Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Rabu, 10 Oktober 2012

Fitnah Sururiyah Memecah Belah Ummat


Sururiyah adalah pemahaman Ikhwanul Muslimin yang dikembangkan dikalangan salafiyin Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sururiyah adalah nisbat kepada orang yang bernama Muhammad Surur bin Nayef Zainal Abidin, Seorang anggota Ikhwanul Muslimin dari Negeri Syam, Suriah. Kemudian orang ini masuk ke Saudi Arabia dan tinggal disana kurang lebih
20 tahun dan mengaku sebagai Salafi. Setelah itu pindah ke Brimingham Inggris dan terus-menerus menyebarkan pemikiran Ikhwannya di kalangan Salafiyin melalui Majalah Al-Bayan kemudian Majalah As-Sunnah. Muhammad Surur dalam mengembangkan pemikiran sesatnya tidaklah sendirian. Tetapi juga ada orang yang sejarahnya sama dengan dia. Yaitu sebagai anggota gerakan Ikhwanul Muslimin (atau IM) kemudian mengaku sebagai Salafi, seperti Abdurrahman Abdul Khaliq di Kuait. Kemudian orang-orang yang terpengaruh dengan pemikiran Ikhwaniyah ini adalah Dr. Safar Al-Hawali di Makkah, Dr. Muhammad Said Al-Qahthani, di Riyad, Salman bin Fahd Al-Audah di Buraidah Qasim, Aidh Al-Qarni, Abdul Hadi Al-Misri, dan sederet nama-nama yang lainnya. Mereka semua mengibarkan bendera Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

PEMIKIRAN IKHWANUL MUSLIMIN
PRINSIP SALAFUS SHALIH TERHADAP SUNNAH  DAN BID’AH
PENUTUP

Ikhwanul Muslimin di bangun oleh seseorang bernama Hasan Al-Banna dari Mesir. Ikhwanul Muslimin adalah gerakan pemahaman atau pemikiran dan sekaligus gerakan politik yang bercita-cita untuk mencapai tampuk kekuasaan negara Islam, yaitu Khilafah Islamiyah
Bila kita simpulkan dari berbagai tulisan Hasan Al-Banna dan tokoh-tokoh Ikhwan lainnya, prinsip pemikiran mereka adalah:
1.    Menyatukan berbagai ormas dan orpol yang bekerja untuk memenangkan Islam dengan berbagai bidang garapannya. Semuanya bisa bertemu dalam satu fikrah (pemikiran) yang diterima secara umum (Majmu Rasa’il Hasan Al-Banna, hal. 179-182).
2.    Mengembalikan khilafah Islamiyyah di muka bumi adalah pokok manhaj Ikhwanul Muslimin. Karena itu Ikhwanul Muslimin menyerukan persatuan internasional (hal.178 kitab yang sama).
3.    As-Salaf dan Al-Khalaf (lihat pengertiannya dalam edisi perdana) hendaknya bersatu karena keduanya berniat mensucikan Allah dari ketercelaan (hal. 330-331, kitab yang sama).
Tiga pokok pemahaman ini adalah sebagian dari prinsip-prinsip Ikhwanul Muslimin yang semuanya itu cukup menggambarkan kepada kita pemahaman dan pemikiran mereka.
Jalan pikiran demikian ini telah menjadi prinsip yang trendi di kalangan kaum pergerakan yang sepaham dengan Ikhwan, seperti jama’ah tabligh, Hizbut Tahrir, NII, dsb.

Salafus Shalih mewariskan prinsip-prinsipnya kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Para pewaris ini dinamakan Ahlus Sunnah karena sangat getol mencintai, mempelajari, dan mengamalkan serta membela sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Maknan membela hadits ini ialah membantah segala upaya pengkaburan pengertian sunnah Rasulullah. Prinsip tersebut dipahami dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi serta dari pernyataan para salafus shalih. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
(ayat)
“Dan demikianlah Kami jadikan kalian sebagai umat yang adil agar kalian menjadi saksi atas sekalian manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas kalian.” (Al-Baqarah: 143)

Maksudnya Rasul telah menyampaikan risalah-Nya kepada umat-Nya dan menjadi saksi di hadapan Allah pada hari kiamat terhadap umatnya, bahwa seluruh risalah yang datang dari Allah kepada beliau telah disampaikan dan tidak ada yang tertinggal. Juga sahabat beliau yang mempelajari agama ini dari beliau telah menyampaikan dengan penuh amanah, seluruh ajaran yang beliau berikan kepada mereka, disampaikan oleh segenap murid beliau kepada segenap manusia sehingga para shahabat itu menjadi sakasi atas segenap manusia bahwa seluruh ajaran Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah sampai kepada mereka (Tafsir Ath-Thabari).

(hadits1)
Dari Ibnu Mas’ud radliyallahu `anhu, beliau menyatakan: Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menggaris satu garis dengan tangan beliau, kemudian beliau menyatakan: “Inilah jalan Allah yang lurus.” Ibnu Mas’ud selanjutnya menyatakan: Kemudian membuat garis sebelah kanannya dan sebelah kirinya garis lurus tadi, kemudian beliau bersabda: “Inilah jalan-jalan yang tidak ada satu jalanpun daripadanya kecuali atasnya ada syaithan yang menyeru kepada jalan tersebut.” Kemudian beliau membaca ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
(ayat)
“Dan sesungguhnya ini adalah jalanku yang dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan lainnya.” (Al-An’am: 153)

(Hadits riwayat Ahmad dalam musnadnya jilid satu hal. 435 dan 465 dan juga riwayat Darimi I/67,68 dan juga riwayat Nasa’I, Ibnu Abi Hatim, dan hakim. Syaikh Abdul Qadir Al-Arnauth menshahihkannya)
Jalan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam adalah sunnahnya dan yang menyimpang dari jalan ini adalah bid’ah. Abdullah bin Mas’ud radliyallahu `anhu menyatakan:
(hadits2)
“Sederhana dalam menjalankan sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh menjalankan bid’ah.” (Riwayat Darimi I / 72 dan lainnya, dan As-Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid menshahihkan sanadnya dalam Al-Muntaqa Nafish 33).

Aisyah Ummul Mukminin radliyallahu `anha menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
(hadits3)
“Barangsiapa membuat perkara baru dari urusan kami yakni (urusan agama) yang tidak berasal dari agama ini, maka perkara baru itu tertolak.” (HR. Bukhari Muslim dalam shahih keduanya)

Sufyan Ats-Tsauri menyatakan:
(hadits4)
“Bid’ah itu lebih disenangi oleh iblis daripada maksiat. Maksiat itu diharapkan akan diampuni (walaupun tidak sempat taubat), sedangkan bid’ah tidak ada harapan untuk diampuni (bila tidak sempat taubat daripadanya).” (Riwayat Ibnu Ja’d dalam Musnadnya hadits no.1885)

Keterangan di atas menunjukkan kepada kita bahwa ajaran Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam harus dijunjung tinggi bahkan di atas kepentingan persatuan umat. Persatuan umat jangan menjadi alasan untuk menghalangi pengamalan sunnah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, tetapi justru persatuan itu harus dalam rangka menjalankan sunnah beliau. Demikian pula kewajiban ingkar terhadap bid’ah, harus lebih diutamakan daripada kepentingan lainnya. Karena ingkar kepada bid’ah itu merupakan bagian daripada pengamalan dan pembelaan sunnah Nabi shallallahu `alaihi wa sallam. Sedangkan bagian terpenting dari ingkar kepada bid’ah adalah ingkar terhadap ahlul bid’ah. Fudhail bin Ayyad rahimahullah menyatakan:
(atsar1)
“Kalau kamu melihat seorang ahlul bid’ah berjalan di satu jalan, maka ambillah jalan lain. Dan tidak akan diterima oleh Allah amalan ahlul bid’ah. Barangsiapa membantu ahlul bid’ah dalam amalan bid’ahnya maka sungguh ia telah membantu meruntuhkan Islam.”

BAHAYANYA PEMIKIRAN IKHWANUL MUSLIMIN TERHADAP PRINSIP-PRINSIP SALAFIYYAH
Tiga pokok pemikiran Ikhwanul Muslimin, sebagaimana tersebut di atas, bila tumbuh mengakar kepada seorang salafi akan meruntuhkan prinsip-prinsip Salafiyyah yang ada padanya, cepat atau lambat. Karena pokok-pokok pemikiran Ikhwanul Muslimin ini amat bertentangan dengan prinsip-prinsip Salafiyyah. Kita lihat prinsip Ikhwanul Muslimin yang pertama. Disitu dinyatakan bahwa segenap pergerakan Islam dapat dipersatukan dengan adanya keinginan pada masing-masingnya untuk memenangkan Islam. Maka dengan prinsip persatuan seperti ini akan merusakkan pemahaman al-wala wal bara’ ahlus sunnah wal jama’ah. karena al-bara’ (kebencian) seorang sunni salafi terhadap bid’ah dan ahlul bid’ah haruslah diganti dengan al-wala (loyalitas) bila ahlul bid’ah itu mempunyai keinginan memenangkan Islam. Semangat seorang sunni salafi membela sunnah Nabi shallallahu `alaihi wa sallam harus dihentikan demimenjaga persaudaraan dan persatuan dengan para musuh As-Sunnah, kerena semuanya telah bersepakat dalam keinginan “memenangkan Islam”. Akibatnya keinginan seorang sunni salafi memenangkan Islam dengan cara yang dituntunkan oleh sunnah Rasul, harus diganti dengan cara yang diterima oleh semua pihak. Pemikiran dan pemahaman seperti inilah yang mendasari sikap Ikhwanul Muslimin yang gegap gempita mendukung revolusi Syiah Rafidhah di Iran dengan menutup mata terhadap segala bentuk kekafiran revolusi ini dan kebenciannya terhadap Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Bayan Tandhimul ‘Alamin Ikhwanul Muslimin di majalah Al-Mujtama’ Kuwait no. 434/25/2/1979 M.). Ini pula yang menyebabkan Umar Tilmitsani, mursyidul ’aam (ketua umum) Ikhwanul Muslimin Internasional,  menyerukan persatuan antara Sunni dan Syiah. Padahal yang demikian ini berarti penyatuan antara Islam dan kafir. Ini juga merupakan seruan dan sikap Muhammad Hamid Abu Nasher, ketua umum Ikhwanul Muslimin sekarang. Demikian pula pemikiran para tokoh IM yang lainnya seperti Dr. Yusuf Al-Qardhawi, Fathi Yakkan, dan lain-lain. Semua itu adalah bentuk ekstrem yang lebih buruk dari prinsip IM yang diajarkan oleh Hasan Al-Banna. Prinsip inilah sekarang dinamakan wihdatul fikrah (penyatuan fikrah) menuju wihdatul harakah (penyatuan gerakan). Ini berarti penghancuran prinsip al-wala wal bara’ pada diri seorang muslim. Kalaupun ada seorang muslim berprinsip seperti ini tetapi tidak bersikap ekstrem seperti tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin tersebut di atas, maka sangat dikhawatirkan mereka digiring kepada sikap seperti para tokoh tersebut, atau bahkan lebih ekstrim.
Prinsip dan pikiran Ikhwanul Muslimin kedua ialah menjadikan perjuangan mengembalikan khalifah Islamiyyah di muka bumi, sebagai pokok manhaj. Ini berarti, pokok pemikiran mereka adalah politik dan segala perjuangan mereka diarahkan kepada kepentingan politik tersebut. Itulah sebabnya mereka banyak bersikap politis dalam banyak masalah umat yakni bersikap basa basi, bermain-main kata dan tidak terus terang dalam al-wala wal bara’.
Prinsip ini juga menumbuhkan sikap bermuka dua dalam banyak hal sehingga sering membingungkankaum muslimin. Semua itu dalam rangka menjaga keutuhan barisan IM yang terdiri dari berbagai kelompok pemahaman dan pemikiran.
Prinsip ini juga menimbulkan kekacauan politik dan pertumpahan darah di kalangan umat Islam, karena umat Islam terus-menerus dipompa dengan berbagai kecurigaan politik dan pengkafiran pemerintahnya. Ini dialami oleh rakyat Mesir, Afganistan, Aljazair, dan juga di Indonesia ini serta di berbagai belahan bumi lainnya. Kejadian-kejadian di Saudi Arabia sekarang ini juga dilakukan oleh para tokoh yang menganut prinsip ini.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa pokok perjuangannya ialah menegakkan ketauhidan dalam beribadah kepada Allah dan memberantas kemusyrikan, menegakkan sunnah dan memberantas bid’ah. Sedangkan khalifah Islamiyyah merupakan janji Allah bagi orang-orang yang berjuang menegakkan ketauhidan dan sunnah, memberantas syirik dan bid’ah. Hal ini sebagaimana firman Allah:
(ayat)
“Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih, sungguh akan kami jadikan mereka sebagai khalifah (penguasa) di muka bumi sebagaimana Allah telah menjadikan orang-orang Bani Israil sebelum mereka menjadi penguasa, dan sungguh akan Allah kokohkan bagi mereka agama mereka yang Allah telah ridhai bagi mereka dan sungguh Allah gantikan keadaan mereka yang takut kepada musuh menjadi aman. Mereka itu beribadah pada-Ku dan tidak berbuat syirik kepada-Ku sedikitpun dan barangsiapa yang kufur (terhadap nikmat ini) setelah nikmat itu datang, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. Dan tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan taatilah Rasul semoga kalian mendapat rahmat.” (An-Nur: 55 - 56)      

Imam Abu Bakar bin Al-Arabi rahimahullah mengatakan: “Ini adalah janji yang umum dalam perkara kenabian, kekhalifahan, tegaknya dakwah, dan keumuman berlakunya syariah ini, dengan akan tertunainya janji ini pada setiap orang sesuai dengan kadarnya dan keadaannya. Bahkan janji ini berlaku kepada para Mufti (pemberi fatwa), Qadhi (hakim) dan para Imam (pemimpin). Adapun masalah khilafah tidaklah terlaksana janji dalam hal ini kecuali janji yang telah tertunai pada para khulafaur rasyidin yang empat.” (Lihat Ahkamul Qur’an Abu Bakar bin Al-Arabi jilid 3 hal. 1383)
As-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah mengatakan: “Dan janji seperti ini terus berlaku sampai hari kiamat. Selama mereka menegakkan iman dan beramal shalih, maka selama itu pula janji Allah ini berlaku. Hanyalah Allah akan menguasakan orang-orang kafir dan munafiqin. Dan kadang-kadang meruntuhkan kaum muslimin, karena mereka telah merusakkan iman mereka dan amalan shalihnya.” (Tafsir Karimir Rahman fii Tafsir Kalamil Manan, Abdurrahman As-Sa’di, jilid 5, hal. 439-440)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan: “Keadaan yang dijanjikan ini tidaklah dikhususkan bagi khalifah yang empat, karena janji dalam ayat ini bersifat umum, bahkan yang mendapatkan janji ini ialah segenap Muhajirin dan yang lain dari dari mereka.” (Tafsir Al-Jami’u Liahkamil Qur’an, Al-Imam Al-Qurthubi, jilid 6 hal. 4690)
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah dalam Musnadnya membawakan riwayat Ubay bin Ka’ab radliyallahu `anhu, bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
(hadits5)
“Beri kabar gembira bagi ummat ini dengan tingginya kedudukan dan nilainya di sisi Allah, terangkatnya derajat dan agamanya, dan kemenangan serta kekokohan kedudukan di muka bumi. Maka berangsiapa dari mereka beramal dengan amalan akhirat untuk mendapatkan dunia, tidaklah ia mendapat bagian apa-apa di akhirat.” (HR. Ahmad 5 / 134. Dishahihkan oleh As-Syaikh Salim Al-Hilali dalam Iqadhul Himam hal. 39)

Keterangan di atas bila disimpulkan, maka Ahlus Sunnah berpandangan sesungguhnya pokok manhaj perjuangan adalah memperbaiki iman dari berbagai noda syirik dan maksiat dan juga memperbaiki amalannya dari kotoran-kotoran bid’ah. Sehingga dengan itu, iman dan amalnya diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bila kaum Muslimin telah menjadi baik iman dan amalnya serta mensyukuri nikmat Allah yang dilimpahkan kepada mereka, tidak mungkin Allah menyelisihi janji-Nya. Para pemimpin  kaum Muslimin khususnya, bersih imannya dari syirik dan benci kepadanya, harus bersih amalannya dari bid’ah dan benci kepadanya. Bukannya mentolelir syirik dan bid’ah demi ambisi menggiring umat untuk terikat dengan suatu kepemimpinan bayangan guna mencapai cita-cita khilafah Islamiyyah. Dan saya menegaskan disini, sungguh motto perjuangan yang demikian adalah menipu umat Islam dan tidak ada wujudnya di alam nyata.
Adapun persatuan salaf dan khalaf atas dasar kenyataan bahwa keduanya sama-sama berniat mensucikan Allah adalah seruan bid’ah yang hendak mengkebiri dakwah salafiyyah dalam menangkis segala upaya pengkaburan pemahaman umat Islam terhadap agamanya. Sedangkan upaya pengkaburan itu dilakukan oleh khalaf dalam bentuk Mu’tazilah, Asy’ariyyah, Jahmiyyah dan sebagainya dari kalangan ahlul bid’ah. Niat khalaf mansucikan Allah itu tidak cukup untuk dijadikan bahan persatuan. Karena cara mensucikan Allah haruslah dengan cara yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu salaf membantah keras khalaf yang menyimpang dari cara Allah dan Rasul-Nya dalam mensucikan-Nya.
Dengan demikian prinsip-prinsip Hasan Al-Banna yang diwarisi dengan membabi-buta oleh gerakan IM dan yang sefaham dengannya, jelas sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip salafus shalih. Karena itu dakwah salafiyah selalu dilecehkan oleh para tokoh IM dan dikesankan sebagai dakwah yang membikin kakunya hati, dakwah pemecah-belah umat dan mermagai omongan yang menggambarkan betapa marahnya para tokoh IM ini terhadap dakwah salafiyah.

Di saat merebaknya dakwah salafiyah di dunia Islam khususnya dan dunia lainnya pada umumnya, muncullah orang-orang IM yang berkedok salafi, semacam Muhammad Surur, Abdurrahman Abdul Khaliq, dan lain-lainnya. Banyak para tokoh salafiyin termakan oleh orang-orang IM ini. Dikesankan oleh orang-orang ini bahwa para ulama salafiyin adalah orang-orang yang dungu yang di bawah kendali pemerintah-pemerintah kaki tangan Amerika Serikat. Tiga prinsip IM tersebut di atas sangat dielu-elukan mereka. Tokoh-tokoh IM disanjung tinggi-tinggi sampai digelari sebagai mujaddid (pembaharu), pemikir dan berbagai gelar-gelar keramat. Kritik terhadap tokoh-tokoh tersebut bagi mereka berarti penghinaan, sedangkan tudingan bid’ah berarti pengkafiran. Akibatnya salafiyin terpecah-belah dalam sikap pro dan kontra terhadap racun pemikiran yang ditebarkan di kalangan salafiyin ini. Bahkan di Saudi Arabia perpecahan itu sampai pada tingkat pemukulan tiga ulama terkenal di masjid ketika para ulama tersebut sedang memberikan pelajaran. Pelaku pemukulan itu adalah pemuda salafiyin yang telah teracuni pemikirannya oleh fikrah Ikhwaniyyah sebagaimana tersebut dalam penjelasan di atas.
Di Indonesia, beberapa da’i kaum pergerakan yang mengaku sebagai salafiyin ikut menyambut dakwah Ikhwaniyyah yang berlabel salafiyyah ini. Oleh karena itu saya sangat menganjurkan kepada segenap kaum muslimin umumnya dan segenap salafiyyin khususnya untuk lebih banyak menumpahkan perhatiannya kepada ilmu agama ini dan lebih waspada terhadap fikrah Ikhwaniyyah dan banyak-banyak berdoa kepada Allah, meminta hidayah-Nya dan taufiq-Nya serta memohon perlindungan kepada-Nya dari kesesatan dan terus meningkatkan keikhlasan niat belajar ilmu agama ini semata-mata untuk taat kepada-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar