Bismillah.
Permasalahan ini
diperselisihkan oleh ulama. Pendapat yang benar adalah pendapat yang mengatakan
bahwa khutbah Id hanya satu khutbah. Dan ini adalah pendapat Asy-Syaikh
Al-’Utsaimin dan guru besar kami Asy-Syaikh Muqbil rahimahumallah. Hal ini
berdasarkan dzahir (yang terpahami secara langsung) dari hadits yang shahih
dalam permasalahan ini,
seperti hadits Ibnu ‘Umar radhiallahu
‘anhuma:
كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ
وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ يُصَلُّوْنَ الْعِيْدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ“Adalah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsman
radhiallahu ‘anhum melaksanakan shalat Id sebelum khutbah.” (Muttafaq
‘alaih)Dan yang lebih jelas lagi adalah hadits Jabir bin Abdullah
radhiallahu ‘anhuma, dia berkata:شَهِدْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ يَوْمَ الْعِيْدِ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ
قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ، ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا
عَلىَ بِلاَلٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ وَحَثَّ عَلىَ طَاعَتِهِ وَوَعَظَ النَّاسَ
وَذَكَّرَهُمْ، ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ
- الحديث“Aku menyaksikan shalat Id pada hari ‘Ied bersama Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau memulai dengan shalat sebelum
khutbah, tanpa adzan dan iqamat. Kemudian (seusai shalat) beliau berdiri
bersandar pada Bilal radhiallahu ‘anhu (berkhutbah) memerintahkan untuk bertakwa
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menganjurkan kepada ketaatan, menasehati
para shahabat dan memberi peringatan kepada mereka. Kemudian beliau mendatangi
shaf para wanita, menasehati, dan memberi mereka peringatan.” (HR.
Muslim)Asy-Syaikh Al-’Utsaimin rahimahullahu berkata: “Barangsiapa mengamati
hadits-hadits muttafaq ‘alaih dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim serta yang
lainnya, maka akan jelas baginya bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
melakukan khutbah Id kecuali hanya satu khutbah. Hanya saja setelah beliau
menyampaikan khutbah pertama, beliau mendatangi shaf para wanita dan menasehati
mereka. Jika ini hendak kita jadikan sebagai dalil disyariatkannya dua khutbah,
maka ada kemungkinan. Akan tetapi tetap tidak bisa dibenarkan, karena beliau
mendatangi shaf wanita dan berkhutbah di hadapan mereka disebabkan salah satu
dari dua kemungkinan:1. Karena khutbah yang beliau sampaikan tidak terdengar
oleh mereka2. Atau khutbah tersebut terdengar sampai ke tempat mereka, akan
tetapi beliau ingin memberikan nasehat-nasehat khusus kepada mereka.”
(Asy-Syarhul Mumti’, 5/191-192, cet. Muassasah Asam)Beliau juga berkata
dalam Majmu’ Rasa‘il (16/248): “Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada khutbah Id adalah satu khutbah. Jika seorang (khatib) berkhutbah melalui
mikrofon (pengeras suara), maka hendaklah dia mengkhususkan kaum wanita di akhir
khutbahnya dengan nasehat tentang mereka. Dan apabila dia berkhutbah tanpa
pengeras suara dan para wanita yang hadir tidak mendengar khutbahnya, maka
hendaklah dia mendatangi shaf mereka untuk memberi nasehat khusus, didampingi
oleh satu atau dua orang.”Apa yang dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-’Utsaimin
rahimahullahu bahwa hendaklah dia mendatangi shaf para wanita untuk memberi
nasehat khusus... dst, tentunya jika tidak dikhawatirkan adanya mafsadah dan
fitnah terhadap diri sang khatib atau para wanita yang hadir atau yang lainnya.
Sebagaimana hal ini ditegaskan oleh An-Nawawi dalam Syarh Muslim (6/144) dan
Asy-Syaukani dalam Nailul Authar (3/305). Dan kekhawatiran tersebut sangat besar
pada kondisi dan keadaan kaum muslimah di negeri ini, yang mana mereka
menghadiri Id tanpa memakai hijab yang syar’i. Mereka mengenakan ‘busana-busana
muslimah’1 yang menarik perhatian lelaki. Ditambah lagi aroma parfum-parfum
mereka yang membangkitkan syahwat. Wajah-wajah mereka penuh polesan make up yang
mempesona. Wa ilallahil musytaka (hanya Allah-lah tempat
mengadu).Sesungguhnya ada beberapa hadits yang menunjukkan dua khutbah,
tetapi semuanya dha’if (lemah):1. Hadits Jabir radhiallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah ‘Ied dengan berdiri kemudian
beliau duduk lalu berdiri kembali (untuk khutbah kedua), diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dalam Sunan-nya (1289). Namun pendalilan ini tertolak, karena haditsnya
lemah. Dalam sanadnya terdapat perawi yang dha’if bernama Isma’il bin Muslim
Al-Makki. Bahkan hadits ini dihukumi mungkar oleh Al-Albani dalam Dha’if Ibnu
Majah. Karena riwayat yang benar dari hadits tersebut adalah bahwa itu pada
khutbah Jum’at.2. Hadits Sa’d bin Abi Waqqash, diriwayatkan oleh Al-Bazzar.
Hadits ini sangat dha’if, karena dalam sanadnya terdapat perawi yang sangat
dha’if bernama Abdullah bin Syabib, syaikh (guru) Al-Bazzar. Lihat Tamamul
Minnah (348).3. Hadits ‘Ubaidullah bin Abdillah bin ‘Utbah rahimahullahu,
diriwayatkan oleh Asy-Syafi’i dalam Al-Umm (1/272). Hadits ini juga sangat
lemah, karena syaikh Asy-Syafi’i yang bernama Ibrahim bin Muhammad bin Abi Yahya
Al-Aslami matruk (ditinggalkan haditsnya karena tertuduh sebagai pendusta). Juga
‘Ubaidullah bin Abdillah bin ‘Utbah seorang tabi’in, sehingga terputus sanadnya
antara dia dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berarti hadits ini
mursal dha’if.Jadi hadits-hadits di atas tidak bisa dijadikan dalil untuk
mengatakan bahwa khutbah ‘Ied adalah dua khutbah. Demikian pula, tidak benar
berdalil meng-qiyas-kan (menyamakan) dengan khutbah Jum’at, karena bertentangan
dengan dzahir hadits-hadits yang shahih sebagaimana telah diterangkan di awal
pembahasan.Wallahu a’lam bish-shawab.1 Menurut istilah mereka,
sebagai hasil bisikan setan untuk memperdaya putri-putri Adam ‘alaihissalam.Dijawab: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar