Satu
dari sekian banyak polemik yang terjadi dimasyarakat kita adalah masalah adzan
jum’at. Apakah adzan untuk sholat jum’at itu satu kali atau dua kali.
Sebahagian
kelompok yang mengaku
bermadzhab Syafi’ie mengklaim bahwa adzan dua kali adalah sunnah
dan ini termasuk perkara yang telah disepakati ulama madzhab kami.
Namun sangat disayangkan bahwa klaim mereka tanpa ikuti upaya menilik atau mempelajari kembali bagaimana pendapat Imam Asy-Syafi’ie dalam perkara ini.
Namun sangat disayangkan bahwa klaim mereka tanpa ikuti upaya menilik atau mempelajari kembali bagaimana pendapat Imam Asy-Syafi’ie dalam perkara ini.
Adapun
prakteknya yang terjadi sekarang adalah adzan pertama dikumandangkan sebelum
khatib naik keatas mimbar kemudian setelah khatib naik keatas mimbar maka
dikumandangkan adzan kedua. Apakah hal ini sesuai dengan pendapat Imam
Asy-Syafi’ie ?
Nah,
dengan kerendahan hati, kami mencoba mengutip perkataan Imam Asy-Syafi’ie
tentang permasalahan ini yang kami petik langsung dari kitab beliau (Al-Umm).
Berikut petikan perkataan
beliau :
[قَالَ الشَّافِعِيُّ]: وَأُحِبُّ أَنْ يَكُونَ الْأَذَانُ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ حِينَ يَدْخُلُ الْإِمَامُ الْمَسْجِدَ وَيَجْلِسُ عَلَى
مَوْضِعِهِ الَّذِي يَخْطُبُ عَلَيْهِ خَشَبٌ، أَوْ جَرِيدٌ أَوْ مِنْبَرٌ، أَوْ
شَيْءٌ مَرْفُوعٌ لَهُ، أَوْ الْأَرْضُ فَإِذَا فَعَلَ أَخَذَ الْمُؤَذِّنُ فِي
الْأَذَانِ فَإِذَا فَرَغَ قَامَ فَخَطَبَ لاَ يَزِيدُ عَلَيْهِ
Imam
Asy-Syafi’ie berkata ; Dan aku sukai bahwa Adzan pada hari jum’at adalah ketika
imam masuk kedalam masjid dan duduk diatas tempatnya yakni tempat ia hendak
berkhutbah yang terbuat dari kayu. atau mimbar atau sesuatu yang dapat
menjadikannya tinggi. Atau tanah. Maka apabila telah selesai (imam naik keatas
mimbar) hendaklah Muadzin mengumandangkan adzan dan apabila selesai adzan
tersebut hendaklah imam berkhutbah tanpa ada tambahan lain.
وَأُحِبُّ
أَنْ يُؤَذِّنَ مُؤَذِّنٌ وَاحِدٌ إذَا كَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ لاَ جَمَاعَةُ
مُؤَذِّنِينَ أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ قَالَ: أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ:
أَخْبَرَنِي الثِّقَةُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ أَنَّ
الْأَذَانَ كَانَ أَوَّلُهُ لِلْجُمُعَةِ حِينَ يَجْلِسُ الْإِمَامُ عَلَى
الْمِنْبَرِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-
وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ فَلَمَّا كَانَتْ خِلاَفَةُ عُثْمَانَ وَكَثُرَ النَّاسُ
أَمَرَ عُثْمَانَ بِأَذَانٍ ثَانٍ فَأُذِّنَ بِهِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
Kemudian
berkata Asy-Syafi’ie melanjutkan ; Dan aku sukai bahwa muadzin mengumandangkan
adzan seorang diri apabila ia (imam) telah diatas mimbar, dan tidak boleh
mengumpulkan dua muadzin. Telah mengabarkan kepada kami Ar-Rabi’ ia berkata;
Telah mengabarkan kepada kami Asy-Syafi’ie ia berkata; telah mengabarkan kepada
kami secara tsiqoh (terpercaya) dari Az-Zuhri dari Saib bin Yazid bahwa Adzan
pertama kali untuk jum’at adalah ketika imam telah duduk diatas mimbar, ini pada
masa Rosululloh shallallohu ‘alaihi wasallam, dan Abu Bakar dan Umar, kemudian
pada masa khalifah Utsman sedangkan saat itu manusia telah ramai (banyak) maka
Utsman memerintahkan untuk mengadakan adzan kedua, maka terjadilah adzan
(kedua) pada masa itu, dan menjadi tetaplah hal itu.
[قَالَ الشَّافِعِيُّ]: وَقَدْ كَانَ عَطَاءٌ يُنْكِرُ
أَنْ يَكُونَ عُثْمَانُ أَحْدَثَهُ وَيَقُولُ أَحْدَثَهُ مُعَاوِيَةُ، وَاَللَّهُ
تَعَالَى أَعْلَمُ.
Berkata
Asy-Syafi’ie ; Dan sesungguhnya ‘Atha memungkiri (tidak menyetujui) perbuatan
itu bahwa Utsman telah melakukan perbuatan muhdats (baru) akan tetapi ia
(‘Atha) berkata bahwa Mu’awiyahlah yang melakukan perbuatan muhdats itu.
Wallohu Ta’ala a’lam.
[قَالَ الشَّافِعِيُّ]: وَأَيُّهُمَا كَانَ فَالْأَمْرُ الَّذِي عَلَى
عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- أَحَبُّ إلَيَّ
Berkata
Asy-Syafi’ie ; Dan manapun dari kedua hal itu (pada masa utsman atau muawiyah)
maka Apa yang terjadi dimasa Rosululloh shallallohu’alaihi wasallam paling aku sukai.
[Kitab Al-Umm Juz I, kitab Sholat Bab Kewajiban Jumat]
Mungkin
sampai disini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Imam Asy-Syafi’ie sendiri
menganjurkan dan menyukai bahwa adzan untuk sholat jum’at itu dilakukan saat
khatib telah berada diatas mimbar sebagaimana yang telah terjadi dan berjalan
pada masa Rosululloh shallallohu ‘alaihi wasallam.
Dan
telah nyata bahwa beliau (Imam Asy-Syafi’ie) paling tidak menyukai adzan jumat yang ada
seperti sekarang ini (dua kali, yakni sebelum khatib naik ke mimbar dan setelah
khatib naik ke atas mimbar).
Maka
yang menjadi pertanyaan besar dibenak kita adalah, kepada siapakah orang-orang
yang mengaku bermadzhab Syafi’ie itu mengikut ?
كل يدعى وصلا بليلى ### وليلى لا تقرلهم بذاك
Semua mengaku-ngaku punya hubungan
dengan Laila
Namun Laila memungkiri pengakuan-pengakuan mereka tersebut
Namun Laila memungkiri pengakuan-pengakuan mereka tersebut
Adapun
hadits yang disebutkan Imam Asy-Syafi’ie diatas juga disebutkan dalam shahih
Bukhary, dengan lafadz ;
عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ كَانَ النِّدَاءُ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ أَوَّلُهُ إِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ عَلَى عَهْدِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَثُرَ
النَّاسُ زَادَ النِّدَاءَ الثَّالِثَ عَلَى الزَّوْرَاءِ قَالَ أَبُو عَبْد
اللَّهِ الزَّوْرَاءُ مَوْضِعٌ بِالسُّوقِ بِالْمَدِينَةِ
Saib
bin Yazid berkata, “Adalah azan pada hari Jumat, permulaannya adalah apabila imam
duduk di atas mimbar, yakni pada masa Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, Abu
Bakar, dan Umar Radhiallohu ‘anhuma. Maka pada masa Utsman Radhiallohu ‘anhu
dan orang-orang sudah banyak, ia menambahkan azan yang ketiga diatas Zaura’.
Berkata Abu Abdillah, Zaura’ adalah suatu tempat di pasar di kota Madinah.
[Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Ashqalani, kitab jumu’ah]
Maka
menjadi teranglah bagi kita bahwa yang diadakan pada masa Utsman Radhiallohu
‘anhu adalah adzan diatas zaura’ yakni tempat lain diluar masjid di tengah
pasar dengan tujuan memberi tahu bahwa hari itu adalah hari jumat dan hampir
masuk waktu adzan. Bukan seperti yang diperbuat orang-orang pada masa sekarang
ini.
Oleh : Alfaqir Abu Aqil Al-Atsary
Tidak ada komentar:
Posting Komentar