selamat.Kami memohon perlindungan dan ampunan kepada Allah dari kejelekan perbuatan jiwa dan dosa-dosa yang berkarat. Barangsiapa yang diberi petunjuk-Nya, niscaya tidak ada yang bisa membuatnya sesat.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan
keharibaan Muhammad bin Abdillah shalallahu ‘alaihi wasallam yang diutus untuk menghapus
seluruh syariat. Kemudian mengemban syariat Islam yang mulia dan terhormat.
Dan yang dijadikan sebagai penutup para Nabi sampai hari kiamat. Dan semoga shalawat dan salam dilimpahkan pula kepada
keluarga, para Sahabat dan pengikutnya sampai
datangnya yaumut-tanad.
Saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak
untuk diibadahi selain Allah Al Ahad Ash-Shamad. Dan
saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk diikuti
selain Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
Amma ba’du :
Sesungguhnya agama ini adalah wahyu dari
Allah azza
wa jalla. Dan didapat
dengan cara talaqqi dan isnad.
Bukan dengan otodidak dan kreatifitas. Barangsiapa menyangkanya
demikian, maka dia telah menjauhkan dirinya dari
petunjuk sejauh-jauhnya.
Adalah Nabi shalallahu ‘alihi wasallam telah
membacakan Al Qur’an kepada para Sahabat radhiyallahu
‘anhum, lalu mereka membacanya dihadapan Nabi.
shalallahu ‘alihi wasallam.
Dan para Shahabat membacakannya kepada para
Tabi’in, lalu mereka membacanya dihadapan para Shahabat dan
seterusnya. Demikianlah silsilah agama ini. Para Ulama dari dulu
hingga sekarang telah menjalaninya sebagai standar baku untuk mendapatkan ilmu
agama.
Demikian pula ucapan, perbuatan dan
persetujuan Nabi shalallahu
‘alihi wasallam adalah bagian dari wahyu dan ilham.
Orang-orang yang adil, shalih dan terpercaya sebelum kita telah
menukilnya dan menyampaikannya kepada kita tanpa bias sedikitpun, baik pengurangan atau penambahan maupun kerancuan atau
kesamaran. Bahkan dengan sangat jelas dan
gamblang.
Hanya para pembaca kitab-kitab hadits dan
mereka yang duduk bersimpuh untuk belajar dan
mengambil faidah dari para Ulama yang mengetahui tingginya kedudukan As-Sunnah dan ilmu periwayatan yang disertai usaha maksimal untuk
mendapatkan validitas dan kemurnian redaksi dan isnadnya.
Al Imam Abdullah bin Mubarak berkata :
الإِسْنَادُ مِنَ
الدِّيْنِ. وَلَوْلاَ الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ.
Artinya: isnad adalah bagian dari agama. Dan jika tanpa isnad, niscaya siapapun
bebas berbicara seenaknya (tentang agama ini). Muqaddimah Shahih Muslim
Pembaca yang budiman, terdapat berita sebagai
berikut
Muhammadiyah:
Teropong Digital Bisa Atasi Awan
Imam Wahyudiyanta - detikcom
Penentuan hilal dengan mata telanjang dilakukan karena belum berkembangnya ilmu pengetahuan.
“Itu dulu waktu jaman Nabi Muhammad melihat dengan mata
telanjang,” ujar Mughni saat dihubungi detiksurabaya.com,
Kamis (6/9/2007)
Seiring berkembangnya waktu, kata Mughni,
ilmu hisab (perhitungan) dan falak (perbintangan) semakin maju dan berkembang. Nah, dengan bertambah akuratnya kedua ilmu itulah
penentuan hari awal puasa bisa ditetapkan.
Namun, kata Mughni, sah-sah saja jika menggunakan alat teknologi canggih. Sebab melihat bulan
dengan mata telanjang belum bisa menjamin penentuan
rukyat. “Bisa saja awan menghalangi pandangan mata terhadap
bulan,” katanya.(iwd/mar)
Pembaca yang budiman, mari kita bandingkan
pernyataan ini dengan keterangan dan penjelasan
berikut :
Saya berkata dengan mengharap taufiq dari
Allah :
حَدَّثَنِيْ شَيْخُنَا
الوَالِد الشَّيْخُ المُحَدِّثُ الحَافِظُ المُعَمَّرُ الفَقِيْهُ أَحْمَدُ بنُ
يَحْيَى بنِ مُحَمَّد شَبِيْر النَّجْمِيُّ آل شَبِيْر الأَثَرِيُّ –حفظه الله -
عَنْ مُحَمَّد خَيْرِ
الحَجِّيِّ عَنْ أَمَةِ اللهِ الدَّهْلَوِيَّةِ عَنْ أَبِيْهاَ عَبْدِ الغَنِيِّ
الدَّهْلَوِيِّ المَدَنِيِّ عَنْ مُحَمَّد عَابِدِ السِّنْدِيِّ,
(ح) وَعَنْ مُحَمَّدِ
بنِ عَبدِ الرَّحْمَنِ بنِ إِسْحَاقَ آلُ الشَّيْخِ عَن سَعْدِ بنِ حَمَدِ بنِ
عَتِيْقٍ عَنْ صَدِّيْق حَسَن خَان القَنُوْجِيِّ عَن عَبْدِ الحَقِّ بنِ فَضْلِ
اللهِ العُثْمَانِيِّ,
كِلاَهُمَا عَنْ
عَبْدِ اللهِ بنِ مُحَمَّدِ بنِ إِسْمَاعِيلَ الأَمِيرِ عَنْ أَبِيْهِ مُحَمَّدِ
بنِ إِسْمَاعِيلَ الأَمِيْرِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ عَبدِ اللهِ بنِ سَالِمِ
البَصْرِيِّ المَكِّيِّ عَن إِبْرَاهِيْمَ الكَوْرَانِيِّ عَنْ سُلْطَانِ
المُزَاحِيِّ عَن النُّوْرِ الزِّيَادِيِّ عَن الشَّمْسِ مُحَمَّدِ الرَّمْلِيِّ
عَن زَكَرِيَّا الأَنْصَارِيِّ عَنِ العِزِّ بنِ الفُرَاتِ عَن عُمَرَ ابنِ أميلة
عَنِ ابنِ البُخَارِيِّ عَنِ الإِمَامِ الحَافِظِ أَبِي مُحَمَّدٍ عَبدِ الغَنِيِّ
بنِ عَبدِ الوَاحِدِ المَقْدِسِيِّ-رحمه الله- صَاحِبِ عُمْدَةِ الأَحْكَامِ,
أَنَّهُ قَالَ :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ
عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ : “إِذَا
رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ
عَلَيْكُمْ فَاقْـدُرُوْا لَهُ”.
Telah menyampaikan kepada
saya Syaikhuna As-Syaikh Al Muhaddits Al Hafizh Al Faqih Mufti
Kerajaan Saudi Arabia Bagian Selatan, Ahmad bin Yahya bin Muhammad Syabir An-Najmi Alu Syabir Al Atsari Hafizhahullah dengan sanad yang
bersambung sampai kepada Al Imam Al Hafizh Abu Muhammad
Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al Maqdisi rahimahullah,
beliau berkata dalam kitabnya Umdatul Ahkam
:
Dari Abdullah bin Umar Radhiyalahu ‘anhuma,
beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda :
“Apabila kalian melihatnya,
maka berpuasalah. Dan apabila kalian melihatnya, maka berbukalah.
Jika penglihatan kalian terhalang, maka sempurnakanlah 30 hari.”
Syaikhuna Ahmad An-Najmi hafizhahullah berkata
:
Tema Hadits:
Yang mewajibkan puasa Ramadhan dan yang
mewajibkan berbuka darinya serta hukumnya saat terjadi kesamaran.
Kosa Kata:
إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ Kata ganti hu kembali
kepada hilal. Dan wawu al jama’ah terarah kepada seluruh kaum muslimin.
فَصُوْمُوْا Kalimat
ini sebagai jawab syarth wa jaza dari kata idza.
Dan yang serupa dengan kalimat ini adalah sabda Nabi: (وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا)
فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْYaitu jika penglihatan kalian terhalang oleh debu yang pekat atau mendung.
فَاقْـدُرُوْا لَهُ Yaitu
sempurnakanlah 30 hari.
Makna Umum
:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk
berpuasa dan berbuka berdasarkan ru’yatul hilal. Perintah ini terarah
kepada seluruh kaum muslimin. Apabila salah seorang muslim melihatnya,
maka seluruh kaum muslimin wajib berpuasa. Dan apabila dua orang atau
lebih melihatnya saat keluarnya bulan Ramadhan dan masuknya bulan Syawal, maka
seluruh kaum muslimin wajib berbuka dan berhari raya Idul Fitri, sebagaimana
petunjuk yang terdapat pada dalil-dalil yang ada.
Fikih Hadits :
1. Dipahami darinya tentang penentuan
hukumnya dengan rukyat. Dan maksud dari
rukyat adalah penglihatan mata telanjang setiap individu umat ini. Oleh sebab itu terdapat hadits dari Nabi bahwa
beliau bersabda :
إِنَّا
أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسُبُ, الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا
…ألخ
Artinya: “Sesungguhnya
kami adalah umat yang ummi, tidak bisa menulis dan
berhitung. Satu bulan demikian dan demikian…dst”.
Sabda Nabi (إِنَّا أُمَّّةٌ أُمِّيًّةٌ) menunjukkan
pengingkaran terhadap penyebutan sebagian orang untuk bersandar
kepada perhitungan bintang-bintang dan kedudukannya serta yang
semisal dengannya.
2. Dipahami dari sabda Nabi (إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ)
bahwa standarnya adalah penglihatan mata telanjang. Bukan bersandar pada penggunaan teropong bintang dan teropong digital serta
teknologi canggih apapun. Perintah ini terarah kepada seluruh umat. Apa yang
dikenal pada zaman tersebut sebagai cara untuk
melihat hilal, maka itulah standar hukum syar’inya.
3. Dipahami dari
sabda Nabi (فَصُوْمُوْا) yang
merupakan jawaban dari syarat sebelumnya, bahwa rukyat
dengan mata telanjanglah yang mewajibkan untuk berpuasa.
Para Ulama’ berbeda pendapat tentang persaksian yang mewajibkan puasa.
Terdapat hadits dari Abdullah bin Abbas radhiyalahu ‘anhuma beliau
berkata :
جَاءَ أَعْراَبِيٌّ
إِلَى النَّبِيِّ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الهِلاَلَ. قَالَ : أَتَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ الله ؟ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ ؟ قَالَ :
نَعَمْ. قَالَ : يَا بِلاَلُ, أَذِّنْ فِي النَّاسِ أَنْ يَصُوْمُوْا غَداً.
Artinya: Seorang Arab Badui datang kepada
Nabi, kemudian berkata: “Sesungguhnya saya telah melihat hilal.”
Nabi bertanya: “Apakah anda bersaksi bahwa
tidak ada yang berhak untuk diibadahi selain Allah? Apakah anda bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah?” Dia menjawab: “Ya”.
Nabi bersabda: “Wahai Bilal, umumkan kepada
manusia agar berpuasa besok”.
Terdapat juga hadits bahwa keluarnya bulan
harus dipersaksikan oleh dua orang.
Sedangkan standar saksi untuk masuknya bulan
Ramadhan atau masuknya bulan Syawal adalah cukuplah dia
sebagai seorang muslim.
4. Sabda Nabi, (وَإِذَا
رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا) yaitu
apabila kalian melihat bulan Syawal, maka berbukalah. Dipahami darinya bahwa
rukyat atau menyempurnakan bilangan bulan 30 hari adalah standar
untuk berbuka.
5. Terdapat perbedaan dalam memahami sabda
Nabi (صُوْمُوْا) dan (أَفْطِرُوْا) yang menunjukkan
bahwa perintah tersebut terarah kepada seluruh umat. Apakah
rukyat satu orang cukup untuk seluruhnya atau masing-masing kaum
dengan rukyat mereka sendiri-sendiri.
Oleh sebab itu para Ulama berbeda pendapat:
Apakah rukyat satu orang berlaku untuk seluruh
kaum muslimin atau tidak berlaku kecuali kepada penduduk negerinya dan negara
sekitarnya ?
Diantara para Ulama ada yang berpendapat
bahwa rukyat satu orang berlaku untuk seluruh kaum
muslimin. Mereka berdalil bahwa manusia di zaman Nabi dan
Khulafa Ar-Rasyidin tidak mengenal rukyat setiap kaum berlaku
bagi mereka sendiri. Bahkan yang tampak bahwa rukyat satu orang berlaku untuk
seluruh kaum muslimin.
Saya berkata: Terdapat catatan
pada pendapat ini.
Pertama: Bahwa
tidak adanya penukilan tidak menunjukkan tidak terjadinya suatu kejadian.
Manusia pada zaman tersebut berkomunikasi dengan alat komunikasi yang kuno. Sarana komunikasi seperti ini menjadikan penduduk
setiap negeri terputus hubungan dengan negeri lainnya.
Maka masing-masing negeri dengan rukyatnya untuk berpuasa
dan berbuka.
Diantara buktinya adalah kisah Kuraib ketika
tampak bulan kepadanya di Damaskus. Kemudian
ketika sampai di Madinah pada akhir bulan, dia mengabarkan bahwa
manusia melihat hilal pada malam jum’at. Maka Ibnu Abbas menjawab
:
أَمَّا نَحْنُ فَقَدْ
رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ, فَلاَ نَزَالُ نَصُوْمُ حَتَّى نَرَاهُ أَوْ
نُكْمِلَ العِدَّةَ ثَلاَثِيْنَ.
Artinya: “Sedangkan kami melihatnya pada
malam Sabtu. Maka kami akan terus berpuasa sampai kami
melihatnya atau menyempurnakan bilangan 30 hari.”
Dengan
hadits ini jelaslah bahwa rukyat tidak berlaku kepada mereka seluruhnya.
Kedua: Pada saat
itu tidak terdapat sarana komunikasi yang dapat menyampaikan
berita kepada seluruh manusia ketika hilal terlihat.
Oleh sebab itu kami katakan: Sesungguhnya pendapat terkuat
bahwa manusia pada zaman itu berpegang dengan rukyat masing-masing negerinya
atau menyempurnakan bilangan bulan untuk berpuasa
dan berbuka.
Dan yang tampak dengan jelas menurut saya
pada masalah ini dan pada zaman ini adalah: Bahwa setiap negeri
berbeda rukyatnya berdasarkan perbedaan tempat keluarnya hilal.
Oleh sebab itu, apabila hilal terlihat penduduk timur bumi, kelazimannya akan berlaku bagi penduduk barat bumi.
Contohnya: Jika hilal terlihat di Pakistan , maka
negara-negara setelahnya yang waktu tenggelam mataharinya belakangan,
diwajibkan berpegang dengan rukyat tersebut. Sebab jika matahari telah
mendahului bulan di Pakistan ,
maka pasti lebih jauh matahari mendahului
bulan pada negara-negara setelahnya.
Demikian pula jika hilal terlihat di Saudi Arabia
misalnya, maka negara-negara setelahnya wajib
berpuasa dan tidak wajib bagi negara-negara sebelumnya.
Praktisnya sebagai contoh, jika hilal
terlihat di Saudi Arabia, maka wajib bagi Sudan,
Mesir dan setelahnya dari negara-negara di Afrika dan Eropa yang
waktu tenggelamnya matahari belakangan setelah Saudi Arabia untuk berpuasa. Dan
tidak wajib bagi negara-negara sebelumnya seperti Pakistan ,
Afghanistan ,
Irak, dan semisalnya.
Sebab telah dimaklumi bahwa semakin ke barat,
maka waktu tenggelamnya matahari pada negara bagian barat bumi semakin
terbelakang daripada negara bagian timur. Ini adalah perkara jelas yang tidak
diperdebatkan dan nyata keberadaannya. Demikianlah kesimpulan pada masalah ini.
Wabillahit-taufiq. Selesai
Demikianlah, saya memohon kepada Allah untuk
memberikan tambahan ilmu yang bermanfaat, amal
yang shalih dan ikhlash dalam berkata dan berbuat. Dan semoga
penjelasan ini bermanfaat bagi kaum muslimin.
oleh:
Al Faqir ila ‘afwi Rabbihi )Abu
Abdillah Muhammad Yahya(
Tidak ada komentar:
Posting Komentar