Diantara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah istighfar (memohon ampun) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai pasal ini kami bagi menjadi dua pembahasan.
Pertama, hakikat istighfar dan taubat.
Kedua, dalil syar'i bahwa istighfar dan taubat termasuk kunci rizki.
Pertama : Hakikat Istighfar dan Taubat
Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mereka mengucapkan.
"Artinya : Aku mohon
ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya".
Tetapi
kalimat-kalimat di atas tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh
dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis
ini adalah perbuatan orang-orang dusta.
Para ulama
-semoga Allah memberi balasan yang sebaik-baiknya kepada mereka- telah
menjelaskan hakikat istighfar dan taubat. Imam Ar-Raghib Al-Ashfahami menerangkan : "Dalam istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna". (Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, dari asal kata " tauba" hal. 76)
Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya sendiri menjelaskan : "Para ulama berkata, 'Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.
Jika taubatnya itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan Keempat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta ma'af kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf". (Riyadhus Shalihin, hal. 41-42)
Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah "Meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan". Dan firman Allah.
"Artinya : Mohonlah
ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun". (Nuh : 10)
Tidaklah
berarti bahwa mereka diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata,
tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar)
hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para
pendusta". (Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, dari asal kata "ghafara"
hal. 362)
Kedua :
Dalil Syar'i bahwa Istighfar dan Taubat Termasuk Kunci Rizki Beberapa nash (teks) Al-Qur'an dan Al-Hadits menunjukkan bahwa istighfar dan taubat termasuk sebab-sebab rizki dengan karunia Allah Ta'ala. Di bawah ini beberapa nash dimaksud :
1. Apa yang disebutkan Allah Subhana wa Ta'ala tentang Nuh alaihis salam yang berkata kepada kaumnya.
"Artinya : Maka aku
katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu', sesungguhnya Dia adalah
Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai". (Nuh : 10-12)
Ayat-ayat
di atas menerangkan cara mendapatkan hal-hal berikut ini dengan istighfar:
- Ampunan Allah terhadap
dosa-dosanya. Berdasarkan firman-Nya : "Sesungguhnya Dia adalah
Maha Pengampun".
- Diturunkannya hujan yang
lebat oleh Allah. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma berkata "midraaraa"
adalah (hujan) yang turun dengan deras. (Shahihul Bukhari, Kitabul
Tafsir, surat Nuh 8/666)
- Allah akan membanyakkan
harta dan anak-anak. Dalam menafsirkan ayat "wayumdid kum
biamwalin wabanina" Atha' berkata : "Niscaya Allah akan
membanyakkan harta dan anak-anak kalian". (Tafsir Al-Bagawi,
4/398. Lihat pula, Tafsirul Khazin, 7/154)
- Allah akan menjadikan
untuknya kebun-kebun.
- Allah akan menjadikan
untuknya sungai-sungai. Imam Al-Qurthubi berkata : "Dalam ayat ini,
juga yang disebutkan dalam surat Hud : 3 ('Artinya : Dan hendaklah kamu
meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya') adalah dalil
yang menunjukkan bahwa istighfar merupakan salah satu sarana
meminta diturunkannya rizki dan hujan". (Tafsir Al-Qurthubi,
18/302. Lihat pula, Al-Iklil fis Tinbathil Tanzil, hal. 274, Fathul Qadir,
5/417)
Al-Hafizh
Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata : "Maknanya, jika kalian bertaubat
kepada Allah, meminta ampun kepadaNya dan kalian senantiasa menta'atiNya,
niscaya Ia akan membanyakkan rizki kalian, menurunkan air hujan serta
keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan
tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air susu perahan untuk kalian,
membanyakkan harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di
dalamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan
sungai-sungai diantara kebun-kebun itu (untuk kalian)". (Tafsir Ibnu
Katsir, 4/449)
Demikianlah,
dan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu juga berpegang dengan
apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini ketika beliau memohon hujan dari Allah
Ta'ala. Mutharif meriwayatkan dari Asy-Sya'bi : "Bahwasanya Umar Radhiyallahu 'anhu keluar untuk memohon hujan bersama orang banyak. Dan beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) lalu beliau pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, 'Aku tidak mendengar Anda memohon hujan'. Maka ia menjawab, 'Aku memohon diturunkannya hujan dengan majadih 1) langit yang dengannya diharapkan bakal turun hujan. Lalu beliau membaca ayat.
"Artinya : Mohonlah
ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat". (Nuh : 10-11). (Tafsir
Al-Khazin, /154)
Imam
Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar (memohon ampun) kepada
setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran,
sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun.
Imam
Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata : "Ada
seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi)
maka beliau berkata kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Yang
lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, 'Ber-istighfar-lah
kepada Allah!. Yang lain lagi berkata kepadanya, 'Do'akanlah (aku) kepada
Allah, agar Ia memberiku anak!, maka beliau mengatakan kepadanya, 'Ber-istighfar-lah
kepada Allah!. Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya
maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada
Allah!". Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain disebutkan : "Maka Ar-Rabi' bin Shabih berkata kepadanya, 'Banyak orang yang mengadukan macam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk ber-istighfar'. (Tafsir Al-Khazin, 7/154. Lihat pula, Ruhul Ma'ani, 29/73). Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, 'Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh.
"Artinya : Mohonlah
ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu
dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai". (Nuh : 10-12). (Tafsir Al-Qurthubi, 18/302-303.
Lihat pula Al-Muharrar Al-Wajiz, 16/123)
Allahu
Akbar
! Betapa agung, besar dan banyak buah dari istighfar ! Ya Allah,
jadikanlah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang pandai ber-istighfar. Dan
karuniakanlah kepada kami buahnya, di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin, wahai Yang Maha Hidup dan
terus menerus mengurus mahluk-Nya.
2. Ayat
lain adalah firman Allah yang menceritakan tentang seruan Hud Alaihis Shalatu
was sallam kepada kaumnya agar ber-istighfar.
"Artinya : Dan (Hud
berkata), Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah
kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan
menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan
berbuat dosa". (Hud : 52)
Al-Hafiz
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan :
"Kemudian Hud Alaihis salam memerintahkan kaumnya untuk ber-istighfar
yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan
mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat
seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan
menjaga keadaannya. Karena itu Allah berfirman.
"Artinya : Niscaya Dia
menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu". (Tafsir Ibnu Katsir,
2/492. Lihat pula, Tafsir Al-Qurthubi, 9/51)
Ya
Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memiliki sifat taubat dan istighfar,
dan mudahkanlah rizki-rizki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah
keadaan-keadaan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha mengabulkan
do'a. Amin, wahai Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.
3. Ayat
lain adalah firman Allah.
"Artinya : Dan
hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya. (Jika kamu
mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik
(terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia
akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan)
keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa
siksa hari Kiamat". (Hud : 3)
Pada
ayat yang mulia di atas, terdapat janji-janji dari Allah Yang Mahakuasa dan
Maha Menentukan berupa kenikmatan yang baik kepada orang yang ber-istighfar
dan bertaubat. Dan maksud dari firmanNya.
"Artinya : Niscaya Dia
akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu".
Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhuma adalah. 'Ia
akan menganugrahi rizki dan kelapangan kepada kalian'. (Zaadul Masiir, 4/75)
Sedangkan
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan : "Inilah buah istighfar
dan taubat. Yakni Allah akan memberikan kenikmatan kepada kalian dengan
berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Ia tidak
akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukanNya terhadap orang-orang yang
dibinasakan sebelum kalian". (Tafsir Al-Qurthubi, 9/403. Lihat pula,
Tafsir Ath-Thabari, 15/229-230, Tafsir Al-Baghawi. 4/373, Fathul Qadir, 2/695
dan Tafsir Al-Qasimi, 9/63)
Dan janji
Tuhan Yang Mahamulia itu diutarakan dalam bentuk pemberian balasan sesuai
dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata : "Ayat
yang mulia tersebut menunjukkan bahwa ber-istighfar dan bertaubat kepada
Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga Allah menganugrahkan kenikmatan yang
baik kepada orang yang melakukannya sampai pada waktu yang ditentukan. Allah
memberikan balasan (yang baik) atas istighfar dan taubat itu dengan
balasan berdasarkan syarat yang ditetapkan". (Adhwa'ul Bayan, 3/9) 4. Dalil lain bahwa istighfar dan taubat adalah diantara kunci-kunci rizki yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhuma ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa
memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah 2) niscaya Allah
menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap
kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah
yang tidak disangka-sangka 3)".
Dalam
hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, yang berbicara
berdasarkan wahyu, Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan tentang
tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak istighfar.
Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Memberi rizki, Yang Memiliki
kekuatan akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak
diharapkan serta tidak pernah terdetik dalam hatinya.
Karena itu,
kepada orang yang mengharapkan rizki hendaklah dia bersegera untuk memperbanyak
istighfar (memohon ampun), baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
Dan hendaknya setiap muslim waspada! Sekali lagi hendaknya waspada! dari
melakukan istighfar hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab ia
adalah pekerjaan para pendusta. Footnote :
1. Majadih bentuk tunggalnya adalah majdah yakni salah satu jenis bintang yang menurut bangsa Arab merupakan bintang (yang jika muncul) menunjukkan hujan akan turun. Maka Umar Radhiyallahu 'anhu menjadikan istighfar sama dengan bintang-bintang tersebut, suatu bentuk komunikasi melalui apa yang mereka ketahui. Dan sebelumnya mereka memang menganggap bahwa adanya bintang tersebut pertanda akan turun hujan, dan bukan berarti Umar berpendapat bahwa turunnya hujan karena bintang-bintang tersebut. (Tafsir Al-Khazin, 7/154)
2. "Barangsiapa menetapi -dalam riwayat lain- tidak meninggalkan istighfar". Lihat, Sunan Abi Daud, 4/267, Sunan Ibni Majah, 2/339. Dan maknanya, sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu Ath-Thayyib Al-Azhim Abadi yaitu saat terjadinya maksiat atau adanya ujian atau ada orang yang penyakitnya terus menerus, maka sungguh dalam setiap nafas ia membutuhkan kepadanya (istighfar dan taubat). Karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Artinya : Beruntunglah orang yang mendapati dalam shahifah (catatan amalnya) istighfar yang banyak". (Hadist Riwayat Ibnu majah dengan sanad hasan shahih). (Aunul Ma'bud, 4/267)
3. Al-Musnad, no. 2234, 4/55-56 dan lafazh tersebut adalah redaksi miliknya; Sunan Abi Daud, Abwabu Qiyamil Lail, Tafri'u Abwabil Witr, Bab Fil Istighfar, no. 1515, 4/267; Kitabus Sunan Al-Kubra, Kitabu Amalil Yaumi wal Lalilah, no 10290/2,6/118; Sunan Ibni Majah, Abwabul Adab, Bab Al-Istighfar, no. 3864, 2/339; Al-Mustadrak 'alash Shahihain, Kitabut Taubah wal Inabah, 4/292. Sebagian ahli hadits menyatakan hadits ini dha'if karena salah satu periwayatnya (cacat). (Lihat, At-Talkhish, l-Hafizd Adz-Dzahabi, 4/262; Aunul Ma'bud, 4/267; Dha'ifu Sunan Abi Daud, Syaikh Al-Albani, hal. 149). Tetapi sanad hadits tersebut dishahihkan oleh Imam Al-Hakim (Lihat, Al-Mustadrak, 4/262). Dan Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata : "Sanad hadits ini shahih" (Hamisy Al-Musnad, 4/55). Demikian sebagai jawaban atas apa yang dikatakan tentang salah seorang perawinya. Wallahu a'lam bish shawab.
Disalin dari buku Mafatiihur Rizq fi Dhau'il Kitab was Sunnah oleh Dr. Fadhl Ilahi, dengan edisi Indonesia Kunci-kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah hal. 7-18 terbitan Darul Haq, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc
itulah keMahamurahan Allah terhadap umatnya yang mau dan mampu memahami hakikat beristighfar dengan penuh keikhlasan. Semoga kita termasuk golongan tersebut ,amin
BalasHapus