Yang dimaksud dengan ikhlash adalah menjernihkan amal dan membersihkannya
dari penyakit-penyakit syirk terhadap Allah. Apakah yang dikategorikan
'syirk besar', seperti yang terdapat dalam firman Allah dalam Surah
An-Nisaa' :48 , atau 'syirk kecil', yang antara lain adalah keinginan
manusia untuk berbuat riya', yaitu mengharapkan pujian dari manusia
lainnya
Allah SWT secara tegas berfirman :"Maka barang- siapa yang mengharapkan
perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal sholeh dan
janganlah ia mempersekutukan Rabb-nya dengan sesuatu apapun." (QS.
Al-Kahfi :110). Juga firman-Nya dalam Hadits Qudsi:
"Aku paling tidak membutuhkan persekutuan dari orang-orang yang
berse kutu, barangsiapa beramal dengan suatu amalan, kemudian ada sekutu
yang diikutsertakan dengan Aku di dalamnya, maka Aku tinggalkan amal tersebut
bersama sekutu itu." (HR. Muslim 4/2289)
Allah SWT memerintahkan agar beramal secara ikhlash, baik di dalam Al
Qur'an dan sabda Rasul-Nya SAW dengan nash dan dalil yang banyak sekali.
Firman Allah SWT :"Dan tidak Kami perintahkan mereka, kecuali supaya
mengabdi kepada Allah dengan ikhlash dalam menjalankan agama dengan lurus."
(QS. Al-Bayyinah :5) Sabda Rasulullah SAW : "Sesungguhnya amal
perbuatan itu tergantung kepada niat, dan sesungguh- nya bagi tiap-tiap
orang apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari 1/2 dan Muslim 3/1515)
Juga sabda Rasulullah SAW dalam sebuah Hadits, ketika beliau berdialog
dengan Jibril a.s. :"Al-Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah,
seakan-akan engkau melihat kepada-Nya. Sekalipun engkau tidak dapat melihat-Nya,
sesungguhnya Ia melihat engkau." (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah
SAW bersabda lagi :"Bertaqwalah (takutlah) kepada Allah di mana saja
engkau berada." (HR. Turmudzi)
Maka bagi seorang Mu'min hendaklah berusaha dengan sungguh- sungguh
untuk berbuat ikhlash dan memerangi riya', baik pada diri sendiri, maupun
pada orang lain. Juga agar senantiasa diingat bahwa semua makhluq betapapun
tinggi kedudukannya, statusnya tetap saja sebagai makhluq (sesuatu yang
diciptakan), tidak akan dapat memberi mudharat maupun manfaat tanpa kuasa
dari Sang Khalik.
Dan hendaklah selalu diingat akan keagungan Allah, Sang Pencipta, yang
apabila Dia berkehendak akan sesuatu, Dia cukup mengatakan 'kun fayakun,'
maka terjadilah apa yang Ia kehendaki itu. Dengan mengingat dua hal tersebut,
kelemahan sebagai makhluq, ketidak- mampuannya, kekuatan Allah SWT dan
keagungan-Nya, insyaAllah akan membantu motivasi beramal dengan ikhlash,
karena Allah semata. Amiin yaa Robbal'aalamiin.
Menuntut ilmu, agar amal didasari ilmu
Tujuan menuntut ilmu bukan sekedar untuk mendapatkan pengetahuan atau
kenikmatan ilmu dan pikiran saja. Walaupun akhirnya penge tahuan tersebut
akan didapat juga dan wawasan akan bertambah luas.
Demikianlah kondisi shahabat-shahabat Rasulullah SAW, mereka tidak beranjak
dari sepuluh ayat, sebelum mereka paham dan mereka amalkan. Ketahuilah,
dengan hilang atau melemahnya sikap terpuji seperti ini dalam diri para
murid, banyak orang pintar namun sedikit amalnya, bahkan kerusakan yang
ditimbulkan oleh mereka lebih banyak daripada kerusakan yang ditimbulkan
oleh orang-orang awam. Firman Allah SWT menggambarkan kepada kita tentang
sifat-sifat orang Yahudi yang telah mengerti akan al-haq, tetapi mereka
enggan mengamalkannya : "Perumpamaan orang-orang yang dibebankan (diwajibkan
menjalankan) kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya (menjalankannya)
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya
perumpamaan kaum." (QS. Al-Jumu'ah : 5)
Ironisnya, sifat kemungkaran yang tercela itu kini ditemui pula di tengah-tengah
ummat ini. Hal ini disinyalir oleh Allah SWT dalam firman-Nya :"Wahai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat
?" (QS. As-Shaaf : 2)
Maka bagi siapa saja yang menyebarkan syi'ar Islam, baik seorang ulama',
dai'/da'iyah, ustadz/ustadzah, atau murobbi/murobbiyah, hendaklah ia memprioritaskan
ukntuk membenahi masalah ini, baik pada dirinya sendiri maupun pada pribadi
mad'unya atau yang mendapatkan pengajaran itu. Sehingga jangan sampai merupakan
kesalahan yang acap kali diulangi oleh orang lain. Dimana kebanyakan kaum
Muslimin beriman dalam kondisi kejahilan, mengikuti hawa nafsu dan jauh
dari Allah SWT. Naudzubillaahi min dzaalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar