dia, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan kecuali Dia, tidak ada yang mengatur semua perkara kecuali Dia dan bahwa semua langit-langit beserta siapa yang berada di dalamnya dan juga bumi-bumi yang tujuh beserta siapa yang berada di dalamnya, semuanya adalah hamba Allah serta di bawah pengaturan dan kekuasaanNya“.
Berikut beberapa dalil-dalil dari Al-Qur`an yang menunjukkan dengan sangat jelas bahwa orang-orang yang telah dihukumi oleh Allah dan RasulNya sebagai orang kafir ternyata mereka meyakini bahwa ’Tidak ada Tuhan selain Allah’ :
- Surah
Luqm an ayat 25 :
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالأَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ اللهُ
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka :
“Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab :
“Allah””.- Surah
Y unus ayat 31 :
“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: "Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?".
- Surah
Al-Mu`min un ayat 84-89 :
“Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah: "Siapakah Tuhannya langit yang tujuh dan Tuhannya `Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?"“.
Maka lihatlah –semoga Allah merahmatimu- bagaimana mereka kaum musyrikin meyakini hanya Allah yang mencipta, menguasai, mengatur alam semesta dan mengakui semua sifat-sifat keTuhanan Allah akan tetapi bersamaan dengan itu Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap menafikan (meniadakan) dari mereka ketakwaan dan keIslaman sepanjang mereka tidak menyerahkan seluruh ibadahnya hanya kepadaNya. Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
“Dan tidaklah kebanyakan mereka beriman kepada (keTuhanan) Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dalam peribadahan)“. ( QS. Yusuf : 106 )
- Surah
Al-Isro` ayat 102 :
“Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu`jizat-mu`jizat itu kecuali Tuhannya langit-langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata"“.
Maka di sini Nabi Musa ’alaihissalam memastikan bahwa Fir’aun meyakini bahwa Allah adalah Tuhannya langit-langit dan bumi dan tidak mungkin seorang Nabi berdusta. Maka adapun perkataan Fir’aun :
أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى
“Akulah Tuhanmu yang paling tinggi“. ( QS. An-N azi’at : 24 )
dan juga perkataannya :
وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ
“ Siapa Tuhan semesta alam itu?". ( QS. Asy-Syu’aro` : 23 )
maka kedua perkataan ini hanyalah perkataan pura-pura tidak tahu tentangnya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menciptakan dirinya dan paling mengetahui tentang dirinya daripada dirinya sendiri telah mengungkapkan isi hati Fir’aun dalam firmanNya :
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya“. ( QS. An-Naml : 14 )
Maka Fir’aun –bersamaan dengan kekafiran dia yang sudah mencapai puncaknya- tidak bisa mengingkari apa yang ada di dalam hatinya berupa keyakinan akan keTuhanan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Surah
Hijr ayat 36 :
“Berkata iblis: "Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan"“.
dan Iblis juga berkata :
إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam“. ( QS. Al-Hasyr : 16 )
Dari dua ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya dalam Al-Qur`an kita bisa melihat bagaimana Iblis yang merupakan sumber semua kesesatan dan kerusakan baik di langit maupun di bumi juga masih mengimani keTuhanan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan takut kepadaNya, bahkan dia sanggup untuk bersumpah hanya dengan menggunakan nama Allah sebagaimana dalam firmanNya :
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya ” “. ( QS. Shood : 82 )
Akan tetapi bersamaan dengan itu Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menganggapnya sama sekali karena dia meninggalkan penyembahan hanya kepadaNya.
Semua ayat di atas menunjukkan bahwa keyakinan akan keTuhanan Allah tidak diingkari oleh kaum musyrikin demikian pula pimpinan mereka Iblis, dan hal ini tidak lain karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan keyakinan ini sebagai fitrah seluruh makhluk yang tidak akan pernah berubah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ
“(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah“. ( QS. Ar-Ruum : 30 )
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“ Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"“. ( QS. Al-A’r af : 172 )
Oleh karena itulah para Rasul tidak diutus untuk menyuruh mereka mengakui Allah sebagai Tuhan akan tetapi untuk menyerukan kepada mereka agar mereka hanya menyembah kepada Allah dan meninggalkan semua sembahan selainNya.
Wallahu Waliyyut taufiq.
Oleh:
Ustadz Hammad Abu Mu’awiyah
Sumber : Jurnal Al-Atsariyyah Vol. 02/Th01/2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar