Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Senin, 08 Agustus 2011

Apakah keluarnya mani membatalkan Puasa?


Menyentuhkan kemaluannya pada bagian tubuh istrinya (selain kemaluan) -misalnya di antara dua pahanya-, maninya keluar maupun tidak.
Ada tiga pendapat dalam masalah ini:
1.    Itu membatalkan puasanya dan dia wajib membayar kaffarah.
Ini adalah pendapat Malik, Atha`, Al-Hasan, Ibnul Mubarak, Ishaq, dan salah satu riwayat dari Ahmad.
2.    Itu membatalkan puasanya akan tetapi tidak ada kewajiban kaffarah.
Ini adalah pendapat Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, dan riwayat lain dari Ahmad.
Mereka mengatakan: Karena ini bukanlah jima’ yang sempurna sehingga dikiaskan dengan mencium, dan tidak ada dalil akan wajibnya kaffarah. Ini yang dikuatkan oleh Ibnu Qudamah.
3.    Tidak membatalkan puasanya walaupun maninya keluar. Ibnu Muflih menyebutkan kemungkinan pendapat ini dalam Al-Furu’ dan kelihatannya beliau condong kepada pendapat ini.
Telah berlalu bahwa ini adalah pendapat Ibnu Hazm.
Yang rajih adalah pendapat ketiga, ini yang dirajihkan oleh Ash-Shan’ani dan Syaikh Al-Albani.
Hal itu karena tidak ada dalil yang menyatakan perbuatan ini adalah pembatal puasa. Adapun mengkiaskannya dengan jima’, maka kias ini kurang detail, karena adanya perbedaan antara jima’ dengan kasus di atas.
Adapun sekedar karena keluarnya mani, maka para ulama sepakat bahwa melakukan jima’ itu membatalkan puasa walaupun tidak ada mani yang keluar. Maka ini menunjukkan patokan pembatal puasa adalah perbuatan jima’, bukan keluarnya mani.
Adapun sekedar karena adanya syahwat, maka kita katakan adanya syahwat tidak cukup untuk menghukumi batalnya puasa seseorang, sebagaimana yang akan datang bahwa orang yang mencium istrinya karena syahwat tidaklah membatalkan puasanya.
Jadi, yang benar pada kasus di atas puasanya tidak batal, akan tetapi puasanya makruh bahkan dikhawatirkan dia kehilangan pahala puasanya -walaupun puasanya syah-, wallahu a’lam.
[Al-Mughni: 3/26, Al-Inshaf: 3/284, Syarh Kitab Ash-Shiyamk: 1/302, dan Al-Majmu’: 6/342]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar