Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Berqurban disyariatkan untuk yang hidup
sebab tidak terdapat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula dari
para sahabat yang aku ketahui, mereka berqurban untuk orang-orang yang sudah
meninggal secara khusus / tersendiri.
Putra-putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah meninggal saat beliau masih hidup, demikian pula telah
meninggal istri-istri dan kerabat-kerabatnya, Rasulullah tidak berkurban untuk
satu orangpun dari mereka. Beliau tidak berqurban untuk pamannya (Hamzah),
tidak juga untuk istrinya (Khodijah dan Zainab binti Khuzaimah), tidak pula
untuk ketiga putrinya, dan seluruh anak-anaknya. Seandainya ini termasuk
perkara yang disyariatkan, niscaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
akan menerangkannya dalam sunnahnya baik itu ucapan maupun perbuatan, akan
tetapi hendaknya seseorang berqurban untuk dirinya dan keluarganya.
Dan adapun mengikutsertakan mayit / orang
yang sudah meninggal, maka telah dijadikan dalil untuknya bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untuknya dan untuk keluarganya,
sedangkan keluarganya mencakup istri-istrinya yang telah meninggal dan
istri-istrinya yang masih hidup, dan juga beliau berqurban untuk umatnya yang
di antara mereka ada yang sudah meninggal dan juga yang belum ada. Akan tetapi
berqurban untuk mereka (orang-orang yang sudah meninggal) secara khusus /
tersendiri, aku tidak mengetahui ada asalnya dalam sunnah.
Dinukil
dari Syarhul Mumti’ 7/455, Ibnu Utsaimin
Judul
Asli: Berqurban Untuk Mayit
Sumber:
Buletin Al Wala’ Wal Bara’ Bandung
Edisi
ke-9 Tahun ke-1 / 14 Februari 2003 M / 12 Dzul Hijjah 1423 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar