Mantasyabbaha biqoumin Fahuwa Minhum
=
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka =
MUKADIMAH
Segala
puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kami memuji, memohon
pertolongan,
memohon ampunan, serta bertaubat. Kami berlindung kepada-Nya
dari
keburukan diri kami dan dari kesalahan amal perbuatan kami. Barangsiapa
yang
diberi petunjuk Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkan. Barangsiapa
yang
disesatkan maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Kami
bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan tiada sekutu bagi-Nya.
Dialah
(Allah) yang telah berfirman dalam Kitab-Nya yang agung: “Tidak akan rela
orang-orang Yahudi dan Nasrani kepadamu hingga kamu
mengikuti millah (agama)
mereka.” (QS. Al-Baqarah: 120)
Dan
kami bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang
bersabda:
“Dan pasti kalian akan mengikuti orang-orang sebelum kalian setapak
demi setapak dan sejengkal demi sejengkal, hingga kalaupun
mereka masuk ke
lubang biawak kalian pasti akan mengikutinya.” Kami (para
sahabat, ed.) bertanya:
“Ya Rasulullah, jejak orang-orang Yahudi dan Nasrani?”
Beliau menjawab: “Siapa
lagi kalau bukan mereka.” 1
Juga,
Rasulullah pun bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu
kaum maka ia termasuk golongan mereka.” 2
Amma
ba’du.
Wahai
Saudara-saudaraku yang mulia, sesungguhnya masalah tasyabbuh
terhadap
orang-orang kafir ini merupakan topik yang sangat penting. Islam
menjadikan
masalah ini termasuk dalam hal yang sangat diperhitungkan.
Nabi
telah menunaikan amanahnya. Beliau telah menyampaikan risalah
dan
telah menasihatinya. Beliau juga telah memperingatkan dalam beberapa
hadits
yang berkenaan dengan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir, baik secara
global
maupun secara detil.
Tetapi,
di sisi lain sebagian umatnya justru telah terjerumus ke dalam
jurang
tasyabbuh, walaupun berbeda tingkat dan derajat tasyabbuhnya,
sesuai
dengan
kadar kerusakan yang terjadi pada umat dari zaman ke zaman. Oleh
1 Diriwayatkan dalam Shahihain;
Fathul Bari juz XIII hal. 300 dan Muslim hadits no. 2669.
2 Diriwayatkan Imam Ahmad dalam
musnadnya juz II hal. 50, dan Abu Dawud dengan sanad jayyid hadits no.
4031, dan dishahihkan Al-Albani dalam
Shahih Al-Jami’ush Shaghir no. 6025.
karena
itu tidaklah salah kalau kami katakan bahwa kadar tasyabbuh yang
menimpa
umat Islam di zaman kini telah mencapai tingkat yang paling kronis
dibanding
keadaan yang telah menimpa pada umat-umat terdahulu.
Bila
kami perhatikan, nampak sekali bahwa masalah tasyabbuh ini kurang
mendapat
perhatian dari banyak kalangan termasuk juga dari kalangan para
ulama.
Di samping itu, kami melihat bila permasalahan ini diangkat ke hadapan
kaum
muslimin merupakan masalah yang tetap relevan dan sangat diperlukan.
Kita
akan meninjau masalah ini dari beberapa segi saja mengingat
kompleksnya
masalah ini. Dan, yang terpenting bagi kita adalah memahami halhal
yang
bersifat ushul (prinsip) dan beberapa kaidah mendasar yang harus
dipahami
oleh setiap muslim. Tentunya agar mereka terhindar jangan sampai
terjatuh
ke dalam lubang perangkap tasyabbuh terhadap orang-orang kafir, baik
dalam
bidang aqidah, ibadah, adat dan kebudayaan, atau dalam pola perilaku
lainnya.
Dan kami akan berusaha menyajikan masalah ini secara ringkas
mengingat
keterbatasan waktu.3
3 Naskah ini aslinya adalah bahan muhadlarah
(ceramah) yang disampaikan di masjid An-Na’im, Riyadh. Tetapi
kemudian ada yang memohon supaya
dibukukan. Maka kami kabulkan permintaan tersebut setelah
membubuhkan beberapa catatan kaki
dan sedikit keterangan.
BAB I
PENGERTIAN TASYABBUH
At-Tasyabbuh secara
bahasa diambil dari kata al-musyabahah yang berarti
meniru
atau mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan mengikuti. At-Tasybih
berarti
peniruan. Dan mutasyabihah berarti mutamatsilat (serupa).
Dikatakan
artinya
serupa dengannya, meiru dan mengikutinya.
Tasyabbuh yang
dilarang dalam Al-Quran dan As-Sunnah secara syar’i
adalah
menyerupai orang-orang kafir dalam segala bentuk dan sifatnya, baik
dalam
aqidah, peribadatan, kebudayaan, atau dalam pola tingkah laku yang
menunjukkan
ciri khas mereka (kaum kafir, ed.).
Termasuk
dalam tasyabbuh yaitu meniru terhadap orang-orang yang tidak
shalih,
walaupun mereka itu dari kalangan kaum muslimin, seperti orang-orang
fasik,
orang-orang awam dan jahil, atau orang-orang Arab (badui) yang tidak
sempurna
diennya (keislamannya), seperti yang akan kami terangkan nanti,
insyaallah.
Oleh
karena itu, secara global kita katakan bahwa segala sesuatu yang tidak
termasuk
ciri khusus orang-orang kafir, baik aqidahnya, adat-istiadatnya,
peribadatannya,
dan hal itu tidak bertentangan dengan nash-nash serta prinsipprinsip
syari’at,
atau tidak dikhawatirkan akan membawa kepada kerusakan,
maka
tidak termasuk tasyabbuh. Inilah pengertian secara global.
BAB II
MENGAPA TASYABBUH TERHADAP ORANG-ORANG KAFIR
DILARANG
Yang
pertama kali harus kita pahami seperti dinyatakan dalam beberapa
ketentuan
Islam, bahwa dien (Islam) dibangun di atas pondasi yang dinamakan attaslim,
yakni
penyerahan diri secara totalitas kepada Allah dan Rasul-Nya .
Sedangkan
at-taslim sendiri bermakna membenarkan seluruh yang
diberitahukan
Allah Ta’ala tunduk kepada perintah-perintah-Nya serta menjauhi
larangan-larangan-Nya.
Kemudian membenarkan apa-apa yang disampaikan
Rasul-Nya
tunduk kepada perintah beliau, menjauhi larangannya dan
mengikuti
semua petunjuk-petunjuk beliau.
Jika
kita sudah memahami kaidah-kaidah di atas, maka hendaklah seorang
muslim
untuk:
1.
Bertaslim terhadap apa-apa yang dibawa Rasulullah .
2.
Merealisasikannya dalam setiap amal perbuatan. Dan ajaran yang beliau bawa
di
antaranya larangan untuk bertasyabbuh terhadap orang-orang kafir.
3.
Setelah bertaslim, merasa tenang dengannya dan percaya penuh dengan yang
dikabarkan
Allah. Iman dengan segala yang disyari’atkan-Nya dan mewujudkan
dalam
perbuatannya, maka tidak dilarang baginya untuk mencari dalam sebab
dan
musababnya (mempertanyakan mengapa semua itu diharuskan kepada
manusia,
ed). Oleh karena itu kita dapat mengatakan, bahwa faktor yang
menyebabkan
kita dilarang bertasyabbuh dengan orang-orang kafir banyak
sekali
sebagian besar dapat diterima oleh akal sehat dan fitrah yang suci.
Adapun
penyebab timbulnya larangan tersebut, diantaranya:
1.
Semua perbuatan orang kafir pada dasarnya dibangun di atas pondasi
kesesatan
dlalalah dan kerusakan fasad. Inilah sebenarnya titik tolak semua
perbuatan
dan amalan orang-orang kafir, baik yang bersifat menakjubkan anda
atau
tidak, baik yang dzahir (nampak nyata) kerusakannya ataupun
terselubung.
Karena sesungguhnya yang menjadi dasar semua aktivitas orangorang
kafir
adalah dlalal (sesat), inhiraf (menyeleweng dari kebenaran), dan
fasad (rusak).
Baik dalam aqidah, adat-istiadat, ibadah, perayaan-perayaan
hari
besar, ataupun dalam pola tingkah lakunya. Adapun kebaikan yang
mereka
perbuat hanyalah merupakan suatu pengecualian saja. Oleh karena itu
jika
ditemukan pada mereka perbuatan-perbuatan baik, maka di sisi Allah
tidak
memberi arti apapun baginya dan tidak diberi pahala sedikitpun.
Sebagaimana
firman Allah: “Dan Kami hadapi amal yang mereka kerjakan
kemudian Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
beterbangan.” (QS. Al-
Furqan: 23)
2.
Dengan bertasyabbuh terhadap orang kafir, maka seorang muslim akan
menjadi
pengikut mereka. Yang berarti dia telah menentang atau memusuhi
Allah
swt. dan Rasul-Nya . Dan dia akan mengikuti jalur orang-orang yang
tidak
beriman. Padahal dalam perkara ini terdapat peringatan yang sangat
keras
sekali, sebagaimana Allah berfirman: “Dan barangsiapa yang menentang
Rasul sesuadah jelas datang kepadanya petunjuk dan
mengikuti jalannya orangorang
yang tidak beriman, Kami biarkan ia leluasa dengan
kesesatannya (yakni
menentang Rasul dan mengikuti jalan orang-orang kafir,
pen.) kemudian Kami
seret ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali.”
(QS. An-Nisa’: 115)
3.
Hubungan antara sang peniru dengan yang ditiru seperti yang terjadi antara
sang
pengikut dengan yang diikuti yakni penyerupaan bentuk yang disertai
kecenderungan
hati, keinginan untuk menolong serta menyetujui semua
perkataan
dan perbuatannya. Dan sikap itulah yang menjadi bagian dari
unsur-unsur
keimanan, di mana seorang muslim tidak diharapkan untuk
terjerumus
ke dalamnya.
4.
Sebagian besar tasyabbuh mewariskan rasa kagum dan mengokohkan
orangorang
kafir.
Dari sana timbullah rasa kagum pada agama, kebudayaan, pola
tingkah
laku, perangai, semua kebejatan dan kerusakan yang mereka miliki.
Kekagumannya
kepada orang kafir tersebut akan berdampak penghinaan
kepada
As-Sunnah, melecehkan kebenaran serta petunjuk yang dibawa
Rasulullah
dan para salafush shalih. Karena barangsiapa yang menyerupai
suatu
kaum pasti sepakat dengan fikrah (pemikiran) mereka dan ridla dengan
semua
aktivitasnya. Inilah bentuk kekaguman terhadap mereka. Sebaliknya, ia
tidak
akan merasa kagum terhadap semua hal yang bertentangan dengan apa
yang
dikagumi tersebut.
5.
Musyabbahah (meniru-niru) itu mewariskan mawaddah (kasih sayang),
mahabbah (kecintaan),
dan mawalah (loyalitas) terhadap orang-orang yang
ditiru
tesebut. Karena bagi seorang muslim jika meniru dan mengikuti orangorang
kafir,
tidak bisa tidak, dalam hatinya ada rasa ilfah (akrab dan
bersahabat)
dengan mereka. Dan rasa akrab dan bersahabat ini akan tumbuh
menjadi
mahabbah (cinta), ridla serta bersahabat kepada orang-orang yang
tidak
beriman. Dan akibatnya dia akan menjauh dari orang-orang yang shalih,
orang-orang
yang bertakwa, orang-orang yang mengamalkan As-Sunnah, dan
orang-orang
yang lurus dalam berislam. Hal tersebut merupakan suatu hal
yang
naluriah, manusiawi dan dapat diterima oleh setiap orang yang berakal
sehat.
Khususnya jika muqallid (si pengikut) merasa sedang terkucil atau
sedang
mengalami kegoncangan jiwa. Pada saat yang demikian itu apabila ia
mengikuti
yang lainnya, maka ia akan merasa bahwa yang diikutinya agung,
akrab
bersahabat, dan terasa menyatu dengannya. Kalau tidak, maka
keserupaan
lahiriah saja sudah cukup baginya. Keserupaan lahiriah ini
direfleksikan
ke dalam bentuk kebudayaan dan tingkah laku. Dan tidak bisa
tidak,
kelak akan berubah menjadi penyerupaan batin. Hal ini merupakan
proses
yang wajar dan dapat diterima oleh setiap orang yang mau mengamati
permasalahan
ini dalam pola tingkah laku manusia (human being). Kami akan
memberikan
contoh yang menggambarkan adanya keserupaan, kecintaan, dan
keakraban
antara orang-orang yang senasib. Kalau seseorang bepergian ke
negeri
lain maka ia akan menjadi orang asing di sana. Jika dia bertemu dengan
seseorang
yang berpakaian sama dengan pakaiannya, kemudian berbicara
dengan
bahasa yang sama pula pasti akan timbul mawaddah (cinta) dan ilfah
(rasa
akrab bersahabat) lebih banyak dibanding kalau di negeri sendiri. Jadi
apabila
seseorang merasa serupa dengan lainnya, maka rasa persamaan ini
akan
membekas di dalam hatinya. Ini dalam masalah yang biasa. Lalu
bagaimana
jika seorang muslim menyerupakan diri dengan orang-orang kafir
karena
kagum kepada mereka? Dan memang inilah yang kini banyak terjadi.
Suatu
hal yang tidak mungkin, seorang muslim bertaklid dan menokohkan
orang
kafir kalau tidak berawal dari rasa kagum, kemudian disusul dengan
keinginan
untuk mengikuti, mencontoh, dan akhiranya menumbuhkan rasa
cinta
yang mendalam yang disertai dengan sikap loyalitas yang tinggi. Hal itu
bisa
dilihat pada masa sekarang di mana banyak muslim yang bergaya hidup
kebarat-baratan.
6.
Bertasyabbuh terhadap orang-orang kafir pada dasarnya akan menjerumuskan
kepada
kehinaan, kelemahan, kekerdilan (rendah diri), dan kekalahan. Oleh
karena
itu sikap bertasyabbuh dilarang keras. Demikianlah yang terjadi pada
sebagian
besar orang-orang yang mengikuti orang-orang kafir sekarang ini.
BAB III
BEBERAPA KAIDAH
Yang
harus dipahami dari kaidah dasar yang dijadikan tolok ukur
tasyabbuh adalah
sebagai berikut:
Kaidah Pertama:
Rasulullah
memberitakan kepada kita dengan kabar yang pasti benar
dan
tidak mungkin keliru, bahwa sebagian umat ini pasti akan mengikuti jejak
orang-orang
terdahulu dari umat lain. Hadits mengenai hal ini merupakan hadits
shahih,
seperti yang tertulis dalam kitab-kitab Shahih dan kitab-kitab Sunan. Di
antaranya
sabda beliau yaitu: “Umat ini pasti akan mengikuti jejak umat-umat
sebelumnya, setapak demi setapak, sejengkal demi
sejengkal.” 4
Dan,
hadits-hadits lain hingga sampai derajat jazm (pasti), yang menyatakan
bahwa
sebagian umat ini pasti akan terjerumus ke arah langkah-langkah orangorang
kafir.
As-Sunan (jalan atau jejak) yang dikabarkan Nabi seperti kata para
ahli
ilmu, meliputi aqidah, ibadah, hukum, adat kebudayaan, tingkah laku, dan
hari-hari
besar atau perayaan-perayaan.
Yang
dimaksud dengan umat-umat sebelumnya, dari beberapa keterangan
hadits-hadits
lain dari Nabi , secara singkat dinyatakan, bahwa mereka itu
adalah
bangsa Persi dan Romawi. Ada pula yang menyatakan bahwa mereka itu
adalah
dari kalangan Ahli Kitab, Yahudi dan Nasrani. Juga, ada yang menyatakan
bahwa
mereka adalah orang-orang kafir secara mutlak. Bahkan, ada yang
menafsiri
bahwa mereka adalah orang-orang musyrik. Nash-Nash tersebut saling
mendukung
antara satu dengan lainnya.
Merupakan
suatu kepastian bahwa umat ini akan mengikuti jejak orangorang
kafir.
Dan dapat dipastikan pula, bahwa yang mereka ikuti dan tiru dari
orang-orang
kafir salah satunya dalam bentuk firqah-firqah. Sebab, Nabi
menyatakan,
bahwa akan tetap tinggal sebagian umat ini yang tetap berpegang
pada
kebenaran dan memperjuangkannya. Mereka itu adalah golongan yang
4 Keterangan hadits ini telah
dicantumkan di muka dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim).
berhak
mendapat pertolongan, yang menerangkan kebenaran dengan terangterangan,
yang
menyuruh kepada yang ma’ruf, yang melarang kemaksiatan dan
kemungkaran,
yang tidak pernah merasa terhalangi oleh orang-orang yang
mencela
dan memusuhinya hingga hari kiamat. Merekalah yang dinamakan Al-
Firqatu An-Najiyah (golongan
yang selamat). Dan sebagian dari tanda-tanda
keselamatannya
yaitu keadaan mereka yang selalu berpegang pada kebenaran,
tidak
terjatuh dalam jurang tasyabbuh dengan orang-orang kafir.
Berdasarkan
hal ini maka sabda Nabi yang menyatakan bahwa ada
sebagian
umatnya yang mengikuti jejak umat-umat terdahulu yang telah
dibinasakan,
tidak lain bahwa mereka itu adalah ahlu iftiraq (kelompok sempalan,
ed.)
yang memisahkan diri dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah.5
Kaidah Kedua
Nabi
ketika memberi tahu kepada kita bahwa sebagian umat ini akan
terjatuh
dalam perangkap tasyabbuh atau mengikuti jejak orang-orang kafir, maka
sesungguhnya
beliau telah mengingatkan tentang perkara ini denga peringatan
yang
sangat keras.
Pertama,
pemberitahuan beliau mengenai hal ini mengandung peringatan.
Kedua, yang
dimaksud Nabi adalah memperingatkan agar jangan sampai
bertasyabbuh
dengan orang-orang kafir, baik secara global maupun secara detil.
Adapun
secara global, seperti sabda beliau : “Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.” 6
dan
seperti hadits yang telah lalu: “Sungguh kalian pasti akan mengikuti jejak
umat-umat sebelummu.” 7
Hadits-hadits
tersebut bernada peringatan dan pemberitahuan terjatuhnya
umat
ke dalam tasyabbuh. Demikian juga yang termaktub dalam hadits-hadits
lain,
bahwa Nabi pernah bersabda: “Selisihilah orang-orang musyrik.” 8. Dan
5 Ahlu iftiraq yang berkembang
dewasa ini di antaranya Syiah, Ingkarus sunnah, Lembaga Kerasulan,
Islam
Jama’ah,
Ahmadiyah Qadyan, Aliran Isa Bugis, ed.
6 Hadits shahih, opc.
7 Hadits shahih, opc.
8 HR. Bukhari, Fathul Bari hadits
no. 5893, dan Muslim hadits no. 259.
sabdanya:
“Selisihilah orang-orang Yahudi.” 9. Dan sabdanya: “Selisihilah orangorang
Majusi.” 10
Semuanya
merupakan nash-nash yang bersifat umum dan global. Adapun
yang
secara terperinci akan kami terangkan, insyaallah, pada BAB VIII sebagai
contoh
praktis terhadap topik ini.
Kaidah Ketiga
Maklumat
beliau bahwa sebagian umat beliau ada yang tetap berpegang
teguh
pada kebenaran, tidak akan mampu dibendung oleh orang-orang yang suka
mencelanya
dan tidak pula oleh orang-orang yang memusuhinya hingga hari
kiamat.
Kaidah-kaidah
ini tidak mungkin dipisahkan antara yang satu dengan
lainnya
kalau kita ingin melihat masalah tasyabbuh ini. Karena kalau kita
memisahkan
nash yang satu dengan nash lainnya, maka sebagian manusia akan
menyangka
bahwa seluruh muslimin akan terjatuh dalam tasyabbuh. Hal ini tidak
mungkin
sama sekali, mengingat akan bertentangan dengan apa yang telah
dinyatakan
Rasulullah bahwa sebagian umatnya ada yang tetap berpegang
teguh
pada kebenaran dan memperjuangkannya. Demikian juga kalau kita hanya
mengambil
hadits yang satu, --yakni hadits adanya golongan yang tetap berpegang
teguh
pada kebenaran dan memperjuangkannya--, dan tidak mengambil hadits
pertama,
yakni hadits bahwa umat ini akan mengikuti jejak umat-umat
sebelumnya
… dst.--, maka sebagian manusia akan membayangkan bahwa umat
ini
tidak akan ditaburi dengan perbuatan tasyabbuh terhadap orang-orang
kafir.
Mereka
akan membayangkan bahwa umat ini maksum, suci dan terjaga.
Padahal,
yang dimaksud bukanlah itu semua, akan tetapi bahwa akan tetap
ada
suatu umat pertengahan (umatul wasthi) yakni Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Merekalah
orang-orang yang akan senantiasa tetap di atas As-Sunnah dan tidak
akan
terjerat tasyabbuh, sedangkan golongan lain yang memisahkan diri dari Ahlu
Sunnah wal Jama’ah,
sesungguhnya sikap memisahkan diri tersebut hanya akan
menjadikan
mereka terjatuh ke dalam tasyabbuh. Tidak ada suatu golongan pun
dari
umat ini menyimpang dari Sunnah (yakni Ahlu Sunnah, pen.) kecuali akan
9 HR. Abu Dawud hadits no. 652,
dishahihkan Hakim, dan disepakati Adz-Dzahabi juz 1 hal. 260.
10 HR. Muslim hadits no. 260.
terjatuh
dan tergolong dalam golongan umat yang dibinasakan (umamul halikah),
seperti
yang akan kami paparkan nanti, insyaallah.
BAB IV
LARANGAN BERTASYABBUH TERHADAP BEBERAPA HAL
YANG BERSIFAT UMUM
Larangan
bertasyabbuh terhadap hal yang bersifat umum ada empat
perkara,
yaitu:
Pertama: Masalah Aqidah
Perkara
ini adalah perkara yang paling besar dalam tasyabbuh.
Bertasyabbuh
dalam perkara ini hukumnya kufur dan syirik. Seperti mensucikan
orang-orang
shalih, sharf yakni salah satu cara beribadah kepada selain Allah.
Kemudian
seperti mendakwahkan “Anak” atau “Bapak” kepada Allah terhadap
salah
satu ciptaan-Nya. Hal itu sebagaimana dakwahan orang-orang Nasrani yang
mengatakan
bahwa Al-Masih anak Allah, atau seperti dakwahan orang-orang
Yahudi
bahwa Uzair anak Allah. Demikian juga At-Tafarruq (berpecah-pecah) dalam
agama
(dien),11 berhukum
atau menghukumi dengan undang-undang yang tidak
diturunkan
Allah. Dan perkara-perkara lain yang dapat digolongkan dalam bentuk
kekufuran
dan kemusyrikan sebab semua itu merupakan masalah aqidah.
Kedua: Yang Berhubungan dengan Hari Besar atau
Perayaan-perayaan
Hari-hari
besar (perayaan-perayaan) walau sebagian besar termasuk dalam
perkara
ibadah, tetapi kadang-kadang ada beberapa bagian yang termasuk adatistiadat.
Kecuali
yang dikhususkan dalam syari’at dengan dalil-dalil yang banyak,
dan
mengingat pentingnya, maka dikhususkan pelarangannya dengan alasan ada
unsur
tasyabbuh di dalamnya.
Ketiga: Masalah Ibadah
Khusus
bagi kaum muslimin, bahwa dalam satu tahun hanya ada dua hari
raya
saja. Adapaun hari-hari besar lainnya, seperti Maulid Nabi, hari-hari besar,
hari-hari
besar nasional, perayaan-perayaan rutin yang mengambil satu hari dalam
setahun,
satu kali dalam sebulan, dua hari sekali atau seminggu penuh yang
11 Yakni memisahkan diri dari
kebenaran dan dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Tidak termasuk dalam tafarruq
bila berselisih dalam
perkara-perkara ijtihadiyah, karena hal ini tidak akan sampai dalam
derajat memecah-belah
agama.
. 13
selalu
diperingati masyarakat, semua itu termasuk tasyabbuh sebagaimana yang
dimaksud
dalam nash-nash.
Seperti
yang termaktub dalam syari’at bahwa Nabi secara terperinci
melarang
bertasyabbuh dengan orang-orang kafir dalam perkara peribadatan. Di
antaranya,
seperti mengakhirkan shalat maghrib, meninggalkan makan sahur,
mengakhirkan
berbuka puasa, dan sebagainya yang insyaallah akan kami perinci
nanti.
Keempat: Masalah Tradisi, Akhlak, Tingkah Laku
Seperti
pakaian, misalnya. Ini dinamakan sebagai petunjuk lahiriah, dan
petunjuk
lahir tersebut diamati dari rupa, bentuk, pola tingkah laku, dan akhlak.
Telah
dinyatakan pula secara nyata dan jelas tentang keharaman bertasyabbuh
dalam
beberapa perkara, baik secara keseluruhan maupun secara sebagiansebagian;
Seperti
larangan mencukur jenggot, memakai bejana atau piring dari
emas,
memakai pakaian yang merupakan syi’arnya orang-orang kafir, bertabarruj
(menampakkan
perhiasan tubuh pada lelaki yang bukan mahram), ikhtilath
(bergaul
campur antar lawan jenis yang bukan mahram), laki-laki yang menyerupai
perempuan
dan perempuan yang menyerupai laki-laki, dan segala bentuk tradisi
kafir
lainnya.
. 14
BAB V
HUKUM TASYABBUH
Sesungguhnya
hukum tasyabbuh dalam masalah yang menyangkut
beberapa
perkara disimpulkan dalam satu keputusan. Karena, masing-masing dari
setiap
perkara tasyabbuh ini mempunyai hukum sendiri-sendiri berdasarkan
nashnash
yang
ada. Juga, berdasarkan kaidah-kaidah syar’i sebelum pendapatnya para
ulama
dan ahli fiqih.
Akan
tetapi, dalam masalah tasyabbuh ini ada beberapa hukum umum yang
meliputi
semua jenis tasyabbuh yang bersifat menyeluruh, bukan bersifat parsial.
Hukum
umum tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Ada beberapa perkara dari perbuatan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir
bisa
dihukumi sebagai perbuatan syirik atau kufur; seperti tasyabbuh dalam
bidang
keyakinan, beberapa perkara masalah ibadah, misalnya tasyabbuh
terhadap
orang-orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi dalam perkara-perkara
yang
berhubungan dengan masalah tauhid dan aqidah. Contohnya: seperti
ta’thil yakni
menafikkan dan mengkufuri nama-nama dan sifat-sifat Allah
Ta’ala,
meyakini kemanunggalan hamba dengan Allah, takdis (mensucikan)
seorang
nabi atau orang-orang shalih kemudian berdoa serta beribadah kepada
mereka,
berhukum dengan syari’at dan perundang-undangan buatan manusia.
Semua
itu kalau tidak syirik pasti kufur hukumnya.
2.
Ada pula dari beberapa perbuatan yang menjerumuskan kepada perbuatan
maksiat
dan kefasikan. Seperti taklid kepada adat-istiadat atau budaya kafir.
Contohnya,
seperti makan dan minum dengan tangan kiri, laki-laki menyerupai
wanita
(sisay, ed.) atau wanita yang menyerupai laki-laki (tomboy, ed.)
dan lain
sebagainya.
3.
Tasyabbuh bisa dihukumi sebagai perbuatan yang makruh bila timbul
keraguraguan
antara
mubah atau haram karena tidak ada kejelasan hukum.
Maksudnya,
kadang-kadang dalam beberapa masalah tingkah laku, adat atau
kebudayaan,
serta beberapa masalah keduniaan masih diragukan kedudukan
hukumnya.
Apakah masalah tersebut termasuk suatu perkara yang dibenci
. 15
ataukah
sesuatu yang mubah (dibolehkan). Namun, demi menjaga agar seorang
muslim
tidak terperosok, maka dihukumi sebagai sesuatu yang makruh.
Kini
timbullah satu pertanyaan, “Apakah ada perbuatan orang kafir yang
dihukumi
mubah?”
Kami
katakan, bahwa dinyatakannya mubah terhadap perbuatan orang
kafir,
karena perbuatan tersebut menyangkut masalah keduaniaan dan bukan
pula
merupakan ciri khusus orang-orang kafir. Di samping itu, masalah tersebut
tidak
pula membedakannya dari orang-orang muslim yang shalih, serta tidak
menggiring
kepada kerusakan yang besar terhadap kaum muslimin, atau
menguntungkan
orang-orang kafir sehingga menyebabkan diremehkannya kaum
muslimin.
Sebagian
perkara yang mubah tersebut hendaknya semata-mata merupakan
rekayasa
materi murni dan tidak akan menyebabkan kaum muslimin tergiring
untuk
mengikuti kaum kafir, sehingga bakal membahayakan mereka. Demikian
juga
dengan ilmu-ilmu murni keduniaan yang tidak menyangkut aqidah dan
akhlak,
maka semua ini termasuk dalam perkara mubah.
Kadang-kadang
kaum muslimin harus mengambil manfaat dari ilmu-ilmu
murni
keduniaan yang dimiliki orang-orang kafir. Dan, yang dimaksud dengan
murni
(bahtah) adalah tidak mengandung unsur-unsur atau tanda-tanda yang
bertentangan
dengan nash-nash atau kaidah-kaidah syar’i. Atau, yang dapat
menjerumuskan
kaum muslimin pada kehinaan dan kekerdilan. Bila ketentuan
tersebut
dipenuhi, maka bisa dimasukkan ke dalam kategori mubah.12
Jika
dalam perkara-perkara aqidah, ibadah, hari-hari besar, keharamannya
telah
ditetapkan secara qath’i (tegas). Itu berarti, bahwa keharaman bertasyabbuh
terhadap
orang-orang kafir, dalam hal-hal tersebut di atas telah pula ditetapkan
secara
qath’i.
12 Sudah menjadi kewajiban seorang
muslim untuk lepas dari kungkungan orang kafir semampu mungkin. Akan
tetapi, yang demikian itu tidak
boleh melalaikan kewajiban asasi seorang muslim, seperti jihad, menyuruh
kema’rufan, mencegah kemungkaran,
dakwah dan menegakkan agama. Dan tidak boleh bagi seorang muslim
bersifat rakus dalam usaha
mengeruk perkara-perkara keduniaan, tetapi hendaknya harus sesuai dengan
batasbatas
yang ditentukan syari’at,
sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah , sahabat, dan para salaful ummah
(umat terdahulu). Tidak ada
larangan untuk memanfaatkan benda-benda buatan mereka (kaum kafir), hurufhuruf,
dan benda-benda lain selama tidak
mengakibatkan kekerdilan dan kehinaan muslimin. Dan, kami lihat
terus terang merupakan kewajiban
muslimin sekarang ini untuk mengejar ketinggalan mereka di bidang materi,
tapi dengan catatan harus tetap
berpegang teguh pada agama (dien) dan aturan-aturan syari’at terlebih
dahulu,
kemudian baru berusaha untuk
mencari keunggulan di bidang materi. Sebab, menegakkan agama lebih penting
daripada keunggulan materi. Wallahu
a’lam.
. 16
Selain
masalah tersebut di atas, hal-hal yang menyangkut tradisi budaya
(selama
menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan ciri khusus kaum kafir,
ed.)
maka hal itu termasuk tasyabbuh yang diharamkan. Dan, kalau bukan
merupakan
ciri khusus mereka, maka hukumnya salah satu di antara tiga, yakni
bisa
haram, makruh, atau mubah. Sedangkan, dalam masalah-masalah ilmu dan
perkara-perkara
keduniaan murni, seperti penemuan atau pembuatan barangbarang
bersifat
umum, pembuatan senjata, dan lain-lain maka hukumnya
termasuk
mubah, jika memenuhi syarat-syarat di atas.
. 17
BAB VI
GOLONGAN-GOLONGAN YANG TERLARANG DITASYABBUHI
Dengan
menelaah dan mengkaji nash-nash syar’i maka kita akan dapat
mengenali
beberapa golongan (yang dilarang untuk ditiru, ed.), tidak saja secara
garis
besar, tetapi juga secara mendetil.
Golongan Pertama: Orang Kafir
Sebagaimana
telah dinyatakan, bahwa secara umum bertasyabbuh kepada
orang-orang
kafir, dengan tanpa kecuali, adalah sangat terlarang. Termasuk
golongan
ini adalah orang-orang musyrik, Yahudi, Nasrani, Majusi, Syaibah, orangorang
Komunis,
dan lain-lain. Kita dilarang bertasyabbuh terhadap setiap perkara
yang
merupakan ciri khas orang kafir, baik dalam ibadah, adat-istiadat, maupun
pakaian.
Seperti sabda Nabi kepada Abdullah bin Umar ra. Ketika beliau
melihatnya
berpakaian dengan dua pakaian berwarna kuning keemasan, sabda
beliau:
“Sesungguhnya pakaian ini adalah dari orang-orang kafir, maka janganlah
kamu memakainya.”
Hal
ini merupakan dalil, bahwa jika pakaian itu merupakan pakaian khas
orang-orang
kafir maka seorang muslim tidak boleh memakainya.13
Golongan Kedua: Orang-orang Musyrik
Kita
telah dilarang bertasyabbuh terhadap cara ibadah mereka, perayaan
hari-hari
besar mereka, perbuatan-perbuatan mereka, seperti muka’an wa
tashdiyah yakni
beribadah dengan cara bersiul-siul dan bertepuk tangan, minta
syafaat dan
tawassul dengan makhluk ciptaan Allah swt. di dunia, bernadzar dan
berkurban
di pekuburan, dan perbuatan-perbuatan lainnya. Termasuk perbuatan
yang
dilarang pula yakni meninggalkan padang Arafat sebelum maghrib (dalam
berhaji)
sebab perbuatan tersebut merupakan perbuatan kaum musyrikin.
13 Sebagian pakaian yang merupakan
pakaian khas orang kafir adalah pantalon. Oleh karena itu tidak boleh
memakainya di negeri-negeri
muslimin, walaupun banyak dipakai oleh orang yang serba kebarat-baratan dan
inilah yang banyak menimpa di
sebagian negeri-negeri muslimin. Akan tetapi, ibrah (contoh pelajaran)
harus
diambil dari orang-orang yang
istiqamah, orang-orang yang faqih dalam agama, bukan dari banyaknya
orang
yang memakai, karena pantalon yang
ketat menampakkan bentuk aurat. Sebagian lagi ciri khas orang kafir,
contohnya topi Yahudi dan lambang
salib milik orang-orang Nasrani.
. 18
Para
pendahulu kita (as-salafus shalih) sangat membenci setiap perkara
yang
merupakan ciri khas milik orang-orang musyrik dan semua yang termasuk
perbuatan-perbuatan
mereka. Seperti kata Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, ra. dan
yang
lainnya: “Barangsiapa yang membuat bangunan di negeri orang-orang musyrik
serta membuat panji-panji dan pataka-pataka (bendera
lambang komando) mereka
hingga akhir hayatnya, maka akan dikumpulkan bersama
mereka di hari kiamat.” 14
Dan
Ibnu Umar ra. membenci meletakkan hiasan-hiasan di masjid dan
melarang
dari hal tersebut serta semua hal yang berhubungan dengan masalah
itu,
karena menurut beliau ra. bahwa hal itu menyerupai patung-patung orang
musyrik.15
Golongan Ketiga: Ahli Kitab
Yang
dimaksud Ahli Kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Kita
dilarang
meniru semua perkara yang merupakan ciri khas orang-orang Yahudi dan
Nasrani,
baik dalam bidang aqidah, ibadah, adat-istiadat (budaya), dalam
berpakaian,
atau hari-hari besar mereka. Contohnya: membuat bangunan di atas
kuburan,
dan menjadikannya masjid, menggantungkan gambar-gambar (foto-foto),
mengekspose
wanita, meninggalkan makan sahur, tidak menyemir rambut yang
memutih
(dengan warna selain hitam, pent.), menggantung atau memasang salib,
ikut
memperingati dan merayakan hari-hari besar mereka dan lain-lain.
Golongan Keempat: Orang-orang Majusi
Sebagian
ciri khas orang-orang Majusi adalah menyembah dan beribadah
kepada
api, mensucikan raja-raja dan para pembesar, mencukur rambut bagian
kuduk
dan membiarkan rambut bagian depan, mencukur jenggot, memanjangkan
kumis,
meniup peluit atau terompet, dan memakai piring atau bejana dari emas
dan
perak.
Golongan Kelima: Persia dan Romawi
Termasuk
golongan ini tentu saja Ahli Kitab, Majusi dan lainnya, Persia dan
Romawi.
Kita juga telah dilarang bertasyabbuh dengan hal-hal yang merupakan
ciri
khas mereka dalam peribadatan, kebudayaan, cara dan tata tertib keagamaan.
Seperti,
mengagungkan dan mensucikan pembesar-pembesar dan orang-orang
14 Sunan Baihaqi juz IX hal. 234.
15 Lihat Al-Mushannif oleh
Ibnu Abi Syaibah juz I hal. 309, dan Iqtidla Shirathal Mustaqim oleh
Ibnu
Taimiyah juz I hal. 344.
. 19
terhormat,
mentaati pendeta (alim ulama) dan rahib-rahib (orang-orang shalih)
yang
mensyari’atkan sesuatu yang tidak disyari’atkan Allah, berlebih-lebihan serta
melampaui
batas dalam beragama.
Golongan Keenam: Orang-orang ‘Ajam yang Bukan Muslimin
Hal
ini berdasarkan sabda Nabi ketika beliau melarang seorang laki-laki
yang
memakai sutera di bagian bawah pakaiannya, dengan sabda beliau: “Seperti
orang ‘Ajam (bukan
Arab, non Muslim, pent.).” 16, atau terhadap orang yang
menambahkan
sutera di bagian pundak pakaiannya, dengan sabdanya: “Seperti
orang ‘Ajam (bukan
Arab, yang non muslim, pent.)” 17.
Dan,
beliau juga melarang berdiri menyambut pembesar sebagai
penghormatan.
Bahkan, beliau melarang perbuatan yang sama bagi makmum
terhadap
imamnya dengan alasan yang sama, sebab dikhawatirkan mereka
memahami
bahwa yang demikian itu adalah salah satu cara penghormatan. Hal itu
sebagaimana
dinyatakan dalam asbabul wurud dari hadits tersebut, bahwa yang
demikian
itu bertasyabbuh dengan perbuatan orang-orang ‘Ajam yang berdiri
untuk
menghormati kedatangan pembesar-pembesar mereka. Hal inilah yang
dilarang,
karena bertasyabbuh dengan orang-orang kafir ‘Ajam.18
Perkara
ini dikuatkan pula oleh Umar bin Khattab ra. Beliau melarang
berpakaian
seperti orang ‘Ajam sebagaimana halnya terhadap orang-orang
musyrik.
Beliau menyampaikan larangan tersebut dengan keras sekali. Demikian
pula
dengan yang diisyaratkan oleh para as-salaf ash-shalih.
Golongan Ketujuh: Orang-orang Jahiliyah dan Ahlinya
Kita
juga telah dilarang dari segala hal yang berbau jahiliyah, baik dalam
akhlak,
ibadah, adat, maupun syi’ar-syi’arnya. Seperti membuka wajah dan
bertabarruj bagi
wanita, tidak berpakaian di bawah terik matahari pada waktu
ihram sehingga
dia meminta-minta pakaian. Hal ini seperti yang dilakukan oleh
orang-orang
Rafidlah zaman sekarang ini. Semua ini merupakan perbuatan
jahiliyah
dan amalan orang-orang musyrik. Demikian juga bertelanjang (tidak
memakai
pakaian, yakni menampakkan aurat, baik keseluruhan maupun sebagian
16 Dapat dilihat dalam hadits yang
diriwayatkan Abu Dawud, hadits no. 4049. Dan Nasa’i juz VIII hal. 143,
Imam Ahmad juz IV hal. 134. Dan
lihat Iqtidla Shirathal Mustaqim oleh Ibnu Taimiyah juz I hal. 304.
17 Idem.
18 Lihat Shahih Muslim hadits
no. 413, Sunan Abu Dawud hadits no. 602, 606, 5230, Ibnu Majah hadits
no.
1240 dan Musnad Ahmad juz V
hal. 253, 256.
. 20
saja),
fanatik kebangsaan, berbangga-bangga dengan kebangsawanan dan mencela
nasab,
meratapi mayat dan meminta hujan kepada bintang-bintang (yakni
berpendapat
bahwa hujan turun karena musim dan bukan karena rahmat Allah,
pent.).
Nabi telah membantah dan membatalkan semua yang berbau jahiliyah
dengan
Islam, baik pahamnya, kebudayaannya, atau taklidnya (ikut-ikutan tanpa
ilmu),
peraturan dan perundangannya, iklan-iklan dan propagandapropagandanya.
Golongan Kedelapan: Setan
Golongan
lainnya yang terlarang untuk dijadikan figur peniruan (tasyabbuh)
adalah
setan. Nabi telah menerangkan perbuatan-perbuatan setan itu dan kita
dilarang
menirunya. Seperti, makan dan minum dengan kiri. Sebagaimana
diriwayatkan
oleh Muslim dan lainnya: Bahwa Nabi bersabda: “Janganlah
kalian makan dengan tangan kiri dan jangan pula minum
dengannya (tangan kiri).
Sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum
dengannya (tangan
kiri pula).” 19
Tetapi
sayangnya, perbuatan ini banyak dilakukan di kalangan kaum
muslimin
dengan menganggap bahwa perbuatan itu adalah perbuatan sepele, atau
memang
karena ketakabburannya terhadap kebenaran, serta iman meniru-niru
auliya’u setan (teman-teman
setan) dari golongan orang-orang kafir dan fasik.
Golongan Kesembilan: Orang-orang Badui yang Tidak Sempurna
Agamanya
Mereka
adalah orang-orang Badui (Arab) yang jahil. Banyak orang-orang
Arab
yang memakai hukum perundang-undangannya berdasar adat dan taklid
(mengikuti
nenek moyang, ed.), tidak berdasarkan Islam sama sekali. Semuanya
itu
merupakan warisan jahiliyah, bahkan ada orang-orang Badui yang fanatik
terhadap
adat-istiadat dan kebudayaannya, doktrin-doktrin hari-hari besar, taklid,
serta
berbagai atribut lainnya meskipun bertentangan dengan syari’at Islam.
Di
antaranya, fanatik jahiliyah (kebulatan tekad untuk mempertahankan
kejahiliyahan),
membangga-banggakan kebangsawanan, mencela nasab,
menamakan
maghrib dengan isya dan menamakan isya dengan al-atamah
(kegelapan
malam), bersumpah untuk thalak, menggantungkan thalak, tidak
menikah
kecuali dengan anak pamannya, dan adat-adat jahiliyah lainnya.
19 HR. Muslim hadits no. 2019.
. 21
BAB VII
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KAUM MUSLIMIN
TERJEBAK DALAM TASYABBUH
Pertama
kali yang perlu kita ketahui bahwa masalah ini (yakni tasyabbuh,
pent.)
adalah suatu masalah yang baru dan diada-adakan. Kalau bukan sebagai
masalah
baru, tentu masalah tersebut sudah terjadi, seperti yang disinggung oleh
Nabi
.
Kedua,
yang harus kita ketahui berdasarkan kaidah-kaidah yang telah
diuraikan
di muka, bahwa orang-orang yang telah terjebak dalam tasyabbuh
terhadap
orang-orang kafir bukan termasuk ahlul haq dan bukan pula termasuk
Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Sesungguhnya orang-orang yang telah terjebak dalam
perangkap
tasyabbuh adalah termasuk ahlul ahwa (pengikut hawa nafsu) dan
ahlul iftiraq (kelompok
sempalan). Tidak ada satu golongan pun yang memisahkan
diri
dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah kecuali pasti di dalamnya ada unsur
ketasyabbuhan
dengan orang-orang kafir, sedikit atau banyak!
Sebab-sebab Pokok yang Menjatuhkan Kaum Muslimin Kepada Tasyabbuh
Terhadap Orang-orang Kafir
1. Tipu daya orang-orang kafir terhadap Islam dan kaum
muslimin
Inilah
yang terjadi sejak lahirnya Islam hingga hari ini. Orang-orang kafir
dengan
segala jenis ajarannya, aqidahnya, serta dengan segala bentuk aturan dan
hawa
nafsunya berusaha memperdayakan Islam. Sebagian dari pelaksanaan
program
tipu daya mereka adalah menjebak kaum muslimin supaya bertasyabbuh
dalam
masalah aqidah, adat-istiadat, hari-hari besar dan perayaan-perayaan, serta
dalam
tingkah laku. Oleh karena itu dapat kita temukan, bahwa sebagian besar
faktor
yang menyebabkan kaum muslimin berpecah-belah adalah karena hasil tipu
daya
orang-orang kafir.
Tidak
satu kelompok pun yang menyempal dari umat (Ahlu Sunnah) kecuali
kita
temukan di sana salah satu penyebabnya adalah adanya sekelompok orangorang
kafir
yang menyelinap di kalangan kaum muslimin kemudian
. 22
menghembuskan
keonaran dan perpecahan. Setelah itu mereka menyiarkan
perpecahan
itu di kalangan pengikut hawa nafsu dan orang-orang yang
menyepelekan
agama, atau kepada para tokohnya beserta para pengikutnya. Jadi
tipu
daya orang-orang kafir adalah merupakan pokok penyebab terjebaknya kaum
muslimin
ke dalam tasyabbuh. Sedangkan, Allah Ta’ala telah memberi tahu kepada
kita
tentang hal itu dengan firman-Nya: “Dan tidak akan rela kepadamu orangorang
Yahudi dan Nasrani itu hingga kamu mengikuti agama mereka.”
(QS. Al-
Baqarah: 120).
Dan,
juga firman-Nya: “Mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)
kemadlaratan bagimu. Mereka menyukai apa-apa yang
menyusahkanmu. Telah
nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka
adalah lebih besar lagi.” (QS. Ali Imran: 118). Kemudian firman-Nya pula: “Orangorang
kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada
menginginkan
diturunkannya suatu kebaikan kepadamu dari Rabb-mu.” (QS.
Al-Baqarah: 105).
Dan
firman-Nya: “Jika kamu mentaati orang-orang kafir niscaya mereka
mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran kembali).”
(QS. Ali Imran: 149).
Dan
firman-Nya: “Jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-
Kitab (Nasrani dan Yahudi) niscaya mereka akan
mengembalikan kamu menjadi
orang-orang kafir sesudah kamu beriman.” (QS. Ali Imran:
100).
Jadi
tidak diragukan lagi bahwa mereka (orang-orang kafir) sangat
mengharapkan,
bahkan dengan tiada henti-hentinya, agar kaum muslimin keluar
dari
agamanya. Oleh karena itu kaum kafir sekarang ini lebih gencar lagi
mencurahkan
tenaganya dibandingkan dengan zaman-zaman sebelumnya. Dan,
setiap
muslim yang mau mengamati segala yang menimpa kaum muslimin di
seluruh
dunia sekarang ini tentu akan bisa merasakan serbuan orang-orang kafir
kepada
umat Islam itu. Dan, dalam upayanya tersebut, orang kafir memusatkan
perhatiannya
kepada berbagai urusan di antaranya bidang aqidah, kebudayaan,
keorganisasian,
politik, akhlak, dan lain-lain. Sesungguhnya orang-orang kafir dan
antek-anteknya
telah menghimpun kekuatan untuk menjebak umat Islam ke
dalam
jurang tasyabbuh. Jebakan mereka tersebut lebih dasyat dari yang telah
dilakukan
pada zaman manapun di masa lalu.
. 23
2. Kebodohan umat dan tidak adanya pemahaman terhadap
Islam
Yakni
kebodohan mereka terhadap hukum-hukum agama dan manhaj
Salafush
Shalih (yaitu manhaj Rasulullah dan para sahabat serta tabi’in, tabi’it
tabi’in,
dan para imam yang mendapat petunjuk).
3. Kelemahan umat Islam dalam bidang materi, maknawi dan
kemiliteran
Sehingga
menjadikan mereka merasa lemah dan kerdil, kalah dan terusir,
serta
dikuasai orang kafir dalam semua bidang kehidupan.
4. Tipu daya orang-orang munafik
Kaum
munafik ini tumbuh dan berkembang di kalangan kaum muslimin.
Mereka
adalah pelaku-pelaku ajaran itu sendiri, akan tetapi mereka sangat kuat
dukungannya
kepada orang-orang kafir di setiap zaman, dahulu maupun
sekarang.
Oleh karena itu orang-orang munafik yang ada dalam kalangan kaum
muslimin
ini mempunyai peranan amat besar terhadap upaya menjerumuskan
kaum
muslimin ke dalam tasyabbuh.
Adapun
yang dimaksud orang-orang munafik adalah mereka yang termasuk
kelompok:
a)
Orang-orang yang mendakwahkan dirinya muslim yang berasal dari orangorang
kafir.
Mereka masuk Islam secara lahirnya saja, dengan tujuan untuk
membuat
tipu daya.
b)
Orang-orang yang aslinya muslim akan tetapi kemudian murtad dan
menyeleweng.
c)
Orang-orang yang cenderung kepada kefasikan dan perbuatan-perbuatan dosa,
walaupun
ia mengaku Islam. Kebanyakan dari orang-orang yang terjebak dalam
tasyabbuh dengan
orang-orang kafir adalah orang-orang yang di dalam hatinya
ada
penyakit. Orang-orang semacam inilah yang menyukai tersebarluasnya
hawa
nafsu setan dan kekejian-kekejian di kalangan kaum muslimin,
sebagaimana
yang diperbuat kaum orientalis Barat dan lain-lainnya.
Selain
faktor-faktor tadi masih banyak faktor lainnya yang menyebabkan
kaum
muslimin terjerembab ke dalam tasyabbuh terhadap orang-orang kafir.
. 24
BAB VIII
CONTOH-CONTOH PRAKTIS TASYABBUH YANG DILARANG
RASULULLAH
I. Iftiraq (Memisahkan Diri dari Jama’ah Ahlu Sunnah)
Masalah
pertama yang secara tegas dilarang oleh Nabi atau secara syar’i
dari
sikap tasyabbuh terhadap orang-orang kafir adalah iftiraq fi dien (berpecah
belah
dalam agama). Masalah ini banyak dinyatakan dalam Al-Quranul Karim dan
dalam
As-Sunnah yang tsabit dan shahih.
Allah
Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang
yang bercerai-berai dan berselisih setelah datang
kebenaran kepada mereka.” (QS.
Ali Imran: 105). Kemudian
dihubungkan dengan pernyataan Nabi tentang akan
berpecah-belahnya
umat ini: “Orang-orang yahudi terpecah menjadi 71 firqah, dan
orang-orang Nasrani terpecah menjadi 72 firqah, sedangkan
umat ini akan terpecah
menjadi 73 firqah.”
II. Membuat Bangunan di Atas Kubur, Menjdikannya Masjid
dan Diibadahi,
serta Menggantung Gambar
Beberapa
masalah ini banyak dinyatakan dalam berbagai nash di antaranya
sebagai
berikut:
• Dari Ali ra. berkata: “Rasulullah memerintahkan kepadaku
supaya jangan
membiarkan satu kuburan pun yang dimuliakan kecuali engkau
ratakan, dan
jangan membiarkan satu arca pun kecuali engkau hancurkan.”
20
• Dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dengan sanad yang
shahih: Dari
Mu’awiyah ra. berkata: “Sesungguhnya meratakan kubur itu
merupakan sunnah,
dan orang-orang Yahudi dan Nasrani telah meninggikannya,
maka jangan
bertasyabbuh dengan mereka.” 21
Yakni
membuat bangunan di atas kubur. Bala ini –yakni meninggikan kubur itu
sendiri—merupakan
bala paling besar yang menimpa kaum muslimin di segala
20 Hadits shahih diriwayatkan Muslim
hadits no. 969.
21 Iqtidla Shirathal
Mustaqim oleh
Ibnu Taimiyah juz I hal. 342.
. 25
penjuru
bumi sekarang ini. Oleh karena itu sungguh benar sabda Nabi :
“Pastilah kalian akan melakukan cara orang-orang
sebelummu.”
Selain
itu ada pula yang menjadikan kubur para nabi sebagai masjid. Arti
menjadikan
kubur para nabi sebagai masjid adalah membuat bangunan di atasnya
(yang
berupa masjid atau bangunan lainnya, ed.) kemudian dipakai untuk shalat.
Dengan
meniru perbuatan tersebut, maka dibangunlah juga kuburan orangorang
shalih
di masjid walaupun setelah dibangunnya masjid itu. Semua ini
termasuk
dalam larangan. Termasuk yang dilarang adalah menjenguk atau
menziarahi
kubur dengan tujuan berdoa di sana, atau berdoa kepada mayat, atau
dalam
rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepadanya. Semua itu adalah perbuatan
yang
biasa dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani, padahal Nabi telah
memperingatkan
tentang hal itu dengan peringatan yang sangat keras.
Juga,
seperti yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah lima
puluh
hari sebelum beliau wafat bersabda: “Aku berlepas diri kepada Allah kalau
sampai dijadikan sebagai khalil (teman, kekasih), karena
Allah telah menjadikanku
sebagai kekasih-Nya seperti menjadikan Ibrahim sebagai
kekasih. Kalau
seandainya aku dibolehkan mengambil orang sebagai kekasih
(khalil) pasti aku
jadikan Abu Bakar sebagai khalilku. Waspadalah,
sesungguhnya orang-orang
sebelummu telah menjadikan kubur para nabi mereka sebagai
masjid, dan aku
melarang kalian dari berbuat yang demikian itu.” 22
Dan
dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), Nabi pernah bersabda: “Celakalah
orang-orang Yahudi, yang telah menjadikan kubur para nabi
mereka sebagai
masjid.” 23
Dan, dalam lafadz Muslim: “Allah
melaknat orang-orang Yahudi dan
Nasrani karena mereka menjadikan kubur para nabi mereka
sebagai masjid.” 24
Dan,
dalam Shahihain: Dari A’isyah dan Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma
berkata:
ketika Rasulullah tertimpa sakit sampai wafatnya,beliau menutupkan
selimut ke
wajahnya, dan ketika beliau merasa penuh dengannya maka
disingkapnya dari
wajah beliau, dan beliau bersabda sedang ia dalam keadaan
demikian itu: “Laknat
Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan
kubur para nabi
22 Shahih Muslim hadits no. 532.
23 Shahih Bukhari, Fathul Bari hadits
no. 437.
24 Shahih Muslim hadits no. 530.
. 26
mereka sebagai masjid.” Beliau memperingatkan atas apa
yang telah mereka
perbuat. 25
Dalam
riwayat lain Nabi bersabda mengomentari kisah Ummu Salamah
dan
Ummu Habibah ketika mereka melihat gereja yang sangat indah dengan
dihiasi
gambar-gambar di dalamnya, maka bersabda Nabi : “Mereka adalah
kaum yang apabila meninggal seorang yang shalih atau
laki-laki yang shalih,
dibangunlah di atas kubur mereka sebuah tempat peribadatan
dan mereka hiasi
dengan gambar-gambar sang mayat tersebut. Mereka adalah
seburuk-buruk
makhluk di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla.” 26
Masalah
itulah yang merupakan ujian yang paling berat bagi muslimin
zaman
sekarang ini.
III. Fitnah Wanita
Masalah
yang paling dahsyat dan paling berbahaya dari tasyabbuh yang
menimpa
kaum muslimin adalah fitnah wanita. Masalah ini merupakan hasil
rekayasa
orang-orang kafir.
Yang
dimaksud dengan fitnah wanita adalah keluarnya mereka dari tempat
tinggalnya
(rumah) tanpa memakai hijab (jilbab) dan mencampakkan rasa malunya
sehinnga
menjadikan fitnah di kalangan laki-laki. Dikhususkannya wanita dalam
hal
ini, karena:
1.
Wanita sangat mendambakan kemegahan dunia.
2.
Wanita dapat menarik laki-laki kepada ketaklidan (hal yang bisa menjadikan
mengikuti
dengan begitu saja) serta merupakan salah satu perantara hingga
terjadi
yang demikian itu.
3.
Wanita diciptakan dengan daya pikat yang hebat terhadap laki-laki, terutama
dengan
rayuannya. Demiian pula laki-laki dijadikan cenderung kepada wanita
jika
mereka berpapasan dengan tanpa memakai hijab dan tanpa diiringi rasa
malu.
Dari
banyak kasus tasyabbuh terhadap Ahli Kitab dan orang-orang kafir,
baik
dalam adat-istiadat, akhlak, hari-hari besar dan perayaan-perayaannya, yang
25 Shahih Bukhari, Fathul Bari hadits
no. 435, 436, dan Muslim hadits no.531.
26 Shahih Bukhari, Fathul Bari hadits
no.435, 436, dan Shahih Muslim hadits no.531.
. 27
pertama
kali terjerat adalah wanita. Kemudian, diikuti dengan para orang tua dan
orang-orang
jahil.
Sayangnya
gejala ini --yakni fitnah wanita-- sudah menjamur di kalangan
kaum
muslimin di zaman sekarang ini. Padahal Nabi telah memperingatkan
akan
hal itu dalam sabdanya: “Waspadalah terhadap dunia dan wanita, karena
sesungguhnya fitnah pertama yang menimpa Bani Israil
adalah karena wanita.” 27
Yakni,
jika wanita dijadikan panutan, karena hubungan laki-laki dengan
wanita
harus seperti yang telah digariskan dalam ketentuan-ketentuan Allah
Ta’ala.28 Dan, bila seorang wanita mulai
meninggalkan rasa malu dan
menanggalkan
hijab, maka sesungguhnya hal itu adalah salah satu jalur terjadinya
fitnah.
Dan, sebagian besar umat jika telah terjebak dalam perangai ini, maka
jadilah
mereka umat yang tidak beruntung diennya dan akan dikuasai oleh fitnah.
IV. Tidak Menyemir Rambut yang Beruban
Sebagian
dari yang dilarang Nabi dalam bertasyabbuh dengan orangorang
kafir
adalah membiarkan rambut beruban dan tidak disemir. Perbuatan
semacam
itu adalah menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Seperti
yang termaktub dalam Shahihain: Dari Abu Hurairah ra. berkata:
bersabda Rasulullah : ”Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak
menyemir ubannya, maka selisihilah mereka.” 29 Dengan syarat tidak menyemirnya
dengan
warna hitam seperti yang dinyatakan dalam nash-nash lainnya.
V. Memotong Jenggot dan Memelihara Kumis
Perbuatan
demikian itu menjadikan mereka tasyabbuh terhadap orangorang
musyrik,
Majusi, Yahudi, dan Nasrani. Seperti yang banyak dinyatakan
dalam
hadits shahih dari Nabi tentang keharusan memelihara jenggot dan
memotong
kumis. Dan, yang menjadi sebab, menurut Nabi adalah untuk
membedakan
dari orang-orang musyrik dan Majusi. Bersabda beliau :
“Selisihilah orang-orang musyrik, cukurlah kumis dan
panjangkanlah jenggot.” 30
Dan,
dalam riwayat lain seperti yang termaktub dalam hadits Muslim juga:
27 Shahih Muslim hadits no. 2742.
28 Memuliakan wanita adalah perintah
syar’i, tetapi bukan dengan mentaati mereka dalam kemaksiatan, dan
tidak boleh membiarkan mereka
menguasai rumah tangga atau menguasai laki-laki, karena hal ini bertentangan
dengan perintah Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
29 Shahih Bukhari, Fathul Bari hadits
no. 3462, dan Shahih Muslim hadits no. 2103.
30 HR. Bukhari, Fathul Bari hadits
no. 5893, dan Muslim hadits. No 29.
. 28
“Potonglah kumis dan panjangkanlah jenggot. Selisihilah
dengan orang-orang
Majusi.” 31
VI. Menanggalkan Sepatu atau Khuf Ketika Shalat
Termasuk
yang dilarang Nabi karena menyerupai orang-orang kafir dan
merupakan
ciri khas orang-orang Yahudi adalah tidak mengenakan sepatu
ataupun
khuf (sepatu dari kulit yang menutup mata kaki) dalam shalat, padahal
telah
ada larangan melepas sepatu ketika shalat. Hal itu merupakan sesuatu yang
lazim
agar berbeda dengan orang-orang Yahudi selama tidak menimbulkan
kekhawatiran
tidak menimbulkan penyakit.
Diriwayatkan
oleh Abu Dawud dan Hakim, kemudian dishahihkannya, serta
disetujui
Adz-Dzahabi; bersabda Nabi : “Selisihilah orang-orang Yahudi.
Sesungguhnya mereka tidak shalat atas sepatu mereka dan
tidak pula atas khufkhuf
mereka.” 32
Hal ini banyak menimpa orang-orang
yang jahil (bodoh) dan para
ahli
bid’ah dengan mengingkari perbuatan sunnah tersebut.
Sedangkan,
shalat dengan memakai sepatu di kalangan ahli ilmu
merupakan
sesuatu yang sangat dianjurkan, tetapi jika masjidnya memakai karpet
atau
permadani maka tidak disyari’atkan shalat dengan bersepatu. Adapun Nabi
shalat
memakai sepatu disebabkan beliau shalat di atas tanah, atau dengan
kata
lain bahwa lantai masjid beliau pada waktu itu belum menggunakan
permadani
atau karpet. Oleh karena itu kewajiban bagi setiap muslim untuk
menjaga
dan menjalankan sunnah, jika di tempat shalat yang tidak menggunakan
karpet
atau permadani, maka berusahalah shalat dengan tetap memakai sepatu
sebagai
pengejawantahan perintah Nabi . Meskipun, hal tersebut tidak secara
terus
menerus diamalkan, karena yang demikian itu tidak dicontohkan para
pendahulu
kita (Salafush Shalih).
VII. Membeda-bedakan Kelas
Yakni
membeda-bedakan dalam hak dan kewajiban serta dalam memberi
imbalan
(balasan) atau hukuman (pidana) di dalam sistem perundang-undangan
antara
orang-orang yang terhormat dengan orang-orang yang lemah, seperti yang
dilakukan
oleh orang-orang Yahudi.
31 Shahih Muslim hadits no. 260.
32 HR. Abu Dawud hadits no. 652, dan
Hakim dan dishahihkannya, serta disepakati Adz-Dzahabi pada juz I hal.
260.
. 29
Seperti
yang dinyatakan dalam Shahihain tentang kisah syafa’at Usamah
bin
Zaid ra. yang mengeluh tentang besi yang hilang karena dicuri, Nabi
bersabda:
“Wahai Usamah, apakah kau mau minta dispensasi atas hukuman Allah?
Celakanya Bani Israil lantaran jika orang-orang bangsawan
(penguasa) mencuri
dibiarkan, tetapi jika orang-orang lemah mencuri maka
ditegakkan atasnya
hukuman. Demi yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya
Fatimah binti Muhammad
mencuri pasti aku potong tangannya.” 33
VIII. Menutup Mulut dan Memakai Baju Hanya Pada Satu
Pundak Ketika
Shalat
Salah
satu perbuatan bertasyabbuh terhadap orang-orang kafir yang
dilarang
adalah memakai baju atau kain di satu pundak saja (sadl) dan tidak
menutupkan
di pundak lainnya, dan menutupi mulutnya dengan kain (at-talatsum)
ketika
shalat. Karena, yang demikian itu termasuk perbuatan orang-orang Yahudi.
Seperti
yang telah diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Imam Ahmad,
dan
Hakim, dann dinyatakan menurut syarat Shahihain (Bukhari dan Muslim),
bahwa
Rasulullah bersabda: “Terlarang mengenakan baju atau kain hanya di
satu pundak (sadl) dan menutupi mulutnya ketika shalat.” 34 Sebagian sahabat
menyatakan
bahwa sebabnya adalah karena yang demikian itu merupakan
perbuatan
orang-orang Yahudi.
IX. Bertabarruj, Menampakkan Wajah, dan Keluarnya Wanita
Tanpa
Kepentingan Syar’i
Sebagian
tasyabbuh dengan orang-orang kafir dan orang-orang jahiliyah
bertabarruj
(menampakkan aurat kepada lelaki bukan mahramnya), menampakkan
wajahnya,
dan keluarnya wanita dari rumah tanpa ada kepentingan yang
dibenarkan
syar’i.
Allah
berfirman: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah
kamu berhias dan berperilaku seperti orang-orang jahiliyah
dahulu.” (QS. Al-Ahzab:
33). Berkata
Ibnu Mas’ud ra.: “Janganlah menampakkan aurat dan janganlah
mengikuti jejak orang-orang musyrik.”35
33 Shahih Bukhari, Fathul Bari hadits
no. 3475, dan Muslim hadits no. 1688.
34 Abu Dawud hadits no. 643, Tirmidzi
hadits no. 378. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Hakim.
35 Iqtidla Shirathal
Mustaqim oleh
Ibnu Taimiyah juz I hal. 340.
. 30
X. Ikhtishar Dalam Shalat
Yang
dimaksud dengan ikhtishar dalam shalat yakni meletakkan tangan di
atas
lambung, karena sunnah meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri pada
waktu
shalat adalah di atas dada bukan di atas lambung. Oleh karena itu
meletakkan
tangan kanan di atas tangan kiri di atas lambung pada waktu shalat
merupakan
perbuatan terlarang, karena hal itu merupakan perbuatan orang-orang
Yahudi.
Seperti
yang dinyatakan A’isyah ra. bahwa dia membenci berikhtishar dalam
shalat.
Katanya: “Jangan menyerupai orang-orang Yahudi!” Dan katanya:
“Sesungguhnya orang-orang Yahudi mengerjakan yang demikian
itu.” 36
XI. Perayaan, Pesta, dan Memasang Umbul-umbul
Seperti
telah diketahui bahwa tidak disyari’atkan berhari raya kecuali Idul
Adha
dan Idul Fitri. Sesungguhnya memperbanyak hari besar merupakan ajaran
agama
Ahli Kitab, orang-orang kafir, musyrikin, Majusi, dan orang-orang jahiliyah.
Dan,
Nabi telah melarang kaum muslimin merayakan lebih dari dua hari raya
itu
(Idul Adha dan Idul Fitri).
Allah
Ta’ala telah berfirman tentang sifat-sifat ‘ibadurrahman: “Dan
orangorang
yang tidak menjadi saksi perkara-perkara yang sia-sia.”
(QS. Al-Furqan: 72)
Kalangan
mufassir berkata, bahwa yang dimaksud dengan al-zuur di sini
adalah
hari-hari besar atau perayaan-perayaan kaum musyrik dan kafir. Dan,
hari-hari
besar merupakan perkara syar’i dan termasuk ibadah, maka tidak boleh
dikerjakan
kecuali ada dalil yang menunjukkannya (atas tauqifiyah).37
Perkara
tersebut adalah perkara ibadah, maka tidak boleh ditambah-tambah
ataupun
dikurangi dari apa yang telah disyari’atkan Nabi . Oleh karena itu tidak
dibolehkan
siapa pun untuk menambah satu hari raya saja, walaupun yang
semisal.
Karena, yang demikian itu berarti telah membuat syari’at baru di samping
syari’at
Allah. Demikian juga tidak boleh mengurangi Ied yang sudah disyari’atkan
Allah,
karena yang demikian itu berarti juga telah membuat syari’at baru. Hal itu
bisa
menyeret kepada kekufuran. Maka, Rasulullah melarang penduduk
36 Shahih Bukhari, Fathul Bari hadits
no. 3458. Dan, dalam Mushannif Abdurrazzaq hadits no. 3338, serta
Iqtidla Shirathal
Mustaqim juz
I hal. 343-344.
37 Lihat kembali Tafsir Ibnu
Katsir juz III hal. 328, 329.
. 31
Madinah
menghidupkan hari-hari besar mereka ataupun sejarah kebudayaan
tradisionalnya.
Seperti
yang diriwayatkan Abu Dawud, Ahmad, dan Nasa’I dengan sanad
yang
shahih dengan syarat Muslim: Rasulullah tiba di Madinah, ketika itu
mereka mempunyai dua hari raya dan mereka bersuka ria pada
kedua hari itu.
Maka, beliau bertanya: “Dua hari raya apa ini?” Mereka
menjawab: “Dua hari di
mana kita bersuka ria di masa jahiliyah.” Maka Rasulullah
bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menggantikan untukmu dua hari
raya yang lebih baik
daripada itu, yakni Idul Adha dan Idul Fitri.” 38
Dan,
Umar bin Khattab ra. pernah berkata: “Jauhilah musuh-musuh Allah
dengan menjauhi (tidak merayakan) hari-hari besar mereka.”
39
Karena
Ied (hari raya) merupakan ketetapan syari’at maka tidak boleh
ditambah-tambah
ataupun dikurangi.
Seperti
yang telah dimaklumi di kalangan ahli ilmu bahwa ternasuk hari
besar
adalah semua keramaian (perayaan) yang diadakan muslimin –dalam hal
ini—pada
waktu-waktu tertentu secara berulang-ulang (rutin). Boleh jadi setiap
bulan
atau setiap tahun atau setiap dua tahun atau setiap lima atau sepuluh
tahun,
baik sehari atau seminggu berturut-turut. Prinsipnya, tradisi tersebut
selalu
dirayakan oleh umat dalam jangka waktu tertentu, dan dengan cara (pola)
tertentu.
Semua itu termasuk disebut Ied (hari raya), walaupun bukan termasuk
hari
raya resmi atau hari raya yang telah disepakati.
Termasuk
dalam hal ini adalah yang sering disebut dengan hari besar
nasional,
ulang tahun pernikahan (kawin emas, kawin perak di Jawa, misalnya,
pent.),
ulang tahun kelahiran, selamatan, perayaan kelas, dan lain-lain hari besar.
Juga,
di antaranya yang disebut peringatan tujuh hari, seperti peringatan
tujuh
hatinya masjid, atau tujuh hari dari bulan keempat. Jika tidak diubah-ubah
harinya
dari waktu ke waktu (ketentuan waktunya tetap), maka hal itu termasuk
hari
raya. Aktivitas semacam itu sudah melampaui batas bid’ah, hingga
seandainya
ada orang cerdik di suatu masa, maka perkara ini akan dijadikan
sebagai
ketetapan syari’at. Dan, setiap yang dianggap tradisi oleh umat, meskipun
38 Abu Dawud hadits no. 1134. Lihat Iqtidla
Shirathal Mustaqim juz I hal. 432.
39 Sunanul Kubra oleh Baihaqi juz
IX hal. 234. Lihat Kanzul Amal hadits no. 1732.
. 32
tidak
disyari’atkan, maka perkara tersebut akan dianggap seolah-olah telah
disyari’atkan.
Ya, setiap tradisi yang diadakan oleh manusia padahal tidak ada
tuntunan
syar’inya, maka tradisi tersebut akan dianggap sebagai suatu ketetapan
syar’i.
Entah itu tradisi memperingati hari-hari besar yang diadakan dalam kurun
waktu
mingguan, bulanan, tahunan, atau waktu-waktu khusus, atau perayaanperayaan
lainnya.
Semua
ini tidak diragukan lagi di kalangan ahli ilmu dan orang-orang yang
mengamalkan
diennya (Islam), bahwa perkara semacam itu termasuk perayaanperayaan
terlarang.
XII. Meninggalkan Makan Sahur
Hal
ini sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Ahli Kitab.
Mereka
tidak pernah makan sahur kalau akan berpuasa. Dalam hadits riwayat
Muslim,
Nabi bersabda: “Perbedaan antara shaum kita dengan shaum Ahli Kitab
adalah makan sahur.” 40
Tetapi,
sangat disayangkan, kita lihat kaum muslimin di zaman sekarang ini
terjebak
dalam larangan ini. Khususnya terhadap orang-orang yang suka tidak
tidur
hingga dekat waktu sahur, tetapi kemudian mereka lalu tertidur ketika
mendekati
waktu sahur. Dan tidak diragukan lagi, bahwa mereka telah
meninggalkan
makan sahur secara sengaja. Ini tidak boleh, bahkan cara itu
merupakan
kebiasaan orang-orang kafir, yakni cara orang-orang Yahudi.
Kalau
ada yang mengatakan, bahwa hal itu bukan merupakan dosa dan
hanya
sekedar tidak melaksanakan sunnah Nabi , maka renungkanlah firman
Allah
Ta’ala ini: “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut
akan ditimpa cobaan (fitnah) atau ditimpa adzab yang
pedih.” (QS. An-Nuur: 63)
XIII. Mengakhirkan Berbuka
Sesungguhnya
menyegerakan berbuka merupakan sunnah dan akan
dijadikan
pembeda dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Seperti yang
diriwayatkan
Abu Dawud dan Hakim, dan dishahihkannya, bahwa Nabi
40 Shahih Muslim hadits no. 1096.
. 33
bersabda:
“Agama akan selalu tegak selama manusia menyegerakan berbuka,
karena orang-orang Yahudi dan Nasrani mengakhirkannya.” 41
Perangai
ini banyak menimpa di sebagian manusia, terutama dari kalangan
kaum
Rafidlah Syi’ah. Sebab, kalangan ahlu bid’ah Syi’ah biasanya
mengakhirkan
waktu
shalat maghrib, yakni hingga tampaknya bintang-bintang. Oleh karena itu
dengan
sendirinya waktu berbuka puasanya pun diakhirwaktukan.
Demikian
juga kadang menimpa di kalangan manusia yang terlalu berhatihati
dan
sok pandai dalam dien (Islam). Mereka kadang-kadang tidak percaya pada
para
muadzin, bahkan tidak percaya pada tenggelamnya matahari sehingga mereka
mengakhirkan
waktu berbuka dengan suatu alasan, bahwa hal itu untuk berjagajaga.
Ini
adalah bisikan(was-was) dan godaan dari setan, karena hal tersebut
menyebabkan
terjatuh pada larangan yakni mengakhirkan berbuka, padahal
menyegerakan
berbuka itulah yang disunnahkan.
Seperti
yang telah dinyatakan dalam hadits, bahwa orang-orang Yahudi
mengakhirkan
maghrib hingga keluar bintang-bintang, yakni hingga jelas
gemerlapnya
cahaya bintang-bintang oleh mata. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
Hakim
dan dishahihkannya, demikian juga Ibnu Majah dan Imam Admad dalam
musnadnya,
bahwa Nabi bersabda: “Umatku akan selalu dalam fitrah selama
tidak mengakhirkan maghrib sampai keluar bintang-bintang.”
42 Dan,
ditafsirkan
dalam
hadits lain bahwa yang demikian itu menyerupai Yahudi dan Nasrani.43
XIV. Mengasingkan Wanita Haidl
Mengasingkan
wanita yang sedang menjalani haidl, baik dalam
makanannya,
pergaulannya, tempat duduknya dalam rumah, merupakan perangai
orang-orang
Yahudi. Kebiasaan kaum Yahudi jika ada wanita yang sedang haidl
mereka
asingkan lantas dipisahkan makanannya dengan tempat duduknya di
dalam
rumah.
41 Abu Dawud hadits no. 2353, dan
Ibnu Majah hadits no. 1698, Hakim juz I hal. 432, dan dishahihkannya
dengan syarat Muslim.
42 Abu Dawud hadits no. 418, Ibnu
Majah hadits no. 689, Ahmad juz II hal. 449, dan Hakim menshahihkannya
dengan syarat Muslim juz I hal.
190, 191.
43 Dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dalam
Iqtidla Shirathal Mustaqim juz I hal. 481, Ahmad dalam Musnad-nya
juz IV hal. 943, dan Ibnu Hatim
dalam Murraasiil hadits no. 121.
. 34
Padahal,
Nabi telah melarang: “Berbuatlah sesukamu kecuali menikah
(yakni bersetubuh).” 44
Hal itu ketika beliau ditanya oleh
sebagian muslimin yang
melihat
perbuatan orang-orang Yahudi di Madinah.
XV. Larangan Shalat Ketika Matahari Terbit Atau Tenggelam
Adanya
larangan tersebut, sebab ketika matahari terbit atau tenggelam
berada
di antara dua tanduk setan dan pada waktu itu pula orang-orang kafir
bersujud.
Nabi telah memberi tahu tentang hal itu dalam hadits yang
diriwayatkan
Muslim dari ‘Amru ibnu ‘Abasah ra. dalam sebuah hadits yang
panjang.
Di antaranya dikatakan: “Shalatlah shubuh dan pendekkanlah hingga
matahari terbit sampai naik. Sesungguhnya ketika matahari
terbit, hal demikian ada
dalam keadaan di antara dua tanduk setan dan ketika itu
pula orang-orang kafir
bersujud.” 45
Dan, demikian pula ketika
tenggelamnya matahari.
XVI. Berdiri Memberi Hormat
Dilarang
berdiri kepada seseorang sebagai penghormatan kepadanya,
khususnya
jika orang tersebut mempunyai kedudukan atau kekuasaan dan
termasuk
dari kalangan pejabat tinggi. Adanya larangan tersebut telah dinyatakan
dalam
nash yang banyak.
Termasuk
di dalamnya adalah larangan bagi jama’ah shalat untuk berdiri,
padahal
imam shalatnya mengimami sambil duduk karena sedang sakit hingga tak
memungkinkannya
untuk berdiri. Seperti yang dinyatakan Nabi , bahwa
hendaklah
para makmum shalat jama’ah duduk sebagaimana dilakukan imam
shalatnya,
sebab dikhawatirkan timbul seperti orang-orang ‘Ajam yang mengambil
sikap
berdiri ketika bersama para pembesarnya. Rasulullah bersabda dalam
hadits
shahih yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ibnu Majah: “Jika imam shalat
dengan duduk maka shalatlah dengan duduk, sedang bila imam
shalat dengan
berdiri maka shalatlah dengan berdiri. Dan, janganlah
kalian melakukan apa yang
dilakukan orang-orang Persia terhadap para pembesar
mereka.” 46 Dan,
dalam
riwayat
lain dikatakan: “Jangan mengagung-agungkanku sebagaimana orang-orang
44 Shahih Muslim hadits no. 302.
45 Shahih Muslim hadits no. 832.
46 Abu Dawud hadits no. 602, Ibnu
Majah hadits no. 1240.
. 35
‘Ajam mengagung-agungkan yang satu dengan yang lainnya.” 47 Dan, dalam riwayat
Muslim
dikatakan: “Hampir saja kalian melakukan perbuatan sebagaimana
diperbuat oleh orang-orang Persia dan Romawi, mereka
berdiri untuk menghormat
raja mereka, sedangkan raja-raja tesebut dalam keadaan
duduk.” 48 Sabda
ini
dinyatakan
ketika para sahabat shalat dengan berdiri sedangkan Nabi shalat
dengan
duduk karena sakit.
XVII. Meratapi Mayat
Menangisi
mayat sambil meratapi kemudian menyediakan suatu sarana agar
orang
lain melakukannya juga, merupakan perbuatan yang dilakukan oleh orangorang
jahiliyah.
Rasulullah pernah bersabda dalam suatu hadits muttafaqun
‘alaihi:
“Bukan dari golonganku orang-orang yang memukul pipinya, menyobek
kantung bajunya, dan menyeru dengan seruan jahiliyah.” Perangai ini juga banyak
menimpa
kalangan muslimin sekarang ini.
XVIII. Bangga dengan Kebangsawanan, Mencela Nasab, dan
Minta Hujan
Kepada Bintang-bintang
Semua
ini merupakan perbuatan orang-orang jahiliyah yang telah dilarang
Nabi
dengan sabdanya: “Empat perkara yang masih dikerjakan umatku dan
merupakan perbuatan jahiliyah serta mereka tidak mau
meninggalkannya yaitu:
berbangga-bangga dengan kebangsawanan, mencela nasab,
minta hujan kepada
bintang-bintang, dan menangisi mayat sambil meratapi.” 49
XIX. Fanatik Kesukuan, Fanatik Madzab, dan Fanatik
Kebangsaan
Fanatisme
kesukuan, fanatisme madzab, dan fanatisme kebangsaan serta
segala
bentuk ashabiyah atau fanatisme kepada selain Islam. Tujuannya agar
timbul
rasa bangga dan ta’ashub (membanggakan keturunan). Sesungguhnya
semua
perbuatan tersebut merupakan perbuatan jahiliyah. Nabi telah bersabda
dalam
hadits shahih: “Bukan golonganku orang-orang yang menyeru kepada
ashabiyah,
dan bukan golonganku orang yang berperang karena ashabiyah, bukan
golonganku orang-orang yang mati dalam membela ashabiyah.” (HR. Abu Dawud
dan Muslim dengan makna yang sama.) 50
47 Lihat Abu Dawud hadits no. 5230.
48 Shahih Muslim hadits no. 413.
49 Shahih Muslim hadits no. 935.
50 Lafadz ini oleh Abu Dawud hadits
no. 5121, dan oleh Muslim dengan makna yang sama, hadits no. 1848.
. 36
Masalah
ashabiyah yang telah dilarang Nabi merupakan masalah paling
besar
yang menimpa kaum muslimin dahulu maupun sekarang. Dan, sebagian
ashabiyah yang
menimpa kaum muslimin sekarang, yang merupakan fitnah dan
penyebab
pecah-belahnya umat adalah fanatisme kesukuan dan fanatisme
kebangsaan
yang sempit (Chauvinisme). Sehingga, menjadikan kaum muslimin
bergolong-golongan
dan mereka terpecah-belah menjadi kelompok-kelompok.
Semoga
pembicaraan ini dapat menyadarkan kita betapa besarnya pengaruh
kesukuan
ini bagi mewabahnya ashabiyah jahiliyah di kalangan kaum muslimin,
dan
mengakibatkan bahu-membahunya orang-orang dzalim demi kesukuan atau
qaumiyah.51
Sedangkan,
Nabi telah memperingatkan hal ini dengan sabdanya:
“Barangsiapa yang menolong kaumnya dalam masalah yang
tidak benar, maka dia
seperti unta yang memakai mantel kemudian diambil karena
kesalahannya.” 52
XX. Shaum Hanya di Hari Kesepuluh Pada Bulan Muharram
Mengistimewakan
hanya di hari kesepuluh di Bulan Muharam, yakni
dengan
shaum asyura saja merupaka perbuatan terlarang, sebab orang-orang
Yahudi
mengerjakan yang demikian itu. Seperti yang diriwayatkan Imam Ahmad
dalam
Musnad beliau, bahwa Nabi bersabda: “Shaumlah di hari ‘Asyura’ dan
selisihilah dalam hal ini orang-orang Yahudi, (yakni
dengan) bershaum satu hari
sebelumnya atau satu hari sesudahnya.” 53
XXI. Menyambung Rambut Bagi Wanita
Yang
dimaksud menyambung rambut di sini adalah menyambung atau
menambah
rambut dengan rambut palsu yang telah Allah ciptakan atas wanita itu
(walaupun
rambut asli, pent), sebagaimana dilakukan orang-orang Yahudi.
Jika
wanita mengubah rambut aslinya (seperti menyambung dengan rambut
palsu,
ed.), maka sesungguhnya dia tidak/bukan bentuk asli, dan telah melanggar
batas
ketentuan-ketentuan yang dipahami para ahli ilmu (para ulama, ed.). Seperti
yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari hadits Muawiyah ra. yang pernah
berkata
ketika mengisahkan rambut yang disambung: “Sesungguhnya yang
51 Yang dimaksud di sini adalah
invasi Irak atas Kuwait di bawah bendera jahiliyah, dan tidak ada tujuan lain
kecuali mengokohkan fanatisme
golongan, kesukuan dan para pengikut hawa nafsu yang selalu berupaya
memalingkan kepada ashabiyah.
52 Musnad Ahmad juz I hal. 241. Lihat
Shahih Muslim hadits no. 1133.
53 Musnad Ahmad juz I hal. 241.
Lihat Shahih Muslim hadits no. 1133.
. 37
menyebabkan Bani Israil binasa adalah karena mereka
mengambil ini (rambut
palsu) untuk wanita mereka.” 54 “Aku
tidak melihat seorang pun mengerjakannya
kecuali orang-orang Yahudi.” 55
XXII. Hati yang Keras
Kerasnya
hati dan ketidakkhusyu’an terhadap ayat-ayat Allah atau dalam
berdzikir
kepada-Nya merupakan perangai orang-orang Yahudi yang dilarang Allah
dalam
firman-Nya: “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman
untuk tunduk hati-hati mereka mengingat Allah dan kepada
kebenaran yang telah
turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti
orang-orang sebelumnya yang
telah turun Al-Kitab kepada mereka kemudian berlalulah
masa yang panjang atas
mereka, lalu hati-hati mereka menjadi keras.” (QS.
Al-Hadid: 16). Yang dimaksud
orang-orang
yang diberi Al-Kitab adalah Yahudi dan Nasrani.
XXIII. Rahbaniyyah dan Tasyabbuh Dalam Agama
Inilah
perangai terburuk orang-orang Nasrani yang telah mencapai tingkatan
sebagai
penyampai ajaran agamanya (pastur) terhadap ketentuan yang tidak
disyari’atkan
Allah. Baik dalam ibadah dari urusan dunia, menghilangkan usaha
dalam
pencarian rizki, meniadakan jihad, dan meninggalkan atau melarang
bepergian,
mengharamkan yang mudah atau meninggalkannya dengan suatu
sangkaan
bahwa hal itu merupakan tuntunan agamanya.56
Atau, berlaku sok
pandai
dalam agama sehingga menyimpang dari manhaj yang benar, yakni dienul
Islam.
Adapun rahbaniyyah (kependetaan) merupakan perbuatan orang Nasrani.
Allah
telah melarang yang demikian itu, begitu pula Rasulullah dengan
sabdanya:
“Jangan berlebihan terhadap diri kalian, maka Allah akan
memperlakukan secara berlebihan pula terhadap kalian.
Sesungguhnya telah ada
suatu kaum yang terlampau berlebihan terhadap diri mereka,
maka Allah
memperlakukan secara berlebihan pula terhadap mereka.
Maka, itulah sisa-sisa
54 Shahih Muslim hadits no. 2742.
55 Lihat Iqtidla Shirathal
Mustaqim juz I hal. 253.
56 Kalau kita melihat gambaran dalam
sistem kerahiban, mereka biasanya meninggalkan hal-hal yang mubah
dengan tujuan untuk mengamalkan
agamanya, seperti tidak boleh memakai sepatu, tidak boleh mengendarai
mobil, tidak mau beristri, atau
tidak mau menggunakan prasarana dan alat-alat yang dibolehkan. Wallahu a’lam.
. 38
mereka di pertapaan dan kehidupan rahbaniyyah yang mereka ada-adakan,
padahal tidak kami perintahkan.” 57
57 Abu Dawud hadits no. 4904.
. 39
BAB IX
PENUTUP
Masalah
tasyabbuh ini merupakan topik yang sangat penting dan harus
dimengerti
kaum muslimin. Karena, muslimin di zaman sekarang ini sangat
banyak
yang terjebak dalam perangkat tasyabbuh yang sangat membahayakan
terhadap
dien Islam. Bahkan, ada sebagian di antara mereka yang derajat
ketasyabbuhannya
berada pada tingkat kufur dan ada pula yang sesat (dlalal).
Bahkan,
ada juga yang jatuh kepada tingkatan bid’ah. Walaupun penyakit
tasyabbuh ini
telah pula menimpa orang-orang zaman dahulu, akan tetapi tidak
sampai
separah sekarang. Kita dapat menemukan bahwa kaum muslimin di zaman
kini
mengikuti golongan selain mereka dalam sebagian besar perkara, kecuali
orang-orang
yang benar-benar dijaga Allah ‘Azza wa Jalla.
Sayangnya,
kaum muslimin sekarang ini telah mengikuti jejak langkah
orang-orang
kafir dalam segala jenis perkara, tidak saja mengikuti dalam satu segi
dari
perkara-perkara ibadah, adat-istiadat, atau yang lainnya, tetapi mengikutinya
secara
menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, baik dalam aqidah, syari’at,
akhlak,
pola tingkah laku, pola berpikir, metoda pendidikan, ekonomi, maupun
politik.
Contoh: seperti turut memperlakukan sistem perundang-undangan buatan
manusia
(hukum positif) dan meninggalkan dienullah (hukum Islam). Akibatnya,
kaum
muslimin baik secara berkelompok maupun dalam lingkup negara beserta
organisasi
atau negara-negara kafir, turut mendukung diberlakukannya hukum
positif
tersebut. Hingga, porak-porandalah kaum muslimin dan kemudian mereka
menanggalkan
dien Islam dalam banyak masalah. Sebagian kecil di antaranya,
dalam
aspek akhlak, tingkah laku dan petunjuk lahiriah lainnya. Bahkan, ada
beberapa
negeri muslim yang katanya berpegang kepada As-Sunnah ternyata
terjadi
sya’adzah (penyelewengan dan perbuatan-perbuatan tercela) dengan
mencontoh
pada akhlak dan budi pekerti orang-orang kafir. Hal ini dapat
dirasakan
di kalangan masyarakat.
Kami
di negeri ini, yakni Kerajaan Saudi Arabia, alhamdulillah, sebagian
besar
muslimin masih tetap memegang Islam dan masih tetap menjalankan
. 40
akhlak,
kebudayaan, hukum, dan perundang-undangan Islam. Ini merupakan
nikmat
dari Allah yang harus kita jaga selalu.
Akhirnya,
kami berusaha mewasiatkan pada diri kami sendiri dan kepada
saudara-saudaraku
muslimin agar selalu bertakwa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan
selalu memberi nasihat kepada kaum muslimin lainnya. Serta,
berusaha
untuk mengeluarkan mereka dari keadaan yang menyedihkan ini dengan
tetap
menjaga segala sesuatu yang telah ada pada kita di negeri ini, alhamdulillah.
Baik
dalam hal aqidah tauhid, sedikitnya bid’ah, menegakkan amar ma’ruf dan
nahi
mungkar, mengamlkan dien sesuai dengan tuntunannya, berhukum pada
syari’at,
dan lain-lain perkara As-Sunnah Azh-Zhahiriyah. Dan, merupakan
kewajiban
kita untuk membendung segala hal yang membawa kepada kubangan
dan
jebakan-jebakan orang-orang kafir serta amalan-amalan mereka yang
menjadikan
kita sebagai sasaran atau jajahannya.
Demikianlah
dan kami memohon kepada Allah semoga kita tetap
dihidupkan
dalam keadaan muslim dan dimatikan-Nya dalam keislaman.
Kemudian
kita dikumpulkan bersama para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin.
Semoga
kita diberi petunjuk ke jalan yang lurus serta menjauhkan kita dari jalan
yang
dimurkai-Nya dan dari jalan yang sesat.
Shalawat
dan salam kepada Nabi kita Muhammad , kepada keluarga
beliau,
dan seluruh sahabat-sahabat beliau.
Ditulis oleh: Nashir Ibnu Abdul Karim
al-Ali Al-Aql
Tidak ada komentar:
Posting Komentar