Dia beriman, berbaiat dan berhijrah. Dia
berikan kebaikan untuk Allah dan Rasul-Nya dalam keislamannya, hingga dia
beroleh janji, “Barangsiapa yang ingin melihat seorang bidadari, maka lihatlah
wanita ini.”
Ummu Ruman bintu ‘Amir bin ‘Uwaimir bin Abdi Syams bin ‘Itab
bin Udzainah bin Sabi’ bin
Duhman bin Al-Harits bin Ghanm bin Malik bin Kinanah
Al-Kinaniyah radhiyallahu ‘anha1 adalah istri orang terbaik umat ini setelah
Nabinya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu
'anhu.Sebelum datang masa Islam, Ummu Ruman adalah istri ‘Abdullah bin
Al-Harits bin Sakhbarah bin Jurtsumatil Khair bin ‘Adiyah bin Murrah Al-Azdi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengaruniakan pada mereka seorang anak bernama
Ath-Thufail. Mereka tinggal di As-Surah. Selang beberapa waktu, Abdullah membawa
istrinya ke Makkah untuk tinggal di sana. Sebagaimana kebiasaan kala itu, para
pendatang bersekutu dengan para pembesar Makkah yang dapat melindunginya. Begitu
pun ‘Abdullah bin Al-Harits. Dia bersekutu dengan Abu Bakr Ash-Shiddiq.Namun
Ummu Ruman harus bertemu dengan kenyataan, Abdullah meninggalkan dirinya untuk
selama-lamanya. Sepeninggal Abdullah bin Al-Harits, Abu Bakr radhiyallahu 'anhu
datang meminangnya dan membawa Ummu Ruman dalam kehidupan rumah tangganya. Allah
Subhanahu wa Ta'ala menganugerahi pasangan ini Abdurrahman dan ‘Aisyah.Hari
terus bergulir, hingga cahaya Islam merekah di kota Makkah. Abu Bakr Ash-Shiddiq
radhiyallahu ‘anhu adalah orang pertama yang membenarkan risalah. Tak
ketinggalan Ummu Ruman menyatakan keimanannya dan turut berbaiat kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.Keluarga yang sarat barakah. Ketika
putri mereka, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berumur enam tahun, datang Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminang ‘Aisyah. Jadilah putri Ummu Ruman
ini seorang wanita yang penuh kemuliaan sebagai Ummul Mukminin. Namun saat itu,
‘Aisyah masih tetap berada dalam asuhan ayah ibunya, dalam keluarga yang penuh
kebaikan, hingga saatnya turun perintah hijrah.Ketika itu, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu lebih dulu
berangkat hijrah, sementara Ummu Ruman beserta keluarga Abu Bakr masih tinggal
di Makkah. Barulah setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap
beberapa saat di Madinah, beliau mengutus Zaid bin Haritsah dan Abu Rafi’
radhiyallahu 'anhuma untuk menjemput keluarga beliau, berbekal 500 dirham dan
dua ekor unta. Abu Bakr juga mengutus Abdullah bin ‘Uraiqith dengan membawa dua
atau tiga ekor unta, dan menulis surat kepada putranya, Abdullah bin Abi Bakr,
untuk membawa Ummu Ruman beserta ‘Aisyah dan Asma`. Mereka pun bertolak menuju
Madinah bersama-sama. Saat itu, Zaid dan Abu Rafi’ membawa Fathimah, Ummu
Kultsum, dan Saudah bintu Zam’ah. Zaid juga menjemput istri dan anaknya, Ummu
Aiman dan Usamah bin Zaid.Setiba di Madinah, keluarga Abu Bakr tinggal
beberapa lama di kampung Bani Al-Harits bin Al-Khazraj. Suatu hari, ‘Aisyah yang
kala itu berusia sembilan tahun tengah menikmati permainan bersama teman-teman
sepermainannya. Tiba-tiba Ummu Ruman datang memanggilnya. ‘Aisyah segera datang
tanpa mengetahui apa maksud ibunya memanggilnya. Ummu Ruman menggamit tangan
‘Aisyah yang masih terengah-engah itu ke depan pintu rumah. Diambilnya sedikit
air, diusapnya wajah dan kepala putrinya, lalu diajaknya ‘Aisyah masuk. Ternyata
di sana telah berkumpul para wanita Anshar. Mereka menyambut ‘Aisyah dengan doa
keberkahan. Ummu Ruman menyerahkan ‘Aisyah pada mereka yang dengan segera
mendandani ‘Aisyah. Ternyata hari itu adalah hari istimewa, saat bertemunya
putri Ummu Ruman dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
suaminya.Ummu Ruman tetap mengiringi kehidupan putrinya. Bahkan juga ketika
tersebar berita dusta tentang ‘Aisyah yang mengguncang rumah tangga Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sepulang beliau dari peperangan Bani
Al-Mushthaliq. ‘Aisyah yang turut dalam perjalanan itu, semenjak kepulangannya
jatuh sakit sampai sebulan lamanya hingga tak mengetahui isu yang beredar
menyangkut dirinya. Dia hanya merasa janggal dengan sikap Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang begitu dingin. Dia tak merasakan sentuhan kelembutan dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang biasa beliau lakukan
bila ‘Aisyah sedang sakit. Namun akhirnya, sampai pulalah kabar itu ke telinga
‘Aisyah dari Ummu Mishthah. Bertambah parahlah sakit ‘Aisyah.Saat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya, ‘Aisyah pun meminta izin untuk tinggal
sementara waktu bersama orang tuanya. Dia ingin mencari kepastian tentang berita
yang tersebar itu dari mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengizinkannya.Di hadapan ibunya, ‘Aisyah bertanya, “Wahai ibu, apa
sebenarnya yang sedang dibicarakan orang-orang?” Dengan hati yang tak kalah
sedihnya, Ummu Ruman menenangkan ‘Aisyah, “Tenanglah, duhai putriku. Demi Allah,
teramat jarang seorang wanita yang cantik di sisi seorang suami yang begitu
mencintainya, sementara dia memiliki madu, melainkan dia akan
diperbincangkan.”“Subhanallah!” sahut ‘Aisyah, “Berarti benar orang-orang
membicarakan hal itu?” Pecahlah tangis ‘Aisyah malam itu tanpa henti hingga pagi
menjelang. Air matanya tak berhenti mengalir. ‘Aisyah masih terus
menangis.Sampai pada akhirnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala turunkan dari atas
langit pernyataan tentang kesucian dirinya dari tuduhan dusta yang dihembuskan
oleh kaum munafikin dalam ayat 11 sampai 19 Surah An-Nuur.Ummu Ruman, istri
Ash-Shiddiq, ibunda Ash-Shiddiqah ini kembali ke hadapan Rabbnya pada masa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan meninggalkan banyak kebaikan.
Ketika jasadnya telah diturunkan ke dalam kubur, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin melihat seorang bidadari surga, maka
lihatlah Ummu Ruman.”Ummu Ruman bintu ‘Amir, semoga Allah Subhanahu wa
Ta'ala meridhainya ….Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab.
Sumber
Bacaan: Al-Ishabah, karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
(8/206-209) Al-Isti’ab, karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (hal.
1935-1937) Kitab Azwajin Nabi, karya Al-Imam Muhammad bin Yusuf Ash-Shalihi
Ad-Dimasyqi (hal. 83-84, 111-117) Ath-Thabaqatul Kubra, karya Al-Imam Ibnu
Sa’d (8/276) Tahdzibul Kamal, karya Al-Imam Al-Mizzi (35/358-361)
1
Nasab Ummu Ruman dari ayahnya hingga Kinanah banyak diperselisihkan oleh para
ahli tarikh, namun mereka bersepakat bahwa dia dari Bani Ghanm bin Malik bin
Kinanah.
Penulis : Al-Ustadzah Ummu 'Abdirrahman Bintu 'Imran
Makkah Fajr - 15th November 2024
-
*Makkah Fajr *
(Surahs Sajdah & Insaan) *Sheikh Dosary*
Download 128kbps Audio
2 hari yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar