Ketahuilah,
semoga Allah merahmatimu, tauhid adalah mengesakan Allah
subhanahu
wa ta'ala dalam beribadah. Tauhid adalah agama para rasul yang
karenanya
mereka diutus ke segenap hamba-Nya1. Rasul yang pertama adalah
Nuh
'alaihis salam2.
Allah mengutus Nuh kepada kaumnya tatkala mereka
berlebih-lebihan
kepada orang-orang shaleh mereka seperti: Wadd, Suwa', Ya'uq,
Yaghuts,
Nasr.
Adapun
rasul terakhir adalah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliaulah
yang
menghancurkan patung-patung orang-orang shaleh tersebut3. Allah
mengutusnya
kepada kaum yang sudah terbiasa beribadah, menunaikan haji,
bersedekah,
serta banyak berdzikir kepada Allah, tetapi mereka menjadikan
sebagian
makhluk sebagai perantara antara mereka dengan Allah. Mereka
berdalih,
kami ingin agar mereka lebih mendekatkan kami kepada Allah, kami
ingin
syafa'at mereka di sisi Allah. Sedang para perantara itu terdiri dari para
malaikat,
Isa bin Maryam dan orang-orang shaleh lainnya.
Maka
Allah mengutus kepada mereka Muhammad shallallahu wa'alaihi wa sallam
agar
memperbaharui agama bapak mereka, Ibrahim 'alaihis salam, serta
mengkhabarkan
bahwa taqarrub dan keyakinan itu hanya hak Allah semata.
Keduanya
tidak patut diberikan kepada yang lain, meskipun sedikit, baik kepada
malaikat,
nabi yang diutus, apa lagi kepada selain mereka. Jika tidak, maka
sesungguhnya
orang-orang musyrik pun mengakui dan bersaksi bahwasanya
Allah
adalah Maha Pencipta dan Maha Pemberi rizki, tiada sekutu bagi-Nya. Tidak
ada
yang memberi rizki kecuali Dia, tidak ada yang menghidupkan dan
mematikan
kecuali Dia, dan tidak ada yang mengurusi segala perkara kecuali Dia.
Mereka
(musyrikin) juga mengakui dan bersaksi bahwa seluruh langit yang tujuh
berikut
isinya dan segenap bumi berikut isinya adalah hamba-hamba-Nya serta
berada
di bawah aturan dan kekuasaan-Nya.
1 Yang
dimaksud disini adalah tauhid uluhiyah, Allah berfirman [artinya]:"Dan
Kami tidak mengutus seorang rasulpun
sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya: bahwa tidak ada illah melainkan Aku, maka sembahlah Aku" (Al-
Anbiya:25)
2 Dalam
Shahih Bukhari disebutkan tentang hadits syafa'at:"...Datanglah kalian
kepada Nuh, Rasul pertama yang diutus
oleh Allah..."
3 Yakni
Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam menghancurkan patung-patung ketika
Yaumul-Fath, membersihkan
patung dan gambar di Ka'bah
Jka
Anda menginginkan dalil bahwa orang-orang musyrik yang diperangi
Rasulullah
shallallahu wa'alaihi wa sallam itu bersaksi demikian, maka bacalah
firman
Allah
"Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari
langit dan bumi, atau siapa
yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan
siapa yang
mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang
mengatur segala
urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Allah'. Maka
katakanlah:'Mengapa kamu
tidak bertakwa [kepada-Nya]." (Yunus:31)
Allah
juga berfirman [artinya]: "Katakanlah:'Kepunyaan siapa bumi ini dan
semua
yang ada padanya, jika kamu mengetahui?' Mereka menjawab:
'Kepunyaan Allah'.
Katakanlah: 'Maka apakah kamu tidak ingat?'
Katakanlah:'Siapa yang mempunyai
langit yang 7 dan yang mempunyai 'Arsy yang besar?' Mereka
menjawab:
'Kepunyaan Allah'. Katakanlah:'Mengapa kamu tidak
bertakwa?' Katakanlah:'Siapa
yang ditangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu
sedang Dia melindungi,
tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari [adzab] Nya,
jika kamu mengetahui?'
Mereka akan menjawab:'Kepunyaan Allah'. Katakanlah:
'[Kalau demikian], maka
dari jalan mana kamu ditipu?" (Al-Mu'minun:84-89)
Dan
masih banyak lagi ayat-ayat yang lain.
Walaupun
orang-orang musyrik mengakui hal tersebut (tauhid rububiyah), tetapi
tidak
menjadikan mereka sebagai ahli tauhid, yang tauhid [uluhiyah] inilah yang
merupakan
tujuan dakwah Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam kepada
mereka.
Dan tauhid yang mereka ingkari itu adalah tauhid ibadah (disebut juga
uluhiyah)
yang oleh orang-orang musyrik pada zaman kita mereka namakan
sebagai
"al-i'tiqad".
Seperti
mereka berdo'a kepada Allah sepanjang siang dan malam, kemudian
diantara
mereka ada yang berdo'a kepada para malaikat karena kesalehan dan
kedekatannya
dengan Allah sehingga bisa memberi syafa'at kepada mereka.
Atau
ada juga yang berdo'a kepada orang-orang shaleh, Latta misalnya atau nabi
seperti
Nabi 'Isa. Dan Anda tahu bahwasanya Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa
sallam
memerangi mereka karena jenis kemusyrikan ini dan menyeru agar
mengikhlaskan
ibadah hanya untuk Allah semata, sebagaimana firman Allah
ta'ala:
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan
Allah, maka janganlah
kamu menyembah seorangpun di dalamnya disamping
[menyembah] Allah" (Al-
Jin:18)
"Hanya bagi Allah lah [hak mengabulkan] do'a yang
benar. Dan berhala-berhala
yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan
sesuatupun bagi
mereka..." (Ar-Ra'd:14)
Dan
terbukti bahwa Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam memerangi
mereka,
agar berdo'a itu disampaikan hanya kepada Allah semata, agar setiap
penyembelihan
hanya kerena Allah, setiap nadzar karena Allah, istighotsah (minta
pertolongan)
hanya kepada Allah dan semua bentuk peribadahan ditujukan hanya
kepada
Allah semata.
Anda
tahu bahwa pengakuan mereka terhadap tauhid rububiyah saja tidak dapat
memasukkan
mereka kepada Islam, dan bahwa tujuan do'a mereka kepada para
malaikat,
nabi atau para wali agar mendapatkan syafa'at dan taqarrub
(kedekatan)
kepada Allah. Akan tetapi hal itu justru membuat halal darah dan
harta
mereka (kufur).
Jika
Anda telah mengetahui semua itu, maka Anda telah mengetahui tauhid yang
diserukan
oleh para rasul, dan tauhid yang diingkari oleh orang-orang musyrik.
Tauhid
yang dimaksud itulah makna dari kalimat "laa ilaaha illallah"
Adapun
pengertian "illah" bagi orang-orang musyrik itu, yang di mana
mereka
meminta
berbagai hal, baik berupa malaikat, nabi, wali, pohon, kuburan, atau jin;
mereka
tidak memaksudkan "illah" disini sebagai yang menciptakan, memberi
rizki
dan yang mengatur, sebab mereka mengetahui bahwa hal itu hanya hak
Allah
semata, sebagaimana yang telah saya kemukakan dimuka. Tetapi yang
mereka
maksud dengan "illah" adalah sebagaimana yang dimaksud oleh
orangorang
musyrik
di zaman kita dengan lafadz sayyid.
Lalu
Nabi Muhammad shallallahu wa'alaihi wa sallam mendatangi mereka untuk
mengajak
mereka kepada kalimat tauhid, yaitu "Laa Ilaha Illallah"(tidak ada
sesembahan
yang haq kecuali Allah). Dan yang dimaksudkan dengan kalimat ini
adalah
makna hakikinya, bukan sekedar lafadznya.
Orang-orang
kafir yang bodohpun mengerti, yang dimaksud Nabi shallallahu
wa'alaihi
wa sallam dengan kalimat itu adalah mengesakan Allah dengan selalu
bergantung
kepada-Nya, serta mengingkari dan berlepas diri dari segala sesuatu
yang
disembah selain Allah.
Maka
ketika Nabi shallallahu wa'alaihi wa sallam memerintahkan,
ucapkanlah:"Laa
Ilaha Illallah" (tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah),
orang
musyrik malah menjawab:
"Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu
sesembahan yang satu
saja? sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang
mengherankan "(Shad:5)
Jika
Anda telah mengatahui bahwa orang-orang kafir yang bodohpun memahami
hal
itu, maka sangat mengherankan jika ada orang yang mengaku muslim, tetapi
tidak
mengetahui tafsir dari kalimat [Laa Ilaha Illallah] yang diketahui oleh
orangorang
kafir
yang bodoh itu. Bahkan dia mengira bahwa kalimat [Laa Ilaha Illallah]
cukup
diucapkan saja huruf-hurufnya saja tanpa meyakini sesuatupun dari
maknanya.
Sedangkan orang intelektual dari mereka mengira bahwa makna Laa
Ilaha
Illallah yaitu:tidak ada yang menciptakan, memberi rizki dan mengatur
segala
urusan kecuali Allah. Karena itu, tidak ada kebaikan sama sekali
[pengetahuan]
seseorang yang orang-orang kafir lebih mengetahui daripadanya
tentang
makna Laa Ilaha Illallah.
Jika
Anda memahami apa yang saya uraikan dengan pemahaman yang
sesungguhnya,
dan Anda juga mengetahui jenis syirik yang dinyatakan Allah
dalam
firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang
dikehendakinya” (An-Nisaa’:48)
Dan
jika Anda telah mengetahui agama yang dengannya Allah mengutus para
rasul
dari sejak awal hingga paling akhir, yang Allah tidak menerima agama selain
daripadanya.
Dan Anda juga mengetahui pula kebodohan yang menimpa sebagian
besar
manusia terhadap masalah ini, niscaya Anda akan mendapatkan 2
pelajaran:
I. Merasa
senang dengan karunia Allah dan rahmat Allah, sebagaimana firman-
Nya:
"Katakanlah:'Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih
baik dari apa yang
mereka kumpulkan" (Yunus:58)
II. mempunyai
rasa takut yang besar. Karena, jika Anda mengetahui bahwa
seseorang
bisa kafir lantaran kata-kata yang diucapkannya, bahkan terkadang
kata-kata
itu ia ucapkan sementara ia tahu bahwa kata-kata itu bisa membuatnya
kafir,
tetapi ketidaktahuannya tidaklah dapat diterima sebagai alasan. Terkadang
pula
ia mengucapkan kata-kata-itu seraya mengiranya dapat mendekatkan dirinya
kepada
Allah, sebagaimana yang dikira oleh orang-orang musyrik; khususnya jika
Allah
memberi ilham kepada Anda tentang kisah kaum nabi Musa Alaihi Salam,
padahal
mereka itu orang-orang shaleh dan berpengetahuan, mereka datang
kepada
Musa Alaihi Salam sambil mengatakan:
“Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana
mereka mempunyai
beberapa tuhan (berhala).”(Al-A’raf:138).
Maka
hal-hal itu akan memperbesar rasa takut Anda, sekaligus Anda akan
berusaha
sekeras mungkin agar terbebas dari berbagai hal tersebut dan yang
sejenisnya.
. 6
Dan
ketahuilah, Allah Subhanahu WaTa’ala, karena hikmah-Nya tidak mengutus
seorang
nabi pun dengan membawa tauhid ini kecuali Dia menjadikan beberapa
musuh
untuknya, sebagaiman firman-Nya:
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu
musuh, yaitu setan-setan
(dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka
membisikan kepada
sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk menipu
(manusia agar tidak
beriman kepada nabi).”(Al-An’am:112).
Terkadang
musuh-musuh tauhid itu banyak memiliki ilmu, macam-macam
pustaka
dan berbagai argumentasi, sebagaimana disebutkan Allah Ta’ala dalam
Firman-Nya:
“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang
diutus kepada) mereka
dengan membawa keterangan-keterangan, mereka merasa senang
dengan (ilmu)
pengetahuan yang ada mereka.”(Al-Mu’min:83).
Jika
Anda telah mengetahui hal-hal di atas juga telah mengetahui bahwa jalan
kepada
Allah itu pasti ditentang oleh musuh, baik dari kalangan ahli orasi, kaum
intelektual
maupun mereka yang pandai adu argumentasi. Oleh karena itu, Anda
wajib
memahami agama Allah, sehingga mengerti apa yang mesti Anda jadikan
senjata
dalam memerangi setan-setan tersebut, yang mana pemimpin dan tokoh
mereka
(iblis) telah berikrar di hadapan Tuhan:
“Saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari
jalan Engkau yang
lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan
dari belakang
mereka, dari kanan dan kiri mereka ...”(Al-A’raf:16-17)
Namun,
jika Anda takut menghadap menuju Allah, lalu Anda mendengarkan
secara
seksama hujjah-hujjah Allah dan berbagai keterangan-Nya, maka Anda
jangan
merasa takut atau sedih, sebab:
. 7
“Sesungguhnya tipu daya setan adalah lemah.”(An-Nisa’:76).
Seorang
awam dari ahli tauhid bisa mengalahkan seribu intelektualnya orang
musyrik,
sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Dan sesungguhnya tentara Kami (rasul beserta para
pengikutnya) itulah yang pasti
menang.”(Ash-shaffat:173).
Para
tentara Allah itu pasti menang dengan hujjah dan lisan, sebagaimana mereka
menang
dengan pedang dan tombak. Hanya saja, yang ditakutkan seorang
muwahhid
(yang mengesakan Allah) menapaki jalan tanpa bekal senjata. Padahal
Allah
telah mengaruniai kita dengan kitab suci-Nya untuk menjelaskan sesuatu,
sebagai
petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi kaum muslimin.
Oleh
karena itu, pembawa kebatilan tidak akan dapat mendatangkan hujjah
kecuali
di dalam Al-Qur'an telah tercantum jawaban yang membatalkannya dan
menjelaskan
kebatilannya, sebagaiman firman-Nya:
“Tidaklah orang kafir itu datang kepada kamu (membawa)
sesuatu yang ganjil
melainkan Kami datang kepadamu suatu yang benar dan yang
paling baik
penjelasannya.”(Al-Furqan:33).
Sebagian
ahli tafsir mengatakan: ”Ayat ini bersifat umum, yakni dalam setiap
hujjah
yang disampaikan oleh para ahli kebatilan sampi hari kiamat.”4
Saya
akan sebutkan kepada Anda beberapa hal yang telah disebutkan Allah dalam
kitab-Nya
sebagai jawaban atas apa yang dijadikan hujjah kaum musyrikan
kepada
kita pada zaman ini. Kami katakan : Menjawab orang-orang musyrik itu
ada
dua metode, secara mujmal (global) dan secara mufashshal (rinci).
4
Saya nasehatkan agar membaca kitab “Tahkiimun
Naazhir bimaa jaraa minal Ikhtilaaf baina Ummati Abil Qaasim
Shallallahu
Alaihi wa Sallam”, karya Shalih bin Ahmad. Kitab ini sangat penting untuk
memangkas hujjah-hujjah para
ahli
kebatilan dari kalangan yang suka bertaklid buta dalam persoalan aqidah dan
hukum. Kitab ini diterbitkan oleh
Universitas
Islam, Madinah Munawwarah.
. 8
Adapun
jawaban secara mujmal, merupakan perkara agung dan bermanfaat besar
sekali
bagi orang-orang yang mau memikirkannya. Yaitu firman Allah Ta’ala:
“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu. Di
antara (isi)nya ada
ayat-ayat muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan
yang lain (ayat-ayat)
mutasyabihat. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya
condong kepada
kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang
mutasyabihat daripadanya
untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya.”(Ali
Imran:7).
Dan
dalam hadits shahih, Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda:
“Jika kalian melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat
mutasyabihat
daripadanya, maka mereka itulah orang-orang yang disebut Allah
(dengan sebutan
“dalam hatinya condong kepada kesesatan”), Oleh karena
itu, waspadalah
terhadap mereka.”5
Sebagai
contoh, apabila ada orang musyrik mengatkan : Allah berfirman:
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekhawatiran kepada
mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”(Yunus:62).
Atau
berdalil bahwa syafaat itu adalah benar adanya dan bahwa para nabi itu
mempunyai
kedudukan terhormat di sisi Allah, atau menyebut suatu ucapan Nabi
Muhammad
Shallallahu alaihi Wasallam yang ia gunakan sebagai dalil bagi
kebathilannya,
sedangkan ia tidak memahami makna ucapan yang ia sebutkan
itu,
maka hendaklah Anda menjawab:
5
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari
Aisyah Radhiyallahu 'anha, (Fathul Bari 8/57 no. 4547); Muslim no. 2127 dari
Aisyah
Radhiyallahu
'anha, Mukhtashar Al Mundziri; Shahih Sunan Tirmidzi (2932) dari Aisyah.
. 9
Sesungghuhnya
Allah telah menyebutkan dalam kitab-Nya Al-Qur'an bahwa
seseorang
yang dalam hatinya condong kepada kesesatan itu meninggalkan ayatayat
muhkamat
dan mengikuti ayat-ayat mutasyabihat. Dan apa yang saya
ungkapkan
kepada Anda bahwa Allah menyatakan, orang-orang musyrikin itu
mengakui
rububiyah Allah, dan bahwa kekufuran mereka itu disebabkan oleh
ketergantungan
mereka terhadap malaikat, nabi, dan para wali, dengan ucapan
mereka:
“Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi
Allah.”(Yunus:18).
Hal
ini adalah perkara yang muhkam (terang dan mudah dipahami), lagi jelas, tak
seorangpun
yang kuasa mengubah maknanya. Sedang apa yang Anda sebutkan
kepada
kami, wahai orang-orang musyrik, baik dari Allah maupun dari As-Sunnah
yang
dibawa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam maka kami taidak
mengetahui
maknanya. Tetapi kami bisa memastikan, bahwa firman-firman Allah
itu
tidak akan saling bertentangan, dan sabda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
Wasallam
tidak ada yang bertentangan dengan firman Allah Azza wa Jalla. Ini
adalah
jawaban yang baik dan benar .6
Tetapi
hal itu tidak akan dipahami kecuali oleh orang-orang yang diberi taufik oleh
Allah,
maka Anda jangan meremehkannya, karena Allah berfirman :
“Dan sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan kepada
orang-orang yang sabar
dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang
mempunyai
keberuntungan besar.”(Fushshilat:35).
Adapun
jawaban mufashshal (rinci) yaitu bahwasanya musuh-musuh Allah tidak
memiliki
banyak cara untuk menolak agama para rasul yang dengannya mereka
menghalang-halangi
manusia dari agama. Di antaranya mereka mengatakan :
Kami
tidak menyekutukan Allah, bahkan kami bersaksi tidak ada yang
menciptakan,
memberi rizki dan memberi manfaat atau madharat keculai Allah
semata,
tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu
6
Sebab para ahli kebenaran memahami
Allah dan As-Sunnah berdasarkan pehaman para salaf yang terdiri dari para
shahabat
dan para tabi’in, karena itulah pemahaman mereka-dengan izin Allah-tidak sesat.
. 10
alaihi
Wasallam tidak bisa memberikan manfaat atau menimpakan bahaya,7
apatah
lagi Syaikh Abdul Qadir 8 atau
lainnya. Tetapi kami adalah orang-orang
berdosa,
sedangkan orang-orang shaleh itu memiliki kedudukan dan kemulian di
sisi
Allah , karena itu kami meminta kepada Allah melalui mereka9.”
Untuk
menjawabnya adalah seperti yang dikemukakan di muka, yaitu
bahwasanya
orang-orang yang diperangi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
mereka
itu juga mengakui dengan apa yang Anda sebutkan, mereka juga
mengakui
bahwa patung-patung yang mereka sembah itu tidak bisa mengatur
suatu
apapun, tetapi mereka inginkan dari patung-patung itu (yang biasanya
merupakan
simbol orang-orang shaleh) kedudukan dan syafa’at di sisi Allah.
Kemudian
bacakanlah dalil-dalil yg sudah disebutkan dan diterangkan Allah
dalam
Kitabnya.10
Jika
dia mengatakan : Ayat-ayat (yang Anda sebutkan ) itu adalah ditujukan
untuk
para penyembah patung-patung, bagaimana Anda menyamakan orangorang
shaleh
itu dengan patung-patung? Atau bagaimana Anda menjadikan para
nabi
itu seperti patung-patung?
Jawabannya
adalah seperti di muka. Jika dia mengakui bahwa orang-orang kafir
itu
bersaksi bahwa seluruh rububiyah adalah milik Allah, dan bahwa mereka itu
tidak
menghendaki terhadap apa yang mereka tuju dari sesembahan itu selain
syafaat.
Namun, jika dia masih bersikeras membedakan antara perbuatan orangorang
kafir
itu dengan perbuatan dirinya, maka katakanlah bahwa di antara
orang-orang
kafir itu ada yang berdoa kepada patung-patung, ada pula yang
berdoa
kepada para wali, sebagaimana difirmankan Allah:
7
Berdasarkan firman Allah Ta’ala ,
artinya;”Katakanlah (hai Muhammad ):’Aku tidak berkuasa memberi kemanfaatan
bagi
diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah.
Dan sekiranya aku mengetahui yang
ghaib,
tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan di timpa
kemudharatan. Aku tidak lain
hanyalah
pemberi peringatan, dan pemberi kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.”(Al-A’raf:188).
Dan
sabda Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam kepada keluarga dan
kaumnya:”Aku tidak berguna sama sekali bagi
kalian
di sisi Allah.”
Dan
sabda beliau kepada Fatimah:”Wahai Fatimah binti Muhammad Shallallhu Alaihi
Wasallam, mintalah padaku apa
saja
yang kau kehendaki dari hartaku, (tetapi) aku tidak berguna sama sekali bagimu
di sisi Allah.”(Fathul Bari, 8/360,
hal
3771 dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu).
8
Beliau adalah Syaikh Imam Abu
Muhammad Abdul Qadir bin Abi Shalih Al-Jailani, seorang ahli zuhud terkenal.
Beliau
memilik
banyak karamah , ilmu dan ma’rifat, syaikh dalam madzab Hambali. Beliau
berkelana ke Baghdad saat usia
masih
belia. Dan sana ia belajar hadits kepada Al Baqillani, Ja’far As Siraj dan Abu
Bakar bin Suus, kemudian belajar
adab
(sastra) kepada Abu Zakaria At Tirmidzi dan lainnya.
9
Maksudnya menjadikan mereka sebagai
perantara, yakni perantara antara dirinya dengan Allah Yang Maha Dekat lagi
Maha
mengabulkan. Dan inilah yang dilakukan oleh para pemuja orang-orang mati. Hal
tersebut adalah suatu kekufuran
berdasarkan
ijma’ ulama. (Ibnu Mani’).
10
Yakni ayat-ayat yang menunjukkan
bahwa para penyembah patung-patung itu mengakui apa yang disebutkan Allah
(tentang
rububiyah Allah, pent.), tetapi meski demkian Allah mengkafirkan mereka,
membatilkan agama yang mereka
anut,
dan memerintahkan Rasul-Nya agar memerangi mereka.
. 11
“Orang-orang yang mereka serub itu, mereka sendiri mencari
jalan kepada Tuhan
mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada
Allah)”(Al-Isra:57).
Ada
pula yang menyeru kepada Isa bin Maryam dan ibunya, padahal Allah Ta’ala
telah
berfirman:
“Al- Masih (Isa) putera Maryam itu hanyalah seorang rasul
yang sesungguhnya
telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya
seorang yang sangat benar,
keduanya biasa memakan makanan. Perhatikanlah bagaimana
Kami menjelaskan
kepada mereka (ahli kitab) tanda-tAnda kekuasaan (Kami),
kemudian perhatikanlah
bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat
Kami itu). Katakanlah:
‘Mengapa kamu menyembah selain dari pada Allah, sesuatu
yang tidak bisa
memberi madharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?’
Dan Allahlah
Yang Mah Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al-Maidah:75-76).
Kemudian
disebutkan pula firman Allah :
“Dan (ingatlah) hari (yang diwaktu itu) Allah mengumpulkan
mereka semuanya
kemudian Allah berfirman kepada malaikat: ‘Apakah mereka ini
dahulu menyembah
kamu?’ Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau,
Engkaulah pelindung
. 12
kami, bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah jin ;
kebanyakan mereka
beriman kepada jin itu.”(Saba’:40-41).
“Dan (ingatlah), ketika Allah berfirman” ‘Hai Isa putera
Maryam, adakah kamu
mengatakan kepada manusia : ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua
orang tuhan selain
Allah?’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau , tidaklah patut
bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah
mengatakannya tentulah
Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada
pada diriku dan
aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau.
Sesungguhnya Maha
Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.”(Al-Maidah:116).
Lalu
katakanlah padanya : Bukanlah (dengan ayat-ayat di atas) Anda mengetahui
bahwa
Allah mengkafirkan orang-orang yang menyembah berhala, juga
mengkafirkan
pula orang-orang yang berdoa kepada orang-orang shaleh dan
bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memerangi mereka?
Jika
mereka berkata: Orang-orang kafir itu mengharapkan dari yang mereka
sembah
(orang-orang shaleh), sedangkan saya bersaksi bahwasanya Allah adalah
Dzat
yang memberi manfaat dan menimpakan madharat, Dialah yang mengatur
segala
sesuatu. Karena itu saya tidak mengharapkan kecuali daripada-Nya.
Adapun
orang-orang shaleh maka mereka tidak memiliki apapun, hanya saja saya
tujukan
doa itu kepada mereka dengan harapan agar mereka memberi syafaat
bagiku
di sisi Allah.
Jawaban
argumentasi ini: Bahwasanya seperti itu adalah sama saja dengan
ucapan
orang-orang kafir. Bacakanlah kepadanya firman Allah :
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah
(berkata): ‘Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami
kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya.”(Az-Zumar:3).
. 13
Dan
firman Allah:
“Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi
Allah.”(Yunus:18).
Ketahuilah,
ketiga syubhat tersebut 11 adalah
syubhat yang paling besar yang ada
pada
mereka.
Jika
Anda mengetahui bahwa Allah telah menjelaskan semuanya itu di dalam Al-
Qur'an
dan Anda telah memahaminya dengan baik maka berbagai syubhat selain
itu
adalah lebih mudah dan lebih ringan. Kalaupun dia berkata: Saya tidak pernah
menyembah
kecuali Allah. Demikian pula berlindung dan berdoa kepada mereka
bukanlah
ibadah. Maka katakanlah: Anda mengakui bahwa Allah mewajibkan
kepadamu
pemurnian ibadah hanya untuk-Nya, dan itu merupakan hak-Nya
atasmu.
Jika dia tidak mengetahui hakekat ibadah dan macam-macamnya maka
jelaslah
dengan mengutip firman Allah:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara
yang lembut.
Sesungguhnya, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.”(Al-
A’raf:55).
Jika
ayat-ayat di atas telah Anda beritahukan kepadanya maka katakanlah :
Bukankah
Anda mengerti bahwa berdoa merupakan ibadah, kepada Allah? Ia
tentu
akan menjawab, “ya”. Dan doa adalah otak (inti) ibadah.12 Lalu katakanlah :
jika
Anda mengakui bahwa berdoa adalah ibadah, sehingga Andapun berdoa
kepada
Allah sepanjang siang dan malam dengan penuh harap dan cemas, tetapi
pada
keperluan (permohonan) yang sama Anda juga berdoa kepada nabi atau
selainnya,
bukankah dengan begitu Anda telah menyekutukan Allah dengan
selain-Nya
dalam beribadah kepada-Nya? Ia mesti mengatakan, “ya”. Lalu
katakanlah
: jika Anda mengamalkan firman Allah:
11
Pertama , ucapan mereka: kami tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatupun; kedua, ucapan mereka bahwa ayatayat
tersebut
diturunkan dan ditujukan untuk orang-orang yang menyembah berhala; ketiga,
orang-orang kafir
mengharapkan
dari mereka (tidak sekedar sebagai pemberi syafaat). (Ibnu Mani’).
12
Berdasarkan hadits Anas dalam Sunan
Tirmidzi (9/310, At-Tuhfah) dengan sanad dhaif, di dalamnya terdapat Ibnu
Lahi’ah
dan dia adalah orang yang jelek hafalannya. Lihatlah takhrij Al-Misykaat(no.
2331) dan Dha’iiful Jami’ (no.
3003)oleh
Syaikh Al-Albani.
Adapun
hadits senada yang shahih adalah hadits Anda Nu’man bin Basyir Radhiyallahu
'anhuma dengan lafaz: “ Doa itu
adalah
ibadah”
Dikeluarkan
oleh Tirmidzi (9/311,At-Tuhfah) bab (no. 2370) Shahih Tirmidzi, (no. 2590) bab
tafsir, (no. 2685) bab Maa
Jaa’a
fi Fadhlid Du’Allah, Shahih Ibjnu Majah (no. 3086) bab Fadhlud Du’Allah, dan
dikeluarkan oleh Al-Hakim dalam Al-
Mustadrak
(1/491) dengan menyatakannya shahih dan disepakati oleh Adz-Dzahabi.
. 14
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah
kurban.”(Al-Kautsar:2).
Sehingga
Anda mentaati Allah dan berkurban untuk-Nya, bukankah ini ibadah? Ia
pasti
menjawab, “ya”. Maka katakalah jika Anda berkurban untuk makhluk, nabi,
jin
atau lainnya, bukankah dengan demikian Allah telah menyekutukan Allah
dalam
beribadah kepada-Nya? Ia pasti mengakui dan menjawab : “ya”. Lalu
katakanlah
pula : Orang-orang musyrik yang Al-Qur'an turun berbicara tentang
mereka,
apakah mereka menyembah malaikat, orang-orang shaleh, Latta dan
selainnya?
Ia mesti menjawab, “ya”. Lantas katakanlah: Bukanlah ibadah orangorang
musyrik
kepada mereka itu kecuali dalam bentuk doa (permohonan),
kurban
(penyembelihan) dan berlindung kepada mereka serta sejenisnya? Jika
tidak,
maka orang-orang musyrik itu mengakui bahwa Allahlah yang mengatur
segala
urusan . namun, doa dan perlindungan mereka kepada [para malaikat, jin,
orang-orang
shaleh dan sejenisnya itu hanyalah karena mereka (yang diminta) itu
memiliki
kedudukan dan syafaat. Ini jelas sekali.
Jika
dia berkata: Apakah mereka mengingkari syafaat Rasulullah Shallallahu
alaihi
Wasallam dan berlepas diri daripadanya? Maka jawablah: tidak, saya tidak
mengingkarinya,
juga saya tidak berlepas diri daripadanya, bahkan saya meyakini,
beliau
adalah Asy-Syaafi’ (yang memberi syafaat) dan Al-Musyaaffa’ (yang
diperkenankan
syafaatnya)13 dan
saya sangat mengharapkan syafaat beliau , tetapi
syafaat
itu semuanya kepunyaan Allah semata, sebagaimana firman Allah:
“Katakanlah: ‘Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya.”(Az-Zumar:44).
“Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa
seizin-Nya?”(Al-
Baqarah:255).
13
Berdasarkan hadits Anas
Radhiyallahu'anhu :Saya adalah orang yang pertama kali memberi syafaat dan
diperkenankannya
syafaatnya.” (Hadits shahih dengan berbagai bukti pendukungnya, lihatlah
Zhilalul Jannah fi
Takhriijis
Sunnah, no. 792, oleh syaik Al-Albani. Dan syaik Muqbil bin Hadi Al-Wadi’I
telah mengumpulkan hadits-hadits
semacam
ini dalam kitab Asy-Syafa’Al-Hadits, cet. Daar Thaibah, Riyadh).
. 15
Juga
beliau tidak dapat memberi syafaat kepada seorangpun kecuali Allah telah
mengizinkan
untuk memberi syafaat kepada orang itu. Allah berfirman:
“Dan mereka tidak dapat memberi syafaat melainkan kepada
orang yang diridhai
Allah.”(Al-Anbiya:28).
Sedangkan
Allah sendiri hanya ridha kepada tauhid, seperti yang di firmankan-
Nya:
“Siapa mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali
tidaklah akan diterima
(agama itu) dari padanya.”(Ali Imran:85).
Jadi,
jika syafaat itu semuanya milik Allah dan tidak akan diberikan kecuali
setelah
mendapatkan izin-Nya, dan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
Wasallam
serta orang lain tidak akan memberi syafaat kepada seseorang kecuali
setelah
Allah mengizinkan kepadanya, serta bahwa Allah tidak memberi izin
kecuali
bagi ahli tauhid; jelaslah bagi Anda bahwa syafaat itu semuanya adalah
milik
Allah Ta’ala , maka saya pun memohon dari-Nya dengan berdoa:
“Ya
Allah janganlah Engkau haramkan atasku syafaatnya (Muhammad), ya Allah
perkenankanlah
syafaatnya bagi diriku.”
Dan
doa-doa yang sejenis.
Jika
dia berkata: Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam diberi hak syafaat,
dan
saya memohon kepada beliau apa yang telah diberikan Allah kepadanya.
Maka
jawablah: Allah memberi syafaat dan Allah melarangmu memohon
langsung
kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam dengan firman-Nya
:
. 16
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan Allah, maka
janganlah kamu
berdoa kepada seorangpun di samping (berdoa kepada) Allah.”(Al-Jin:18).
Jika
Anda berdoa kepada Allah agar memperkenankan syafaat Nabi untuk Anda,
maka
taatilah firman Allah :
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan Allah, maka
janganlah kamun
berdoa kepada seorangpun di samping (berdoa kepada) Allah.”(Al-Jin:18).
Hak
syafaat itu juga diberikan kepada selain Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
Wasallam.
Maka benar, bahwa para malaikat akan memberi syafaat, al afrath 14
(anak-anak
kecil) akan memberi syafaat, juga para wali akan memberi syafaat 15.
Lalu
apakah dengan demikian Anda akan berkata: jika Allah memberi hak syafaat
kepada
mereka maka saya akan meminta syafaat kepada mereka? Jika ini yang
Anda
katakan berarti Anda kembali melakukan penyembahan kepada orang-orang
shaleh,
sebagaimana yang disebutkan Allah dalam Kitab Suci-Nya. Dan jika Anda
katakan,”tidak”
berarti batalah ucapan Anda terdahulu, “Allah memberinya (Nabi
Muhammad
Shallallahu alaihi wasallam) hak syafaat maka kepada beliau sebagian
dari
apa yang diberikan Allah itu padanya.”
Jika
dia berkata: Saya sama sekali tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu.
Sakali-kali
tidak! Namun berlindung kepada orang-orang shaleh bukanlah
termasuk
syirik. Maka jawablah: jika Anda mengakui bahwa Allah mengharamkan
syirik
melebihi pengharaman zina dan Anda pun mengakui bahwa Allah tidak
akan
mengampuninya, maka soal apakah yang diharamkan Allah itu serta yang
disebut-sebut
tidak akan diampuni-Nya? Pasti dia tidak akan tahu. Maka
katakanlah:
Bagaimana Anda akan membersihkan diri Anda dari syirik sementara
Anda
sendiri tidak mengetahui apa itu syirik? Bagaimana Allah akan
mengaharamkan
sesuatu kepada Anda dan Dia menyebutkan bahwa sesuatu itu
14
Al-Afrath maksudnya adalah anak-anak
kecil. Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu'anhu, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam bersabda:
“Tidaklah
seorang muslim dari golongan manusia yang kematian tiga anaknya yang belum
sampai baligh kecuali Allah
memasukannya
ke dalam surga karena rahmat-Nya kepada mereka.”(Riwayat Al Bukhari, 3/142 no.
1248, Fathul Bari)
15
Berdasarkan hadits Abu Sa’id
Al-Khudri Radhiyallahu'anhu yang diriwayatkan secara marfu’, Nabi bersabda:”Allah
Ta’ala berfirman
: Para malaikat telah memberikan syafaat , juga para nabi dan orang-orang mu’min
telah memberi
syafaat.
Tiada lagi setelah itu kecuali Tuhan yang Maha Pengasih, maka Dia menggenggam
satu genggaman dari Neraka,
lalu
Dia keluarkan darinya suatu kaum yang belum pernah berbuat suatu kebaikan
apapun.” (Hadits riwayat Muslim,
1/115-116;
Ahmad, 3/94. lihatlah Al-Aqidah Ath-Thahaawiyah, takhrij Syaikh Al-Albani, hal.
120 260 dan Hukmi
Taarikish
Shalat, oleh Al-Albani).
. 17
tidak
akan diampuni-Nya, lalu Anda tidak mau menanyakan dan tidak mau tahu
tentangnya?
Apakah Anda mengira bahwa Allah mengharamkan sesuatu dan tidak
menjelaskannya
kepada kita?
Jika
dia mengatakan: Syirik adalah penyembahan kepada berhala, sedang kami
tidak
menyembah berhala itu. Maka jawablah: apa makna menyembah berhala?16
Apakah
Anda mengira mereka mempercayai bahwa kayu-kayu dan batu itu yang
mencipatakan,
memberi rizki dan yang mengatur segala urusan orang-orang yang
memujanya?
Hal itu sungguh didustakan Al-Qur'an itu sendiri.17
Jika dia berkata:
menyembah
berhala maksudnya adalah memuja kayu, batu, atau bangunan pada
kuburan
atau sejenisnya, dimana para pemujanya memohon juga
mempersembahkan
sembelihan untuk sesembahannya seraya orang-orang itu
mengatakan
(meyakini) sesembahan mereka itu bisa lebih mendekatkan diri
mereka
kepada Allah dan bahwa Allah akan menolak bahaya dari mereka karena
berkah
dari sesmbahan yang mereka puja atau memberikan mereka sesuatu
karena
berkah sesembahan itu pula. Maka katakanlah: Anda benar! Dan itulah
perbuatan
Anda terhadap batu-batu bangunan-bangunan yang di atas kuburan
atau
lainnya. Ia juga mengakui bahwa perbuatan mereka sebagai penyembahan
terhadap
berhala-berhala, dan itulah yang dimaksud.
Juga
hendaknya dikatakan kepadanya: Ucapan Anda bahwa syirik adalah
menyembah
berhala ; Apakah yang dimaksud itu berarti bahwa syirik hanya
khusus
pada masalah tersebut? Dan bahwa bergantung kepada orang-orang
shaleh
serta meminta kepada mereka tidak masuk di dalamnya? Jika demikian,
berarti
ia menolak apa yang disebutkan Allah dalam kitab suci-Nya, tentang
kekafiran
orang-orang yang bergantung kepada malaikat, Isa atau kepada orangorang
shaleh.
Orang itu mesti mengakui di hadapan Anda bahwa siapa yang
menyekutukan
dalam Ibadah kepada Allah dengan seseorang dari kalangan orangorang
shaleh
maka hal ini termasuk syirik yang disebutkan dalam Al-Qur'an, dan
itulah
yang dimaksud.
Rahasia
persoalan ini adalah jika dia mengatakan: Saya tidak melakukan syirik
kepada
Allah. Maka tanyakan padanya: Apa sebenarnya syirik kepada Allah itu?
16
Makna menyembah berhala yaitu
mengambil berhal-berhala sebagai wasithah) perantara. Yakni penyembahan berhala
itu
berusaha mendekatkan diri kepadanya dengan sesuatu yang dianggapnya dapat
mendekatkan diri kepada Allah .
seperti
dengan melakukan penyembelihan kurban untuk berhala-berhala itu, bernazar dan
berdoa kepadanya.
Sebagaimana
yang dilakukan oleh orang-orang musyrik yang menyembah orang-orang mati.(Ibnu
Mani’).
17
Sebagaimana ditegaskan dalam firman
Allah Ta’ala :
“Katakanlah:
‘Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau sipakah yang
kuasa
(menciptakan)
pendengaran dan penglihatan,dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yg
mati dan
mengeluarkan
yang mati dari yang hidup dan sipakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka
menjawab
Allah.”(Yunus:31).
. 18
tolong
jelaskan! Jika dia menjawab: Syirik yaitu penyembahan berhala, maka
tanyakanlah:
Apa makna penyembahan berhala itu? Jelaskan! Jika dia menjawab:
Saya
tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah semata, maka tanyakanlah:
Apa
makna menyembah kepada Allah semata, jelaskan kepadaku! Jika dia
menjelaskan
sebagaimana yang dijelaskan Al-Qur'an maka itulah yang dimaksud.
Tetapi
jika dia tidak mengetahuinya, maka bagaimana mungkin ia mengakui
sesuatu
sementara ia tidak mengetahuinya? Dan jika dia menjelaskan tidak sesuai
dengan
maknanya maka Anda harus menjelaskan padanya ayat-ayat yang
menerangkan
tentang makna syirik kepada Allah dan makna penyembahan
berhala.
Dan tegaskan hal yang sama itulah yang dilakukan oleh orang-orang
pada
zaman sekarang ini. Jelaskan pula bahwa “ibadah kepada Allah semata
dengan
tidak menyekutukan-Nya” itulah yang membuat mereka ingkar kepada
kami
dan berteriak sebagaimana kawan-kawan mereka (orang-orang jahilayah)
telah
berteriak seraya mengatakan:
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu
saja? Sesungguhnya ini
benar-benar suatu hal yang mengherankan.”(Shad:5).
Jika
dia berkata : sesungguhnya mereka itu tidak kafir karena mereka meminta
kepada
para malaikat dan para nabi tetapi karena mereka mengatakan bahwa
para
malaikat adalah anak-anak permpuan Allah. Sedangkan kami tidak
mengatakan
: Abdul Qadir Jailani itu putera Allah atau lainnya. Maka jawabannya
adalah:
Sesungguhnya pernyataan bahwa Allah mempunyai anak adalah suatu
jenids
kekufuran tersendiri. Allah berfirman:
“Katakanlah:
‘Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya
segala sesuatu.”(Al-Ikhlas:1-2).
Al-Ahad
(Esa) artinya yang tidak ada yang semisalnya, sedangkan Ash-Shamad
(tempat
bergantung) maksudnya yang dituju untuk memenuhi berbagai
. 19
kebutuhan,18 barang siapa mengingkari hal ini maka
dia telah kafir, meskipun dia
tidak
mengingkari keberadaan surat itu. Dan Allah berfirman:
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak tidak ada tuhan
(yang lain) beserta-
Nya.”(Al-Mukminun:91).
Karena
itu, antara keduanya terdapat perbedaan jelas, sehingga Allah menjadikan
masing-masing
sebagai suatu kekufuran yang berdiri sendiri. Allah Ta’ala
berfirman:
“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu
sekutu bagi Allah, padahal
Allah lah yang menciptakan jin itu dan mereka mendustakan
(dengan mengatakan):
‘Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan,’
tanpa (berdasar)
ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari
sifat-sifat yang mereka
berikan.”(Al An’am:100).
Karenanya,
dua jenis kekufuran itu amatlah berbeda.
Dalil
lain dari masalah ini adalah bahwa orang-orang yang kafir karena memuja
Latta,
padahal ia adalah seorang yang shaleh, mereka tidak menjadikannya
sebagai
putera Allah; demikian juga dengan orang-orang yang kafir karena
menyembah
jin itu sebagai putera Allah. Semua ulama dari empat madzab
menyebutkan
dalam bab “Hukum orang Murtad” bahwa seorang muslim yang
mengira
Allah memiliki anak maka dia telah murtad. Dan mereka membedakan
antara
dua jenis kekufuraan tersebut. Ini sungguh jelas sekali.
Jika
dia membawakan ayat:
18
Demikian seperti yang disebutkan Imam
Ibnu Katsir dalam tafsirnya dari Ibnu abbas (4/609). Liaht tafsirnya dalam
Fathul
Bari (8/612), bab firman Allah (Allahush Shamad).
. 20
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(Yunus:62).
Maka
katakanlah: Inilah yang benar, tetapi mereka itu tidak disembah. Padahal
kami
tidak menyebutkan kecuali bahwa Allah dan mereka menjadikan para wali
itu
sebagai sekutu Allah. Sementara wajib bagi Anda mencintai, mengikuti dan
mengakui
karamah mereka. Dan sungguh tidak ada orang yang mengingkari
karamah
para wali kecuali ahli bid’ah dan orang-orang sesat. Agama Allah adalah
pertengahan
antara dua ujung, petunjuk antara dua kesesatan serta kebenaran
antara
dua kebatilan.
Jika
Anda sudah mengetahui bahwa hal yang dinamakan oleh orang-orang
musyrik
pada zaman kami ini dengan sebutan “al-i’tiqaad” merupakan syirik yang
dimaksud
dalam Al-Qur'an dan karenanya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
memerangi
manusia, maka ketahuilah bahwa bentuk syirik orang-orang terdahulu
itu
lebih ringan dari bentuk syirik orang-orang zaman kami ini. Dan itu karena
dua
hal:
Pertama: orang-orang
terdahulu tidak menyekutukan Allah serta tidak memohon
kepada
para malaikat, wali dan patung-patung di samping menyembah dan
memohon
Allah kecuali dalam keadaan senang. Adapun dalam keadaan kesulitan
maka
mereka hanya memurnikan permohonan kepada Allah semata, seperti
ditegaskan
dalam firman-Nya :
“Dan bila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah
siapa yang kamu seru
kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke
daratan kamu berpaling.
Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih (Al-Isra’
:67)
. 21
“Katakanlah: ’Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan
Allah kepadamu atau
datang kepadamu hari kiamat, apakah kamu menyeru (tuhan)
selain Allah, jika
kamu orang-orang yang benar! (tidak), tetapi hanya Dialah
yang kamu seru, maka
Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa
kepada-Nya, jika Dia
menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan yang
kamu sekutukan
(dengan Allah).”(Al-An’am:40-41).
“Dan bila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon
(pertolongan) kepada
tuhannya dengan kembali pada-Nya, kemudian bila Tuhan
memberikan ni’mat-Nya
kepadanya lupalah ia akan kemudharatan yang pernah ia
berdoa (kepada Allah)
untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia
mengada-adakan sekutu-sekutu
bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya.
Katakanlah: ‘Bersenangsenanglah
dengan kekafiranmu itu sementara waktu. Sesungguhnya, kamu
termasuk penghuni Neraka.”(Az Zumar:8).
“Dan bila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung,
mereka menyeru Allah
dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama.”(Luqman:32).
Maka
barang siapa yang sudah memahami masalah ini sebagaimana yang
dijelaskan
Allah dalam Kitab Suci-Nya, yaitu bahwasanya orang-orang musyrik
yang
diperangi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah orang-orang yang
. 22
berdoa
(memohon) kepada Allah dan berdoa pula kepada selain Allah dalam
keadaan
senang. Adapun dalam keadaan susah dan kesulitan maka mereka hanya
berdoa
kepada Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, dan mereka melupakan
sayid-sayid
mereka. Dari sini jelaslah perbedaan syirik orang-orang sekarang
dengan
syirik orang-orang terdahulu. Namun, adakah orang yang hatinya
memahami
masalah ini secara mendalam? Hanya Allah-lah tempat memohon
pertolongan.
Kedua: Orang-orang
terdahulu, di samping menyeru kepada Allah mereka juga
kepada
orang-orang yang dekat dengan Allah, baik para nabi, wali atau malaikat.
Juga
ada yang menyeru batu-batu atau pohon-pohon yang semuanya itu ta’at
kepada
Allah dan tidak maksiat kepada-Nya. Adapun orang-orang pada zaman
kita,
disamping kepada Allah, mereka pun menyeru kepada orang-orang yang
paling
fasik di antara ummat manusia. Orang-orang yang mereka seru itu adalah
orang-orang
yang menghalalkan perbuatan keji untuk mereka, seperti: berzina,
mencuri,
meninggalkan shalat atau lainnya. Sedang orang yang mempercayai
manusia
shaleh atau yang tidak berbuat maksiat seperti pohon atau batu tentu
lebih
ringan (dosanya) daripada orang yang mempercayai manusia yang diakui
kefasikan
dan kebejatannya, serta terkenal karenanya.
Jika
Anda telah mengetahui benar bahwa orang-orang musyrik yang diperangi
oleh
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam lebih sehat akalnya dan lebih ringan
syiriknya
daripada mereka itu, maka ketahuilah bahwa mereka itu memilki
syubhat
yang mereka kemukakan sebagai jawaban dari apa yang telah kami
sebutkan.
Syubhat ini termasuk terbesar. Karena itu dengarkanlah baik-baik
jawaban
dari syubhat tersebut. Syubhat itu adalah, bahwasanya mereka
mengatakan
: Sesungguhnya orang-orang yang Al-Qur'an diturunkan berkenaan
dengan
mereka, tidak bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah
kecuali
Allah dan mendustakan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam, mereka
pun
mengingkari kebangkitan,mendustakan Al-Qur'an dan menganggapnya
sebagai
sihir. Sedang kami bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah
kecuali
Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, kami mempercayai Al-
Qur'an,
mengimani hari kebangkitan, kami juga shalat dan puasa. Lalu bagaimana
Anda
menyamakan kami dengan orang-orang musyrik terdahulu?
Jawabannya
adalah, bahwasanya tidak ada perbedaan pendapat di antara para
ulama
jika seseorang membenarkan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam dalam
suatu
hal dan mendustakan beliau dalam hal lain, dia adalah kafir, tidak masuk
ke
dalam agama Islam. Demikian pula jika ia mengimani sebagian Al-Qur'an dan
. 23
mengingkari
sebagian yang lain. Misalnya, seseorang mengakui tauhid tetapi
mengingkari
kewajiban shalat, atau sebaliknya, mengingkari puasa, atau
mengakui
semuanya tetapi mengingkari kewajiban haji, maka hukum orang
seperti
itu adalah kafir. Karena itu, ketika beberapa orang tidak menunaikan
ibadah
haji pada zaman Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam maka Allah langsung
menurunkan
wahyu tentang mereka:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu bagi orangorang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah, barang
siapa yang
mangingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Maha
Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”(Ali Imran:97).
Dan
siapa yang mengakui semua hal tersebut di atas, tetapi mengingkari hari
kebangkitan
maka dia telah kafir berdasrkan ijma para ulama, serta darah dan
hartanya
menjadi halal. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya, dan
bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah
dan rasul-rasul-Nya
dengan mengatakan: ‘Kami telah beriman kepada yang
sebagian dan kami kafir
terhadap sebagian (yang lain), serta bermaksud (dengan
perkataan itu) mengambil
jalan (tengah) di antara yang demikian itu (iman atau
kafir), merekalah orang-orang
yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang kafir itu
siksaan yang menghinakan.”(An-Nisa’:150-151).
Jika
Allah telah menegaskan dalam kitab-Nya bahwa siapa yang mengimani
sebagian
dan mengingkari sebagian yang lain maka dia adalah orang kafir yang
sebenarnya.
Dengan demikian, syubhat ini pun menjadi sirna. Dan hal inilah yang
dikemukakan
oleh sebagian penduduk Ihsa’ (nama suatu tempat di daerah Saudi
Arabia)
dalam surat yang dikirimkan kepada kami.
. 24
Katakanlah
pula: jika Anda mengakui bahwa orang yang membenarkan Rasul
Shallallahu
Alaihi Wasallam dalam segala hal, tetapi dia mengingkari kewajiban
shalat,
maka dia telah kafir, dan darah serta hartanya menjadi halal berdasarkan
ijma’.
Demikian pula jika ia mengakui (mengimani) segala hal kecuali masalah hari
kebangkitan.
Juga, jika dia mengingkari kewajiban puasa Ramadhan meskipun
mempercayai
semua hal di atas, hukumnya adalah kafir. Semua madzab sepakat
dalam
hal ini, dan Al-Qur'an pun telah membicarakannya, sebagaimana yang telah
kami
jelaskan di muka.
Maka
nyatalah bahwa tauhid merupakan kewajiban terbesar yang dibawa Nabi
Muhammad
Shallallahu alaihi Wasallam; lebih besar dari kewajiban shalat, zakat,
puasa
dan haji. Lalu, bagaimana jika seseorang mengingkari salah satu perkara
itu
menjadi kafir, meskipun mengamalkan semua ajaran yang dibawa oleh
Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam, sementara tidak kafir orang yang
mengingkari
tauhid, padahal tauhid adalah agama para rasul? Maha Suci Allah ,
sungguh
mengherankan kebodohan ini.
Katakanlah
pula: Para shahabat Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam telah
memerangi
Bani Hanifah 19,
padahal mereka telah masuk Islam bersama Nabi
Shallallhu
Alaihi Wasallam, mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak
disembah
kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mereka
juga
melakukan adzan dan shalat. Jika dia menyanggah: Masalahnya karena
mereka
mengatakan Musailamah itu seorang nabi. Jika seorang yang mengangkat
seorang
laki-laki sampai derajat Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam adalah kafir,
halal
darah dan hartanya, dan bahwa shahadat dan shalatnya tidak berguna,
maka
bagaimana pula dengan orang yang mengangkat Syamsan, Yusuf,20 seorang
shahabat
atau nabi ke derajat Tuhan Yang Menguasai langit dan bumi? Maha Suci
Allah
, alangkah besar masalahnya.
“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang
tidak (mau)
memahami.”(Ar-Rum:59).
19
Mereka adalah Musailamh Al-Kadzdzaab
dan para pendukungnya. Para shahabat Radhiyallahu'anhum tidak berselisih
dalam
memerangi mereka, bahkan semua sepakat dalam satu kata.
20
Yusuf, Syamsan dan Taj adalah
nama-nama sebagian dari yang dipercayai negeri itu, sebagaimana Badawi, Dasuki
dan
Matbuli
di Mesir, atau Ibnu Arabi di Damaskus. Demikian keterangan Muhibbuddin
Al-Khatib Rahimahullah.
. 25
Katakanlah
pula: orang-orang yang dibakar oleh Ali bin Abu Thalib
Radhiyallahu'anhu
21 semuanya
juga mengaku sebagai muslim, mereka termasuk
di
antara shahabat Aliru serta belajar ilmu dari para shahabat, akan tetapi mereka
mempercayai
tentang Ali sebagaimana kepercayaan sebagian orang kepada Yusuf
atau
Syamsan dan yang sejenisnya, maka bagaimana mungkin para shahabat
bersepakat
memerangi dan mengkafirkan mereka? Apakah Anda mengira para
shahabat
mengkafirkan ummat Islam? Apakah Anda mengira kepercayaan
terhadap
Ali bin Abi Thalib suatu kekufuran?
Katakan
pula: Bani Ubaid Al Qaddah22 yang
menguasai Maghrib dan Mesir pada
zaman
Bani Abbas, mereka semua bersaksi bahwa tiadak ada Tuhan yang berhak
disembah
kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah. Mereka
mengaku
beragama Islam, menunaikan shalat Jum’at dan shalat berjamaah. Akan
tetapi
tatkala mereka menampakan pertentangan terhadap syari’at, dalam
beberapa
hal yang tidak sebesar apa yang sedang kita bicarakan ini, para ulama
sepakat
mengakafirkan dan memerangi mereka serta menyatakan bahwa negeri
mereka
adalah negeri Harb (yang boleh diperangi). Sehingga umat Islam pun
menyerang
mereka sampai dapat membebaskan negeri orang-orang Islam dari
cengkeraman
tangan mereka.
Juga
katakan: Jika orang-orang terdahulu tidak kafir kecuali karena mereka
sekaligus
melakukan syirik dan pengingkaran terhadap Rasul Shallallhu Alaihi
Wasallam,
Al-Qur'an, hari kebangkitan dan masalah lainnya, lantas apa arti bab
yang
disebut oleh para ulama dengan “Bab Hukum Orang Yang Murtad” yaitu
orang
Islam yang kafir setelah keislamannya, yang di dalamnya disebutkan
berbagai
perbuatan, yang melakukan salah satu perbuatan tersebut menjadi kafir,
harta
dan darahnya menjadi halal. Sampai disebutkan juga oleh mereka beberapa
perbuatan
remeh bagi orang yang melakukannya seperti mengucapkan suatu
kalimat
kufur dengan lisannya tanpa hatinya, atau menyebutkannya meski hanya
bersendau
gurau dan main-main saja.
Katakan
pula: Orang yang dimaksud oleh Allah dalam ayat-Nya:
21
Hadits bahwa Ali membakar orang-orang
Rafidhah dengan api, dikeluarkan oleh Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
(12/282)
dalam keterangan hadits Ikrimah no. (6922,3071). Dan ia berkata : “Sanad hadits
ini hasan.” Syaikhul Islam
Ibnu
Taimiyah juga menyebutkan dalam Al-Majmu (3/279 dan 13/33). Sedangkan
Al-Allamah Muhammad As Safarini
menyebutkannya
dalam Syarhud Durrah Al Mudhiyyah yang disebutnya Lawami’ul Anwar Al- Bahiyyah
(1/80).
22
Mereka adalah orang yang menamakan
diri sebagai Ayat Fathimaiyun secara dusta dan mengada-ada. Mereka itu,
sebagaimana
dikatakan oleh tidak sedikit ulama”secara lahiriah adalah Rawaafidh dan
batiniah adalah kafir”. Syaikhul
Islam
Ibnu Taimiyah berkata: “Paling tidak mereka mengaku sebagai orang-orang yang
menampakan Islam dan mentaati
syariat-Nya,
padahal tidak semua orang-orang yang menampakan keislamannya itu menjadi orang
yang beriman secara
batin.
Sebab, telah diketahui, terdapat dalam orang-orang yang menampakan Islam ada
yang mukmin dan ada pula yang
munafik.
Allah berfirman: “Di antara manusia ada yang mengatakan : ‘Kami beriman kepada
Allah dan hari kemudian’,
padahal
mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.”(Al Baqarah:8).
. 26
“Mereka (orang-orang munafik) itu bersumpah atas (nama)
Allah, bahwa mereka
tidak mengatakan sesuatu yang (menyakitimu). Sesungguhnya
mereka
mengucapkan perkataan kekafiran dan telah menjadi kafir
sesudah Islam.”(At-
Taubah:74).
Tidakkah
engkau mendengar bahwa Allah mengkafirkan mereka hanya karena
ucapan
mereka, padahal mereka hidup di zaman Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam,
berjuang bersama beliau, membayar zakat, dan melaksanakan haji?
Demikian
juga dengan orang-orang yang disebutkan Allah dalam firman-Nya:
“Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan
Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?’ tidak usah kamu minta maaf karena kamu
kafir sesudah
beriman.”(Taubah:65-66).
Allah
dengan jelas mengkafirkan mereka setelah keimanan mereka, karena ketika
mereka
bersama Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam dalam peperangan Tabuk
mengucapkan
suatu kalimat kufur yang mereka ucapkan dengan main-main23.
Maka
perhatikanlah syubhat ini dengan seksama, yaitu ucapan mereka: Apakah
kalian
mengkafirkan orang-orang dari kaum muslimin yang bersaksi bahwa tiada
tuhan
yang berhak disembah selain Allah, mendirikan shalat dan mengerjakan
puasa.
Kemudian perhatikanlah perhatikan jawaban yang telah dijelaskan, karena
hal
itu termasuk yang palaing besar manfaatnya dalam pembahasan buku ini.
Termasuk
dalil yang menunjukan hal tersebut yaitu kisah yang disebutkan Allah
tentang
bani Israil, bahwa dengan keislaman, keilmuan, dan kesalehan mereka,
mereka
mengatakan kepada Nabi Musa Alaihi salam:
23
Hadits ini dikelurkan oleh At Thabari
dengan sanad yang shahih, seperti dikatakan Syaikh Mahmud Syakir (no. 1692,
14/333)
dengan lafazh: dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Ada seorang lelaki dalam
perang Tabuk di sebuah majlis
mengatakan’Belum
pernah kita melihat orang seperti para pembaca Al-Qur'an ini (maksudnya Nabi
dan para
shahabatnya),
mereka itu lebih buncit perutnya,lebih dusta ucapannya dan lebih takut ketika
berperang”. Salah seorang
yang
ada di majlis itu berkata: “Pembohong, sungguh kamu adalah seorang munafik.
Akan saya laporkan hal ini kepada
Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam.” Hal itu pun terdengar oleh Rasulullah Shallallahu
alaihi Wasallam hingga
turunlah
ayat Al-Qur'an. Abdullah bin Umar berkata: “Saya melihatnya berpegangan pada
tali pelana unta Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam seraya berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami hanya
bersendau gurau dan mainmain
saja,’
Rasulullah pun menjawab: “Apakah dengan ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok. Tidak
kamu
minta maaf, karena kamu kafir setelah beriman.”(At Taubah:66).
. 27
“Buatlah untuk kami tuhan (berhala) sebagaimana mereka
mempunyai beberapa
tuhan.”(Al-Araf:138).
Dan
ucapan sebagian shahabat, “Buatkan bagi kami Dzaatu Anwaath”. Maka
Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam pun bersumpah bahwa ucapan semacam
ini
seperti ucapan Bani Israil terhadap Nabi Musa24
“buatlah bagi kami tuhan
(berhala)”.
Meski demikian, orang-orang musyrik masih saja menghembuskan
syubhat
lain dengan mengatakan mengenai kisah ini bahwa Bani Israil tidak
menjadi
kafir, demikian juga dengan orang-orang yang berkata kepada Nabi
Shallallhu
Alaihi Wasallam “Buatkan bagi kami Dzaatu anwaath” tidak menjadi
kafir
karena ucapan mereka itu.
Jawaban
atas syubhat ini: bahwa Bani Israil saat itu belum sampai menyekutukan
Tuhan
dengan mengambil tuhan selain Allah. Demikian juga dengan orang-orang
yang
meminta kepada Nabi, belum sampai menjadikan Dzaatu Anwaath sebagai
tempat
keramat mereka. Yang jelas, seandainya Bani Israil melakukan tersebut,
tentu
mereka menjadi kafir. Juga dengan orang-orang yang telah dilarang oleh
Nabi
Shallallhu Alaihi Wasallam, seandainya mereka tidak mentaati Nabi dan
menjadikan
Dzaatu Anwaath sebagai tempat keramat setelah mereka dilarang,
tentulah
mereka menjadi kafir. Inilah yang dimaksud. Namun, kisah ini juga
menunjukan
bahwa seorang muslim, bahkan seorang yang alim, kadang
terjerumus
dalam perbuatn syirik tanpa disadarinya. Jadi kisah ini memberikan
pelajaran
dan sikap waspada, juga memberikan pengertian, orang yang bodoh
apabila
mengatakan: “Saya sudah memahami tauhid” merupakan kebodohan yang
besar
dan tipuan setan. Pelajaran lain yang bisa diambil dari kisah di atas, yaitu
seorang
muslim yang berijtihad jika mengucapkan kata-kata kufur, tanpa
disadarinya,
lantas ia diperingatkan dan segera bertaubat dari perbuatannya itu,
maka
ia tidak menjadi kafir, haruslah diperingatkan dengan kata-kata yang keras
sebagaimana
yang telah dilakukan oleh Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam.
Masih
ada lagi syubhat lain yang mereka kemukakan, kata mereka: Nabi
Shallallhu
Alaihi Wasallam mengecam Usamah atas tindakannya membunuh
orang
yang telah mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’ dan beliau bersabda: “Apakah
24
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi
dalam bab “Sungguh kalian akan meniru cara orang-orang sebelum kalian”.
Katanya:
“hadits ini hasan shahih”. Menurut lafzh At Tirmidzi: Dari Abu Waqid Al Laitsi
bahwasanya Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam ketika sedang menuju Hunain, beliau melewati sebuah pondok
milik kaum Quraisy yang
disebut
dengan Dzaatu Anwaath tempat mereka menggantungkan senjata-senjata mereka.
Sebagian shahabat berkata:
“Wahai
Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath sebagaimana yang mereka miliki.”
Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam menjawab:
“Maha Suci Allah, ucapan ini seperti yang dikatakan oleh kaum Musa ‘Buatlah
untuk kami tuhan
(berhala)
sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan.’. demi Allah yang jiwaku ada di
tangan-Nya, sesngguhnya
kalian
akan meniru cara orang-orang sebelum kalian.”
. 28
kamu
membunuhnya setelah ia mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’.”25 Dan sabda
beliau:
“Saya diperintahkan memerangi manusia sehingga mereka mengucapkan
‘Laa
ilaaha illallaah’.”26 Juga
hadits-hadits yang lain mengenai perlindungan
terhadap
orang yang mengucapkannya.
Menurut
orang-orang bodoh itu, barang siapa yang telah mengucapkannya tidak
akan
kafir, dan tidak boleh dibunuh, sekalipun melakukan perbuatan apa saja.
Jawaban
terhadap orang-orang musyrik yang bodoh itu: Telah diketahui bahwa
Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam memerangi orang-orang Yahudi dan
menawan
mereka, padahal mereka juga mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’.27 para
shahabat
Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam juga memerangi Bani Hanifah padahal
mereka
bersaksi ‘La ilaha illallaah-Muhammad Rasulullah’, mengerjakan shalat
dan
mengaku beragama Islam. Demikian pula dengan orang-orang yang dibakar
Ali
bin Abi Thalib. Mereka yang bodoh ini mengakui bahwa orang yang
mengingkari
hari kebangkitan adalah kafir dan dibunuh, walaupun telah
mengucapkan
‘Laa ilaaha illallaah’, dan orang yang mengingkari salah satu dari
hukum
Islam juga kafir dan dibunuh, meski telah mengucapkan kalimat tersebut.
Lalu
bagaimana kalimat ini tidak berguna bagi orang yang mengingkari salah satu
cabang
dari ajaran Islam, tetapi berguna bagi orang yang mengingkari tauhid yang
merupakan
dasar dan sendi agama para rasul? Sungguh para musuh Allah ini
tidak
mengerti makna hadits-hadits tadi.
25
Hadits ini diriwayatkan oleh Al
Bukhari, dalam kitab Al Maghazi (Fathul Bari, 7/590, no. 4269), dan kitab Diyat
(12/119
no. 6872). Menurut lafzh Al Bukhari berdasarkan hadits dari Usamah
Radhiyallahu'anhu: “Kami diutus oleh
Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam ke kaum Al Hirqah. Kami pun menemui mereka
pada pagi harinya dan kami
segera
memerangi mereka. Saya, bersama salah seorang dari Anshar, bertemu dengan salah
satu musuh. Ketika kami
sudah
mengalahkannya, ia mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’. Orang Anshar tersebut
sgera menghentikan serangannya,
tetapi
saya menusuknya dengan tombak saya sampai meninggal. Sepulang kami, orang
Anshar itu mengadukan kepada
Rasulullah
Shallallhu Alaihi Wasallam, beliau bersabda: “Wahai Usamah, apakah kamu
membunuhnya setelah ia
mengucapkan
‘Laa ilaaha illallaah’? saya menjawab: “Ia mengucapkannya untuk melindungi
diri.”namun beliu terus
menerus
mengulang-ulang pertanyaanya hingga saya berangan-angan seandainya saya belum
masuk Islam sebelum hari
itu.”
26
Hadits ini mutawatir, diriwayatkan
oleh Al Bukhari dalam kitab Zakat (Fathl Bari , 3/300, no. 1399), bab ‘Membunuh
orang
yang enggan melaksanakan kewajiban dan yang sejenis dengan kemurtadan’. Menurut
lafazh Bukhari: Dari Abu
Hurairah
Radhiyallahu'anhu, ia berkata: Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam
meninggal, Abu Bakar
mengkafirkan
kembali orang-orang Arab yang kembali kepada kekufuran. Umar berkata: ‘Bagaimana
kita akan
memerangi
mereka, sedangkan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam telah bersabda:
“Saya diperintahkan memerangi
manusia
sehingga mereka mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’. Barang siapa
mengucapkannya, maka ia telah terlindung
harta
dan jiwanya dariku kecuali dengan sebab haq, dan perhitungannya atas Allah.”
27
Hadits tentang perang terhadap
orang-orang Yahudi di Bani Quraidah dan penawanan para wanita serta anak-anak
mereka,
diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Al Maghazi (Fathul Bari, 7/475 no. 4122),
dan Muslim dalam bab Hukum
memerangi dan mengingkari janji, dari Aisyah (no. 1154 Mukhtashar Al Mundziri). Menurut
lafazh Bukhari: Dari Aisyah
Radhiyallahu
'anha, katanya: Sa’d pada waktu perang Khandaq terkena panah seseorang dari
Quraisy namanya Habban
bin
Al Araqah, terkena pada urat tangannya. Maka Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam
mendirikan kemah di masjid agar
dapat
menjenguknya dari dekat. Tatkala Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam kembali
dari Khandaq, beliau meletakan
senjata
dan mandi. Lalu datnglah Jibril Alaihi Salam kepada beliau ketika sedang
membersihkan debu dari kepalanya,
seraya
berkata: “Engkau telah meletakan senjata? Demi Allah aku tidak meletakannya.
Keluarlah kepada mereka!”. Nabi
Shallallhu
Alaihi Wasallam bertanya: “Ke mana?”. Jibril pun menunjuk ke arah Bani
Quraidhah. Maka Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam mendatangi mereka, lalu mereka menyerahkan keputusannya
kepada Sa’d. Kata Sa’d:
“Sungguh
aku memutuskan terhadap mereka agar dibunuh orang yang ikut berperang, ditawan
para wanita dan anak
keturunan,
dan dibagi harta kekayaan mereka…”.
. 29
Adapun
hadits Usamah, sesungguhnya ia membunuh orang yang mengaku Islam
karena
menurut perkiraannya orang tersebut mengaku Islam hanyalah takut atas
jiwa
dan hartanya. Padahal jika seseorang menampakan keislaman, maka wajib
dilindungi
kecuali jika nyata-nyata ia melakukan tindakan yang bertentangan
dengan
pengakuanya.28 Allah
telah menurunkan ayat tentang hal tersebut :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi
(berperang) di jalan Allah, maka
telitilah.”(Anda-Nisa’:94).
Maksudnya,
carilah kepastiannya. Ayat ini menunjukan bahwa wajib hukumnya
menahan
diri dan bersikap hati-hati. Jika ternyata setelah itu ia melakukan apa
yang
bertentangan dengan ajaran Islam maka boleh dibunuh, berdasarkan firman-
Nya,
“Maka telitilah”. Jika tidak boleh dibunuh bila telah mengucapkan syahadat,
maka
tidak ada artinya perintah untuk teliti dalam hal ini. Demikian juga hadits
lain
yang semisalnya, mempunyai pengertian seperti yang telah kami sebutkan,
bahwa
orang yang menampakan keislaman dan tauhid, wajib dilindungi kecuali
jika
nyata-nyata perbuatannya bertentangan dengan hal itu. Dasarnya, Rasulullah
Shallallahu
alaihi Wasallam bersabda: “Apakah kamu membunuhnya setelah ia
mengucapkan
‘Laa ilaaha illallaah’?”, dan beliau juga bersabda: “Aku
diperintahkan
memerangi manusia hingga mereka mengucapkan ‘Laa ilaaha
illallaah’.”
Juga sabdanya tentang Khawarij:
“Di
manapun kalian bertemu mereka, maka bunuhlah mereka. Seandainya aku
menjumpai
mereka, niscaya aku akan membunuh mereka sebagaimana
pembunuhan
atas kaum ‘Ad.”29
28
Perlu Anda ketahui, semoga Allah
melimpahkan kebahagian kepada Anda dengan cahaya tauhid dan melindungi Anda
dari
noda-noda syirik, bahwa wajib menahan diri terhadap orang yang menunjukan
keislamannya, tidak boleh
menyebutnya
kafir atau yang semisalnya hingga nyata-nyata perbuatannya bertentangan dengan
keislamannya dan
membatalkannya.
Hal-hal yang membatalkan keislaman seseorang mengacu pada 10 kaidah, setiap
kaidah terdiri dari
bermacam-macam
bentuk dan rincian yang sulit dihitung. Kami sebutkan di sini secara ringkas,
yaitu: (1) Syirik dalam
beribadah
kepada Allah. (2) Mengangkat perkara antara dirinya dengan Allah. (3) Tidak
mengkafirkan orang-orang
musyrik
atau ragu atas kekafiran mereka, atau membenarkan pemahaman mereka. (4)
Berkeyakinan bahwa petunjuk
atau
hukum orang lain lebih sempurna atau lebih baik dari pada petunjuk atau hukum
Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam.
(5)
Membenci ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam ,
sekalipun ia mengerjakannya. (6)
Menghina
suatu ajaran agama Rasulullah, pahala atau siksanya. (7) Berbagai bentuk sihir.
(8) Membantu dan
mendukung
kaum musyrikin dalam melawan kaum muslimin. (9) berkeyakinan bahwa ada sebagian
manusia yang tidak
wajib
mengikuti syariat Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam. (10) Berpaling dari agama
Allah, tidak mempelajari dan tidak
pula
mengamalkannya. Lihat keterangannya dalam risalah yang kami susun, “Asyru Rasa’il
fit Tauhid wan Najat minas
Syirik.”
29
Diriwayatkan oleh Al Bukhari (Fathul
Bari, no. 6930, 6931), bab ‘Meminta Taubat dan memerangi Orang-orang Murtad
dan
yang Membangkang’; juga oleh Muslim 3/114), Anda Nasaa’I (no.3823,, Ash Shahih
oleh Al-Albani), dalam Shahih
Ibnu
Majah (no. 138-145)Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (10/224) dan Ibnu Abi ‘Ashim
dalam As-Sunnah Sunnah,
(no.
910,914 dst.) dengan takhrij Syaikh albani.
. 30
Padahal
mereka itu adalah orang-orang yang banyak beribadah dan berdzikir
dengan
‘Laa ilaaha illallaah’ bahkan para shahabat memandang rendah shalatnya
di
hadapan mereka, padahal mereka itu belajar ilmu dari para shahabat.
Jadi,
ucapan ‘Laa ilaaha illallaah’, ibadah yang banyak dan pengakuan keislaman,
sama
sekali tidak berguna bagi mereka tatkala tampak dari mereka perbuatan
yang
bertentangan dengan syariat.
Demikian
pula apa yang kami sebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam
memerangi orang-orang Yahudi, dan para shahabat memerangi Bani
Hanifah.
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam pun pernah berniat menyerang
Bani
Al Musthaliq ketika diberi tahu mereka menolak membayar zakat, sehingga
Allah
menurunkan firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik yang membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengatahui keadaan yang
menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al Hujarat:6).
Dan
ternyata orang yang membawa kabar itu memang berdusta atas mereka.30
30
Hadits ini disebutkan al Haitsami
dalam Majma’uz Zawaaid (7/109), katanya: “Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad
dan
Ath
Thabrani, dan para periwayat yang disebutkan Ahmadadl orang-orang yang
terpecaya.” Juga disebutkan Ibnu
Katsirdl
tafsirnya (4/223), dan Ibnul Qayyim dalam tafsirnya yang disebut dengan tafsir
Al Qayyim, hal 440. menurut
lafazh
Ibnu Katsir dari hadits Al Haris bin Diraar Radhiyallahu 'anhu , katanya: “Saya
mengahdap Rasulullah Shallallahu
alaihi Wasallam,
beliau pun mengajak saya untuk masuk Islam dan saya masuk Islam, beliau pun
mengajak saya untuk
menunaikan
zakat, dan saya mau menunaikannya, saya katakan: ‘Wahai Rasulullah, sy akan
kembali ke kaum sy untuk
mengajak
mereka masuk Islam dan menunaikan zakat. Barang siapa mau mengikuti, sy aka
mengumpulkan zakatnya.
Selanjutnya
engkau kirim seseorang kepada sewaktu-waktu tertentu untuk mengambil zakat yang
telah sy kumpulkan
dan
menyerahkannya kepadamu.’ Ketika Al Harits telah mengumpulkan zakat dari
orang-orang yang mengikuti
dakwahnya
dan telah sampai waktu yang dijanjikan Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam, ternyata pada waktu itu
Rasulullah
berhalangan dan td bisa mengirim seseorang untuk mengambil zakat, hingga Harits
mengira Allah dan Rasul-
Nya
sedang marah terhadapnya. Kemudian mengumpulkan kaumnya berkata : ‘Sungguh
Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam telah
menentukan waktu untuk mengirim utusannya guna mengambil zakat yang telah aku
kumpulkan .
Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam tidak pernah mengingkari janji dan beliau
tidak menunda pengiriman utusannya
kecuali
karena kemarahan. Mari ikut saya menemui Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam .’ pada saat itu Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam mengirim Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat. Ketika
Walid sudah berangkat beberapa
lama,
di tengah jalan ia merasa ketakutan, lalu ia kembali kepada Rasulullah Shallallahu
alaihi Wasallam dan
berkata:’Wahai
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam, sesungguhnya Al Harits menolak
menyerahkan zakat kepadaku
dan
hendak membunuhku.’ Mendengar hal tersebut, Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam marah dan mengirimkan
pasukan
kepada Al Harits Radhiyallahu 'anhu . ketika pasukan ini baru keluar dari
Madinah, mereka bertemu dengan Al
Harits
dan berkata: ‘Itu Al Harits!’. Ketika mendekati mereka, Al Harits bertanya: ‘Kepada
siapa kalian dikirim Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam ?’ Mereka menjawab:’kepadamu.’ Al Harits selanjutnya
bertanya:’Kenapa?’ Mereka menjawab:
‘Sungguh
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam telah mengirim Walid bin Uqbah
kepadamu dan beliau mengira engkau
telah
menolak membayar zakat dan hendak membunuhnya.’ Al Harits berkata: ‘Demi Allah
yang telah mengutus
Muhammad
Shallallhu Alaihi Wasallam dengan haq, sama sekali saya belum bertemu Walid bin
Uqbah dan dia tidak
mendatangi
saya. Kedatangan saya di sini karena Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam terlambat
mengirmkan
utusannya
hingga saya khawatir ini karena kemarahan aad Rasul-Nya.’ Setelah itu turunlah
ayat ‘Wahai orang-orang
yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik…..”
. 31
Itu
semua menunjukan bahwa maksud Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam dalam
hadits-hadits,
yang mereka jadikan dalih, adalah apa yang kami sebutkan tadi.
Ada
syubhat lain yang mereka kemukakan, yaitu apa yang disebutkan oleh Nabi
Shallallhu
Alaihi Wasallam bahwa umat manusia pada hari kiamat meminta
pertolongan
kepada Nabi Adam, kemudian kepada Nabi Nuh, kemudian kepada
Nabi
Ibrahim, kemudian kepada Nabi Musa dan kepada Nabi Isa. Para nabi itu
semuanya
menyatakan tidak bisa menolong , sehingga mereka akhirnya datang
kepada
Nabi Muhammad Shallallhu Alaihi Wasallam. Menurut mereka, hal ini
menunjukan
bahwa minta pertolongan kepada selain Allah bukan merupakan
perbuatan
syirik.
Untuk
menjawab syubhat ini, kita katakan: Meminta pertolongan kepada makhluk
dalam
rangka yang mampu dilakukannya, kita tidak mengingkari
kebolehannya,seperti
yang difirmankan Allah Ta’ala dalam kisah Nabi Musa:
“Maka
orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya untuk
mengalahkan
orang yang dari musuhnya.”(Al Qashash:15).
Seperti
halnya seseorang yang meminta pertolongan kepada temannya ketika
dalam
peperangan dan perkara-perkara lain yang mampu dilakukan oleh
makhluk.
Namun kita menolak istighatshah ibadah (meminta pertolongan secara
ibadah)
seperti yang mereka lakukan di atas kuburan para wali, atau ketika para
wali
tidak hadir di hadapan mereka, atas perkara-perkara yang tidak mampu
dilakukan
kecuali oleh Allah semata.”31
Jika
hal tersebut telah jelas, maka perlu diketahui bahwa meminta pertolongan
pada
para nabi pada hari kiamat, maksudnya agar mereka memohon kepada Allah
semoga
berkenan menghisab manusia sehingga ahli Surga terbebas dari
malapetaka
yang daksyat di tempat dikumpulkannya para makhluk pada hari itu.
Hal
ini boleh hukumnya, baik di dunia maupun di akhirat. Anda boleh mendatangi
seorang
shaleh yang masih hidup, hadir duduk bersama Anda dan mendengar
ucapan
Anda, lalu meminta kepadanya,”Doakan kepada Allah untukku!..”
sebagaimana
para shahabat meminta kepada Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam
di masa hidup beliau. Sedangkan setelah beliau wafat, sama sekali
mereka
tidak pernah meminta kepada nabi di sisi kuburan beliau. Bahkan para
31
Bahkan dalam perkara yang bisa
dilakukan oleh mkhluk, kita tidak boleh meminta pertolongan kepada orang yang
sudah
meninggal atau dalam keadaan ghaib (tidak hadir di hadapan kita)
. 32
salaf
mengingkari orang yang berdoa langsung kepada Allah jika dilakukan di sisi
kuburan
beliau.Lalu, bagaimana dengan permintaan yang ditujukan kepada beliau
sendiri?
Masih
ada lagi syubhat mereka yang lain, yaitu kisah Nabi Ibrahim Alaihi salam
ketika
dimasukkan ke dalam api, malaikat Jibril menampakkan diri di
hadapannya
dan berkata: “Apakah engkau perlu sesuatu? Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam
menjawab:” Saya tidak memerlukan sesuatu darimu””32
Kata
mereka: seandainya meminta pertolongan kepada Jibril merupakan
perbuatan
syirik, tentu Jibril tidak menawarkan kepada Ibrahim.
Jawabnya:
Hal ini sejenis dengan syubhat pertama. Jibril menjawab kepada Nabi
Ibrahim
bantuan yang mampu ia lakukan, karena ia mempunyai sifat seperti yang
disebutkan
Allah dalam firman-Nya:
“Ucapan itu tiada lain adalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya), yang
diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.”(Najm:4-5).
Jika
Allah mengizinkan kepadanya untuk mengambil api yang membakar Ibrahim
atau
mengambil tanah dan gunung-gunung sekitarnya kemudian
melemparkannya
ke arah timur atau barat, niscaya Jibril melakukannya. Dan
seandainya
Allah memerintahkannya untuk menempatkan Ibrahim di tempat yang
jauh
dari musuh-musuhnya, niscaya Jibril akan melaksanakannya. Andaikata
pula
Allah memerintahkan untuk mengangkat Ibrahim ke langit, niscaya ia
laksanakan.
Ini seperti halnya seorang kaya yang mempunyai banyak harta,
melihat
seseorang yang membutuhkan, lalu ia menawarkan pinjaman kepadanya
atau
memberinya sesuatu bantuan untuk memutupi kebutuhannya, lantas orang
yang
membutuhkan tersebut menolak bantuan itu, karena ia lebih memiliki
32
Disebutkan Al Baghawi dalam tafsir
surah Al Anbiya’ dengan menyatakan dha’if. Katanya: “Diriwayatkan dari
Al Ahbar
bahwa
Ibrahim Alaihi Shalatu was Salam ….tatkala mereka melemparkannya dengan
manjaniq (alat perang zaman
dahulu)
ke dalam api, beliau pun ditemui oleh Jibril seraya berkata kepadanya: ‘Hai
Ibrahim! Apakah engkau perlu
sesuatu?’
Ibrahim menjawab: “Jika kepadamu, maka saya tidak perlu sesuatu.’ Kata Jibril: ‘Maka
mintalah kepada
Tuhanmu!’
Ibrahim menjawab: ‘Cukuplah dengan permintaanku bahwa Dia Maha Tahu akan akan
keadaanku’.” Dan
disebutkan
oleh Ibnu Katsir berasal dari sebagian salaf (3/193). Syaikh Al-Albani dalam
Silsilah Adh Dha’ifah berkata:
“Kisah
ini tidak ada dasarnya… Jelasnya, perkataan yang katanya berasal dari
Ibrahim Alaihi Shalatu was Salam ini
tidak
layak diucapkan oleh seseorang muslim yang mengetahui kedudukan doa dalam agama
Islam, lalu bagaimana hal
itu
diucapkan seorang nabi yang menyebut kita dengan ‘muslimin’? Kemudian saya
dapatkan hadits ini disebutkan Ibnu
Iraq
dalam Tanzihusy Syariah al Marfu’Al-Hadits ‘Anil Akhbarisy Syani’atil Maudhu’Al-Hadits,
dan katanya (1/250): Ibnu
Taimiyah
menyatakan maudhu’.”
. 33
bersabar
hingga Allah memberinya rizki dengan karunia-Nya semata. Apakah hal
ini
termasul istighasah ibadah dan syirik, jika mereka memahami.?33
Mari
kita tutup pembahasan ini, Insya Allah, dengan permasalahan yang besar
dan
penting sekali, yang dapat dipahami dari yang telah kita bahas terdahulu.
Sengaja
kita bahas tersendiri karena permasalahan ini amat penting dan
banyaknya
kesalahan mengenainya.
Tidak
ada pertentangan bahwa tauhid harus dilakukan dengan hati, lisan dan
perbuatan.
Jika salah satu dari ketiga hal ini tak terpenuhi, maka seseorang
belum
bisa dikatakan muslim. Jika mengetahui tauhid tetapi tidak
mengamalkannya,
maka ia adalah seorang kafir keras kepala, seperti Fir’aun, Iblis
dan
semisalnya. Banyak orang yang salah dalam hal ini. Mereka mengatakan: “Ini
adalah
kebenaran. Kami memahaminya dan bersaksi bahwa itulah yang benar.
Namun
kami tidak mampu melaksanakannya. Tidak boleh bagi masyarakat negeri
kami
kecuali yang sesuai dengan mereka, dan alasan-alasan lainnya.” Orang yang
perlu
dikasihani ini tidak mengerti bahwa mayoritas para pemimpin kekafiran pun
mengetahui
kebenaran, tetapi mereka meninggalkannya hanya karena adanya
sesuatu
dari alasan-alasan tersebut. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Mereka menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah.”(At-Taubah:9)
“Mereka mengetahui Muhammad itu sebagaimana mereka
mengenal anak-anak
mereka sendiri.”(Al-Baqarah:146)
Dan
berbagai ayat lainnya yang senada. Apabila seseorang mengerjakan tauhid
hanya
dengan amal lahir saja tanpa memahaminya, atau tidak mempercayai
dengan
hatinya, maka dia adalah seorang munafik yang lebih buruk daripada
orang
kafir.
33
Mereka yang meminta pertolongan
kepada orang yang sudah mati – semoga Allah menunjuki mereka- tidak
mengetahui
bahwa orang yang sudah mati itu tidak bisa mendengar orang yang meminta
pertolongan kepadanya,
berdasarkan
firman Allah, artinya: “Jikalau kamu berdoa kepada mereka, niscaya mereka tidak
bisa mendengar doamu.”
Saya
nasehatkan kepada mereka agar membaca kitab “Al Ayaat al Bayyinat fii ‘Adami
Simaa’ al Amwaat” (Tanda-tanda
nyata
tentang ketidakmampuan orang-orang yang sudah mati untuk mendengar), karya Al
Alusi, dengan tahqiq Syaikh
Al-Albani.
. 34
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada
tingkat yang paling
bawah dari Neraka.”(An-Nisaa’:145).
Permasalahan
ini merupakan masalah besar dan panjang, akan nyata bagi Anda
jika
Anda perhatikan ucapan orang-orang. Anda melihat seseorang mengetahui
kebenaran
tetapi ia tidak mengamalkannya karena takut berkurang kekayaan
duniawi
atau pangkat kedudukannya, atau karena ingin menyenangkan orang
lain.
Anda juga melihat ada yang mengamalkannya sebatas lahirnya saja,
sementara
hatinya tidak; jika Anda tanyakan kepadanya tentang apa yang diyakini
dalam
hatinya, ia tidak mengetahuinya. Namun, hendaknya Anda memahami dua
ayat
Al-Qur'an berikut ini:
Pertama
, firman Allah yang disebutkan di muka:
“Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah
beriman.”(At-
Taubah:66).
Jika
sudah jelas bagi Anda bahwa sebagian shahabat yang ikut berperang
melawan
Romawi bersama Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam menjadi kafir
lantaran
kalimat kafur yang mereka ucapkan hanya dengan sendau gurau dan
main-main,
maka nyatalah bagi Anda bahwa orang yang mengucapkan kekufuran
atau
melakukannya karena takut berkurang kekayaan duniawi atau pangkat
kedudukannya,
atau karena ingin menyenangkan orang lain, adalah lebih berat
daripada
orang yang mengucapkan sesuatu hanya sekedar bermain-main.
Kedua,
firman Allah Ta’ala:
“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman
(dia mendapat
kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa (kafir)
padahal hatinya tetap tenang
dalam keadaan beriman (dia tidak berdosa)”(An-Nahl:106).
Allah
tidak memaafkan seseorang dari mereka kecuali siapa yang dipaksa kafir
sedang
hatinya tetap tenang dalam keimanan. Adapun selainnya, maka ia telah
kafir
sesudah beriman; baik melakukannya karena takut, atau karena ingin
menyenangkan
seseorang, atau karena ambisi terhadap negeri, keluarga, suku
dan
harta kekayaannya, atau melakukannya hanya sekedar bermain-main, atau
karena
tujuan-tujuan lain; terkecuali orang yang dipaksa. Ayat tersebut
menunjukan
hal ini dari dua sisi:
Pertama,
firman Allah:
“Kecuali orang yang dipaksa (kafir).”(An-Nahl:106).
Dalam
ayat ini, Allah tidak mengecualikan selain orang yang dipaksa. Dan telah
dimaklumi
bahwa seseorang tidak dapat dipaksa kecuali dalam perbuatan dan
ucapan.
Adapun keyakinan hati tidak seorang pun yang dapat memaksanya.
Kedua,
firman Allah:
“Yang sedemikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka
mencintai
kehidupan di dunia lebih dari akhirat.”(An-Nahl:107).
Dengan
jelas disebutkan di sini bahwa kekufuran dan adzab ini bukan disebabkan
keyakinan,
kebodohan (ketidaktahuan), kebencian terhadap agama, atau
kecintaan
terhadap kekufuran. Akan tetapi disebabkan karena mempunyai suatu
kepentingan
duniawi, maka dia lebih mengutamakan daripada agama.
Hanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lebih mengetahui. Segala puji milik Allah
Tuhan
semesta alam. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah
kepada
Nabi Muhammad, keluarga dan para shahabatnya.
Penulis: Syaikh Muhammad At-Tamimi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar