Amanat merupakan kebalikan dari khianat. Kata amanat ini disebutkan dalam Al-Qur'an.
"Artinya : Sesungguhnya
Kami telah mengembankan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, namun
semuanya tidak bersedia, karena takut mengkhianatinya, lalu amanat itu diterima
oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zhalim lagi sangat bodoh". (Al-Ahzab : 72)
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : 'Apabila amanat
telah disia-siakan, maka tunggulah kedatangan hari kiamat.' Abu Hurairah
bertanya, Bagaimana menyia-nyiakannya itu, wahai Rasulullah ?. Beliau menjawab.
Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
datangnya hari kiamat". (Shahih Bukhari, kitab Ar-Riqaq, Bab Raf'il
Amanah 11: 333)
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bagaimana amanat itu
dihilangkan dari hati manusia, hingga tinggal bekas-bekasnya saja.
Hudzaifah
Radhiyallahu anhu meriwayatkan, katanya : "Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menyampaikan kepadaku dua buah hadits, yang satu telah
saya ketahui dan yang satu masih saya tunggu. Beliau bersabda kepada kami bahwa
amanat itu diturunkan di lubuk hati manusia, lalu mereka mengetahuinya dari
Al-Qur'an, kemudian mereka ketahui dari As-Sunnah. Dan beliau juga menyampaikan
kepada kami tentang akan hilangnya amanat itu, sabdanya :
"Artinya : Seseorang
tidur, lantas amanat dicabut dari hatinya hingga tinggal bekasnya seperti bekas
titik-titik yang berwarna. Lalu ia tidur lagi, kemudian amanat itu dicabut lagi
hingga tinggal bekasnya seperti bekas yang terdapat pada telapak tangan karena
digunakan bekerja, seperti bara api yang engkau gelincirkan di kakimu, lantas melepuh
tetapi tidak berisi apa-apa. Kemudian mereka melakukan jual beli atau
transaksi-transaksi, tetapi hampir tidak ada lagi orang yang menunaikan amanat.
Maka orang-orangpun berkata. 'Sesungguhnya di kalangan Bani Fulan terdapat
orang kepercayaan (yang dapat dipercaya)'. Dan ada pula yang mengatakan kepada
seseorang. 'Alangkah pandainya, alangkah cerdasnya, alangkah tabahnya', padahal
dalam hatinya tidak ada iman sama sekali meskipun hanya seberat biji sawi.
Sungguh akan datang padaku suatu zaman dan aku tidak memperdulikan lagi siapa
di antara kamu yang aku ba'iat. Jika ia seorang muslim, hendaklah dikembalikan
kepada Islam yang sebenarnya ; dan jika ia seorang Nasrani maka ia akan
dikembalikan kepadaku oleh orang-orang yang mengusahakannya. Adapun pada hari
ini maka aku tidak memba'iat kecuali kepada si Fulan dan si Fulan". (Shahih Bukhari,
Kitab Ar-Riqaq, Bab Raf'il Amanah 11:333, dan Kitab Al-Fitan, Bab Idza Baqiya
Fi Khutsalatin Min An-Nasi 13:38)
Dalam
hadits ini dijelaskan bahwa amanat akan dihapuskan dari hati sehingga manusia
menjadi pengkhianat setelah sebelumnya mejadi orang yang dapat dipercaya. Hal
ini terjadi pada orang yang telah hilang perasaan takutnya kepada Allah, lemah
imannya, dan biasa bergaul dengan orang-orang yang suka berbuat khianat
sehingga ia sendiri menjadi pengkhianat, seorang teman itu akan mengikuti yang
ditemani.
Diantara
gambaran hilangnya amanat itu ialah diserahkannya urusan orang banyak seperti
urusan kepemimpinan, ke khalifahan, jabatan, peradilan, dan sebagainya kepada
orang-orang yang bukan ahlinya yang tidak mampu melaksanakan dan memeliharanya
dengan baik. Sebab menyerahkan urusan tersebut kepada yang bukan ahlinya
berarti menyia-nyiakan hak orang banyak, mengabaikan kemaslahatan mereka,
menimbulkan sakit hati, dan dapat menyulut fitnah di antara mereka. (Qabasat
Min hadyi Ar-Rasul Al-A'zham Saw Fi Al-Aqa'id, halaman 66 karya Ali
Asy-Syarbaji. cetakan pertama 1398H, terbitan Darul Qalam, Damsyiq)Apabila orang yang memegang urusan orang banyak ini menyia-nyiakan amanat, maka orang lain akan mengikuti saja segala kebijaksanaannya. Dengan demikian mereka akan sama saja dengannya dalam mengabaikan amanat, maka kemaslahatan (kebaikan) pemimpin atau penguasa merupakan kebaikan bagi rakyat, dan keburukannya merupakan keburukan bagi rakyat. Selanjutnya, menyerahkan urusan kepada orang yang bukan ahlinya merupakan bukti nyata yang menunjukkan tidak adanya kepedulian manusia terhadap Din (agama) mereka, sehingga mereka menyerahkan urusan mereka kepada orang yang tidak memperhatikan Din-nya. Hal ini terjadi apabila kejahilan telah merajalela dan ilmu (tentang Ad-Din) sudah hilang. Karena itulah Imam Bukhari menyebutkan hadits Abu Hurairah terdahulu itu dalam kitab Al-Ilm sebagai isyarat terhadap hal ini.
Ibnu Hajar berkata. "Kesesuaian matan (masalah akan lenyapnya amanat) ini dengan ilmu hingga ditempatkan dalam kitab Al-Ilm ialah bahwa menyandarkan urusan kepada yang bukan ahlinya itu hanya terjadi ketika kebodohan telah merajalela dan ilmu ( tentang Ad-Din) telah hilang. Dan ini termasuk salah satu pertanda telah dekatnya hari kiamat". (Qabasat Min Hadyi Ar-Rasul Al-A'zham Saw Fi Al-'Aqaid, hal. 66 oleh Ali Asy-Syarbaji, cet. pertama, 1398H, terbitan Darul Qalam, Damsyiq)
Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitahukan bahwa kelak akan datang tahun-tahun yang penuh tipu daya dan keadaan menjadi terbalik. Yaitu orang yang benar didustakan dan orang yang suka berdusta dibenarkan, orang yang dipercaya berkhianat, dan pengkhianat diberi amanat, sebagaimana akan dibicarakan haditsnya dalam pembahasan mengenai "Di antara tanda-tanda hari kiamat ialah dimuliakannya orang-orang yang rendah dan hina (dari segi Ad-Din dan ahlaknya)".
Disalin dari buku Asyratus Sa'ah, Pasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil, MA. edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat terbitan Pustaka Mantiq, hal. 99-101. Penerjemah Drs As'ad Yasin dan Drs Zaini Munir Fadholi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar