Pertanyaan:
Ustadz, tolong beri
penjelasan tentang thoriqot shufiyyah? kapan muncul thoriqot ini? apa yang
menyebabkan dakwah mereka bisa berkembang di kalangan muslimin? karena di
tempat saya tinggal, keyakinan thoriqot ini telah menyebar dengan sambutan yang
penuh simpatik, tolong di jawab karena jawaban Ustadz akan saya jadikan
keterangan untuk
mereka insya Allah. Terima kasih Jazakumullah khairon
Jawaban :
Saudara penanya semoga Allah merahmati anda, tentang asal munculnya thoriqot Shufiyah, telah di terangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab beliau “Majmu’ Fatawa Jilid 11” halaman 6. Bahwa Shufiyah adalah model pengamalan agama yang dilakukan oleh seorang yang bernama Abdul Wahid bin Zayd muridnya Al Imam Al Hasan Al Bashri. Orang yang di sebutkan di sini mempunyai murid-murid dalam majlis ilmu yang sangat kuat dalam beribadah dan bersikap zuhud (yakni tidak mempunyai ambisi kepada dunia karena sibuk dengan kerinduannya kepada akhirat) dalam kehidupan serta takut melanggar larangan agama.
Menurut catatan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ini, Shufiyah asalnya ialah sebagai simbul ketaatan kepada agama Allah yang sangat kuat, yang dilakukan oleh para Ulama di zaman Tabi’in darikota Bashrah, dengan sikap zuhud dan semangat
beribadah yang luar biasa berdasarkan pengetahuan dan pemahaman mereka yang
benar terhadap Al Qur’an dan As Sunnah. Thoriqot Shufiyah yang demikian ini di
namakan “Shufiyatul Haqo’iq” (Majmu’ Fatawa Jilid 11” halaman. 18 )
Kemudian datanglah setelah itu kelompok-kelompok Ahlul Bid’ah yang menampilkan lambang-lambang zuhud dan ibadah dalam rangka menipu ummat Islam untuk menebarkan racun bid’ahnya di kalangan muslimin. Seperti Al-Hallaj yang mengkampanyekan pemahaman Hululiyah yaitu keyakinan bahwa Allah Ta’ala telah menyatu dengan alam sehingga segala bentuk penyembahan terhadap unsur-unsur alam ini (bintang, bulan, matahari dan sebagainya) di anggap sebagai peribadatan kepada Allah Ta’ala. Pemahaman Hululiyah ini sesungguhnya berasal dari animisme yang di kemas dengan berbagai atribut-atribut keislaman.
Kemudian muncul pula tokoh-tokoh filsafat yang memakai atribut thoriqot Shufiyah dan memasukkan racun pemahamannya kepada umat Islam dengan lambang-lambang thoriqot Shufiyah seperti zuhud, waro’ dan lainnya. Maka muncul-lah dari tokoh-tokoh itu semacam Muhyiddin Ibnu ‘Arobi yang mengkampanyekan pemahaman wihdatul wujud dimana pemahaman ini membagi derajat pengamalan Islam itu dalam tiga bagian yaitu Syari’at, Ma’rifat dan Hakikat. Dimana kalau seseorang telah mencapai derajat Hakikat berarti dia telah menyatu dengan Allah.
Pemahaman ini di ambil dari Budhisme, yakni konsep peribadatan Hindu yang di perbaharui oleh sidhartagautama yang meyakini bahwa orang yang telah mencapai tingkat hakikat Ilahiyah (ketuhanan) maka dia telah menjadi seorang Budha yang menyatu dengan Allah, pemahaman yang demikian sama kafirnya dengan pemahaman Hululiyah.
Melalui thoriqot Shufiyah ini pula di lansir berbagai bid’ah-bid’ah (kesesatan) dalam bidang Aqidah seperti Jabriyah. Yaitu pemahaman sesat yang menyatakan bahwa karena seluruh alam ini telah di taqdirkan oleh Allah Ta’ala, maka semua perbuatan makhluk mukallaf (manusia dan jin) adalah sama dengan gejala alam yang lainnya yaitu menjalankan apa saja yang di kehendaki oleh Allah. Sehingga semuanya di anggap taat kepada Allah meskipun melakukan berbagai kekafiran, kemusyrikan dan kemaksiatan karena menurut pemahaman ini semua itu hanya menjalankan kehendak Allah sebagaimana matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat. Sehingga menurut pemahaman sesat ini, syari’at Allah itu harus di kesampingkan bila orang meyakini hakikat konsep taqdir, tentu pemahaman ini sama kafirnya dengan pemahaman yang sebelumnya.
Thoriqot Shufiyah di akhir-akhir perjalanannya sampai di masa kita ini, telah jauh menyimpang dari sejarah thoriqot Shufiyah itu sendiri. Dimana gerakan thoriqot Shufiyah cenderung untuk menjauhkan ummat Islam dari keharusan tafaqquh fid diin (memahami agama) dengan proses belajar yang di namakan ta’allum (mempelajari Al Qur’an dan As Sunnah dengan bimbingan guru dari kalangan Salafus Shalih). Ummat Islam di alihkan dari ilmu dengan berbagai cerita khurofat (kedustaan) dan takhayul (khayalan-khayalan) dan berbagai kejadian aneh para guru thoriqot dengan bantuan para jin melalui ilmu sihir, serta berbagai penipuan-penipuan terhadap orang-orang yang jahil tentang agamanya. Sehingga jadilah para guru thoriqot itu sebagai dukun-dukun para normal yang melayani pengikut thoriqot itu dengan ilmu-ilmu sihir. Akhirnya berkembanglah satu anggapan bahwa belajar thoriqot Shufiyah identik dengan belajar ilmu sihir atau ilmu perdukunan.
Perkembangan thoriqot Shufiyah yang demikian tentu sangat bertentangan dengan para Imam-imam thoriqot Shufiyah terdahulu seperti Junayd bin Muhammad Al Baghdadi, Sahl bin Abdullah At Tastuuri, Abu Nu’aim Al Asfahani dan para Imam yang lainnya yang mereka sangat mengingkari berbagai kebid’ahan dan selalu menganjurkan untuk berpegang dengan As Sunnah An Nabawiyah serta keharusan untuk mencapai ketaqwaan tertinggi kepada Allah dengan belajar Al Qur’an Was Sunnah dengan merujukkan pemahaman keduanya kepada Salafus Shalih dan kemudian beramal dengan ilmu tersebut.
Wallahu a’lam Bishshowab
dijawab oleh Ustadz Ja'far Umar Thalib
Saudara penanya semoga Allah merahmati anda, tentang asal munculnya thoriqot Shufiyah, telah di terangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab beliau “Majmu’ Fatawa Jilid 11” halaman 6. Bahwa Shufiyah adalah model pengamalan agama yang dilakukan oleh seorang yang bernama Abdul Wahid bin Zayd muridnya Al Imam Al Hasan Al Bashri. Orang yang di sebutkan di sini mempunyai murid-murid dalam majlis ilmu yang sangat kuat dalam beribadah dan bersikap zuhud (yakni tidak mempunyai ambisi kepada dunia karena sibuk dengan kerinduannya kepada akhirat) dalam kehidupan serta takut melanggar larangan agama.
Menurut catatan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ini, Shufiyah asalnya ialah sebagai simbul ketaatan kepada agama Allah yang sangat kuat, yang dilakukan oleh para Ulama di zaman Tabi’in dari
Kemudian datanglah setelah itu kelompok-kelompok Ahlul Bid’ah yang menampilkan lambang-lambang zuhud dan ibadah dalam rangka menipu ummat Islam untuk menebarkan racun bid’ahnya di kalangan muslimin. Seperti Al-Hallaj yang mengkampanyekan pemahaman Hululiyah yaitu keyakinan bahwa Allah Ta’ala telah menyatu dengan alam sehingga segala bentuk penyembahan terhadap unsur-unsur alam ini (bintang, bulan, matahari dan sebagainya) di anggap sebagai peribadatan kepada Allah Ta’ala. Pemahaman Hululiyah ini sesungguhnya berasal dari animisme yang di kemas dengan berbagai atribut-atribut keislaman.
Kemudian muncul pula tokoh-tokoh filsafat yang memakai atribut thoriqot Shufiyah dan memasukkan racun pemahamannya kepada umat Islam dengan lambang-lambang thoriqot Shufiyah seperti zuhud, waro’ dan lainnya. Maka muncul-lah dari tokoh-tokoh itu semacam Muhyiddin Ibnu ‘Arobi yang mengkampanyekan pemahaman wihdatul wujud dimana pemahaman ini membagi derajat pengamalan Islam itu dalam tiga bagian yaitu Syari’at, Ma’rifat dan Hakikat. Dimana kalau seseorang telah mencapai derajat Hakikat berarti dia telah menyatu dengan Allah.
Pemahaman ini di ambil dari Budhisme, yakni konsep peribadatan Hindu yang di perbaharui oleh sidhartagautama yang meyakini bahwa orang yang telah mencapai tingkat hakikat Ilahiyah (ketuhanan) maka dia telah menjadi seorang Budha yang menyatu dengan Allah, pemahaman yang demikian sama kafirnya dengan pemahaman Hululiyah.
Melalui thoriqot Shufiyah ini pula di lansir berbagai bid’ah-bid’ah (kesesatan) dalam bidang Aqidah seperti Jabriyah. Yaitu pemahaman sesat yang menyatakan bahwa karena seluruh alam ini telah di taqdirkan oleh Allah Ta’ala, maka semua perbuatan makhluk mukallaf (manusia dan jin) adalah sama dengan gejala alam yang lainnya yaitu menjalankan apa saja yang di kehendaki oleh Allah. Sehingga semuanya di anggap taat kepada Allah meskipun melakukan berbagai kekafiran, kemusyrikan dan kemaksiatan karena menurut pemahaman ini semua itu hanya menjalankan kehendak Allah sebagaimana matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat. Sehingga menurut pemahaman sesat ini, syari’at Allah itu harus di kesampingkan bila orang meyakini hakikat konsep taqdir, tentu pemahaman ini sama kafirnya dengan pemahaman yang sebelumnya.
Thoriqot Shufiyah di akhir-akhir perjalanannya sampai di masa kita ini, telah jauh menyimpang dari sejarah thoriqot Shufiyah itu sendiri. Dimana gerakan thoriqot Shufiyah cenderung untuk menjauhkan ummat Islam dari keharusan tafaqquh fid diin (memahami agama) dengan proses belajar yang di namakan ta’allum (mempelajari Al Qur’an dan As Sunnah dengan bimbingan guru dari kalangan Salafus Shalih). Ummat Islam di alihkan dari ilmu dengan berbagai cerita khurofat (kedustaan) dan takhayul (khayalan-khayalan) dan berbagai kejadian aneh para guru thoriqot dengan bantuan para jin melalui ilmu sihir, serta berbagai penipuan-penipuan terhadap orang-orang yang jahil tentang agamanya. Sehingga jadilah para guru thoriqot itu sebagai dukun-dukun para normal yang melayani pengikut thoriqot itu dengan ilmu-ilmu sihir. Akhirnya berkembanglah satu anggapan bahwa belajar thoriqot Shufiyah identik dengan belajar ilmu sihir atau ilmu perdukunan.
Perkembangan thoriqot Shufiyah yang demikian tentu sangat bertentangan dengan para Imam-imam thoriqot Shufiyah terdahulu seperti Junayd bin Muhammad Al Baghdadi, Sahl bin Abdullah At Tastuuri, Abu Nu’aim Al Asfahani dan para Imam yang lainnya yang mereka sangat mengingkari berbagai kebid’ahan dan selalu menganjurkan untuk berpegang dengan As Sunnah An Nabawiyah serta keharusan untuk mencapai ketaqwaan tertinggi kepada Allah dengan belajar Al Qur’an Was Sunnah dengan merujukkan pemahaman keduanya kepada Salafus Shalih dan kemudian beramal dengan ilmu tersebut.
Wallahu a’lam Bishshowab
dijawab oleh Ustadz Ja'far Umar Thalib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar