Pertanyaan, “Apa hukum amplop bagi imam shalat tarawih?”
Jawaban Syekh Abu Said Al-Jazairi, “Sepatutnya, kebiasaan memberikan uang di akhir Ramadan
untuk imam
shalat tarawih itu dijauhi karena hal itu menyebabkan para imam
tersebut memiliki tendensi duniawi dalam ibadah yang mereka lakukan, dan boleh
jadi, hal ini menyebabkan adanya ganjalan hati antara takmir masjid dengan para
imam tersebut tatkala uang yang diberikan kepada imam tidak sesuai dengan
harapan.
قال الله تعالى (فَمَن كَانَ
يَرْجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلاَ يُشْرِكْ
بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدَاً ) [الكهف:110] ،
Allah berfirman (yang artinya), 'Siapa
saja yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, hendaknya dia mengerjakan
amal saleh dan tidak menduakan dengan siapa pun ketika beribadah kepada
Tuhannya.' (Q.S. Al-Kahfi:110)
وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
"اقرؤوا القرآن [وابتغوا به الله تعالى] قبل أن يأتي قوم يقرؤون القرآن
فيسألون به الناس "
Rasulullah bersabda, 'Bacalah
Alquran dan niatkanlah hanya untuk Allah, sebelum datang sekelompok orang yang
membaca Alquran lalu dia jadikan Alquran sebagai alat untuk meminta-minta harta.'
(H.R. Ahmad, dan lain-lain; sahih, sebagaimana dalam Shahih Al-Jami Ash-Shaghir,
no. 1169)
Imam Muhammad bin Nasr Al-Maruzi
(wafat tahun 294 H) mengatakan bahwa Yahya bin Yahya berkata kepada Abu Waki’,
'Bukankah Abu Ishaq bercerita kepada kalian bahwa Abdullah bin Ma’qil menjadi
imam shalat tarawih di bulan Ramadan. Saat Idul Fitri tiba, Ubaidullah bin
Ziyad mengirimkan uang sebanyak lima ratus dirham dan satu setel baju baru
kepada Abdullah bin Ma’qil, namun Abdullah bin Ma’qil menolak pemberian
tersebut sambil mengatakan, 'Sesungguhnya, kami tidaklah mengambil upah karena
membaca Alquran'?'
Abu Waki’ berkata, 'Benar,
demikianlah yang diceritakan oleh Abu Ishaq.'
Abu Ishaq mengatakan bahwa Mush’ab
memerintahkan Abdullah bin Ma’qil bin Muqarrin untuk menjadi imam shalat
tarawih di Masjid Jami' ketika bulan Ramadhan. Setelah Idul Fitri tiba, Mush’ab
mengirimkan uang sebanyak lima ratus dirham dan satu setel baju, namun Abdullah
menolaknya. Abdullah mengatakan, 'Aku tidak mau mengambil upah karena membaca
Alquran.' (Dikutip dari Mukhtashar Qiyam Al-Lail, hlm. 246, karya Imam
Ahmad bin Ali Al-Maqrizi [wafat tahun 845])
Syekh Abdusy Syakur Al-Atsari
mengatakan, 'Fenomena uang amplop karena menjadi imam shalat di bulan Ramadan
telah tersebar di zaman kita saat ini. Sampai-sampai, para penghafal Alquran
bepergian dari satu daerah ke daerah yang lain dan mereka mencari-cari takmir
masjid yang mau menetapkan besaran upah bagi mereka sebelum mereka bertugas
sebagai imam shalat tarawih, sehingga mereka menjadi imam dengan penuh semangat
dan penuh keyakinan akan mendapatkan upah yang mereka harapkan. Bahkan,
sebagian imam shalat tarawih menjadi imam shalat tarawih di suatu masjid, lalu
segera menyelesaikan shalat bersama jemaah masjid tersebut, untuk bisa
berpindah ke masjid lain dan menjadi imam shalat tarawih di masjid kedua. Kedua
shalat tarawih tersebut dilaksanakan di awal malam. Dengan demikian, si imam
mendapatkan upah dari kedua masjid tersebut. Inna lillahi wa inna ilahi
raji’un. Semoga Allah memaafkan kita.'
Meski demikian, shalat bermakmum
dengan orang semacam itu adalah shalat yang sah. Jika ada celaan maka celaan
hanya tertuju kepada si imam.
Asyhab mengutip perkataan Imam Malik
yang mengatakan, 'Tidaklah mengapa mengerjakan shalat dengan bermakmum kepada
imam yang mau menjadi imam shalat karena mendapatkan upah. Jika ada dosanya
maka itu adalah tanggungan si imam.' (Dikutip dari An-Nawadir waz Ziyadat,
1:386, karya Ibnu Abi Zaid Al-Qairawani [wafat tahun 386 H], tahqiq oleh Abdul
Qadir bin Muhammad Al-Halwu)."
Sumber:
http://www.abusaid.net/index.php/shariya/294-2009-10-12-10-50-57.html
http://www.abusaid.net/index.php/shariya/294-2009-10-12-10-50-57.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar