Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Kamis, 25 Agustus 2011

Faedah Shalawat untuk Nabi Shallallâhu `Alayhi wa Sallam & Hukum Menyingkat Tulisan Shalawat


Oleh: Asy-Syaikh Ibn Baz رحمه الله

Apa keutamaan bershalawat untuk Nabi وسلم عليه  صلى الله? Bolehkah kita menyingkat ucapan shalawat tersebut dalam penulisan, misalnya kita tulis Muhammad SAW atau dengan tulisan Arab صلعم, singkatan dari وسلم عليه  صلى الله?
 Jawab:

Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz رحمه الله menjawab:
 “Mengucapkan shalawat untuk Rasulullah وسلم عليه  صلى الله merupakan perkara yang disyariatkan.
Di dalamnya terdapat faedah yang banyak. Di antaranya menjalankan perintah Allah عزوجل, menyepakati Allah سبحانه وتعالى   dan para malaikat-Nya yang juga bershalawat untuk Nabi وسلم عليه  صلى الله Allah عزوجل
berfirman:
تَسْلِيمًا وَسَلِّمُوا عَلَيْهِ صَلُّوا آمَنُوا الَّذِينَ أَيُّهَا يَا النَّبِيِّ عَلَى يُصَلُّونَ وَمَلائِكَتَهُ اللَّهَ إِنَّ
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.” (Al-Ahzab: 56)

Faedah lainnya adalah melipatgandakan pahala orang yang bershalawat tersebut, adanya harapan doanya terkabul, dan bershalawat merupakan sebab diperolehnya berkah dan langgengnya kecintaan kepada Rasulullah وسلم عليه  صلى الله Sebagaimana bershalawat menjadi sebab seorang hamba beroleh hidayah dan hidup hatinya. Semakin banyak seseorang bershalawat kepada beliau وسلم عليه  صلى الله dan mengingat beliu, akan semakin kental pula kecintaan kepada beliau di dalam hati. Sehingga tidak tersisa di hatinya penentangan terhadap sesuatu pun dari perintahnya dan tidak pula keraguan terhadap apa yang beliau sampaikan.
Rasulullah وسلم عليه  صلى الله sendiri telah memberikan anjuran untuk mengucapkan shalawat atas beliau dalam beberapa hadits. Di antaranya hadits yang diriwayatkan Al-Imam Muslim رحمه الله dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah رضي الله عنه , bahwasanya Rasulullah وسلم عليه  صلى الله bersabda: 
عَشْرًا عَلَيْهِ اللهُ صَلَّى وَاحِدَةً عَلَيَّ صَلَّى مَنْ
 “Siapa yang bershalawat untukku satu kali maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali.”
 Dari hadits Abu Hurairah رضي الله عنه  juga, disebutkan bahwa Rasululah وسلم عليه  صلى الله bersabda: 
كُنْتُمْ حَيْثُمَا تَبْلُغُنِيْ صَلاتَكُمْ فَإِنَّ عَلَيَّ وَصَلُّوْ عِيْدًا،قَبْرِيْ تَجْعَلُوا وَلا قُبُوْرًا بُيُوْتَكُمْ تَجْعَلُوا لا
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan (2) dan jangan kalian jadikan kuburanku sebagai id 3. Bershalawatlah untukku karena shalawat kalian sampai kepadaku di mana pun kalian berada.”(4)
 Rasulullah وسلم عليه  صلى الله pernah pula bersabda: 
عَلَيَّ يُصَلِّ فَلَمْ عِنْدَهُ ذُكِرْتُ رَجُلٍ أَنْفُ رَغِمَ
“Terhinalah seorang yang aku (namaku) disebut disisinya namun ia tidak mau bershalawat untukku.”(5)

Bershalawat untuk Nabi وسلم عليه  صلى الله disyariatkan dalam tasyahhud shalat, dalam khutbah, saat berdoa serta beristighfar. Demikian pula setelah adzan, ketika keluar serta masuk masjid, ketika mendengar nama beliau disebut, dan sebagainya.

Perkaranya lebih ditekankan ketika menulis nama beliau dalam kitab, karya tulis, risalah, makalah, atau yang semisalnya berdasarkan dalil yang telah lewat. Ucapan shalawat ini disyariatkan untuk ditulis secara lengkap/sempurna dalam rangka menjalankan perintah Allah kepada kita dan agar pembaca mengingat untuk bershalawat ketika melewati tulisan shalawat tersebut. Tidak sepantasnya lafadz shalawat tersebut ditulis dengan singkatan misalnya ص atau صلعم ataupun singkatan-singkatan yang serupa dengannya, yang terkadang digunakan oleh sebagian penulis dan penyusun. Hal ini jelas menyelisihi perintah Allah dalam firman-Nya:
صَلُّوْاعَليْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيمًا 
“…bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.”
Dan juga dengan menyingkat tulisan shalawat tidak akan sempurna maksudnya serta tidak diperoleh keutamaan sebagaimana bila menuliskannya secara sempurna. Terkadang pembaca tidak perhatian dengan singkatan tersebut atau tidak paham maksudnya.
Menyingkat lafadz shalawat ini dibenci oleh para ulama dan mereka memberikan peringatan akan hal ini.
Ibnu Shalah رحمه الله dalam kitabnya ‘Ulumul Hadits yang lebih dikenal dengan Muqaddimah Ibnish Shalah mengatakan, “ (Seorang yang belajar hadits ataupun ahlul hadits) hendaknya memperhatikan penulisan shalawat dan salam untuk Rasulullah bila melewatinya. Janganlah ia bosan menulisnya secara lengkap ketika berulang menyebut Rasulullah.”
Ibnu Shalah juga berkata, “ Hendaknya ia menjauhi dua kekurangan dalam penyebutan shalawat tersebut:
Pertama, ia menuliskan lafadz shalawat  dengan kurang, hanya meringkasnya dalam dua huruf atau semisalnya.
Kedua, ia menulisakannya dengan makna yang kurang, misalnya ia tidak menuliskan وسلم .”
Al-‘Allamah As-Sakhawi رحمه الله dalam kitabnya Fathul Mughits Syarhu Alfiyayil Hadits lil ‘Iraqi, menyatakan. “Jauhilah wahai penulis, menuliskan shalawat dengan singkatan, dengan engkau menyingkatnya menjadi dua huruf dan semisalnya, sehingga bentuknya kurang. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang jahil dari kalangan ajam (non Arab) secara umum dan penuntut ilmu yang awam. Mereka singkat lafadz shalawat dengan ص, صم, atau صلعم (6). Karena penulisannya kurang, berarti pahalanyapun kurang, berbeda dengan orang yang menuliskannya secara lengkap.
As-Suyuthi رحمه الله berkata dalam kitabnya Tadribur Rawi fi Syarhi Taqrib An-Nawawi, “Dibenci menyingkat tulisan shalawat di sini dan di setiap tempat yang disyariatkan padanya shalawat , sebagaimana disebutkan dalam Syarah Muslim dan selainnya, berdalil dengan firman Allah:
صَلُّوْاعَليْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيمًا  
As-Suyuthi juga mengatakan, “dibenci menyingkat shalawat dan salam dalam penulisan, baik dengan satu huruf atau dua huruf seperti menulisnya dengan صلعم , bahkan semestinya ditulis lengkap.”
Inilah wasiat saya kepada setiap muslim dan pembaca juga penulis, agar mereka mencari yang utama/afdhal, mencari yang di dalamnya ada tambahan pahala dan ganjaran, serta menjauhi perkara yang dapat membatalkan atau menguranginya.”
(2) Dengan tidak dikerjakan shalat sunnah di dalamnya, demikian pula Al-Qur’an tidak dibaca di dalamnya. (-pent.)
(3) Tempat Kumpul-kumpul. (-pent).
(4) Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani رحمه الله dalam Shahih Abi Dawud. (-pent.)
(5) HR. At-Tirmidzi, kata Asy-Syaikh Muqbil رحمه الله dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, “Hadits hasan gharib.” (-pent.)
(6) Dalam bahasa kita sering disnigkat dengan SAW. (-pent.)
(Diringkas dari fatwa Asy-Syaikh Ibn Baz رحمه الله yang dimuat dalam Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 2/396-399)
Lihat Majalah Asy Syari’ah No.36/III/1428 H/2007 hal. 89-91
(Baca juga  Kitabul ‘Ilmi karya Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin رحمه الله(diterjemahkan Penerbit Pustaka Sumayyah dengan judul Tuntunan Ulama Salaf Dalam Menuntut Ilmu Syar’I, hal. 203-204))

Oleh: Asy Syaikh Wasiyullah Abbas
(Ulama Masjidil Haram, pengajar di Ummul Qura)

Soal:
Banyak orang yang menulis salam dengan menyingkatnya, seperti dalam Bahasa Arab mereka menyingkatnya dengan س- ر-ب. Dalam bahasa Inggris mereka menyingkatnya dengan “ws wr wb” (dan dalam bahasa Indonesia sering dengan “ass wr wb” – pent). Apa hukum masalah ini?

Jawab:
Tidak boleh untuk menyingkat salam secara umum dalam tulisan, sebagaimana tidak boleh pula menyingkat shalawat dan salam atas Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak boleh pula menyingkat yang selain ini dalam pembicaraan.

ulamasunnah.wodpress.com

Tambahan dari kami (Redaksi Dakwah Sunnah):
Dengan menyingkat tulisan salam, maka tidak akan sempurna maksudnya serta tidak diperoleh keutamaan sebagaimana bila menuliskannya secara sempurna. Terkadang pembaca tidak perhatian dengan singkatan tersebut atau tidak paham maksudnya.

Wallahu A'lam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar