Bolehkah Dibekam Ketika Puasa ?
Al-Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad
Sunusi Al-Atsary
Berbekam (mengeluarkan darah kotor
dari kepala dan anggota tubuh lainnya) adalah makruh
karena bisa mengakibatkan tubuh menjadi lemas dan menyeret orang berbekam untuk
berbuka. Demikian pula halnya yang semakna dengan ini adalah memberikan donor
darah.
Hukum ini merupakan bentuk kompromi
dari dua hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, yaitu
antara hadits mutawatir yang di dalamnya beliau menyatakan :
أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُوْمُ
“Telah berbuka orang yang berbekam
dan orang yang membekamnya.”
Dan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma riwayat Al-Bukhary :
احْتَجَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ صَائِمٌ
“Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam berbekam dan beliau dalam keadaan berpuasa.”
Hukum bekam ketika berpuasa
Para ulama berbeda pendapat tentang
pembekaman, termasuk membatalkan puasa ataukah tidak.
Pendapat pertama. Mereka mengatakan bahwa bekam membatalkan puasa. Ini
adalah madzhab Hambali, Ishaq, Ibnul Mundzir, dan mayoritas fuqaha (ahli fikih)
[44], dan dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, dan juga Ibnu Utsaimin dalam fatwanya.
Dalil mereka:
- Menurut mereka bekam adalah salah satu hal yang dapat
membatalkan puasa.
عَنْ رَافِعِ بْنِ خَادِجٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّي الله عَلَيْهِ وَ سَلََّمْ :
أَفْطَرَ الحَاجِمُ وَ المَحْجُوْمُ
Dari Rafi’ bin Khadij radhiyallahu
‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Berbuka (batal puasa) orang yang membekam dan dibekam.” (HR. Tirmidzi: 774,
Ahmad 3/465, Ibnu Khuzaimah: 1964, Ibnu Hibban: 3535; hadits ini telah
dishahihkan oleh imam Ahmad, imam Bukhari, Ibnul Madini (lihat al Istidzkar
10/122). Demikian juga al Albani menshahihkannya dalam Irwa’ul Ghalil:
931, Misykatul Mashabih: 2012, dan Shahih Ibnu Khuzaimah: 1983).
Pendapat kedua. Menurut pendapat kedua, bekam tidak membatalkan puasa. Ini
adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama secara umum, baik dari kalangan
ulama salaf (terdahulu), maupun khalaf (ulama masa kini) [45].
Dalil mereka:
- Menurut mereka ada sebuah hadits yang menyebutkan bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam sedangkan beliau
sedang dalam keadaan puasa, sebagaimana dalam sebuah hadits dari Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata:
احْتَجَمَ رَسُوْلُ الله صَلَّي الله
عَلَيْهِ وَ سَلََّمْ وَ هُوَ صَائِمٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah berbekam sedangkan beliau berpuasa.” (HR.
Bukhari:1838,1939, Muslim: 1202).
Pendapat yang kuat. Pendapat yang kuat adalah pendapat kedua, yaitu berbekam
tidak membatalkan puasa, dengan alasan dalil yang tersebut di atas; dan
dikuatkan oleh beberapa hal di antaranya:
- Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang
menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dalam
keadaan puasa adalah me-nasakh (menghapus) hadits yang mengatakan
batalnya puasa seorang yang berbekam dan yang dibekam. Hal ini dibuktikan
bahwa Abu Sa’id al Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
رَخَّصَ رَسُوْلُ الله صَلَّي الله
عَلَيْهِ وَ سَلََّمْ لِاصَّائِمِ فِي الحِجَامَةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam memberi rukhshah (keringanan) bagi orang yang berpuasa
untuk berbekam.” (HR. Nasa-I 3/432, Daruquthni 2/182, Baihaqi 4/264; Daruquthni
mengatakan seluruh perawinya terpercaya, dan dishahihkan oleh al Albani dalam Shahih
Ibnu Khuzaimah: 1969)
Berkata Ibnu Hazm rahimahullah:
“Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘memberi rukhshah’
tidak lain menunjukkan arti larangan sebelum datangnya rukhshah
(sehingga asalnya dilarang, lalu diizinkan). Oleh karenanya, benarlah
perkataan/pendapat bahwa ini (hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
me-nasakh hadits yang pertama.” (al Mushalla 6/204)
- Pendapat ini diperkuat dengan adanya hadits-hadits lain
yang mengisyaratkan bahwa hadits Rafi’ bin Khadij radhiyallahu ‘anhu
dihapus, seperti:
عَنْ ثَابِتٍ البُنَّانِي قَالَ
سُئِلَ أَنَسٌ بْنُ مَالِكِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كُنْتُمْ تَكْرَهُوْنَ
الحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ عَلَي عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلَّي الله عَلَيْهِ وَ
سَلََّمْ؟ قَالَ لاَ إِلَّا مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ
“Dari Tsabit al Bunani beliau
berkata: Telah ditanya Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu: “Apakah kalian (para
sahabat) di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci
bekam bagi orang yang berpuasa?” Beliau menjawab: “Tidak (kami tidak
membencinya), kecuali kalau menjadi lemah (karena bekam).” (HR. Bukhari 4/174;
lihat Fathul Bari dalam penjelasan hadits ini, dan juga perkataan al
Albani rahimahullah yang menguatkan masalah ini dalah Misykatul
Mashabih: 2016)
Dari penjelasan di atas, menjadi
jelas bahwa donor darah tidak membatalkan puasa, karena di-qiyas-kan
kepada masalah bekam menurut pendapat yang kuat adalah tidak membatalkan puasa.
Sumber :
http://ummushofiyya.wordpress.com/2010/08/09/pembatal-puasa-di-zaman-modern-2/#more-333
PEMBATAL KETIGA BELAS : Dialisis (Cuci Darah)
As-Syaikh Kholid bin Ali
al-Musyaiqih
Ini ada dua cara:
Pertama:
Dengan perantaraan alat yang disebut
mesin dialiser (yang berfungsi sebagai ginjal buatan –pent), dimana darah
dipompa menuju alat ini yang kemudian alat ini mencuci darah itu dari berbagai
zat berbahaya, kemudian kembali ke dalam tubuh melalui pembuluh vena.
Dan dalam perjalanan proses ini,
mungkin perlu diberikan makanan cair melalui pembuluh darah.
Kedua:
Melalui membran peritoneum (selaput
rongga perut) di perut.
Yaitu dengan memasukkan pipa kecil
ke dalam dinding perut di atas pusar, kemudian biasanya dimasukkan dua liter
cairan yang mengandung gula glukosa berkadar tinggi ke dalam perut, dan
dibiarkan di dalam perut selama beberapa waktu, kemudian ditarik kembali dan
diulangi proses ini beberapa kali dalam satu hari.
Para ulama kontemporer berselisih
pendapat tentangnya, apakah membatalkan puasa atukah tidak?
Pendapat pertama:
Membatalkan puasa. Ini pendapat Ibnu
Baz – rohimahulloh – dan al-Lajnah ad-Daimah.
Dalil mereka, bahwa dialisis akan
menggantikan darah dengan darah yang segar, dan juga akan memberikan zat
makanan lain. Sehingga terkumpullah dua pembatal puasa.
Pendapat kedua:
Tidak membatalkan puasa.
Mereka berdalil bahwa hal ini bukan
perkara yang telah di-nash-kan dan bukan pula yang semakna dengan
perkara yang telah ada nashnya.
Pendapat yang lebih dekat (kepada
kebenaran) adalah yang menyatakan bahwa hal itu membatalkan puasa.
Permasalahan: jika telah terjadi
pencucian darah saja, maka tidak membatalkan puasa. Akan tetapi yang terjadi
pada dialisis adalah adanya penambahan sebagian zat makanan, garam-garaman, dan
selainnya.
PEMBATAL KEDELAPAN BELAS : Donor darah
Permasalahan ini dibangun di atas
permasalahan hijamah (bekam).
Pendapat yang masyhur menurut
madzhab (hambali), bahwa berbekam membatalkan puasa. Ini pendapat yang dipilih
Ibnu Taimiyah – rohimahulloh.
Sedangkan jumhur ulama berpendapat
tidak membatalkan puasa.
Dan pendapat yang lebih kuat, bahwa
berbekam membatalkan puasa.
Berdasarkan hal ini, maka seseorang
(yang berpuasa –pent) tidak boleh melakukan donor darah kecuali karena darurat.
PEMBATAL KESEMBILAN BELAS : Pengambilan sedikit darah untuk analisis
lab
Ini tidak membatalkan puasa, karena
tidak semakna dengan bekam. Karena bekam akan melemahkan badan.
Sumber :
http://www.direktori-islam.com/2009/09/pembatal-puasa-era-modern/
Hukum Donor Darah dalam Bulan Ramadhan
Penulis: Asy-Syaikh Muhammad bin
Sholih Al-‘Utsaimin rahimahullah
Tanya : Apakah mengambil sedikit darah (donor) dengan tujuan
sebagai penghalalan atau bersedekah kepada seseorang di siang hari bulan
Ramadhan dapat membatalkan puasa atau tidak ?
Jawab : Jika seseorang mengambil sedikit darahnya yang tidak
memberikan efek kepada badannya seperti membuat dia lemah, maka ini tidak
membatalkan puasanya baik diambil sebagai penghalalan, atau donor untuk
seorang yang sakit, atau bersedekah kepada seseorang yang membutuhkan.
Adapun jika darahnya diambil dengan
jumlah yang banyak, yang menjadikan badan lemas, maka dia berbuka dengannya
(donor itu telah menjadi sebab sehingga dia berbuka/tidak berpuasa lagi-red).
Dikiaskan seperti berbekam yang telah datang riwayatnya dari sunnah bahwa
berbekam adalah termasuk salah satu dari pembatal-pembatal puasa.
Dengan demikian, maka tidak boleh
bagi seseorang untuk menyedekahkan darahnya yang sagat banyak dalam keadaan dia
sedang berpuasa wajib, seperti puasa pada bulan Ramadhan. Kecuali jika di sana
ada keperluan yang darurat (mendesak), maka dalam keadaan seperti ini boleh
baginya untuk menyedekahkan darahnya untuk menolak/mencegah darurat tadi.
Dengan demikian dia berbuka dengan makan dan minum. Lalu dia harus mengganti
puasanya yang dia tinggalkan/berbuka. (af)
Sumber : http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/08/26/hukum-seputar-ramadhan-kumpulan-fatwa-ulama/
Taken: kaahil.wordpress.com
syukran berbagi infonya
BalasHapus