Penulis: Al
Ustadz Qomar ZA, Lc
Zakat fithr wajib atas kaum muslimin, anak kecil, besar, lelaki, perempuan, merdeka, dan hamba. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithr sebanyak satu shaa’ korma atau satu shaa’ gandum atas hamba dan orang merdeka, kecil dan besar dari kalangan muslimin.” (Riwayat Bukhari (3/291) dan Muslim (984).)
Zakat fithr wajib atas kaum muslimin, anak kecil, besar, lelaki, perempuan, merdeka, dan hamba. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithr sebanyak satu shaa’ korma atau satu shaa’ gandum atas hamba dan orang merdeka, kecil dan besar dari kalangan muslimin.” (Riwayat Bukhari (3/291) dan Muslim (984).)
Sebagian
ahlul ilmi mewajibkannya pada hamba yang kafir karena hadits Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu: “Hamba tidak ada zakatnya kecuali zakat fithr” (Riwayat
Muslim (982))
Hadits ini umum sedangkan hadits Ibnu Umar khusus, sudah maklum hadits khusus jadi penentu hadits umum. Yang lain berkata: “Tidak wajib atas orang puasa karena hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithr pensuci bagi yang puasa dari perbuatan sia-sia, jelek dan makanan bagi kaum miskin.” (Telah lewat takhrijnya)
Hadits ini umum sedangkan hadits Ibnu Umar khusus, sudah maklum hadits khusus jadi penentu hadits umum. Yang lain berkata: “Tidak wajib atas orang puasa karena hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithr pensuci bagi yang puasa dari perbuatan sia-sia, jelek dan makanan bagi kaum miskin.” (Telah lewat takhrijnya)
Al-Khathabi
rahimahullah (Ma’alimus Sunan 3/214) menegaskan: “Zakat fitri wajib juga atas
orang puasa yang kaya atau fakir yang mendapatkannya dari makanan dia, jika
‘illat (alasan-pent) diwajibkannya karena pensucian, seluruh yang puasa butuh
akan itu, jika berserikat dalam ‘illat berserikat juga dalam hukum”. Al-Hafidz
menjawab (3/369): “Penyebutan pensucian disebutkan untuk menghukumi yang
dominan, zakat fithr diwajibkan pula atas orang yang tidak berpuasa (berdosa)
seperti yang diketahui keshalihannya atau orang yang masuk Islam sesaat sebelum
terbenamnya matahari.”
Sebagian
lagi berpendapat bahwa zakat fithr wajib juga atas janin, tapi kami tidak
menemukan dalil akan hal itu, karena janin tidak bisa disebut kecil atau besar,
baik menurut masyarakat ataupun istilah.
Apakah Janin Wajib Dizakati?
Jawabnya:
tidak. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat tersebut
kepada (anak kecil), sedangkan janin tidak disebut (anak kecil) baik dari sisi
bahasa maupun adat. Bahkan Ibnul Mundzir menukilkan ijma’ tentang tidak
diwajibkannya zakat fitrah atas janin. Walaupun sebetulnya ada juga yang berpendapat
wajibnya atas janin, yaitu sebagian riwayat dari Al-Imam Ahmad dan pendapat
Ibnu Hazm dengan catatan –menurutnya– janin sudah berumur 120 hari. Pendapat
lain dari Al-Imam Ahmad adalah sunnah. Namun dua pendapat terakhir ini lemah,
karena tidak sesuai dengan hadits di atas.
* * *
Waktu Pembayaran Zakat
Adapun waktu
penunaian kewajiban Zakat Fithrah adalah ketika tenggelamnya Matahari pada
malam Idul Fithri. Maka barangsiapa yang terkena kewajiban zakat ketika itu
wajib baginya untuk menunaikan zakat dan jika tidak terkena kewajiban maka
tidak diwajibkan untuk berzakat.
Oleh karena
itu, apabila seseorang meninggal sebelum tenggelamnya matahari walaupun
beberapa detik sebelumnya, maka tidak wajib atasnya untuk berzakat fithrah.
Adapun jika meninggal setelah tenggelamnya Matahari, walaupun beberapa detik
saja, wajib atas dia untuk mengeluarkan zakat fithrah.
Jika seorang
bayi dilahirkan setelah tenggelamnya Matahari walaupun beberapa detik
setelahnya, maka tidak wajib atasnya untuk mengeluarkan zakat, akan tetapi
disunnahkan untuk mengeluarkannya sebagaimana keterangan sebelumnya. Dan jika
dilahirkan sebelum tenggelamnya Matahari walaupun beberapa detik sebelumnya,
wajib untuk mengeluarkan zakat fithrah.
Hanyalah
waktu penunaian kewajiban Zakat Fithrah adalah ketika tenggelamnya Matahari
pada malam ‘Idul Fithri karena waktu itu merupakan waktu selesainya puasa
Ramadhan. Zakat Fithrah dikaitkan dengan hal tersebut, sebagaimana dikatakan :
‘Zakat Fithri (selesai) dari Ramadhan’
Maka
keterkaitan hukumnya adalah dengan waktu tersebut.
Adapun waktu
penyerahan zakat fithrah maka ada 2 waktu : waktu yang utama dan waktu yang
dibolehkan.
● Waktu
yang utama adalah ketika pagi hari ‘Idul Fithri (yakni sebelum pelaksanaan
shalat ‘Id) sebagaimana dalam Shahih Al-Bukhari dari hadits Abu Sa’id Al Khudry
radhiyallahu ‘anhu berkata:
كُنَّا
نُخْرِجُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ
الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ
“Dahulu kami
di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan (zakat) pada
pagi hari idul fithri berupa 1 shaa’ makanan“
dan hadits
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma :
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ
أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
“Bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan berzakat fithrah agar
ditunaikan sebelum keluarnya kaum muslimin untuk menunaikan Shalat ‘Id”.(H.R Muslim dan yang lainnya)
Oleh karena
itu yang lebih utama adalah mengakhirkan Shalat ‘Id pada ‘Idul Fithri, agar
waktu untuk mengeluarkan zakat fithrah lebih luas.
● Adapun waktu
yang dibolehkan, adalah sehari atau dua hari sebelum hari ‘Idul Fithri.
Dalam Shahih Al-Bukhari dari Nafi’ berkata:
فَكَانَ
ابْنُ عُمَرَ يُعْطِي عَنْ الصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ حَتَّى إِنْ كَانَ لِيُعْطِي
عَنْ بَنِيَّ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُعْطِيهَا الَّذِينَ
يَقْبَلُونَهَا وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
“Dahulu Ibnu
Umar memberikan Zakat Fithrah dari anak kecil dan orang dewasa sampai dia
memberikan kepada anakku, dan Ibnu Umar memberikan zakat fithrah kepada
orang-orang yang berhak menerimanya, dan mereka memberikan zakat fithrah
sehari atau dua hari sebelum hari ‘Idul Fithri“.
Tidak boleh
mengakhirkan Zakat Fithrah setelah usai pelaksanaan Shalat ‘Idul Fithri, jika
diakhirkan tanpa ada alasan maka zakatnya tidak diterima karena menyelisihi apa
yang telah diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Telah lewat penjelasannya dari hadits Ibnu Abbas shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa barangsiapa yang menunaikannya sebelum Shalat ‘Id maka itu
adalah Zakat Fithrah yang diteriman, dan barangsiapa yang menunaikannya setelah
Shalat ‘Id maka itu teranggap sedekah dari sedekah-sedekah yang ada (tidak
terhitung sebagai zakat fithrah -red).
Namun jika
mengakhirkannya karena alasan/sebab, maka tidak mengapa. Contohnya masuk ‘Idul
Fitri bertepatan ketika dia berada di suatu tempat (daratan) yang dia tidak
mempunyai sesuatu yang bisa diserahkan atau tidak ada seorangpun yang bisa diberi,
atau datang kabar tentang hari raya ‘Idul Fithri secara tiba-tiba/mendadak
sehingga tidak memungkinkan bagi dia untuk mengeluarkannya sebelum Shalat ‘Id,
atau seseorang sudah siap mengeluarkan zakat namun ternyata ia lupa, maka
diperbolehkan bagi dia untuk mengeluarkannya walaupun setelah Shalat ‘Id,
karena dia mempunyai udzur (alasan) dalam permasalahan ini.
Sumber:
http://kaahil.wordpress.com/2010/09/06/apakah-janin-wajib-dizakati-kapan-waktu-yang-utama-membayar-zakat-fitrah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar