Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Minggu, 07 Agustus 2011

Apa Hukum Amplop untuk Imam Tarawih?

Ketika bulan Ramadan tiba, di samping mendatangkan peng-kultum, sebagian masjid juga mendatangkan orang-orang tertentu yang memiliki suara yang merdu untuk menjadi imam shalat tarawih. Apa hukum uang amplop untuk imam tarawih semisal ini? Simak jawabannya dalam tanya jawab berikut ini.
Pertanyaan, “Apa hukum amplop bagi imam shalat tarawih?”
Jawaban Syekh Abu Said Al-Jazairi, “Sepatutnya, kebiasaan memberikan uang di akhir Ramadan untuk imam
shalat tarawih itu dijauhi karena hal itu menyebabkan para imam tersebut memiliki tendensi duniawi dalam ibadah yang mereka lakukan, dan boleh jadi, hal ini menyebabkan adanya ganjalan hati antara takmir masjid dengan para imam tersebut tatkala uang yang diberikan kepada imam tidak sesuai dengan harapan.
قال الله تعالى (فَمَن كَانَ يَرْجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدَاً ) [الكهف:110] ،
Allah berfirman (yang artinya), 'Siapa saja yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, hendaknya dia mengerjakan amal saleh dan tidak menduakan dengan siapa pun ketika beribadah kepada Tuhannya.' (Q.S. Al-Kahfi:110)
وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "اقرؤوا القرآن [وابتغوا به الله تعالى] قبل أن يأتي قوم يقرؤون القرآن فيسألون به الناس "
Rasulullah bersabda, 'Bacalah Alquran dan niatkanlah hanya untuk Allah, sebelum datang sekelompok orang yang membaca Alquran lalu dia jadikan Alquran sebagai alat untuk meminta-minta harta.' (H.R. Ahmad, dan lain-lain; sahih, sebagaimana dalam Shahih Al-Jami Ash-Shaghir, no. 1169)
Imam Muhammad bin Nasr Al-Maruzi (wafat tahun 294 H) mengatakan bahwa Yahya bin Yahya berkata kepada Abu Waki’, 'Bukankah Abu Ishaq bercerita kepada kalian bahwa Abdullah bin Ma’qil menjadi imam shalat tarawih di bulan Ramadan. Saat Idul Fitri tiba, Ubaidullah bin Ziyad mengirimkan uang sebanyak lima ratus dirham dan satu setel baju baru kepada Abdullah bin Ma’qil, namun Abdullah bin Ma’qil menolak pemberian tersebut sambil mengatakan, 'Sesungguhnya, kami tidaklah mengambil upah karena membaca Alquran'?'
Abu Waki’ berkata, 'Benar, demikianlah yang diceritakan oleh Abu Ishaq.'
Abu Ishaq mengatakan bahwa Mush’ab memerintahkan Abdullah bin Ma’qil bin Muqarrin untuk menjadi imam shalat tarawih di Masjid Jami' ketika bulan Ramadhan. Setelah Idul Fitri tiba, Mush’ab mengirimkan uang sebanyak lima ratus dirham dan satu setel baju, namun Abdullah menolaknya. Abdullah mengatakan, 'Aku tidak mau mengambil upah karena membaca Alquran.' (Dikutip dari Mukhtashar Qiyam Al-Lail, hlm. 246, karya Imam Ahmad bin Ali Al-Maqrizi [wafat tahun 845])
Syekh Abdusy Syakur Al-Atsari mengatakan, 'Fenomena uang amplop karena menjadi imam shalat di bulan Ramadan telah tersebar di zaman kita saat ini. Sampai-sampai, para penghafal Alquran bepergian dari satu daerah ke daerah yang lain dan mereka mencari-cari takmir masjid yang mau menetapkan besaran upah bagi mereka sebelum mereka bertugas sebagai imam shalat tarawih, sehingga mereka menjadi imam dengan penuh semangat dan penuh keyakinan akan mendapatkan upah yang mereka harapkan. Bahkan, sebagian imam shalat tarawih menjadi imam shalat tarawih di suatu masjid, lalu segera menyelesaikan shalat bersama jemaah masjid tersebut, untuk bisa berpindah ke masjid lain dan menjadi imam shalat tarawih di masjid kedua. Kedua shalat tarawih tersebut dilaksanakan di awal malam. Dengan demikian, si imam mendapatkan upah dari kedua masjid tersebut. Inna lillahi wa inna ilahi raji’un. Semoga Allah memaafkan kita.'
Meski demikian, shalat bermakmum dengan orang semacam itu adalah shalat yang sah. Jika ada celaan maka celaan hanya tertuju kepada si imam.
Asyhab mengutip perkataan Imam Malik yang mengatakan, 'Tidaklah mengapa mengerjakan shalat dengan bermakmum kepada imam yang mau menjadi imam shalat karena mendapatkan upah. Jika ada dosanya maka itu adalah tanggungan si imam.' (Dikutip dari An-Nawadir waz Ziyadat, 1:386, karya Ibnu Abi Zaid Al-Qairawani [wafat tahun 386 H], tahqiq oleh Abdul Qadir bin Muhammad Al-Halwu)."

Sumber:
http://www.abusaid.net/index.php/shariya/294-2009-10-12-10-50-57.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar