Pertanyaan:
Saya pernah membaca dari salah satu referensi bahwasanya
mendirikan Khilafah Islamiyah merupakan salah satu perkara yang di wajibkan
oleh syari’ah? apa benar demikian? sehingga semua upaya pergerakan dakwah di
lakukan dalam rangka untuk penegakkan khilafah Islamiyah? Juga saya minta
pandangan dan pendapat Ustadz tentang tokoh yang
bernama Taqiyudin An-Nabhani?
Apakah beliau termasuk dari jajaran Ulama Ahli hadits?
Jawab:
Doktor Taqiyudin An-Nabhani bukanlah termasuk dari jajaran Ulama Ahlul Hadits. Dia seorang mu’tazili yang sangat ekstrim berpegang teguh dengan pola pikir pemahaman mu’tazilah. Sedangkan pemikiran mu’tazilah itu mempunyai prinsip-prinsip yang sesat dalam pancasila pemikirannya. Pancasila mu’tazilah itu adalah:
Sila pertama, Ketauhidan. Yang dimaksud dengan ketauhidan ini adalah sikap mereka yang menolak beriman kepada adanya sifat-sifat Allah. Padahal di dalam Al Qur’an dan Al Hadits telah di beritakan sifat-sifat kemuliaan yang maha sempurna bagi Allah.
Sila kedua, adalah Al ‘Adlu (yakni keadilan). Yang di maksud keadilan di sini ialah bahwa mereka menolak untuk beriman kepada rukun iman ke-enam yaitu taqdir Allah yang meliputi segala kejadian. Mereka menolak beriman kepada taqdir Allah atas segala kejadian dengan alasan karena kepercayaan kepada adanya taqdir itu bertentangan dengan keadilan Allah.
Mereka dusta dengan keyakinan ini. Karena berita dalam Al Qur’an dan Al Hadits tentang adanya Taqdir Allah atas segala kejadian di alam raya ini, menunjukkan betapa maha sempurnanya kekuasaan dan kepemilikan Allah atas alam raya ini. Dan kekuasaan Allah yang mutlak tersebut tidaklah bertentangan dengan keadilan Allah yang maha sempurna.
Sila ketiga, Al Wa’ad wal Wa’id yakni mereka meyakini bahwa Allah wajib atas Nya memasukan hamba Nya yang taat kepada Nya ke surga dan wajib atas Nya pula untuk memasukan hamba Nya yang durhaka kepada Nya ke dalam neraka. Mereka juga meyakini bahwa orang yang masuk neraka tidak mungkin akan bisa keluar daripadanya dan kekal di neraka itu sebagaimana kekalnya orang masuk surga. Keyakinan tersebut di dustakan dan di bantah oleh Allah dan Rasul Nya dalam Al Qur’an dan Al Hadits yang menegaskan bahwa Allah tidak di wajibkan atas Nya oleh siapapun untuk memasukkan hamba Nya ke dalam surga dan neraka. Allah kadang mangampuni dosa hamba Nya yang durhaka kepada Nya dan memasukkannya ke dalam surga karena rahmat Nya yang maha sempurna. Dia juga menggugurkan amalan orang-orang yang taat kepada Nya serta memasukkannya ke neraka dengan keadilan Nya yang maha sempurna. Orang yang ada iman kepada kebenaran Islam dan beragama Islam serta mati di atas Islam, kalaupun masuk neraka maka tidak akan kekal di neraka dan akan keluar dari neraka itu untuk masuk kedalam surga dengan rahmat Allah.
Sila ke empat, Al Manzilatu Bainal Manzilatain yakni keyakinan mereka bahwa orang Islam yang berbuat dosa tidak bisa lagi di anggap sebagai orang Islam dan tidak pula di anggap sebagai orang kafir. Akan tetapi berada pada posisi antara Islam dan kafir. Namun ketika di akhirat bila orang tersebut tidak sempat bertaubat dari dosanya dan mati di atas dosa itu, maka dia kekal di neraka. Keyakinan tersebut sangat bertentangan dengan apa yang di terangkan oleh Allah dan Rasul Nya di dalam Al Qur’an dan Al Hadits.
Sila kelima,Al ‘Amru bil Ma’ruf Wa Nahyu ‘Anil Munkar. Yakni keyakinan mereka bahwa wajib atas kaum muslimin untuk memberontak kepada penguasanya yang berbuat dosa ataupun dzalim, karena mereka menganggap bahwa pemerintah yang demikian itu berarti telah kafir. Tindakan memberontak itu di istilah kan oleh mereka sebagai gerakan nahi munkar (mencegah kemungkaran) dan kemudian setelah itu mendirikan pemerintah tandingan untuk menggantikan pemerintah yang dzolim adalah sebagai perbuatan Al Amru bil Ma’ruf (menyeru kepada kebaikan). Keyakinan tersebut sangat bertentangan dengan Al Qur’an dan Al Hadits yang menyerukan kepada kaum muslimin untuk lebih mementingkan kemaslhatan umum dan menjaga stabilitas keamanan dan politik demi kemaslahatan tersebut, serta bersabar dari kedzaliman pemerintahnya dengan cara terus menasehati pemerintahnya dengan sebaik-baik cara dan mendoakan kebaikan untuk penguasanya yang dzolim itu agar Allah menunjukinya kepada jalan yang benar, selengkapnya anda bisa membaca artikel yang berjudul “Siapa Penguasa Muslim dan Siapa Pula penguasa Kafir” pada halaman utama http://alghuroba.org
Berbagai keyakinan inilah yang melatar belakangi konsep perjuangan Doktor Taqiyudin An-Nabhani melalui gerakan yang di namakan Hizbut Tahrir. Konsep perjuangan tersebut di beri label “Perjuangan Menegakkan Khilafah Islamiyah di Muka Bumi”.
Sesungguhnya yang di wajibkan atas kaum muslimin adalah menjalankan syari’at Islam sesuai dengan kapasitasnya. Hal ini di tegaskan oleh Allah Ta’ala dalam firman Nya “dan bertaqwalah kalian kepada Allah segenap kemampuan yang kalian miliki”.
Bila kapasitas dia sebagai rakyat jelata maka wajib untuk menjalankan syari’at Islam dalam batas kerakyatan, dan tidak ada kewajiban atasnya dalam perkara menegakkan syari’at Islam di bidang pemerintahan. Bila kapasitas dia sebagai penguasa maka wajib atasnya untuk menjalankan syari’at Islam dalam pemerintahannya dan wajib pula memimpin rakyatnya untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara menurut tuntunan syari’ah Islamiyah.
Tidak ada dalil yang qoth’i baik dari Al Qur’an maupun Al Hadits yang mengharuskan kita untuk mendirikan khilafah Islamiyah. Yang ada adalah perintah Rasulullaah Sholallaahu ‘Alaihi Wa Aalihi Wa Sallam untuk mentaati Khulafa Ar Rasyidin Al Mahdiyin. Wallahu A'lam
dijawab oleh: Ustadz Ja'far Umar Thalib.
Doktor Taqiyudin An-Nabhani bukanlah termasuk dari jajaran Ulama Ahlul Hadits. Dia seorang mu’tazili yang sangat ekstrim berpegang teguh dengan pola pikir pemahaman mu’tazilah. Sedangkan pemikiran mu’tazilah itu mempunyai prinsip-prinsip yang sesat dalam pancasila pemikirannya. Pancasila mu’tazilah itu adalah:
Sila pertama, Ketauhidan. Yang dimaksud dengan ketauhidan ini adalah sikap mereka yang menolak beriman kepada adanya sifat-sifat Allah. Padahal di dalam Al Qur’an dan Al Hadits telah di beritakan sifat-sifat kemuliaan yang maha sempurna bagi Allah.
Sila kedua, adalah Al ‘Adlu (yakni keadilan). Yang di maksud keadilan di sini ialah bahwa mereka menolak untuk beriman kepada rukun iman ke-enam yaitu taqdir Allah yang meliputi segala kejadian. Mereka menolak beriman kepada taqdir Allah atas segala kejadian dengan alasan karena kepercayaan kepada adanya taqdir itu bertentangan dengan keadilan Allah.
Mereka dusta dengan keyakinan ini. Karena berita dalam Al Qur’an dan Al Hadits tentang adanya Taqdir Allah atas segala kejadian di alam raya ini, menunjukkan betapa maha sempurnanya kekuasaan dan kepemilikan Allah atas alam raya ini. Dan kekuasaan Allah yang mutlak tersebut tidaklah bertentangan dengan keadilan Allah yang maha sempurna.
Sila ketiga, Al Wa’ad wal Wa’id yakni mereka meyakini bahwa Allah wajib atas Nya memasukan hamba Nya yang taat kepada Nya ke surga dan wajib atas Nya pula untuk memasukan hamba Nya yang durhaka kepada Nya ke dalam neraka. Mereka juga meyakini bahwa orang yang masuk neraka tidak mungkin akan bisa keluar daripadanya dan kekal di neraka itu sebagaimana kekalnya orang masuk surga. Keyakinan tersebut di dustakan dan di bantah oleh Allah dan Rasul Nya dalam Al Qur’an dan Al Hadits yang menegaskan bahwa Allah tidak di wajibkan atas Nya oleh siapapun untuk memasukkan hamba Nya ke dalam surga dan neraka. Allah kadang mangampuni dosa hamba Nya yang durhaka kepada Nya dan memasukkannya ke dalam surga karena rahmat Nya yang maha sempurna. Dia juga menggugurkan amalan orang-orang yang taat kepada Nya serta memasukkannya ke neraka dengan keadilan Nya yang maha sempurna. Orang yang ada iman kepada kebenaran Islam dan beragama Islam serta mati di atas Islam, kalaupun masuk neraka maka tidak akan kekal di neraka dan akan keluar dari neraka itu untuk masuk kedalam surga dengan rahmat Allah.
Sila ke empat, Al Manzilatu Bainal Manzilatain yakni keyakinan mereka bahwa orang Islam yang berbuat dosa tidak bisa lagi di anggap sebagai orang Islam dan tidak pula di anggap sebagai orang kafir. Akan tetapi berada pada posisi antara Islam dan kafir. Namun ketika di akhirat bila orang tersebut tidak sempat bertaubat dari dosanya dan mati di atas dosa itu, maka dia kekal di neraka. Keyakinan tersebut sangat bertentangan dengan apa yang di terangkan oleh Allah dan Rasul Nya di dalam Al Qur’an dan Al Hadits.
Sila kelima,Al ‘Amru bil Ma’ruf Wa Nahyu ‘Anil Munkar. Yakni keyakinan mereka bahwa wajib atas kaum muslimin untuk memberontak kepada penguasanya yang berbuat dosa ataupun dzalim, karena mereka menganggap bahwa pemerintah yang demikian itu berarti telah kafir. Tindakan memberontak itu di istilah kan oleh mereka sebagai gerakan nahi munkar (mencegah kemungkaran) dan kemudian setelah itu mendirikan pemerintah tandingan untuk menggantikan pemerintah yang dzolim adalah sebagai perbuatan Al Amru bil Ma’ruf (menyeru kepada kebaikan). Keyakinan tersebut sangat bertentangan dengan Al Qur’an dan Al Hadits yang menyerukan kepada kaum muslimin untuk lebih mementingkan kemaslhatan umum dan menjaga stabilitas keamanan dan politik demi kemaslahatan tersebut, serta bersabar dari kedzaliman pemerintahnya dengan cara terus menasehati pemerintahnya dengan sebaik-baik cara dan mendoakan kebaikan untuk penguasanya yang dzolim itu agar Allah menunjukinya kepada jalan yang benar, selengkapnya anda bisa membaca artikel yang berjudul “Siapa Penguasa Muslim dan Siapa Pula penguasa Kafir” pada halaman utama http://alghuroba.org
Berbagai keyakinan inilah yang melatar belakangi konsep perjuangan Doktor Taqiyudin An-Nabhani melalui gerakan yang di namakan Hizbut Tahrir. Konsep perjuangan tersebut di beri label “Perjuangan Menegakkan Khilafah Islamiyah di Muka Bumi”.
Sesungguhnya yang di wajibkan atas kaum muslimin adalah menjalankan syari’at Islam sesuai dengan kapasitasnya. Hal ini di tegaskan oleh Allah Ta’ala dalam firman Nya “dan bertaqwalah kalian kepada Allah segenap kemampuan yang kalian miliki”.
Bila kapasitas dia sebagai rakyat jelata maka wajib untuk menjalankan syari’at Islam dalam batas kerakyatan, dan tidak ada kewajiban atasnya dalam perkara menegakkan syari’at Islam di bidang pemerintahan. Bila kapasitas dia sebagai penguasa maka wajib atasnya untuk menjalankan syari’at Islam dalam pemerintahannya dan wajib pula memimpin rakyatnya untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara menurut tuntunan syari’ah Islamiyah.
Tidak ada dalil yang qoth’i baik dari Al Qur’an maupun Al Hadits yang mengharuskan kita untuk mendirikan khilafah Islamiyah. Yang ada adalah perintah Rasulullaah Sholallaahu ‘Alaihi Wa Aalihi Wa Sallam untuk mentaati Khulafa Ar Rasyidin Al Mahdiyin. Wallahu A'lam
dijawab oleh: Ustadz Ja'far Umar Thalib.
Ad Daulatul Islamiyah Melayu
BalasHapusadalah khilafah islam yang sedang menantikan
kehadiran orang-orang mukmin yang siap
bergabung menjadi pejuang islam di akhir zaman
Bilakah anda berminat untuk menjadi pembela dan tentara Islam
http://dimelayu.com.nu