Harta, tentu banyak yang menginginkannya.
Beragam cara pun dilakukan untuk memperolehnya. Halal haram, bagi sebagian
orang, adalah nomor kesekian. Yang terpenting adalah kebutuhan terpenuhi dan
gaya hidup terpuaskan. Jika sudah seperti ini, harta tak lagi menjadi rahmat,
namun menjadi celah turunnya azab.
Harta merupakan salah satu nikmat
Allah Subhanahu wa Ta'ala yang dikaruniakan kepada umat manusia.
Keindahannya
demikian memesona. Pernak-perniknya pun teramat menggoda. Ini mengingatkan kita
akan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ
الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ
الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ
ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ
الْمَئَابِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
segala apa yang diingini (syahwat), yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali
yang baik (Al-Jannah).” (Ali ‘Imran: 14)Lebih dari itu, harta adalah sebuah
realita yang melingkupi kehidupan umat manusia. ‘Sejarah’-nya yang tua,
senantiasa eksis mengawal peradaban umat manusia di setiap generasi dan masa.
Jati dirinya yang berbasis fitnah, telah banyak melahirkan berbagai
gonjang-ganjing kehidupan. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya, tatkala
Dia mengingatkan para hamba-Nya akan realita tersebut. Sebagaimana dalam
firman-Nya:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ
وَأَنَّ اللهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيْمٌ
“Ketahuilah, sesungguhnya harta
dan anak-anak kalian itu (sebagai) fitnah, dan di sisi Allah-lah pahala yang
besar.” (Al-Anfaal: 28)Jauh-jauh hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga telah mewanti-wanti umatnya dari gemerlapnya harta dengan segala
fitnahnya yang menghempaskan. Sebagaimana dalam sabda beliau Shallallahu 'alaihi
wa sallam:
بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا، كَقِطَعِ اللَّيْلِ
الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِيْ كَافِرًا وَيُمْسِيْ
مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ
الدُّنْيَا
“Bergegaslah kalian untuk beramal, (karena akan datang)
fitnah-fitnah ibarat potongan-potongan malam. (Disebabkan fitnah tersebut) di
pagi hari seseorang dalam keadaan beriman dan sore harinya dalam keadaan kafir,
di sore hari dalam keadaan beriman dan keesokan harinya dalam keadaan kafir. Dia
menjual agamanya dengan sesuatu dari (gemerlapnya) dunia ini.” (HR. Muslim no.
118, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)Demikianlah wasiat Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya tentang harta dan segala fitnahnya. Allahumma
sallim sallim…(Ya Allah, selamatkanlah kami semua darinya).
Ketertarikan
Hati Manusia Terhadap HartaManusia sendiri merupakan makhluk Allah Subhanahu
wa Ta'ala yang berjati diri amat dzalim (zhalum) dan amat bodoh (jahul).
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta'ala Rabb semesta alam mensifatinya,
sebagaimana dalam firman-Nya:
إِنَّهُ كَانَ ظَلُوْمًا
جَهُوْلاً
“Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.”
(Al-Ahzab: 72)Sontak, tatkala harta menghampiri, ketertarikan hati pun tak
bisa dimungkiri lagi. Mereka benar-benar amat mencintainya. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
وَتُحِبُّوْنَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
“Dan kalian
mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.” (Al-Fajr: 20)Bahkan,
saking cintanya terhadap harta akhirnya ia menjadi bakhil. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ
لَشَدِيْدٌ
“Sesungguhnya dia (manusia) sangat bakhil dikarenakan
kecintaannya yang sangat kuat kepada harta.” (Al-‘Adiyat: 8)Jika demikian
kondisinya, maka tak mengherankan bila (kebanyakan) manusia teramat berambisi
mengumpulkan dan menumpuknya. Sungguh benar apa yang disabdakan dan
diperingatkan Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam:
لَوْ كَانَ لاِبْنِ
آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثََالِثًا، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ
آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ، وَيَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Kalaulah anak
Adam (manusia) telah memiliki dua lembah dari harta, niscaya masih berambisi
untuk mendapatkan yang ketiga. Padahal (ketika ia berada di liang kubur) tidak
lain yang memenuhi perutnya adalah tanah, dan Allah Maha Mengampuni orang-orang
yang bertaubat.” (HR. Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya no. 6436, dari shahabat
Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma)Para pembaca yang mulia, ketika
hati anak manusia amat cinta kepada harta bahkan berambisi untuk mengumpulkan
dan menumpuknya, maka sudah barang tentu harta tersebut dapat melalaikannya dari
ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (dzikrullah). Allah Subhanahu wa
Ta'ala yang Maha Mengetahui keadaan para hamba-Nya telah memberitakan hal ini,
sebagaimana dalam firman-Nya:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ. حَتَّى زُرْتُمُ
الْمَقَابِرَ
“Telah melalaikan kalian perbuatan berbanyak-banyakan.
Hingga kalian masuk ke liang kubur.” (At-Takatsur: 1-2)Al-Hasan Al-Bashri
rahimahullahu berkata: “Telah melalaikan kalian (dari ketaatan, pen.) perbuatan
berbanyak-banyakan dalam hal harta dan anak.” (Tafsir Ibnu Katsir)Maka dari
itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala memperingatkan orang-orang yang beriman dengan
firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ
وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِاللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta dan
anak-anak kalian (dapat) memalingkan kalian dari dzikrullah. Barangsiapa berbuat
demikian maka merekalah orang-orang yang merugi.” (Al-Munafiqun: 9)
Harta
Dapat Menjadikan Seseorang SombongKondisi serba berkecukupan alias kaya
harta tak jarang membuat seseorang lupa daratan, melampaui batas, dan sombong.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
كَلاَّ إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَيَطْغَى.
أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
“Ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar
melampaui batas. Manakala dia melihat dirinya serba berkecukupan.” (Al-‘Alaq:
6-7)Mungkin di antara anda ada yang bertanya: “Adakah di dalam Al-Qur`an
kisah umat terdahulu yang lupa daratan, melampaui batas dan sombong dikarenakan
harta yang dimilikinya, agar kita bisa mengambil pelajaran (ibrah) darinya?”
Maka jawabnya adalah: “Ada.”Di antaranya adalah Qarun, seorang kaya raya
dari Bani Israil (anak paman Nabi Musa ‘alaihissalam) yang telah melampaui batas
dan sombong. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ قَارُوْنَ كَانَ
مِنْ قَوْمِ مُوْسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوْزِ مَا إِنَّ
مَفَاتِحَهُ لَتَنُوْءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ
لاَ تَفْرَحْ إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْفَرِحِيْنَ. وَابْتَغِ فِيْمَا آتَاكَ
اللهُ الدَّارَ اْلآخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ
كَمَا أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ الْفَسَادَ فِي اْلأَرْضِ إِنَّ اللهَ
لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ. قَالَ إِنَّمَا أُوتِيْتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي
أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُوْنِ مَنْ
هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلاَ يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوْبِهِمُ
الْمُجْرِمُوْنَ. فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِيْنَتِهِ قَالَ الَّذِيْنَ
يُرِيْدُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُوْنُ
إِنَّهُ لَذُوْ حَظٍّ عَظِيْمٍ. وَقَالَ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ
ثَوَابُ اللهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلاَ يُلَقَّاهَا إِلاَّ
الصَّابِرُوْنَ. فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ اْلأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ
فِئَةٍ يَنْصُرُوْنَهُ مِنْ دُوْنِ اللهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِيْنَ.
وَأَصْبَحَ الَّذِيْنَ تَمَنَّوْا مَكَانَهُ بِاْلأَمْسِ يَقُوْلُوْنَ وَيْكَأَنَّ
اللهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَوْلاَ أَنْ
مَنَّ اللهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا وَيْكَأَنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الْكَافِرُوْنَ.
تِلْكَ الدَّارُ اْلآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ لاَ يُرِيْدُوْنَ عُلُوًّا فِي
اْلأَرْضِ وَلاَ فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ
“Sesungguhnya
Qarun termasuk dari kaum Nabi Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan
Kami telah karuniakan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh
berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata
kepadanya: ‘Janganlah engkau terlalu bangga diri (sombong), sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri (sombong). Dan carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.’ Qarun pun menjawab: ‘ Sesungguhnya aku
dikaruniai harta tersebut dikarenakan ilmu (kepandaian)-ku’. Tidakkah Qarun tahu
sungguh Allah telah membinasakan umat-umat sebelum dia yang jauh lebih kuat
darinya dan lebih banyak dalam mengumpulkan harta? Dan tak perlu dipertanyakan
lagi orang-orang jahat itu tentang dosa-dosa mereka. Maka (suatu hari) tampillah
Qarun di tengah-tengah kaumnya dengan segala kemegahannya, lalu berkatalah
orang-orang yang tertipu oleh kehidupan dunia: ‘Duhai kiranya kami dikaruniai
(harta) seperti Qarun, sungguh dia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.’
Adapun orang-orang yang berilmu, mereka mengatakan: ‘Celakalah kalian,
sesungguhnya karunia Allah Subhanahu wa Ta'ala itu lebih baik bagi orang-orang
yang beriman dan beramal shalih, namun tidaklah pahala itu diperoleh kecuali
oleh orang-orang yang sabar.’ Akhirnya Kami benamkan dia (Qarun) beserta
rumahnya ke dalam bumi, maka tidak ada satu golongan pun yang dapat menolongnya
dari azab Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan tiadalah ia termasuk orang-orang yang
dapat membela dirinya. Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan
kedudukan Qarun itu berkata: “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi
siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah
tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita
(pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat
Allah). Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang
baik) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 76-83)Al-Imam
Al-Qurthubi berkata: “Allah Subhanahu wa Ta'ala menerangkan (dalam ayat-ayat
tersebut, pen.) bahwa Qarun telah diberi perbendaharaan harta yang amat banyak
hingga ia lupa diri. Dan semua yang dimilikinya itu ternyata tidak mampu
menyelamatkannya dari azab Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana pula yang
telah dialami (sebelumnya, pen.) oleh Fir’aun.” (Tafsir
Al-Qurthubi)Berikutnya adalah kisah tentang musuh-musuh para rasul secara
umum yang melampaui batas lagi sombong disebabkan harta yang dimilikinya. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ
نَذِيْرٍ إِلاَّ قَالَ مُتْرَفُوْهَا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُوْنَ.
وَقَالُوا نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالاً وَأَوْلاَدًا وَمَا نَحْنُ
بِمُعَذَّبِيْنَ
“Dan Kami tidaklah mengutus kepada suatu negeri seorang
pemberi peringatan pun (Rasul) melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri
itu berkata: ‘Sesungguhnya kami mengingkari segala apa yang kamu diutus untuk
menyampaikannya’. Mereka juga berkata: ‘Kami mempunyai harta dan anak yang lebih
banyak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diazab’.” (Saba’:
34-37)Kisah berikutnya adalah tentang para pembesar Bani Israil yang
memprotes Nabi mereka atas diangkatnya Thalut sebagai raja mereka. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللهَ
قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوْتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّى يَكُوْنُ لَهُ الْمُلْكُ
عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ
قَالَ إِنَّ اللهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ
وَالْجِسْمِ وَاللهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ
عَلِيْمٌ
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah mengangkat Thalut menjadi raja kalian’. Mereka
menjawab: ‘Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak
mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedangkan dia pun bukan orang yang
kaya?’ (Nabi mereka) berkata: ‘Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja
kalian dan menganugerahinya ilmu yang luas serta tubuh yang perkasa.’ Allah
memberikan kekuasaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas
Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 247)Para pembaca,
demikianlah beberapa fenomena mengerikan tentang harta dan perannya yang amat
besar dalam mengantarkan anak manusia kepada kesombongan. Akibatnya, kebenaran
dengan ‘enteng’ ditolaknya dan orang-orang mulia pun direndahkannya. Padahal
seluruh harta dan kekayaan yang dimilikinya itu tidak dapat menyelamatkannya
dari azab Allah Subhanahu wa Ta'ala. Masih ingatkah dengan kisah Qarun, yang
harta dan seluruh kekayaannya tidak mampu menyelamatkannya dari azab Allah
Subhanahu wa Ta'ala? Bahkan ia dan seluruh kekayaannya dibenamkan ke dalam
bumi?!Hal senada telah Allah Subhanahu wa Ta'ala firmankan perihal Abu
Lahab, paman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang kafir lagi
sombong:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ. مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ
وَمَا كَسَبَ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sungguh dia akan
binasa. Tidaklah berfaedah baginya harta bendanya dan segala apa yang ia
usahakan (dari azab Allah).” (Al-Masad: 1-2)Maka dari itu, tidaklah pantas
bagi seorang muslim yang diberi karunia harta oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala
untuk berbangga diri (sombong) dengan hartanya. Bukankah harta itu merupakan
titipan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di
hari kiamat? Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ
يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيْمِ
“Kemudian kalian pasti akan ditanya pada hari
itu (hari kiamat) tentang kenikmatan (yang kamu bermegah-megahan dengannya).”
(At-Takatsur: 8)
Refleksi tentang Pendapatan Ekonomi dan
PenyalurannyaSekedar potret betapa fitnah harta telah mencengkram dengan
kuat umat manusia di jaman ini, adalah bersarangnya slogan hidup ‘time is money’
(waktu adalah uang) pada otak kebanyakan orang, termasuk umat Islam. Waktu pun
dihabiskan untuk mengais harta sehingga tak ada waktu untuk keluarga, interaksi
sosial, apalagi mengkaji ilmu agama. Ini diperparah dengan munculnya argumentasi
dangkal; ‘mencari yang haram saja susah, apalagi yang halal’. Padahal semua
harta yang dimiliki ini kelak akan dipertanggungjawabkan di hari kiamat; Dari
manakah harta itu diperoleh dan untuk apakah harta itu disalurkan?Fenomena
di atas akan kian nyata bila mencermati berbagai sarana untuk mendapatkan sumber
ekonomi yang tak lagi memperhatikan norma-norma syariat, halal ataupun haram.
Praktik riba merajalela, mulai dari sistem yang paling sederhana hingga yang
tercanggih sekalipun. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا
يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ
وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا
خَالِدُوْنَ. يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ
كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيْمٍ. إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ
وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ.
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ
تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ
تُظْلَمُوْنَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
(ketika dibangkitkan dari kuburnya, pen.) melainkan seperti berdirinya orang
yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, disebabkan mereka (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Allah, lalu berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan), maka urusannya (terserah) Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni An-Naar; mereka
kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah. Dan Allah
tidak menyukai orang yang tetap di atas kekafiran dan selalu berbuat dosa.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan
shalat dan menunaikan zakat, merekalah orang-orang yang mendapat pahala di sisi
Rabb mereka. Tiada kekhawatiran pada diri mereka dan tiada (pula) mereka
bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian benar-benar orang yang
beriman. Jika kalian masih keberatan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagi kalian pokok (modal) harta; kalian tidaklah
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 275-279)Persaingan usaha
pun makin tak sehat. Jegal sana jegal sini, suap sana suap sini, hingga nyawa
siap menjadi taruhannya. Tak mengherankan bila kehidupan bisnis dan industri
saat ini banyak diwarnai kasus-kasus kelabu yang tidak selaras dengan fitrah
suci dan norma-norma agama yang murni. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ
مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan
harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan
yang berlaku di atas asas saling meridhai di antara kalian.” (An-Nisa`:
29)Praktik penipuan kerap kali dilakukan dengan cara-cara sistematis. Bahkan
untuk meraup harta orang lain pun tak jarang ditempuh jalur hukum, dalam kondisi
pelakunya sadar bahwa ia sedang berbuat aniaya. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيْقًا مِنْ أَمْوَالِ
النَّاسِ بِاْلإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Dan janganlah sebagian
kalian memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil dan (janganlah)
kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kalian dapat memakan
sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kalian mengetahui.” (Al-Baqarah: 188)Perjudian dengan beragam
jenisnya, menjadi jalan pintas yang paling digemari dalam meraup ‘pendapatan’.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengingatkan para hamba-Nya:
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ
وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ. إِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوْقِعَ بَيْنَكُمُ
الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ
ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُوْنَ
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban)
untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat
keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan
menghalangi kalian dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta'ala dan shalat; maka
berhentilah kalian (dari perbuatan itu).” (Al-Maidah: 90-91)Kasus-kasus
pencurian, perampokan, hingga korupsi tak kalah banyaknya. Padahal Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah berwasiat kepada sekalian umat manusia:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا وَلاَ
تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ
“Hai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan; karena setan itu adalah
musuh yang nyata bagi kalian.” (Al-Baqarah: 168)Sementara itu jika kita
mencermati keadaan orang-orang yang diberi karunia harta oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala, maka beragam pula modelnya. Ada yang menghambur-hamburkan hartanya
dengan boros (di jalan yang tidak jelas), dan ada pula yang bakhil. Padahal
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ
وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا. إِنَّ
الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِيْنِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ
كَفُوْرًا. وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاءَ رَحْمَةٍ مِنْ رَبِّكَ
تَرْجُوْهَا فَقُلْ لَهُمْ قَوْلاً مَيْسُوْرًا. وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ
مَغْلُوْلَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ
مَلُوْمًا مَحْسُوْرًا
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat
akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros
itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Rabbnya. Dan
jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Rabbmu yang kamu
harapkan, maka katakanlah kepada mereka perkataan yang pantas. Dan janganlah
kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (bakhil, pen.) dan jangan pula
kamu terlalu mengulurkannya sehingga kamu termasuk orang yang tercela lagi
menyesal.” (Al-Isra`: 26-29)Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman tatkala
mengisahkan ucapan (nasihat) kaum Nabi Musa terhadap Qarun:
وَابْتَغِ
فِيْمَا آتَاكَ اللهُ الدَّارَ اْْْلآخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ وَلاَتَبْغِ الْفَسَادَ فِي
اْلأَرْضِ إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“Dan carilah pada apa
yang telah Allah karuniakan kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash: 77)Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu
berkata: “Pergunakanlah apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala telah karuniakan
kepadamu dari harta yang banyak dan nikmat yang tak terhingga itu, untuk
ketaatan kepada Rabbmu dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan beragam amal
shalih, yang diharapkan dengannya mendapatkan pahala baik di dunia dan di
akhirat. (Janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, pen.)
yang Allah Subhanahu wa Ta'ala halalkan bagimu berupa makanan, minuman, pakaian,
tempat tinggal dan menikahi wanita. Merupakan suatu keharusan bagimu untuk
menunaikan hak Rabbmu, hak dirimu, keluargamu, dan orang-orang yang
mengunjungimu. Tunaikanlah haknya masing-masing. Berbuat baiklah (kepada orang
lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Janganlah kamu berambisi
dengan kekayaan yang ada untuk berbuat kerusakan di (muka) bumi dan kejahatan
kepada sesama. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (Tafsir Ibnu Katsir juz 3, hal. 385)Maka dari itu, bila anda
termasuk orang yang mendapatkan karunia harta dari Allah Subhanahu wa Ta'ala,
jadikanlah harta anda sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Tunaikanlah segala hak yang berkaitan dengan harta anda.
Keluarkanlah zakat, bershadaqahlah kepada fakir miskin, santunilah anak yatim,
bantulah orang-orang yang sedang kesusahan/ ditimpa musibah, dan lain
sebagainya. Jangan sampai harta yang anda miliki menjadi penghalang dari jalan
Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sebagai penyebab untuk berbuat kerusakan di muka
bumi. Jauhkanlah diri anda dari perbuatan menghambur-hamburkan harta dengan
jalan pemborosan, sebagaimana pula harus menjauhkan diri dari sifat
bakhil.
PenutupDemikianlah gambaran harta yang senantiasa mengitari
hidup manusia. Tentunya kita semua berharap agar termasuk hamba-hamba Allah
Subhanahu wa Ta'ala yang istiqamah di atas jalan-Nya. Dengan tidak buta mata
(menempuh cara-cara yang haram) ketika diuji dengan keterbatasan rizki dan tidak
lalai (untuk menunaikan hak) ketika dikaruniai keluasan rizki. Terlebih di masa
sekarang ini yang banyak dipenuhi serpihan fitnah syahwat dan fitnah
syubhat.“Ya Allah…janganlah Engkau jadikan harta (dunia) ini sebagai sesuatu
yang segala-galanya dalam kehidupan kami, dan jangan pula Engkau jadikan ia
sebagai puncak tujuan dari ilmu yang kami miliki.”Amiin ya Rabbal ‘Alamin….
Penulis : Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar