Telah kita pahami bersama makna dan seluk-beluk
berkenaan dengan adzab Allah Ta`ala. Tetapi dalam hal ini ada sedikit kerancuan
dalam perkara perbedaan antara adzab Allah dengan cobaan-Nya. Kerancuan
tersebut bisa menjadi sebab timbulnya anggapan yang keliru terhadap adzab Allah
Ta`ala dan cobaan-Nya sehingga melemahkan semangat untuk
mengambil pelajaran
dari kedua peristiwa tersebut (yakni peristiwa datangnya adzab dan peristiwa datangnya
cobaan dari Allah). Atau bahkan menimbulkan kesalahpahaman terhadap kedua
peristiwa tersebut. Karena itu wajib kita mengerti, apa itu cobaan Allah dan
apa perbedaannya dengan adzab-Nya.
Cobaan
Allah itu hanya terhadap kaum Mu’minin
Bila kita membaca beberapa ayat dalam Al-Qur’an
dan beberapa hadits Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam yang
berkenaan dengan musibah yang ditimpakan oleh Allah Ta`ala terhadap kaum
Mukminin, maka kita akan melihat kenyataan bahwa cobaan Allah itu adalah rahmat
Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang Mu’minin untuk menaikkan derajat hamba-Nya
ke tingkat yang lebih tinggi. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Allah Ta`ala
dalam firman-Nya sebagai berikut:
(ayat)
“Tidaklah Allah akan biarkan kaum
Mu’minin seperti yang kalian berada padanya sekarang, sehingga Allah pisahkan
orang-orang yang jelek dari orang-orang yang baik. Dan tidaklah Allah
menjadikan kalian mengetahui perkara ghaib. Akan tetapi Allah memilih dari
Rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki untuk mengetahui perkara yang ghaib.
Oleh karena itu, berimanlah kalian kepada Allah dan kepada para
Rasul-rasul-Nya. Maka bila kalian beriman dan bertaqwa, maka bagi kalian akan
mendapatkan pahala yang besar.” (Ali Imran: 179)
Juga Allah Ta`ala menyatakan:
(ayat)
“Dan sungguh Kami akan menguji kalian,
sehingga Kami melihat siapa dari kalian yang benar-benar sebagai mujahidin
(orang-orang yang berjihad) dan siapa pula dari kalian yang benar-benar sebagai
orang-orang yang sabar, dan Kami sungguh-sungguh akan membeberkan isi hati
kalian.” (Muhammad: 31)
Bahkan Allah Ta`ala menegaskan bahwa
cobaan-cobaan-Nya yang ditimpakan kepada kaum Mu’minin itu adalah untuk sebagai
jalan dilimpahkannya rahmat dan maghfirah (ampunan Allah Ta`ala) serta
hidayah-Nya (petunjuk-Nya):
(ayat)
“Dan sungguh-sungguh Kami akan uji
kalian dengan ketakutan, dan kelaparan, serta kekurangan harta, kematian dan
kekurangan hasil pertanian. Dan beri kabar gembira kepada orang-orang yang
sabar. Yaitu orang-orang yang bila mereka ditimpa suatu musibah, mereka akan
menyatakan: Sesungguhnya kami ini adalah milik Allah, dan kami semua akan
kembali kepada-Nya. Mereka itu akan mendapatkan limpahan shalawat dari Tuhan
mereka, dan mereka akan mendapatkan rahmat dari-Nya. Dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari-Nya.” (Al-Baqarah: 155 –157)
Lebih jelas lagi Rasulullah shallallahu
`alaihi wa alihi wa sallam menerangkan dalam sabda beliau sebagai berikut:
(Hadits1)
“Sesungguhnya besarnya pahala itu
beserta besarnya malapetaka, dan apabila Allah mencintai suatu kaum maka Allah
timpakan kepada mereka berbagai malapetaka. Maka barang siapa yang ridla dengan
ketentuan Allah itu maka dia akan diridlai oleh Allah. Dan barangsiapa murka
dengan ketentuan-Nya itu, maka dia akan dapat murka-Nya.” (HR. At-Tirmidzi,
Ibnu Majah dan lain-lainnya dari Anas bin Malik radliyallahu `anhu.
Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah As-Syaikh Nashiruddin
Al-Albani juz 1 <qismul awwal> hal. 276 no. 146).
Juga telah diterangkan oleh Rasulullah
shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dalam sabda beliau berikut ini:
(hadits2)
“Orang yang paling berat malapetakanya
ialah para Nabi, kemudian yang semisalnya, kemudian yang semisalnya. Seseorang
itu ditimpa oleh berbagai malapetaka sesuai dengan kadar agamanya. Maka bila
dia adalah orang yang kuat dalam berpegang dengan agamanya, malapetakanya akan
berat pula. Akan tetapi bila dia lemah dalam berpegang dengan agamanya, maka
malapetakanya akan sesuai dengan kadar kelemahannya. Maka tidak akan
henti-hentinya malapetaka pada hamba Allah itu sehingga dia berjalan di muka
bumi dalam keadaan tidak berdosa.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimi,
At-Thahawi, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan lain-lainnya. Lihat Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shahihah oleh As-Syaikh Al-Albani juz 1 <qismul
awwal> hal. 273 no. 143).
Al-Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahaditsus Shahihah jilid I al-qismul
awwal halaman 275 menerangkan makna hadits di atas sebagai berikut: “Dan di
dalam hadits-hadits tersebut di atas, kita dapati dalil yang jelas yang
menunjukkan bahwa seorang Mu’min itu setiap bertambah kuat imannya, maka akan
bertambah malapetakanya dan cobaannya. Dan bila sebaliknya, tentu keadaannya
juga sebaliknya. Dan di dalam hadits-hadits tersebut terdapat bantahan terhadap
orang-orang yang lemah akal dan pikirannya, yang menyangka bahwa seorang Mu’min
bila ditimpa malapetaka; seperti dipenjara atau diusir dari negerinya atau
dipecat dari kepegawaian dan yang semisalnya; dianggap yang demikian itu
sebagai bukti bahwa orang Mu’min tersebut tidak diridlai oleh Allah Ta`ala! Dan
sangkaan yang demikian itu adalah sangkaan yang batil. Kita lihat bagaimana
Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam yang beliau adalah
seutama-utama manusia, namun beliau mengalami malapetaka yang paling dahsyat
dari kalangan manusia, bahkan kalangan para Nabi. Maka dari itu malapetaka itu
pada umumnya sebagai pertanda kebaikan dan bukan sebagai peringatan adanya
kejelekan sebagaimana ditunjukkan oleh hadits ini.”
Bedanya
Adzab Allah dengan Cobaan-Nya
Dengan kita telah mengetahui adzab Allah Ta`ala
itu ditimpakan kepada siapa dan cobaan-Nya ditimpakan kepada siapa pula, maka
perlu disini kita merenung sejenak tentang hikmah yang Allah Ta`ala sediakan
dibalik adzab dan cobaan-Nya. Antara lain kita dapat menyibak firman Allah
Ta`ala berikut ini:
(ayat)
“Bila kalian ditimpa luka-luka dalam
peperangan itu, maka sungguh-sungguh kaum musuhmu juga ditimpa luka semisalnya.
Dan demikianlah, hari-hari menang dan kalah itu Kami gilirkan di antara
sekalian manusia. Agar Allah melihat siapa dari kalian itu sebagai orang-orang
yang beriman dan agar Allah memilih para syuhada’ (orang-orang yang terbunuh
dalam peperangan membela agama Allah) dari kalangan kalian. Dan Allah tidak
suka dengan orang-orang yang berbuat dhalim. Dan juga agar Allah membersihkan
barisan orang-orang yang beriman serta Allah binasakan dengannya orang-orang
kafir.” (Ali Imran: 140 –141)
Tegaslah dengan demikian bahwa
malapetaka itu bila menimpa orang-orang yang beriman dan taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, maka ia adalah cobaan-Nya untuk membersihkan mereka dari berbagai
dosa yang menimpanya. Sedangkan malapetaka yang menimpa orang-orang kafir dan
orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia adalah adzab Allah untuk
membinasakan dan menghancurkan mereka.
&&&&&&&
Tidak ada komentar:
Posting Komentar