Adzab Allah Ta`ala itu bisa juga berfungsi sebagai
peringatan dari-Nya bagi hamba-hamba Allah yang masih mampu berfikir dengan
benar dengan akal sehat. Demikianlah kehendak Allah Ta`ala dengan menimpakan
berbagai adzab-Nya di muka bumi, agar menjadi peringatan bagi hamba-hamba Allah
dari kalangan manusia dan jin. Allah berfirman:
(ayat)
“Telah nyata kerusakan di muka bumi di
daratan atau di lautan sebagai akibat perbuatan manusia, agar Allah merasakan
kepada mereka sebagian dari apa yang mereka kerjakan, semoga dengan itu mereka
kembali kepada kebenaran.” (Ar-Rum: 41)
Al-Imam Ibnu Abi Hatim meriwayatkan
tafsir Ibnu Abbas terhadap ayat ini sebagai berikut: “Kerusakan itu ialah
dengan berkurangnya barakah karena ulah para hamba Allah, agar dengan demikian
mereka mau bertaubat.” (Tafsir Ibnu Abi Hatim jilid 9 hal 3092
riwayat ke 17500).
Adapun pengertian bertaubat kepada
Allah Ta`ala itu sebagai pintu keluar dari adzab-Nya ialah kembali beramal dan
menegakkan pengamalan agama-Nya. Hal ini sebagaimana yang telah diterangkan
oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dalam sabdanya
berikut ini:
(hadits1)
“Apabila kalian berjual beli dengan
cara Al-`Inah[1],
dan kalian memegangi ekor-ekornya sapi, dan kalian senang dengan pertanian
sehingga kalian meninggalkan jihad karenanya; maka Allah akan menimpakan kepada
kalian kehinaan. Tidak akan bisa menghilangkan kehinaan itu, sehingga kalian
kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud dalam Sunannya
hadits ke 3462).
Maka meninggalkan kewajiban Jihad fi
sabilillah itu menyebabkan datangnya adzab Allah Ta`ala dalam bentuk kehinaan
dan jalan keluarnya untuk selamat dari adzab Allah itu adalah kembali
menjalankan agama Allah.
Dalam pada itu, Allah Ta`ala dengan
rahmat-Nya yang meliputi segala sesuatu juga telah memberikan jalan keluar dari
kepungan adzab-Nya. Hal ini sebagaimana yang Allah Ta`ala nyatakan dalam
firman-Nya sebagai berikut:
(ayat)
“Dan tidak akan Allah menurunkan adzab
atas mereka sedangkan engkau ada di tengah-tengah mereka. Juga Allah tidak akan
mengadzab mereka sedangkan mereka meminta ampun kepada Allah.” (Al-Anfal:
33)
Dalam ayat ini Allah Ta`ala menegaskan
bahwa tertahannya adzab-Nya itu pada suatu kaum, bila kaum itu memohon ampun
kepada Allah Ta`ala atas dosa-dosanya dan bertaubat atas kedurhakaannya
terhadap Allah. Keberadaan Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam
di tengah-tengah mereka, juga menjadi sebab tertahannya adzab Allah. Dan
sepeninggal beliau, penahan adzab Allah itu hanyalah tinggal istighfar
(permohonan ampunan-Nya) dan bertaubat dari segala kedurhakaan kepada-Nya. Ibnu
Abbas radliyallahu `anhuma menerangkan: “Sesungguhnya Allah telah
menjadikan di ummat ini dua jaminan keamanan sehingga mereka tetap saja terjaga
dan diselamatkan dari kengerian adzab Allah selama kedua jaminan itu ada di
tengah mereka. Maka dari kedua jaminan keamanan tersebut, salah satunya ada
yang diambil (yakni diwafatkan) oleh Allah di sisi-Nya (yaitu wafatnya Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa
sallam), dan jaminan keamanan yang kedua tetap ada di kalangan kalian
(yaitu istighfar dan taubat).” Lebih tegas lagi telah diriwayatkan oleh Al-Imam
At-Tirmidzi dengan sanadnya dari Abi Musa Al-Asy’ari radliyallahu `anhu bahwa
Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam telah bersabda:
(hadits 2)
“Allah telah menurunkan kepadaku dua
jaminan keamanan bagi ummatku: Dan tidak akan Allah menyiksa mereka
sedangkan engkau ada ditengah-tengah mereka, dan tidak akan Allah menyiksa
mereka sedangkan mereka meminta ampun atas dosa-dosa mereka. Maka apabila
aku meninggalkan dunia ini, aku tinggalkan di kalangan mereka jaminan keamanan
yang lainnya, yaitu Al-Istighfar (yakni permohonan minta ampun kepada
Allah) yang berlaku jaminan ini sampai hari kiamat.” (HR. At-Tirmidzi
dari Abi Burdah bin Abi Musa dari bapaknya radliyallahu `anhu, lihat Tafsir
Ibnu Katsir juz 3 hal. 703)
Jadi dua jaminan keamanan dari ancaman
adzab Allah itu ialah:
- Keberadaan
Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam sepanjang
kehidupan beliau di dunia ini. Sehingga di manapun beliau berada, Allah
tidak akan mengadzab kaum yang beliau tinggal bersama mereka.
- Al-Istighfar
dan Taubat, yang dengannya Allah Ta`ala akan menahan turunnya adzab
terhadap suatu kaum.
Jaminan keamanan yang pertama telah
tiada di tengah kita, karena beliau telah meninggalkan dunia ini dan telah
sampai di alam kubur. Jadi yang masih ada di tengah kita adalah Al-Istighfar
dan Taubat saja. Maka oleh karena itu, agar adzab Allah itu tidak
membinasakan dan meluluhlantakkan ummat ini, maka harus diserukan kepada mereka
terus menerus untuk mau beristighfar dan bertaubat kepada Allah Ta`ala dari
segala kedurhakaan dan kemaksiatan. Sedangkan taubat kepada Allah Ta`ala itu
hanyalah dengan kembali kepada Agama Allah sebagaimana yang diajarkan dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah seperti yang telah dicontohkan dan dilangkahkan oleh
para Salafus Shalih (yakni generasi para Shahabat Nabi shallallahu `alaihi
wa alihi wa sallam, dan generasi para murid Shabat Nabi yang dinamakan para
Tabi’in, dan generasi para murid Tabi’in yang dinamakan Tabi’it Tabi’in). Dan
memang hanya itulah jalan keluar dari segala adzab Allah yang sedang mengepung
ummat ini. Wallahu a’lamu bis shawab.
&&&&&&
1. Berjual
beli dengan cara Al-`inah contohnya ialah bila seorang membeli barang
dengan pembayaran tempo, kemudian menjualnya lagi kepada orang lain dengan cara
kontan tapi dengan harga yang lebih murah, dengan alasan dia sedang membutuhkan
dana segar. Yang demikian ini terlarang dalam Islam dan sama dengan riba
hukumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar