Segala puji bagi Allah Subhanahu wa
Ta'ala yang menjanjikan keberuntungan bagi orang-orang mukmin yang khusyu'
dalam shalatnya. KepadaNya kita menyembah dan kepadaNya kita mohon pertolongan.
Semoga shalawat dan salam Allah limpahkan kepada kekasih dan pilihanNya,
sahabat dan orang-orang yang mengikutinya hingga akhir zaman.
Telah
banyak tulisan-tulisan tentang tuntunan shalat yang beredar di tengah-tengah
masyarakat. Namun, sedikit sekali yang memperhatikan keshahihan dan akurasi
dalilnya. Inilah salah satu motivasi mengapa tulisan ini diterbitkan.
Yakni menyampaikan tata cara shalat yang benar sesuai tuntunan Al-Qur'an dan
As-Sunnah yang shahih. Tulisan ini adalah terjemahan dari salah satu bahasan dalam buku "Syarhu Arkaanil Islaam" (Penjelasan Rukun-rukun Islam) yang ditulis oleh seorang penuntut ilmu dan diberi pengantar oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin.
Sebagai catatan, koreksian tidak saja dilakukan pada tulisan ini, tetapi juga terhadap naskah aslinya yang berbahasa Arab. Di antaranya ada yang salah cetak bahkan dalam penempatan dalil. Mudah-mudahan tulisan ini menuntun kita semua bisa menegakkan shalat sebagaimana yang diteladankan Rasulullah . Aamiin.
Hukum Shalat
Keutamaan Shalat
Peringatan Bagi Orang Yang Meninggalkan Shalat
Syarat-Syarat Shalat
Rukun-Rukun Shalat
Hal-Hal Yang Wajib Dilaksanakan Pada Waktu Shalat
Sunnah-Sunnah Shalat
Hal-Hal Yang Diperbolehkan Pada Waktu Shalat
Hal-Hal Yang Dimakruhkan Dalam Shalat
Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
Sujud Sahwi
Tata Cara Shalat
Shalat Berjama'ah
Hadirnya Wanita Di Masjid Dan Keutamaan Shalat Wanita Di Rumahnya.
Shalat Jum'at
Shalat Sunat Rawatib
Shalat Witir
Tata Cara Shalat Orang Sakit
Hukum ShalatKeutamaan Shalat
Peringatan Bagi Orang Yang Meninggalkan Shalat
Syarat-Syarat Shalat
Rukun-Rukun Shalat
Hal-Hal Yang Wajib Dilaksanakan Pada Waktu Shalat
Sunnah-Sunnah Shalat
Hal-Hal Yang Diperbolehkan Pada Waktu Shalat
Hal-Hal Yang Dimakruhkan Dalam Shalat
Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
Sujud Sahwi
Tata Cara Shalat
Shalat Berjama'ah
Hadirnya Wanita Di Masjid Dan Keutamaan Shalat Wanita Di Rumahnya.
Shalat Jum'at
Shalat Sunat Rawatib
Shalat Witir
Tata Cara Shalat Orang Sakit
Shalat hukumnya fardhu bagi setiap orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan kita untuk mendirikan shalat, sebagai-mana disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur'anul Karim. Di antaranya adalah firman Allah Ta'ala:
"Maka dirikanlah shalat itu, sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (An-Nisa': 103)
"Peliharalah segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wusthaa (shalat Ashar)." (Al-Baqarah: 238)
Dan Rasulullah menempatkannya sebagai rukun yang kedua di antara rukun-rukun Islam yang lima, seba-gaimana sabdanya yang berbunyi:
"Islam
itu dibangun berdasarkan rukun yang lima; yaitu: Bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang haq selain Allah dan Nabi Muhammad itu utusanNya, mendirikan
shalat, membayar zakat, melaksanakan ibadah haji ke Baitullah dan berpuasa di
bulan Ramadhan." (Muttafaq 'alaih)
Oleh
karena itulah, maka orang yang meninggalkan shalat itu hukumnya kafir dan
dilaksanakan hukum bunuh terhadapnya, sedangkan orang yang melalaikan shalat
dihukumi sebagai orang fasik.
Keutamaan
Shalat
Shalat
adalah ibadah yang utama dan berpahala sangat besar. Banyak hadits-hadits yang
menerangkan hal itu, akan tetapi dalam kesempatan ini kita cukup menyebutkan
beberapa di antaranya sebagai berikut: 1. Ketika Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam ditanya tentang amal yang paling utama, beliau menjawab:
2. Sabda Rasulullahshallallaahu alaihi wasallam :
"Bagaimana
pendapat kamu sekalian, seandainya di depan pintu masuk rumah salah seorang di
antara kamu ada sebuah sungai, kemudian ia mandi di sungai itu lima kali dalam
sehari, apakah masih ada kotoran yang melekat di badannya?" Para sahabat
menjawab: "Tidak akan tersisa sedikit pun kotoran di badannya."
Bersabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam: "Maka
begitu pulalah perumpamaan shalat lima kali sehari semalam, dengan shalat itu
Allah akan menghapus semua dosa." (Muttafaq 'alaih)
3.
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam :
"Tidak
ada seorang muslim pun yang ketika shalat fardhu telah tiba kemudian dia
berwudhu' dengan baik dan memperbagus kekhusyu'annya (dalam shalat) serta
ru-ku'nya, terkecuali hal itu merupakan penghapus dosanya yang telah lalu
selama dia tidak melakukan dosa besar, dan hal itu berlaku sepanjang tahun
itu." (HR.
Muslim)
4.
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Pokok
segala perkara itu adalah Al-Islam dan tonggak Islam itu adalah shalat, dan
puncak Islam itu adalah jihad di jalan Allah." (HR. Ahmad,
At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih)
Peringatan
Bagi Orang Yang Meninggalkan Shalat
Ada
beberapa ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi shallallaahu alaihi wasallam
yang merupakan peringatan bagi orang yang meninggal-kan shalat dan mengakhirkannya
dari waktu yang semes-tinya, di antaranya: 1. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang buruk) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturut-kan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kerugian." (Maryam: 59)
2. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya." (Al-Ma'un: 4-5)
3. Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"(Yang
menghilangkan pembatas) antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekufuran
adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim)
4.
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Perjanjian
antara kita dengan mereka (orang munafik) adalah shalat, barangsiapa
meninggalkannya maka sesungguhnya ia telah kafir." (HR. Ahmad,
At-Tirmidzi dan An-Nasai, hadits shahih)
5.
Pada suatu hari, Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam berbicara tentang
shalat, sabda beliau:
"Barangsiapa
menjaga shalatnya maka shalat tersebut akan menjadi cahaya, bukti dan
keselamatan baginya pada hari Kiamat nanti. Dan barangsiapa tidak men-jaga
shalatnya, maka dia tidak akan memiliki cahaya, tidak pula bukti serta tidak
akan selamat. Kemudian pada hari Kiamat nanti dia akan (dikumpulkan)
ber-sama-sama dengan Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay Ibnu Khalaf." (HR. Ahmad,
At-Thabrani dan Ibnu Hibban, hadits shahih)
Syarat-syarat
Shalat
Yaitu
syarat-syarat yang harus terpenuhi sebelum shalat (terkecuali niat, yaitu
syarat yang ke delapan, maka yang lebih utama dilaksanakan bersamaan dengan
takbir) dan wajib bagi orang yang shalat untuk memenuhi syarat-syarat itu.
Apabila ada salah satu syarat yang ditinggalkan, maka shalatnya batal. Adapun syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1. Islam; Maka tidak sah shalat yang dilakukan oleh orang kafir, dan tidak diterima. Begitu pula halnya semua amalan yang mereka lakukan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Tidaklah pantas bagi orang-orang musyrik itu untuk memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam Neraka." (At-Taubah: 17)
2. Berakal Sehat; Maka tidaklah wajib shalat itu bagi orang gila, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Ada
tiga golongan manusia yang telah diangkat pena darinya (tidak diberi beban
syari'at) yaitu; orang yang tidur sampai dia terjaga, anak kecil sampai dia
baligh dan orang yang gila sampai dia sembuh." (HR. Abu
Daud dan lainnya, hadits shahih)
3.
Baligh; Maka, tidaklah wajib shalat itu bagi anak kecil sampai dia baligh,
sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Akan tetapi anak kecil itu
hendaknya dipe-rintahkan untuk melaksanakan shalat sejak berumur tujuh tahun
dan shalatnya itu sunnah baginya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam:
"Perintahkanlah
anak-anak untuk melaksanakan shalat apabila telah berumur tujuh tahun, dan
apabila dia telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau tidak
melaksanakannya." (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)
4.
Suci Dari Hadats Kecil dan Hadats Besar; Hadats kecil ialah tidak dalam
keadaan berwudhu dan hadats besar adalah belum mandi dari junub. Dalilnya
adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah." (Al-Maidah: 6)
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam:
"Allah tidak akan menerima shalat yang tanpa
disertai bersuci". (HR. Muslim)
5.
Suci Badan, Pakaian dan Tempat Untuk Shalat ; Adapun dalil tentang suci
badan adalah sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam terhadap perempuan
yang keluar darah istihadhah:
"Basuhlah
darah yang ada pada badanmu kemudian laksanakanlah shalat." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Adapun
dalil tentang harusnya suci pakaian, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:"Dan pakaianmu, maka hendaklah kamu sucikan." (Al-Muddatstsir: 4)
Adapun dalil tentang keharusan sucinya tempat shalat yaitu hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata:
"Telah
berdiri seorang laki-laki dusun kemudian dia kencing di masjid Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam , sehingga orang-orang ramai berdiri untuk memukulinya, maka
bersabdalah Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, 'Biarkanlah dia dan
tuangkanlah di tempat kencingnya itu satu timba air, sesungguhnya kamu diutus
dengan membawa kemudahan dan tidak diutus dengan membawa kesulitan." (HR.
Al-Bukhari).
6.
Masuk Waktu Shalat ; Shalat tidak wajib dilaksanakan terkecuali apabila
sudah masuk waktunya, dan tidak sah hukumnya shalat yang dilaksanakan sebelum
masuk waktunya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang diten-tukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (An-Nisa': 103)
Maksudnya, bahwa shalat itu mempunyai waktu tertentu. Dan malaikat Jibril pun pernah turun, untuk mengajari Nabi shallallaahu alaihi wasallam tentang waktu-waktu shalat. Jibril mengimaminya di awal waktu dan di akhir waktu, kemu-dian ia berkata kepada Nabi shallallaahu alaihi wasallam: "Di antara keduanya itu adalah waktu shalat."
7. Menutup aurat; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." (Al-A'raf: 31)
Yang dimaksud dengan pakaian yang indah adalah yang menutup aurat. Para ulama sepakat bahwa menutup aurat adalah merupakan syarat sahnya shalat, dan barangsiapa shalat tanpa menutup aurat, sedangkan ia mampu untuk menutupinya, maka shalatnya tidak sah.
8. Niat ; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Sesungguhnya
segala amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang
akan men-dapatkan (balasan) sesuai dengan niatnya." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
9.
Menghadap Kiblat ; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka palingkanlah mukamu ke arahnya." (Al-Baqarah: 144)
Rukun-rukun
Shalat
Shalat
mempunyai rukun-rukun yang apabila salah satu-nya ditinggalkan, maka batallah
shalat tersebut. Berikut ini penjelasannya secara terperinci: 1. Berniat; Yaitu niat di hati untuk melaksanakan shalat tertentu, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Sesungguhnya
segala amal perbuatan itu tergantung niatnya". (Muttafaq
'alaih)
Dan
niat itu dilakukan bersamaan dengan melaksana-kan takbiratul ihram dan
mengangkat kedua tangan, tidak mengapa kalau niat itu sedikit lebih dahulu dari
keduanya. 2. Membaca Takbiratul Ihram; Yaitu dengan lafazh (ucapan): .Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam :
"Kunci
shalat itu adalah bersuci, pembatas antara per-buatan yang boleh dan tidaknya
dilakukan waktu shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat
adalah salam." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya,
hadits shahih )
3.
Berdiri bagi yang sanggup ketika melaksana-kan shalat wajib; Hal ini
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Peliharalah segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha (Ashar). Berdirilah karena Allah (dalam shalat-mu) dengan khusyu'." (Al-Baqarah: 238)
Dan berdasarkan Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam kepada Imran bin Hushain:
"Shalatlah
kamu dengan berdiri, apabila tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak
mampu juga maka shalatlah dengan berbaring ke samping." (HR.
Al-Bukhari)
4.
Membaca surat Al-Fatihah tiap rakaat shalat fardhu dan shalat sunnah; Hal
ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Tidak
sah shalat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah." (HR.
Al-Bukhari)
5.
Ruku'; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujud-lah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan." (Al-Hajj: 77)
Juga berdasarkan sabda Nabi shallallaahu alaihi wasallam kepada seseorang yang tidak benar shalatnya:
" ...
kemudian ruku'lah kamu sampai kamu tuma'ninah dalam keadaan ruku'." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
6.
Bangkit dari ruku' ; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam terhadap seseorang yang salah dalam shalat-nya:
" ...
kemudian bangkitlah (dari ruku') sampai kamu tegak lurus berdiri." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
7.
I'tidal (berdiri setelah bangkit dari ruku'); Hal ini berdasarkan
hadits tersebut di atas tadi dan berdasarkan hadits lain yang berbunyi:
"Allah
tidak akan melihat kepada shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang
punggungnya di antara ruku' dan sujudnya." (HR. Ahmad,
dengan isnad shahih)
8.
Sujud ; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah
disebutkan di atas tadi. Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam:
"Kemudian
sujudlah kamu sampai kamu tuma'ninah dalam sujud." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
9.
Bangkit dari sujud; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam:
"Kemudian
bangkitlah sehingga kamu duduk dengan tuma'ninah." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
10.
Duduk di antara dua sujud ; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam:
"Allah
tidak akan melihat kepada shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang
punggungnya di antara ruku' dan sujudnya." (HR. Ahmad,
dengan isnad shahih)
11.
Tuma'ninah ketika ruku', sujud, berdiri dan duduk; Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam kepada seseorang yang salah dalam
melaksanakan shalatnya: Dan tuma'ninah tersebut beliau tegaskan kepadanya pada saat ruku', sujud dan duduk sedangkan i'tidal pada saat berdiri. Hakikat tuma'ninah itu ialah bahwa orang yang ruku', sujud, duduk atau berdiri itu berdiam sejenak, sekadar waktu yang cukup untuk membaca: satu kali setelah semua anggota tubuhnya berdiam. Adapun selebihnya dari itu adalah sunnah hukumnya.
12. Membaca tasyahhud akhir serta duduk; Ada-pun tasyahhud akhir itu, maka berdasarkan perkataan Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu yang bunyinya:
"Dahulu kami membaca di dalam shalat sebelum diwajibkan membaca tasyahhud adalah:
Maka bersabdalah Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
'Janganlah
kamu membaca itu, karena sesungguhnya Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia
itu sendiri adalah Maha Sejahtera, tetapi hendaklah kamu membaca:
"Segala
penghormatan, shalawat dan kalimat yang baik bagi Allah. Semoga kesejahteraan,
rahmat dan berkah Allah dianugerahkan kepadamu wahai Nabi. Semoga kesejahteraan
dianugerahkan kepada kita dan hamba-hamba yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak
ada sesembahan yang hak melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan rasulNya." (HR. An-Nasai, Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi
dengan sanad shahih)
Dan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
Dan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Apabila
salah seorang di antara kamu duduk (tasyah-hud), hendaklah dia mengucapkan:
'Segala penghormatan, shalawat dan kalimat-kalimat yang baik bagi Allah'."
(HR.
Abu Daud, An-Nasai dan yang lainnya, hadits ini shahih dan diriwayatkan
pula dalam dalam "Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim")
Adapun
duduk untuk tasyahhud itu termasuk rukun juga karena tasyahhud akhir
itu termasuk rukun. 13. Membaca salam; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Pembuka
shalat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya
dilakukan waktu shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat
adalah salam." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya,
hadits shahih )
14.
Melakukan rukun-rukun shalat secara ber-urutan; Oleh karena itu
janganlah seseorang membaca surat Al-Fatihah sebelum takbiratul ihram
dan jangan-lah ia sujud sebelum ruku'. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam : Maka apabila seseorang menyalahi urutan rukun shalat sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, seperti mendahulukan yang semestinya diakhirkan atau sebaliknya, maka batallah shalatnya.
Hal-hal Yang Wajib
Dilaksanakan Pada Waktu Shalat
Yang
dimaksud dengan hal-hal yang wajib dilaksanakan itu ialah yang apabila
ditinggalkan dengan sengaja menye-babkan shalat seseorang batal, akan tetapi
kalau dikarenakan lupa maka tidak mengapa, namun diganti dengan sujud sahwi.
Berikut ini penjelasannya. 1. Membaca takbir perpindahan pada tiap perpindahan dari satu gerakan kepada gerakan lain, seperti ketika bangkit untuk berdiri atau sebaliknya (terkecuali ketika bangkit dari ruku'). Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu:
"Aku
melihat Nabi Shallallaahu alaihi wasallam selalu membaca takbir ketika
me-rendahkan dan mengangkat (kepala) ketika berdiri dan duduk." (HR. Ahmad,
At-Tirmidzi, An-Nasai dan lainnya, hadits shahih)
2.
Membaca (Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung) sekali ketika
ruku'. Hal ini berdasarkan perkataan Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu anhu
dalam haditsnya:
"Nabi
Shallallaahu alaihi wasallam membaca di dalam ruku'nya dan di dalam
sujudnya membaca: (Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi).
3.
Membaca (Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi) sekali di
dalam sujud. Hal ini berdasarkan hadits Hudzaifah di atas. 4. Membaca (Allah Maha Men-dengar hamba yang memujiNya) bagi imam dan orang yang shalat sendirian. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu: "Sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wasallam membaca ketika bangkit dari ruku', kemudian masih dalam keadaan berdiri beliau membaca . (Muttafaq 'alaih)
5. Membaca (wahai Rabb kami bagi-Mu segala pujian) bagi imam dan makmum dan orang yang shalat sendirian. Hal ini berdasarkan hadits yang disebut-kan di atas. Juga berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
"Apabila imam membaca , maka bacalah . (Muttafaq 'alaih)
6. Membaca do'a berikut di antara dua sujud:
"Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, berikanlah kepadaku petunjuk dan rezki."
Atau membaca:
"Wahai Rabbku ampunilah aku."
Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam membaca itu.
7. Tasyahhud awal.
8. Duduk untuk melakukan tasyahhud awal. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah kepada Rifa'ah bin Rafi':"Apabila kamu melaksanakan shalat, maka bacalah takbir, lalu bacalah apa yang mudah menurut kamu dari ayat Al-Qur'an. Kemudian apabila kamu duduk di per-tengahan shalatmu maka hendaklah disertai tuma'ni-nah, dan duduklah secara iftirasy (bertumpu pada paha kiri), kemudian bacalah tasyahhud." (HR. Abu Daud dan Al-Baihaqy dari jalannya, hadits hasan)
Sunnah-sunnah Shalat
Shalat mempunyai beberapa sunnah yang dianjurkan untuk kita kerjakan sehingga menambah pahala kita menjadi banyak. Di antaranya:
1. Mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu atau sejajar dengan kuping pada keadaan sebagai berikut:
- Ketika ber-takbiratul ihram.
- Ketika ruku'.
- Ketika bangkit dari ruku'.
- Ketika berdiri setelah rakaat kedua ke rakaat ketiga.
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhu:
"Bahwasanya
Nabi Shallallaahu alaihi wasallam apabila beliau melaksanakan shalat, beliau
mengangkat kedua tangannya sampai sejajar dengan kedua bahu beliau, kemudian
membaca takbir. Apabila beliau ingin ruku' beliau pun mengangkat kedua
tangannya seperti itu, dan begitu pula kalau beliau bangkit dari ruku'." (Muttafaq
'alaih)
Adapun
ketika berdiri untuk rakaat ketiga, hal ini ber-dasarkan apa yang dilakukan
Ibnu Umar, dimana beliau apabila berdiri dari rakaat kedua beliau mengangkat
kedua tangannya. (HR. Al-Bukhari secara mauquf, Al-Hafidz Ibnu Hajar
berkata: Dan riwayat ini dihukumi marfu'). Dan Ibnu Umar menisbatkan hal
tersebut kepada Nabi Shallallaahu alaihi wasallam. 2. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada atau di bawah dada dan di atas pusar. Hal ini berdasar-kan perkataan Sahl bin Sa'd radhiyallahu anhu:
"Orang-orang
(di masa Nabi Shallallaahu alaihi wasallam) disuruh untuk meletak-kan tangan
kanan di atas tangan kiri dalam shalat." (HR.
Al-Bukhari secara mauquf. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: ''Riwayat ini
dihukumi marfu')
Dan
berdasarkan hadits Wail bin Hijr radhiyallahu anhu:
"Saya
pernah shalat bersama NabiShallallaahu alaihi wasallam , kemudian beliau
meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiri di atas dadanya." (HR. Ibnu
Huzaimah, shahih)
3.
Membaca do'a iftitah. Ada beberapa contoh do'a iftitah, di
antaranya:
"Ya
Allah, jauhkanlah jarak antara aku dan dosa-dosaku sebagaimana Engkau jauhkan
jarak antara timur dan barat. Ya Allah bersihkanlah aku dari segala dosa-dosaku
sebagaimana pakaian yang putih dibersihkan dari noda. Ya Allah, basuhlah
dosa-dosaku dengan air, es dan embun." (Muttafaq
'alaih)
"Maha
Suci Engkau ya Allah, dan dengan memujiMu. Maha Suci namaMu dan Maha Tinggi
kebesaranMu, dan tiada Ilah selain Engkau." (HR. Muslim
secara mauquf -terhenti sanadnya kepada Umar bin Khattab dan
diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Tirmidzi dan Al-Hakim secara marfu' -bersambung
sanad-nya hingga kepada Nabi Shallallaahu alaihi wasallam-, shahih)
4.
Membaca isti'adzah pada rakaat pertama dan membaca basmalah dengan
suara pelan pada tiap-tiap rakaat. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu
wa Ta'ala: "Maka apabila kamu membaca Al-Qur'an, maka hen-daklah kamu memohon perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (An-Nahl: 98)
5. Membaca aamiin setelah membaca surat Al-Fatihah. Hal ini disunnahkan kepada setiap orang yang shalat, baik sebagai imam maupun makmum atau shalat sendirian. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
"Apabila
imam membaca maka bacalah aamiin. Maka sesungguhnya barangsiapa yang
bacaan aamiin-nya berbarengan dengan aamiin-nya malaikat, maka akan diampuni
segala dosa-dosanya yang terdahulu." (HR. Al-Bukhari dan
Muslim dengan maknanya)
Juga
dikarenakan apabila Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam membaca: beliau membaca aamiin dan beliau pun
memanjangkan suaranya. (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari sahabat
Wa'il bin Hijr dengan sanad shahih). 6. Membaca ayat setelah membaca surat Al-Fatihah. Dalam hal ini cukup dengan satu surat atau beberapa ayat Al-Qur'an pada dua rakaat shalat Subuh dan dua rakaat pertama pada shalat Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
"Rasulullah
Shallallaahu alaihi wasallam ketika shalat dzuhur membaca Ummul Kitab
(Al-Fatihah) dan dua surat pada dua rakaat pertama, dan beliau membaca Ummul
Kitab saja pada dua rakaat berikutnya dan terkadang beliau perdengar-kan ayat
(yang dibacanya) kepada para sahabat." (Muttafaq
'alaih)
7.
Mengeraskan bacaan Al-Fatihah dan surat pada waktu shalat jahriah (yang
dikeraskan bacaannya) dan merendahkan suara pada shalat sirriah (yang
dipelankan bacaannya). Yaitu mengeraskan suara pada dua rakaat yang pertama
pada shalat Maghrib dan Isya dan pada kedua rakaat shalat Subuh. Dan
merendahkan suara pada yang lainnya. Ini semuanya dalam pelaksanaan shalat
fardhu, dan ini tsabit (dicontohkan) dan populer dari Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam, baik secara perkataan maupun perbuatan. Adapun pada shalat
sunnah, maka dianjurkan untuk merendahkan suara apabila dilaksanakan pada siang
hari dan disunnahkan mengeraskan suara jika shalat sunnah itu dilaksanakan pada
waktu malam hari, terkecuali apabila takut mengganggu orang lain dengan
bacaannya itu, maka disunnahkan baginya untuk merendahkan suara ketika itu. 8. Memanjangkan bacaan pada shalat Subuh, membaca dengan bacaan yang sedang pada shalat Dzuhur, Ashar dan Isya', dan disunnahkan memendekkan bacaan pada shalat Maghrib. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
"Dari
Sulaiman bin Yasar, dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu, beliau berkata, 'Aku
tidak pernah melihat seseorang yang lebih mirip shalatnya dengan shalat
Rasulullah daripada si Fulan -seorang imam di Madinah-.' Sulaiman berkata,
'Kemudian aku shalat di belakang orang tersebut, dia memperpanjang bacaan pada
dua rakaat pertama shalat Dzuhur dan mempercepat pada dua rakaat berikutnya.
Mempercepat bacaan surat dalam shalat Ashar. Dan pada dua rakaat pertama shalat
Maghrib ia membaca surat mufashshal(1) yang
pendek, sedang pada dua rakaat pertama shalat Isya' ia membaca surat mufashshal
yang sedang, selanjutnya pada shalat Subuh ia membaca surat-surat mufashshal
yang panjang'." (HR. Ahmad dan An-Nasai, shahih)
9.
Cara duduk yang tsabit (diriwayatkan) dari Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam dalam shalat adalah duduk iftirasy (bertumpu pada
paha kiri) pada semua posisi duduk dan semua tasyahhud selain tasyahhud
akhir. Apabila ada dua tasyahhud dalam shalat itu, maka dia harus duduk
tawar-ruk pada tasyahhud akhir. Hal ini berdasarkan perkataan Abu
Hamid As-Sa'idi di hadapan para sahabat. Ketika ia menerangkan shalat
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, di antaranya menyebut-kan:
"Maka apabila beliau duduk setelah dua rakaat, beliau duduk di atas kaki
kiri sambil menegakkan telapak kaki kanan, dan apabila beliau duduk pada rakaat
akhir beliau majukan kaki kiri sambil menegakkan telapak kaki yang satunya, dan
beliau duduk di lantai." (HR. Al-Bukhari) Dari penjelasan di atas dapat kita pahami apa arti iftirasy dan apa arti tawarruk.
Iftirasy: Yaitu duduk di atas kaki kiri sambil menegak-kan telapak kaki kanan.
Tawarruk : Yaitu Meletakkan telapak kaki kiri di bawah betis kanan, kemudian mendudukkan pantat di alas/lantai dan menegakkan telapak kaki kanan.
Keterangan: Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, apabila duduk tasyahhud, beliau meletakkan tangan kirinya di atas paha kiri dan tangan kanannya di atas paha kanan, kemudian beliau menelunjukkan dengan jari telunjuk. (HR. Muslim)
Dan beliau tidak melebihkan pandangannya dari telunjuk itu. (HR. Abu Daud, shahih)
10. Berdo'a pada waktu sujud. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
"Ketahuilah!
Sesungguhnya aku dilarang membaca Al-Qur'an ketika ruku' dan sujud. Adapun yang
dilakukan pada waktu sujud maka hendaklah kamu membesarkan Rabbmu dan pada
waktu sujud maka hendaklah kamu bersungguh-sungguh berdoa, niscaya dikabulkan
do'a-mu." (HR. Muslim)
11.
Membaca shalawat untuk Nabi Shallallaahu alaihi wasallam pada waktu tasyahhud
akhir, yaitu setelah membaca tasyahhud:
lalu
membaca:
"Ya
Allah, bershalawatlah Engkau untuk Nabi Muhammad dan juga keluarganya
sebagaimana Engkau bershalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan
berkatilah Nabi Muhammad beserta keluarganya seba-gaimana Engkau telah
memberkati Nabi Ibrahim dan juga keluarganya. Pada sekalian alam, sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia). (HR. Muslim
dan lainnya dengan sanad shahih)
12.
Berdo'a setelah selesai dari membaca tasyahhud dan membaca shalawat
untuk Nabi dengan do'a yang dicontohkan Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam. Beliau bersabda:
"Apabila
salah seorang kamu selesai membaca shalawat, maka hendaklah ia berdo'a untuk
meminta perlindungan dari empat hal, kemudian dia boleh berdo'a sekehendaknya,
keempat hal tersebut adalah:
"Ya
Allah, aku berlindung kepadaMu dari siksa Neraka Jahannam, siksa kubur, fitnah
hidup dan fitnah mati serta fitnah Al-Masih Ad-Dajjal." (HR.
Al-Baihaqy, shahih)
13.
Salam kedua ke kiri. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Muslim:
"Bahwasanya
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam melakukan salam ke kanan dan ke kiri
sehingga terlihat putihnya pipi beliau." (HR.
Muslim)
14.
Beberapa dzikir dan do'a setelah salam. Telah diriwayatkan beberapa dzikir dan
do'a setelah salam dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam yang
disunnahkan untuk dibaca. Di sini akan kami pilihkan beberapa dzikir dan do'a,
di antaranya:
Dari
Tsauban radhiyallaahu anhu, ia berkata, 'Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam, apabila selesai shalat beliau membaca istighfar tiga kali(1) dan
membaca:
"Ya
Allah, Engkaulah Yang Maha Sejahtera, dari Mulah kesejahteraan, Maha Suci
Engkau wahai Rabb Yang Maha Agung dan Maha Mulia." (HR.
Muslim)
"Dari
Mu'adz bin Jabal , bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wasallam pada suatu hari
memegang tangannya, kemudian bersabda, 'Wahai Mu'adz, sesungguhnya aku
mencintai kamu, aku berpesan kepadamu wahai Mu'adz, janganlah kamu tinggalkan
setelah selesai shalat membaca do'a:
"Ya
Allah, tolonglah aku di dalam berdzikir, bersyukur dan beribadah dengan baik
kepadamu." (HR. Imam Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)
"Dari
Mughirah bin Syu'bah , bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membaca
pada tiap selesai shalat fardhu:
"Tiada
sesembahan yang hak melainkan Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya.
MilikNyalah ke-rajaan dan pujian, sedang Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya
Allah tidak ada yang mampu mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang
mampu memberi apa yang Engkau cegah. Dan tidaklah berguna kekuasaan seseorang
dari ancaman siksaMu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
"Dari
Abu Hurairah , bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda, 'Siapa yang
membaca tasbih ' ' 33 kali dan tahmid ' ' 33 kali serta takbir ' ' 33 kali (jumlahnya menjadi 99), kemudian
menggenapkan hitungan keseratus dengan bacaan:
(Tiada
sesembahan yang haq melainkan Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya.
MilikNya kerajaan dan segala pujian, sedang Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu), maka ia akan diampuni kesalahan-kesalahannya sekalipun sebanyak buih
di lautan'." (HR. Muslim)
"Dari
Abu Umamah , bahwa NabiShallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Ba-rangsiapa
membaca Ayat Kursi pada tiap-tiap selesai shalat, maka tidak ada lagi yang
menghalanginya untuk masuk Surga hanya saja dia akan meninggal dunia'." (HR.
An-Nasai, Ibnu Hibban dan Ath-Thabrani, shahih)
Dari Sa'd
bin Abi Waqqas , bahwasanya dia mengajari anak-anaknya beberapa bacaan sebagaimana
halnya ketika seorang guru mengajari anak-anak menulis, dan dia berkata,
'Sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam memohon perlindungan
kepada Allah dengan membaca bacaan-bacaan tersebut pada tiap-tiap selesai
shalat, yaitu:
"Ya
Allah, aku berlindung kepadaMu dari sifat kikir dan pengecut. Aku berlindung
kepadaMu agar aku tidak dija-dikan pikun. Dan aku berlindung kepadaMu dari
fitnah (cobaan) dunia dan dari siksa kubur." (HR.
Al-Bukhari)
Hal-hal Yang
Diperbolehkan Dalam Shalat
1.
Membetulkan bacaan imam. Apabila imam lupa ayat tertentu maka makmum boleh
mengingatkan ayat tersebut kepada imam. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar :
"Bahwa
Nabi Shallallaahu alaihi wasallam shalat, kemudian beliau membaca suatu ayat,
lalu beliau salah dalam membaca ayat tersebut. Setelah selesai shalat beliau
bersabda kepada Ubay, 'Apakah kamu shalat bersama kami?', ia menjawab, 'Ya',
kemudian beliau bersabda, 'Apakah yang menghalangi-mu untuk membetulkan
bacaanku'." (HR. Abu Daud, Al-Hakim dan Ibnu Hibban, shahih)
2.
Bertasbih atau bertepuk tangan (bagi wanita) apa-bila terjadi sesuatu hal,
seperti ingin menegur imam yang lupa atau membimbing orang yang buta dan
sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam:
"Barangsiapa
terjadi padanya sesuatu dalam shalat, maka hendaklah bertasbih, sedangkan
bertepuk tangan hanya untuk perempuan saja." (Muttafaq
'alaih)
3.
Membunuh ular, kalajengking dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
Shallallaahu alaihi wasallam:
"Bunuhlah
kedua binatang yang hitam itu sekalipun dalam (keadaan) shalat, yaitu ular dan
kalajengking." (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi dan
lainnya, shahih)
4.
Mendorong orang yang melintas di hadapannya ketika shalat. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
"Apabila
salah seorang di antara kamu shalat meng-hadap ke arah sesuatu yang menjadi
pembatas baginya dari manusia, kemudian ada yang mau melintas di hadapannya,
maka hendaklah dia mendorongnya dan jika dia memaksa maka perangilah (cegahlah
dengan keras). Sesungguhnya (perbuatannya) itu adalah (atas dorongan)
syaitan." (Muttafaq 'alaih)
5.
Membalas dengan isyarat apabila ada yang me-ngajaknya bicara atau ada yang
memberi salam kepadanya. Dasarnya ialah hadits Jabir bin Abdullah :
"Dari
Jabir bin Abdullah , ia berkata, 'Telah mengutus-ku Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam sedang beliau pergi ke Bani Musthaliq. Kemudian beliau saya
temui sedang shalat di atas onta-nya, maka saya pun berbicara kepadanya.
Kemudian beliau memberi isyarat dengan tangannya. Saya ber-bicara lagi kepada
beliau, kemudian beliau kembali memberi isyarat sedang saya mendengar beliau
membaca sambil memberi isyarat dengan kepalanya. Ketika beliau selesai dari
shalatnya beliau bersabda, 'Apa yang kamu kerjakan dengan perintahku tadi?
Sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk bicara kecuali karena aku dalam
keadaan shalat'." (HR. Muslim)
Dari
Ibnu Umar, dari Shuhaib , ia berkata: "Aku telah melewati Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam ketika beliau sedang shalat, maka aku beri salam kepadanya,
beliau pun membalasnya dengan isyarat." Berkata Ibnu Umar: "Aku tidak
tahu terkecuali ia (Shuhaib) berkata dengan isyarat jari-jarinya." (HR. Abu
Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan selain mereka, hadits shahih) Dari sini dapat kita ketahui, bahwa isyarat itu terkadang dengan tangan atau dengan anggukan kepala atau dengan jari.
6. Menggendong bayi ketika shalat. Hal ini berdasar-kan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
"Dari
Abu Qatadah Al-Anshari berkata, 'Aku melihat Nabi Shallallaahu
alaihi wasallam mengimami shalat sedangkan Umamah binti Abi Al-'Ash, yaitu anak
Zainab putri Nabi Shallallaahu alaihi wasallam berada di pundak beliau. Apabila
beliau ruku', beliau meletak-kannya dan apabila beliau bangkit dari sujudnya
beliau kembalikan lagi Umamah itu ke pundak beliau." (HR. Muslim)
7.
Berjalan sedikit karena keperluan. Dalilnya adalah hadits Aisyah radhiallaahhu
anha:
"Dari
Aisyah radhialaahu anha, ia berkata, 'Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam
sedang shalat di dalam rumah, sedangkan pintu tertutup, kemudian aku datang dan
minta dibukakan pintu, beliau pun berjalan menuju pintu dan membukakannya
untukku, kemudian beliau kembali ke tempat shalatnya. Dan terbayang bagiku
bahwa pintu itu menghadap kiblat." (HR. Ahmad,
Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits hasan)
8.
Melakukan gerakan ringan, seperti membetulkan shaf dengan mendorong seseorang
ke depan atau menarik-nya ke belakang, menggeser makmum dari kiri ke kanan,
membetulkan pakaian, berdehem ketika perlu, menggaruk badan dengan tangan, atau
meletakkan tangan ke mulut ketika menguap. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
"Dari
Ibnu Abbas , ia berkata, 'Aku pernah menginap di (rumah) bibiku, Maimunah,
tiba-tiba Nabi Shallallaahu alaihi wasallam bangun di waktu malam mendirikan
shalat, maka aku pun ikut bangun, lalu aku ikut shalat bersama Nabi
Shallallaahu alaihi wasallam, aku berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau
menarik kepalaku dan menempatkanku di sebelah kanannya." (Muttafaq
'alaih)
1. Menengadahkan pandangan ke atas. Hal ini ber-dasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
"Apa
yang membuat orang-orang itu mengangkat peng-lihatan mereka ke langit dalam
shalat mereka? Hendak-lah mereka berhenti dari hal itu atau (kalau tidak),
nis-caya akan tersambar penglihatan mereka." (HR. Al-Bukhari dan
Muslim meriwayatkannya dengan makna yang sama)
2.
Meletakkan tangan di pinggang. Hal ini berdasar-kan larangan Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam meletakkan tangan di pinggang ketika shalat. (Muttafaq
'alaih) 3. Menoleh atau melirik, terkecuali apabila diperlukan. Hal ini berdasarkan perkataan Aisyah radhiallaahu anha. Aku ber-tanya kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam tentang seseorang yang me-noleh dalam keadaan shalat, beliau menjawab:
"Itu
adalah pencurian yang dilakukan syaitan dari shalat seorang hamba." (HR.
Al-Bukhari dan Abu Daud, lafazh ini dari riwayatnya)
4.
Melakukan pekerjaan yang sia-sia, serta segala yang membuat orang lalai dalam
shalatnya atau menghilangkan kekhusyu'an shalatnya. Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
"Hendaklah
kamu tenang dalam melaksanakan shalat." (HR. Muslim)
5.
Menaikkan rambut yang terurai atau melipatkan lengah baju yang terulur. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
"Aku
diperintahkan untuk sujud di atas tujuh anggota badan dan tidak boleh melipat
baju atau menaikkan rambut (yang terulur)." (Muttafaq
'alaih)
6.
Menyapu kerikil yang ada di tempat sujud (dengan tangan) dan meratakan tanah
lebih dari sekali. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam:
"Dari
Mu'aiqib, ia berkata, 'Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam menyebutkan
tentang menyapu di masjid (ketika shalat), maksudnya menyapu kerikil (dengan
telapak tangan). Beliau bersabda, 'Apabila memang harus berbuat begitu, maka
hendaklah sekali saja'." (HR. Muslim)
"Dari
Mu'aiqib pula, bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda tentang
seseorang yang meratakan tanah pada tempat sujudnya (dengan telapak tangan), beliau
bersabda, 'Kalau kamu melakukannya, maka hendaklah sekali saja'." (Muttafaq
'alaih)
7.
Mengulurkan pakaian sampai mengenai lantai dan menutup mulut (tanpa alasan).
"Dari
Abu Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam melarang mengulurkan pakaian sampai mengenai lantai dalam shalat dan
menutup mulut." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya,
hadits hasan)
Adapun
jika menutup mulut karena hal seperti menguap ataupun yang lainnya maka hal
tersebut dibolehkan sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits. 8. Shalat di hadapan makanan. Ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
"Tidak
sempurna shalat (yang dikerjakan setelah) makanan dihidangkan." (HR.
Muslim)
9.
Shalat sambil menahan buang air kecil atau besar, dan sebagainya yang
mengganggu ketenangan hati. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam:
"Tidak
sempurna shalat (yang dikerjakan setelah) makanan dihidangkan dan shalat
seseorang yang menahan buang air kecil dan besar." (HR.
Muslim)
10.
Shalat ketika sudah terlalu mengantuk. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam bersabda:
"Apabila
salah seorang di antara kamu ada yang me-ngantuk dalam keadaan shalat, maka
hendaklah ia tidur sampai hilang rasa kantuknya. Maka sesungguhnya apabila
salah seorang di antara kamu ada yang shalat dalam keadaan mengantuk, dia tidak
akan tahu apa yang ia lakukan, barangkali ia bermaksud minta ampun kepada
Allah, ternyata dia malah mencerca dirinya sendiri." (Muttafaq
'alaih)
Hal-hal Yang Membatalkan
Shalat
Shalat
seseorang akan batal apabila ia melakukan salah satu di antara hal-hal berikut
ini: 1. Makan dan minum dengan sengaja. Hal ini ber-dasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
"Sesungguhnya
di dalam shalat itu ada kesibukkan tertentu." (Muttafaq
'alaih)
(1)
Dan
ijma' ulama juga mengatakan demikian. 2. Berbicara dengan sengaja, bukan untuk kepentingan pelaksanaan shalat.
"Dari
Zaid bin Arqam radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Dahulu kami berbicara di waktu
shalat, salah seorang dari kami berbicara kepada temannya yang berada di
sampingnya sampai turun ayat: 'Dan hendaklah kamu berdiri karena Allah (dalam
shalatmu) dengan khusyu'(1), maka kami pun diperintahkan
untuk diam dan dilarang berbicara." (Muttafaq 'alaih)
Dan
juga sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
"Sesungguhnya
shalat ini tidak pantas ada di dalamnya percakapan manusia sedikit pun." (HR.
Muslim)
Adapun
pembicaraan yang maksudnya untuk mem-betulkan pelaksanaan shalat, maka hal itu
diperbolehkan seperti membetulkan bacaan (Al-Qur'an) imam, atau imam setelah
memberi salam kemudian bertanya apakah shalat-nya sudah sempurna, apabila ada
yang menjawab belum, maka dia harus menyempurnakannya. Hal ini pernah terjadi
terhadap Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam , kemudian Dzul Yadain
ber-tanya kepada beliau, 'Apakah Anda lupa ataukah sengaja meng-qashar
shalat, wahai Rasulullah?' Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam
menjawab, 'Aku tidak lupa dan aku pun tidak bermaksud meng-qashar
shalat.' Dzul Yadain berkata, 'Kalau begitu Anda telah lupa wahai Rasulullah.'
Beliau bersabda, 'Apa-kah yang dikatakan Dzul Yadain itu betul?' Para sahabat
menjawab, 'Benar.' Maka beliau pun menambah shalatnya dua rakaat lagi, kemudian
melakukan sujud sahwi dua kali. (Muttafaq 'alaih) 3. Meninggalkan salah satu rukun shalat atau syarat shalat yang telah disebutkan di muka, apabila hal itu tidak ia ganti/sempurnakan di tengah pelaksanaan shalat atau sesudah selesai shalat beberapa saat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam terhadap orang yang shalatnya tidak tepat:
"Kembalilah kamu melaksanakan shalat, sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat." (Muttafaq 'alaih)
Lantaran orang itu telah meninggalkan tuma'ninah dan i'tidal. Padahal kedua hal itu termasuk rukun.
4. Banyak melakukan gerakan, karena hal itu bertentangan dengan pelaksanaan ibadah dan membuat hati dan anggota tubuh sibuk dengan urusan selain ibadah. Adapun gerakan yang sekadarnya saja, seperti memberi isyarat untuk menjawab salam, membetulkan pakaian, menggaruk badan dengan tangan, dan yang semisalnya, maka hal itu tidaklah membatalkan shalat.
5. Tertawa sampai terbahak-bahak. Para ulama se-pakat mengenai batalnya shalat yang disebabkan tertawa seperti itu. Adapun tersenyum, maka kebanyakan ulama menganggap bahwa hal itu tidaklah merusak shalat sese-orang.
6. Tidak berurutan dalam pelaksanaan shalat, seperti mengerjakan shalat Isya sebelum mengerjakan shalat Maghrib, maka shalat Isya itu batal sehingga dia shalat Maghrib dulu, karena berurutan dalam melaksanakan shalat-shalat itu adalah wajib, dan begitulah perintah pelaksanaan shalat itu.
7. Kelupaan yang fatal, seperti menambah shalat menjadi dua kali lipat, umpamanya shalat Isya' delapan rakaat, karena perbuatan tersebut merupakan indikasi yang jelas, bahwa ia tidak khusyu' yang mana hal ini me-rupakan ruhnya shalat.
Sujud Sahwi
Sujud sahwi ialah sujud yang dilakukan orang yang shalat sebanyak dua kali untuk menutup kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan shalat yang disebabkan lupa.
Sebab-sebab sujud sahwi ada tiga; Karena kelebihan, karena kurang, dan karena ragu-ragu. Keterangannya sebagai berikut:
a. Sujud Sahwi Karena Kelebihan
Barangsiapa kelupaan dalam shalatnya kemudian dia menambah ruku', atau sujud, maka dia harus sujud dua kali sesudah menyelesaikan shalatnya dan salamnya. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
"Dari
Ibnu Mas'ud radhiallaahu anhu, bahwa Nabi shallallaahu alaihi wasallam shalat
Dhuhur lima rakaat, kemudian beliau ditanya, 'Apakah shalat Dhuhur ditambah
rakaatnya?', beliau balik bertanya, 'Apa itu?' Para sahabat menjelaskan, 'Anda
shalat lima rakaat.' Kemudian beliau pun sujud dua kali setelah salam. Dalam
riwayat lain disebutkan, beliau melipat kedua kakinya dan menghadap kiblat
kemudian sujud dua kali, kemudian salam." (Muttafaq 'alaih)
Salam
sebelum shalat selesai berarti termasuk kele-bihan dalam shalat, sebab ia telah
menambah salam di pertengahan pelaksanaan shalat. Barangsiapa mengalami hal itu
dalam keadaan lupa, lalu dia ingat beberapa saat setelahnya, maka dia harus
menyempurnakan shalatnya kemudian salam, setelah itu dia sujud sahwi, kemudian
salam lagi. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiallaahu anhu:
"Dari
Abu Hurairah radhiallaahu anhu, bahwasanya Nabi shallallaahu alaihi wasallam
shalat Dhuhur atau Ashar bersama para sahabat. Beliau salam setelah shalat dua
rakaat, kemudian orang-orang yang bergegas keluar dari pintu masjid berkata,
'Shalat telah diqashar (dikurangi)?' Nabi pun berdiri untuk bersandar pada
sebuah kayu, sepertinya beliau marah. Kemudian berdirilah seorang laki-laki dan
bertanya kepadanya, 'Wahai Rasulullah, apakah Anda lupa atau memang shalat
telah diqashar?.' Nabi berkata, 'Aku tidak lupa dan shalat pun tidak diqashar.'
Laki-laki itu kembali berkata, 'Kalau begitu Anda memang lupa wahai
Rasulullah.' Nabi shallallaahu alaihi wasallam bertanya kepada para sahabat,
'Benarkah apa yang dikatakannya?'. Mereka pun menga-takan, 'Benar.' Maka
majulah Nabi shallallaahu alaihi wasallam, selanjutnya beliau shalat untuk
melengkapi kekurangan tadi, kemudian salam, lalu sujud dua kali, dan salam
lagi." (Muttafaq 'alaih)
b.
Sujud Sahwi Karena Kekurangan Barangsiapa kelupaan dalam shalatnya, kemudian ia meninggalkan salah satu sunnah muakkadah (yaitu yang termasuk katagori hal-hal wajib dalam shalat), maka ia harus sujud sahwi sebelum salam, seperti misalnya kelupaan melakukan tasyahhud awal dan dia tidak ingat sama sekali, atau dia ingat setelah berdiri tegak dengan sempurna, maka dia tidak perlu duduk kembali, cukup baginya sujud sahwi sebelum salam. Dalilnya ialah hadits berikut:
"Dari
Abdullah bin Buhainah radhiallaahu anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam shalat Dhuhur bersama mereka, beliau langsung berdiri setelah dua rakaat
pertama dan tidak duduk. Para jama'ah pun tetap mengikuti beliau sampai beliau
selesai menyempurnakan shalat, orang-orang pun menunggu salam beliau, akan
tetapi beliau malah bertakbir padahal beliau dalam keadaan duduk (tasyahhud
akhir), kemu-dian beliau sujud dua kali sebelum salam, lalu salam." (Muttafaq
'alaih)
c.
Sujud Sahwi Karena Ragu-ragu Yaitu ragu-ragu antara dua hal, yang mana yang terjadi. Keragu-raguan terdapat dalam dua hal, yaitu antara ke-lebihan atau kurang. Umpamanya seseorang ragu apakah dia sudah shalat tiga rakaat atau empat rakaat.
Keraguan ini ada dua macam:
1. Seseorang lebih cenderung kepada satu hal, baik kelebihan atau kurang, maka dia harus menurutkan mengambil sikap kepada yang lebih ia yakini, kemudian dia melakukan sujud sahwi setelah salam. Dalilnya hadits berikut:
"Dari
Abdullah Ibnu Mas'ud radhiallaahu anhu, bahwasanya Nabi shallallaahu alaihi
wasallam bersabda, 'Apabila salah seorang dari kamu ada yang ragu-ragu dalam
shalatnya, maka hendaklah lebih memilih kepada yang paling mendekati kebenaran,
kemudian menyempurnakan shalatnya, lalu melakukan salam, selanjutnya sujud dua
kali'." (Muttafaq 'alaih)
2.
Ragu-ragu antara dua hal, dan tidak condong pada salah satunya, tidak kepada
kelebihan dalam pelaksanaan shalat dan tidak pula pada kekurangan. Maka dia
harus mengambil sikap kepada hal yang sudah pasti akan kebe-narannya, yaitu
jumlah rakaat yang lebih sedikit. Kemudian menutupi kekurangan tersebut, lalu
sujud dua kali sebelum salam, ini berdasarkan hadits berikut:
"Dari
Abu Sa'id Al-Khudri radhiallaahu anhu, bahwasanya Nabi shallallaahu alaihi
wasallam bersabda, 'Apabila salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam
shalatnya, dia tidak tahu berapa rakaat yang sudah ia lakukan, tigakah atau
empat? Maka hendaknya ia meninggalkan keraguan itu dan mengambil apa yang ia
yakini, kemudian ia sujud dua kali sebelum salam. Jika ia telah shalat lima
rakaat, maka hal itu menggenap-kan pelaksanaan shalatnya, dan jika ia shalat
sempurna empat rakaat, maka hal itu merupakan penghinaan (pengecewaan) terhadap
syaitan'." (HR. Muslim)
Ringkasnya,
bahwa sujud sahwi itu adakalanya sebelum salam dan adakalanya sesudah salam.Adapun sujud sahwi yang dilakukan setelah salam ialah pada dua kondisi:
- Apabila
karena kelebihan (dalam pelaksanaan shalat).
- Apabila
karena ragu antara dua kemungkinan, tapi ada kecondongan pada salah
satunya.
- Apabila
dikarenakan kurang (dalam pelaksanaan shalat).
- Apabila
dikarenakan ragu antara dua kemungkinan dan tidak merasa lebih berat
kepada salah satunya.
- Apabila
seseorang meninggalkan salah satu rukun shalat, dan yang tertinggal itu
adalah takbiratul ihram, maka shalatnya tidak terhitung, baik hal
itu terjadi secara sengaja ataupun karena lupa, karena shalatnya tidak
sah. Dan jika yang tertinggal itu selain takbiratul ihram, dan
ditinggalkan secara sengaja, maka batallah shalatnya. Jika tertinggal
secara tidak sengaja, dan dia sudah berada pada rukun yang ketinggalan
tersebut pada rakaat kedua, maka rakaat yang ketinggalan ru-kunnya tadi
itu dianggap tidak ada, dan dia ganti dengan rakaat yang berikutnya. Dan
jika ia belum sampai pada rakaat kedua, maka ia wajib kembali kepada rukun
yang ketinggalan tersebut, kemudian dia kerjakan rukun itu, begitu pula
apa-apa yang setelah itu. Pada kedua hal ini, wajib dia melakukan sujud
sahwi setelah salam atau sebelumnya
- Apabila
sujud sahwi dilakukan setelah salam, maka harus pula melakukan salam
sekali lagi.
- Apabila
seseorang yang melakukan shalat meninggal-kan sunnah muakkadah (hal-hal
yang wajib dalam shalat) secara sengaja, maka batallah shalatnya. Jika
ketinggalan karena lupa, kemudian dia ingat sebelum beranjak dari sunnah
muakkadah tersebut, maka hendaklah dia melaksanakannya dan tidak ada
konsekwensi apa-apa. Jika ia ingat setelah melewatinya tapi belum sampai
kepada rukun berikutnya, maka hendak-lah dia kembali untuk melaksanakan
rukun tersebut. Kemudian dia sempurnakan shalatnya serta melakukan salam.
Selanjutnya sujud sahwi kemudian salam lagi. Jika ia ingat setelah
sampai kepada rukun yang berikut-nya, maka sunnah (muakkadah) itu
gugur dan dia tidak perlu kembali kepadanya untuk melakukannya, akan
tetapi terus melaksanakan shalatnya kemudian sujud sahwi sebelum
salam seperti kami sebutkan di atas pada masalah tasyahhud awal.
Tata Cara Shalat
- Seorang
muslim yang hendak melakukan shalat hendaklah berdiri tegak setelah masuk
waktu shalat dalam keadaan suci dan menutup aurat serta menghadap kiblat
dengan seluruh anggota badannya tanpa miring atau menoleh ke kiri dan ke
kanan.
- Kemudian
berniat untuk melakukan shalat yang ia mak-sudkan di dalam hatinya tanpa
diucapkan.
- Kemudian
melakukan takbiratul ihram, yaitu membaca Allahu Akbar
sambil mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua bahunya ketika
takbir.
- Meletakkan
tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada atau di bawahnya, tetapi di
atas pusar.
- Kemudian
membaca do'a iftitah, ta'awwudz (a'udzu billahi minasy
syaithanirrajim) dan basmalah, kemudian membaca Al-Fatihah dan
apabila sampai pada bacaan dia membaca aamiin.
- Kemudian
membaca salah satu surat atau apa yang mudah baginya di antara ayat-ayat
Al-Qur'an.
- Kemudian
mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahunya lalu ruku' sambil
mengucapkan Allahu Akbar selanjutnya memegang dua lutut dengan
kedua tapak tangan dengan meratakan tulang punggung, tidak me-ngangkat
kepalanya juga tidak terlalu membungkuk-kannya, dan jari-jari tangannya hendaknya
dalam ke-adaan terbuka.
- Pada
saat ruku', membaca "Maha Suci Rabbku Yang Maha
Agung" tiga kali atau lebih.
- Kemudian
bangkit dari ruku' seraya mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua
bahu sambil membaca "Allah Maha Mendengar orang yang
memujiNya" sehingga tegak berdiri dalam keadaan i'tidal,
kemudian membaca:
"Wahai Rabb kami, bagiMu segala puji, (aku memuji-Mu) dengan pujian yang banyak, baik dan penuh dengan keberkahan di dalamnya."
- Kemudian
sujud sambil mengucapkan Allahu Akbar, lalu sujud bertumpu pada
tujuh anggota sujud, yaitu dahi (yang termasuk di dalamnya) hidung, dua
telapak tangan, dua lutut dan ujung dua tapak kaki. Hendaknya diperhatikan
agar dahi dan hidung betul-betul mengenai lantai, serta merenggangkan
bagian atas lengannya dari samping badannya dan tidak meletakkan lengannya
(hastanya) ke lantai dan mengarahkan ujung jari-jarinya ke arah kiblat.
- Membaca
"Maha Suci Rabbku Yang Maha
Tinggi" tiga kali atau lebih dalam sujud.
- Bangkit
dari sujud sambil mengucapkan Allahu Akbar, kemudian duduk iftirasy,
yaitu bertumpu pada kaki kiri dan duduk di atasnya sambil menegakkan
telapak kaki kanan seraya membaca: "Wahai Rabbku ampunilah aku,
rahmatilah, berikanlah petunjuk dan rezki kepadaku."
- Kemudian
sujud lagi seperti di atas, lalu bangkit untuk melaksanakan rakaat kedua
sambil bertakbir. Kemu-dian melakukan seperti pada rakaat pertama, hanya
saja tanpa membaca do'a iftitah lagi. Apabila telah menye-lesaikan rakaat
kedua hendaknya duduk untuk melak-sanakan tasyahhud. Apabila
shalatnya hanya dua rakaat saja seperti shalat Subuh, maka membaca tasyahhud
kemudian membaca shalawat Nabi shallallaahu alaihi wasallam, lalu langsung
salam, dengan mengucapkan:
"Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah bagimu." Sambil menoleh ke kanan, kemudian mengucapkan salam lagi sambil menoleh ke kiri.
- Jika
shalat itu termasuk shalat yang lebih dari dua rakaat, maka berhenti
ketika selesai membaca tasyahhud awwal, yaitu pada ucapan:
"Aku bersaksi tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya."
Kemudian bangkit berdiri sambil mengucapkan takbir dan mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahu, lalu mengerjakan rakaat berikutnya seperti rakaat sebelumnya, hanya saja terbatas pada bacaan surat Al-Fatihah saja.
- Kemudian
duduk tawarruk, yaitu dengan menegakkan telapak kaki kanan dan
meletakkan telapak kaki kiri di bawah betis kaki kanan, kemudian
mendudukkan pantat di lantai serta meletakkan kedua tangan di atas kedua
paha. Lalu membaca tasyahhud, membaca shalawat kepada Nabi shallallaahu
alaihi wasallam dan meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala dari empat perkara berikut:
- "Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari siksa api
Neraka, siksa kubur, fitnah hidup dan mati, dan dari fitnah Al-Masih
Ad-Dajjal."
- Kemudian
mengucapkan salam dengan suara yang jelas sambil menoleh ke kanan, lalu
mengucapkan salam kedua sambil menoleh ke kiri.
Shalat Berjama'ah
a. Hukum Shalat Berjama'ah
Shalat berjama'ah itu adalah wajib bagi tiap-tiap mukmin, tidak ada keringanan untuk meninggalkannya terkecuali ada udzur (yang dibenarkan dalam agama). Hadits-hadits yang merupakan dalil tentang hukum ini sangat banyak, di antaranya:
"Dari
Abu Hurairah radhiallaahu anhu , ia berkata,Telah datang kepada Nabi
shallallaahu alaihi wasallam seorang lelaki buta, kemudian ia berkata, 'Wahai
Rasulullah, aku tidak punya orang yang bisa menuntunku ke masjid, lalu dia
mohon kepada Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam agar diberi keringanan dan
cukup shalat di rumahnya.' Maka Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
memberikan keringanan kepadanya. Ketika dia berpaling untuk pulang, beliau
memanggilnya, seraya berkata, 'Apakah engkau mendengar suara adzan (panggilan)
shalat?', ia menjawab, 'Ya.' Beliau bersabda, 'Maka hendaklah kau penuhi
(panggilah itu)'." (HR. Muslim)
"Dari
Abu Hurairah radhiallaahu anhu ia berkata: 'Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam bersabda, 'Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat
Isya' dan shalat Subuh. Seandainya mereka itu mengetahui pahala kedua shalat
tersebut, pasti mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Aku
pernah berniat memerintahkan shalat agar didirikan kemudian akan kuperintahkan
salah seorang untuk mengimami shalat, lalu aku bersama beberapa orang sambil
membawa beberapa ikat kayu bakar mendatangi orang-orang yang tidak hadir dalam
shalat berjama'ah, dan aku akan bakar rumah-rumah mereka itu'." (Muttafaq
'alaih)
"Dari
Abu Darda' radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Tidaklah berkumpul tiga orang, baik di
suatu desa maupun di dusun, kemudian di sana tidak dilaksanakan shalat
berjama'ah, terkecuali syaitan telah menguasai mereka. Maka hendaklah kamu
senan-tiasa bersama jama'ah (golongan yang banyak), karena sesungguhnya
serigala hanya akan memangsa domba yang jauh terpisah (dari
rombongannya)'." (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dan
lainnya, hadits hasan )
"Dari
Ibnu Abbas , bahwasanya Nabi shallallaahu alaihi wasallam bersabda,
'Barangsiapa mendengar panggilan adzan namun tidak mendatanginya, maka tidak
ada shalat baginya, ter-kecuali karena udzur (yang dibenarkan dalam
agama)'." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya, hadits
shahih)
"Dari
Ibnu Mas'ud radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam mengajari kami sunnah-sunnah (jalan-jalan petunjuk dan
kebenaran) dan di antara sunnah-sunnah tersebut adalah shalat di masjid yang
dikuman-dangkan adzan di dalamnya." (HR. Muslim)
b.
Keutamaan Shalat Berjama'ah Shalat berjama'ah mempunyai keutamaan dan pahala yang sangat besar, banyak sekali hadits-hadits yang menerangkan hal tersebut di antaranya adalah:
"Dari
Ibnu Umar radhiallaahu anhuma , bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam bersabda, 'Shalat berjama'ah dua puluh tujuh kali lebih utama daripada
shalat sendirian." (Muttafaq 'alaih)
"Dari
Abu Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata,'Bersabda Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam, 'Shalat seseorang dengan berjama'ah lebih besar pahalanya
sebanyak 25 atau 27 derajat daripada shalat di rumahnya atau di pasar
(maksudnya shalat sendi-rian). Hal itu dikarenakan apabila salah seorang di
antara kamu telah berwudhu dengan baik kemudian pergi ke masjid, tidak ada yang
menggerakkan untuk itu kecuali karena dia ingin shalat, maka tidak satu langkah
pun yang dilangkahkannya kecuali dengannya dinaikkan satu derajat baginya dan
dihapuskan satu kesalahan darinya sampai dia memasuki masjid. Dan apabila dia
masuk masjid, maka ia terhitung shalat selama shalat menjadi penyebab baginya
untuk tetap berada di dalam masjid itu, dan malaikat pun mengu-capkan shalawat
kepada salah seorang dari kamu selama dia duduk di tempat shalatnya. Para
malaikat berkata, 'Ya Allah, berilah rahmat kepadanya, ampunilah dia dan
terimalah taubatnya.' Selama ia tidak berbuat hal yang mengganggu dan tetap
berada dalam keadaan suci'." (Muttafaq 'alaih)
c.
Berjama'ah dapat dilaksanakan sekalipun dengan seorang makmum dan seorang imam
Shalat berjama'ah bisa dilaksanakan dengan seorang makmum dan seorang imam, sekalipun salah seorang di antaranya adalah anak kecil atau perempuan. Dan semakin banyak jumlah jama'ah dalam shalat semakin disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Dari
Ibnu Abbas radhiallaahu anhuma , ia berkata, 'Aku pernah bermalam di rumah
bibiku, Maimunah (salah satu istri Nabi shallallaahu alaihi wasallam), kemudian
Nabi shallallaahu alaihi wasallam bangun untuk shalat malam, maka aku pun ikut
bangun untuk shalat bersamanya, aku berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau
menarik kepalaku dan menempatkanku di samping kanannya'." (Muttafaq
'alaih)
"Dari
Abu Sa'id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiallaahu anhuma, keduanya berkata,
'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa ba-ngun di
waktu malam hari kemudian dia membangunkan isterinya, kemudian mereka berdua
shalat berjama'ah, maka mereka berdua akan dicatat sebagai orang yang selalu
berdzikir kepada Allah'." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits
shahih)
"Dari
Abu Sa'id Al-Khudri radhiallaahu anhu, 'Bahwasanya seorang laki-laki masuk
masjid sedangkan Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam sudah shalat bersama
para sahabatnya, maka beliau pun bersabda, 'Siapa yang mau bersedekah untuk
orang ini, dan menemaninya shalat.' Lalu berdirilah salah seorang dari mereka
kemudian dia shalat bersamanya'." (HR. Abu Daud dan
At-Tirmidzi, hadits shahih)
"Dari
Ubay bin Ka'ab radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam bersabda, Shalat seseorang bersama orang lain (berdua) lebih besar
pahalanya dan lebih mensucikan daripada shalat sendirian, dan shalat seseorang
ditemani oleh dua orang lain (bertiga) lebih besar pahalanya dan lebih
menyucikan daripada shalat dengan ditemani satu orang (berdua), dan semakin
banyak (jumlah jama'ah) semakin disukai oleh Allah Ta'ala'." (HR. Ahmad,
Abu Daud dan An-Nasai, hadits hasan)
Hadirnya Wanita Di
Masjid dan Keutamaan Shalat Wanita Di Rumahnya
Para
wanita boleh pergi ke masjid dan ikut melaksanakan shalat berjama'ah dengan
syarat menghindarkan diri dari hal-hal yang membangkitkan syahwat dan
menim-bulkan fitnah, seperti mengenakan perhiasan dan menggu-nakan
wangi-wangian. Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda:
"Janganlah
kalian melarang para wanita (pergi) ke masjid dan hendaklah mereka keluar
dengan tidak me-makai wangi-wangian." (HR. Ahmad
dan Abu Daud, hadits shahih)
Dan beliau juga bersabda:
Dan beliau juga bersabda:
"Perempuan
yang mana saja yang memakai wangi-wangian, maka janganlah dia ikut shalat Isya'
berjama'ah bersama kami." (HR. Muslim)
Pada kesempatan lain, beliau juga bersabda:
Pada kesempatan lain, beliau juga bersabda:
"Perempuan
yang mana saja yang memakai wangi-wangian, kemudian dia pergi ke masjid, maka
shalatnya tidak diterima sehingga dia mandi." (HR. Ibnu Majah,
hadits shahih)
Beliau juga bersabda:
Beliau juga bersabda:
"Jangan
kamu melarang istri-istrimu (shalat) di masjid, namun rumah mereka sebenarnya
lebih baik untuk mereka." (HR. Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim,
hadits shahih)
Dalam sabdanya yang lain:
Dalam sabdanya yang lain:
"Shalat
seorang wanita di salah satu ruangan rumahnya lebih utama daripada di bagian
tengah rumahnya dan shalatnya di kamar (pribadi)-nya lebih utama daripada
(ruangan lain) di rumahnya." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim)
Beliau bersabda pula:
Beliau bersabda pula:
"Sebaik-baik
tempat shalat bagi kaum wanita adalah bagian paling dalam (tersembunyi) dari
rumahnya." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi, hadits shahih)
Shalat
Jum'at a. Hukum Shalat Jum'at
Shalat Jum'at wajib bagi kaum lelaki, yaitu sebanyak dua rakaat. Adapun dalil tentangnya adalah sebagai berikut:
1. Firman Allah Subhanahu waTa'ala:
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum'at, maka ber-segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui." (Al-Jumu'ah: 9)
2. Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Hendaklah
orang-orang itu berhenti dari meninggalkan shalat Jum'at atau kalau tidak,
Allah akan menutup hati mereka kemudian mereka akan menjadi orang yang
lalai." (HR. Muslim)
3.
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Sungguh
aku berniat menyuruh seseorang (menjadi imam) shalat bersama-sama yang lain,
kemudian aku akan membakar rumah orang-orang yang meninggalkan shalat
Jum'at." (HR. Muslim)
4.
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Shalat
Jum'at itu wajib bagi tiap-tiap muslim, dilaksana-kan secara berjama'ah
terkecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang
yang sakit." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)
5.
Ijma' para ulama. Para ulama telah sepakat bahwa shalat Jum'at itu wajib
hukumnya. b. Keutamaan Hari Jum'at
Hari Jum'at adalah hari yang penuh keberkahan, mempunyai kedudukan yang agung dan merupakan hari yang paling utama. Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda:"Sebaik-baik hari adalah hari Jum'at, pada hari itulah diciptakan Nabi Adam, dan pada hari itu dia diturunkan ke bumi, pada hari itu pula diterima taubatnya, pada hari itu pula beliau diwafatkan, dan pada hari itu pula terjadi Kiamat ... Pada hari itu ada saat yang kalau seorang muslim menemuinya kemudian shalat dan memohon segala keperluannya kepada Allah, niscaya akan dikabulkan." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan lainnya, hadits shahih)
c. Hal-Hal Yang Disunnahkan Serta Beberapa Adab Hari Jum'at
1. Mandi, berpakaian yang rapi, memakai wangi-wangian dan bersiwak. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Mandi
hari Jum'at itu wajib bagi tiap muslim yang telah baligh." (Muttafaq
'alaih)
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Mandi,
memakai siwak, mengusapkan parfum sebisa-nya pada hari Jum'at dianjurkan pada
setiap laki-laki yang telah baligh." (Muttafaq 'alaih)
Dan
sabda beliau shallallaahu alaihi wasallam yang lain:
"Apa
yang menghalangi salah seorang di antara kamu jika dia mempunyai kesempatan
untuk memakai dua pakaian (baju dan sarung) selain pakaian kerjanya pada hari
Jum'at." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah, shahih)
Juga
sabda beliau shallallaahu alaihi wasallam tentang hari Jum'at:
"Hak
setiap muslim adalah siwak, mandi Jum'at dan memakai minyak wangi dari rumah
jika ada." (HR. Al-Bazzar, shahih)
2.
Lebih awal pergi ke masjid untuk shalat Jum'at, yaitu beberapa saat sebelumnya.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Barangsiapa
yang mandi pada hari Jum'at seperti mandi jinabat, kemudian dia pergi ke masjid
pada saat pertama, maka seakan-akan dia berkurban dengan se-ekor unta dan siapa
yang berangkat pada saat kedua, maka seakan-akan ia berkurban dengan seekor
sapi, dan siapa yang pergi pada saat ketiga, maka seakan-akan dia berkurban
dengan seekor domba yang mempunyai tanduk, dan siapa yang berangkat pada saat
keempat, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor ayam, dan siapa yang
berangkat pada saat kelima, maka seolah-olah dia berkurban dengan sebutir
telur, dan apabila imam telah datang, maka malaikat ikut hadir mende-ngarkan
khutbah." (Muttafaq 'alaih)
3.
Melakukan shalat-shalat sunnah di masjid sebelum shalat Jum'at selama imam
belum datang. Apabila imam telah datang, maka berhenti dari itu kecuali shalat tahiyyatul
masjid tetap boleh dikerjakan meskipun imam sedang berkhutbah tetapi
hendaknya dipercepat. Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda:
"Tidaklah
seseorang mandi pada hari Jum'at dan bersuci sebisa mungkin, kemudian dia
memakai wangi-wangian atau memakai minyak wangi, lalu pergi ke masjid dan (di
sana) tidak memisahkan antara dua orang (yang duduk berjajar), kemudian dia
shalat yang disunnahkan baginya, dan dia diam apabila imam telah berkhutbah,
terkecuali akan diampuni dosa-dosanya antara Jum'at (itu) dan Jum'at berikutnya
selama dia tidak berbuat dosa besar." (HR.
Al-Bukhari)
4.
Makruh melangkahi pundak-pundak orang yang sedang duduk dan memisahkan
(menggeser) mereka. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam, ketika beliau melihat seseorang yang melangkahi pundak orang-orang:
"Duduklah,
sesungguhnya kamu telah mengganggu orang lain, lagi pula kamu datang
terlambat." (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai, hadits shahih)
Dan
juga berdasarkan hadits sebelumnya yang bunyi-nya:
"...
Dan tidak memisahkan antara dua orang... niscaya akan diampuni segala dosanya
dari Jum'at (itu) ke Jum'at berikutnya."
5.
Berhenti dari segala pembicaraan dan perbuatan sia-sia --seperti memain-mainkan
kerikil-- apabila imam telah datang. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam:
"Apabila
kamu berkata kepada temanmu 'diamlah', ketika imam sedang berkhutbah pada hari
Jum'at, maka sesungguhnya kamu telah berbuat sia-sia." (Muttafaq
'alaih)
6.
Diharamkan transaksi jual beli ketika adzan sudah mulai berkumandang. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Hai
orang-orang yang beriman, apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada
hari Jum'at, maka segeralah mengingat Allah dan tinggalkan jual beli." (Al-Jumu'ah:
9)
7.
Hendaklah memperbanyak membaca shalawat serta salam kepada Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam pada malam Jum'at dan siang harinya. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Perbanyaklah
membaca shalawat kepadaku pada hari Jum'at, sesungguhnya tidak seorang pun yang
membaca shalawat kepadaku pada hari Jum'at kecuali diperlihatkan kepadaku
shalawatnya itu." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Sabda
beliau yang lain:
"Perbanyaklah
membaca shalawat kepadaku pada hari Jum'at dan malam Jum'at, maka barangsiapa
bersha-lawat kepadaku sekali, niscaya Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh
kali." (HR. Al-Baihaqi, hadits hasan)
8.
Disunnahkan membaca surat Al-Kahfi. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam:
"Barangsiapa
membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum'at, maka dia akan mendapat cahaya yang
terang di antara kedua Jum'at itu." (HR.
Al-Hakim dan Al-Baihaqi, hadits shahih)
9.
Bersungguh-sungguh dalam berdo'a untuk men-dapatkan waktu yang mustajab (dikabulkannya
do'a). Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Sesungguhnya
pada hari Jum'at ada saat yang apabila seorang hamba muslim mendapatinya sedang
dia dalam keadaan shalat dan memohon kebaikan kepada Allah niscaya Allah akan
mengabulkannya." (HR. Muslim)
Dan
saat istijabah itu ialah pada akhir waktu hari Jum'at. Ini berdasarkan
hadits Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Hari
Jum'at terdiri dari dua belas waktu, di antaranya ada waktu dimana tidak
seorang hamba muslim pun yang meminta kepada Allah suatu permintaan terkecuali
akan diberikan kepadanya, maka hendaklah kalian mencarinya pada waktu terakhir
yaitu setelah Ashar." (HR. Abu Daud, An-Nasai dan Al-Hakim, hadits shahih)
Dalam
hadits lain disebutkan: "Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata,'Bersabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, 'Sebaik-baik hari, dimana matahari terbit di dalam-nya adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu pula dia diturunkan ke bumi, pada hari itu pula diterima taubatnya, pada hari itu pula dia wafat, pada hari itu pula kiamat akan terjadi dan tidak ada makhluk yang melata di muka bumi kecuali menunggu hari Kiamat itu dari waktu Subuh hari Jum'at sampai terbit matahari, karena takut pada hari Kiamat terkecuali jin dan manusia. Di dalamnya ada satu saat yang apabila seorang hamba muslim menemuinya sedang dia dalam keadaan shalat dan memohon kepada Allah suatu kebutuhan, niscaya akan dikabulkan permohonannya.' Ka'ab berkata, 'Yang demikian itu hanya ada satu hari dalam setahun?' Aku berkata, 'Bahkan pada setiap hari Jum'at.' Berkata Abu Hurairah, 'Maka Ka'ab membaca Taurat, kemudian berkata, 'Benarlah perkataan Nabi shallallaahu alaihi wasallam itu.' Abu Hurairah berkata, 'Kemudian aku bertemu Abdullah Ibnu Salam, lalu aku ceritakan apa yang men-jadi pembicaraanku dengan Ka'ab, maka dia berkata, 'Aku telah mengetahui kapan saat itu.' Abu Hurairah berkata, 'Aku katakan kepadanya, 'Beritahukan kepada-ku hal itu.' Abdullah bin Salam berkata, 'Waktunya adal-ah saat terakhir dari hari Jum'at,' Aku katakan kepada-nya, 'Bagaimana mungkin padahal Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam telah bersabda, 'Tidak seorang hamba muslim pun yang men-dapatinya sedang ia dalam keadaan shalat, dan pada waktu itu (setelah Ashar) tidak boleh shalat. Berkatalah Abdullah bin Salam, 'Bukankah Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam telah ber-sabda, 'Barangsiapa duduk pada suatu tempat sambil menunggu (waktu) shalat, maka dia dianggap dalam keadaan shalat sampai dia melaksanakan shalat,' Aku katakan, 'Ya.' Dia berkata, 'Itulah maksudnya'." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan An-Nasai, hadits shahih)
Dikatakan pula bahwa saat tersebut adalah sejak duduk-nya imam di atas mimbar hingga usainya pelaksanaan shalat.
d. Syarat-syarat Kewajiban Shalat Jum'at
Shalat Jum'at diwajibkan atas setiap muslim, laki-laki yang merdeka, sudah mukallaf, sehat badan serta muqim (bukan dalam keadaan musafir). Ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Shalat
Jum'at itu wajib atas setiap muslim, dilaksana-kan secara berjama'ah terkecuali
empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang
sakit." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)
Adapun
bagi orang yang musafir, maka tidak wajib melaksanakan shalat Jum'at, sebab
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam pernah melakukan perjalanan
untuk menunaikan haji, dan ber-tempur, namun tidak pernah diriwayatkan bahwa
beliau melaksanakan shalat Jum'at.Dan dalam sebuah atsar disebutkan, bahwa Amirul Mukminin Umar Ibnul Khattab radhiallaahu anhu melihat seseorang yang terlihat akan melakukan perjalanan, kemudian beliau mendengar ucapannya, 'Seandainya hari ini bukan hari Jum'at, niscaya aku akan bepergian.' Maka Khalifah Umar berkata, 'Silakan Anda pergi, sesungguhnya shalat Jum'at itu tidak menghalangimu dari bepergian.'
e. Syarat-syarat Sahnya Shalat Jum'at
Untuk sahnya shalat Jum'at itu ada beberapa syarat, yaitu sebagai berikut:
1. Dilaksanakan di suatu perkampungan atau kota, karena di zaman Rasulullah r tidak pernah dilaksanakan terkecuali di perkampungan atau di kota. Dan beliau shallallaahu alaihi wasallam tidak pernah menyuruh penduduk dusun (orang peda-laman) untuk melaksanakannya. Dan tidak pernah disebut-kan bahwa ketika bepergian beliau melaksanakan shalat Jum'at.
2. Meliputi dua khutbah. Ini berdasarkan pada per-buatan Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam dan kebiasaan beliau (dalam melak-sanakannya). Juga dikarenakan khutbah merupakan salah satu manfaat yang sangat besar dari pelaksanaan shalat Jum'at. Karena ia mengandung dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, peringatan terhadap kaum muslimin serta nasehat bagi mereka.
f. Tata Cara Shalat Jum'at
Adapun tata cara pelaksanaan shalat Jum'at, yaitu imam naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari, kemudian memberi salam. Apabila ia sudah duduk, maka muadzin melaksanakan adzan sebagaimana halnya adzan Dhuhur. Dan apabila selesai adzan, berdirilah imam untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan hamdalah dan pujian kepada Allah Subhanahu waTa'ala serta membaca shalawat kepada Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam. Kemudian memberikan nasehat kepada para jama'ah, mengingatkan mereka dengan suara yang lantang, menyampaikan perintah dan larangan Allah Subhanahu waTa'ala dan RasulNya, mendorong mereka untuk berbuat kebajikan serta menakut-nakuti mereka dari berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan Allah Subhanahu waTa'ala serta ancaman-ancaman Allah Subhanahu waTa'ala. Kemudian duduk sebentar, lalu memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan pujian kepadaNya. Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan khutbah pertama dan dengan suara yang layaknya seperti suara seorang komandan pasukan perang, sampai selesai tanpa perlu berpanjang lebar, kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamah untuk melaksanakan shalat. Kemudian memimpin shalat berjama'ah dua rakaat dengan mengeraskan bacaan, dan sebaiknya surat yang dibaca pada rakaat pertama setelah Al-Fatihah adalah surat Al-A'la dan pada rakaat kedua surat Al-Ghasyiah, atau pada rakaat pertama setelah Al-Fatihah surat Al-Jumu'ah dan pada rakaat kedua surat Al-Muna-fiqun. Dan jika dia membaca surat yang lain juga tidak apa-apa.
g. Shalat Sunnah Sebelum dan Sesudah Shalat Jum'at
Dianjurkan shalat sunnah sebelum pelaksanaan shalat Jum'at semampunya sampai imam naik ke mimbar, karena pada waktu itu tidak dianjurkan lagi shalat sunnah, kecuali shalat tahiyatul masjid bagi orang yang (terlambat) masuk ke dalam masjid. Dalam hal ini shalat tetap boleh dilaksana-kan sekali pun imam sedang berkhutbah dengan catatan mempercepat pelaksanaannya sebagaimana diterangkan di atas disertai dengan dalilnya.
Adapun setelah shalat Jum'at, maka disunnahkan shalat empat rakaat atau dua rakaat. Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam :
"Barangsiapa
di antara kamu ingin shalat setelah Jum'at, maka hendaklah shalat empat
rakaat." (HR. Muslim)
Dari
Ibnu Umar radhiallaahu anhuma disebutkan:
"Bahwasanya
Nabi shallallaahu alaihi wasallam shalat setelah shalat Jum'at dua rakaat di
rumah beliau." (Muttafaq 'alaih)
Sebagai
pengamalan hadits-hadits ini, sebagian ulama mengatakan bahwa seorang muslim
apabila ingin shalat sunnah setelah Jum'at di masjid, maka dia shalat empat
rakaat dan apabila dia shalat di rumah, maka dia shalat dua rakaat.
Shalat Sunnah Rawatib
Sesungguhnya
di balik disyari'atkannya shalat sunnah terdapat hikmah-hikmah yang agung dan
rahasia yang sangat banyak, di antaranya untuk menambah kebajikan dan
meninggikan derajat seseorang. Juga berfungsi sebagai penutup segala kekurangan
dalam pelaksanaan shalat fardhu. Juga dikarenakan shalat mempunyai keutamaan
yang agung dan kedudukan yang tinggi yang tidak terdapat pada ibadah-ibadah
lainnya. Di samping hikmah-hikmah yang lain.
"Dari
Rabi'ah bin Ka'ab Al-Aslami, pelayan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam ,
berkata, 'Aku pernah menginap bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasalam ,
kemudian aku membawakan air wudhu untuk beliau serta kebutuhannya yang lain.
Beliau bersabda, 'Minta-lah kepadaku', maka aku katakan kepada beliau, 'Aku
minta agar bisa bersamamu di Surga', beliau bersabda, 'Ataukah permintaan yang
lain?' Aku katakan, 'Itu saja'. Beliau bersabda, 'Kalau begitu bantulah aku
atas dirimu dengan banyak bersujud (shalat)'." (HR.
Muslim)
Dalam
hadits lain disebutkan:
"Dari
Abu Hurairah radhiallahu anhu , ia berkata, 'Rasulullah shallallahu alaihi
wasalam ber-sabda, 'Sesungguhnya amal seorang hamba yang per-tama-tama
kali di hisab (diperhitungkan) pada Hari Kiamat nanti adalah shalatnya, apabila
shalatnya baik maka sungguh dia telah beruntung dan selamat, dan jika shalatnya
rusak maka dia akan kecewa dan merugi. Apabila shalat fardhunya kurang
sempurna, maka Allah berfirman, 'Apakah hambaKu ini mempunyai shalat sunnah?,
maka tutuplah kekurangan shalat fardhu itu dengan shalat sunnahnya.' Kemudian
begitu pula dengan amalan-amalan lainnya yang kurang'." (HR. Abu
Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih)
a.
Pembagian Shalat-shalat Sunnah Shalat sunnah terbagi menjadi dua, yaitu sunnah mutlak dan sunnah muqayyad. Shalat sunnah mutlak itu dilakukan hanya dengan niat shalat sunnah saja tanpa dikaitkan dengan yang lain. Adapun shalat sunnah muqayyad di antaranya ada yang disyari'atkan sebagai penyerta shalat fardhu yaitu yang biasa disebut dengan shalat sunnah rawatib. Yaitu mencakup shalat sunnah Subuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya' yang akan dibahas pada halaman-halaman berikut.
b. Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib
"Dari
Ummi Habibah radhiallahu anhu, ia berkata, 'Aku telah mendengar Rasulullah
shallallahu alaihi wasalam bersabda, 'Tidaklah seorang hamba muslim
melaksanakan shalat sunnah (bukan fardhu) karena Allah- sebanyak dua belas
rakaat setiap harinya kecuali Allah akan membangunkan sebuah rumah un-tuknya di
Surga'." (HR. Muslim)
c.
Penjelasan Tentang Sunnah Rawatib Yaitu tentang berapa jumlah minimal dan maksimal rakaatnya serta berapa jumlah pertengahannya.
"Dari
Ummu Habibah radhiallahu anha, ia berkata, 'Aku telah mendengar Rasulullah
shallallahu alaihi wasalam bersabda, Barangsiapa shalat dalam sehari
semalam dua belas rakaat akan dibangun untuknya rumah di Surga, yaitu; empat
rakaat sebelum Dhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib,
dua rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebe-lum shalat Subuh'." (HR.
At-Tirmidzi, ia mengatakan, hadits ini hasan shahih)
Dalam
riwayat ini ada penjelasan secara terperinci tentang dua belas rakaat yang
disebutkan secara global dalam riwayat Muslim yang lalu.
"Dari
Ibnu Umar radhiallahu anhu dia berkata, 'Aku shalat bersama
Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dua rakaat sebelum Dhuhur dan dua
rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Jum'at, dua rakaat sesudah Maghrib dan
dua rakaat sesudah Isya'." (Muttafaq 'alaih)
"Dari
Abdullah bin Mughaffal radhiallahu anhu , ia berkata, 'Bersabda Rasulullah
shallallahu alaihi wasalam , 'Di antara dua adzan itu ada shalat, di antara dua
adzan itu ada shalat, di antara dua adzan itu ada shalat. Kemudian pada
ucapannya yang ketiga beliau menambahkan: 'bagi yang mau'." (Muttafaq
'alaih)
"Dari
Ummu Habibah radhiallahu anha, ia berkata, 'Rasulullah shallallahu alaihi
wasalam bersabda, 'Barangsiapa yang menjaga empat rakaat sebelum Dhuhur
dan empat rakaat sesudahnya, Allah mengharamkannya dari api Neraka'." (HR. Abu
Daud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadits ini hasan shahih)
"Dari
Ibnu Umar radhiallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam
bersabda, 'Semoga Allah memberi rahmat bagi orang yang shalat empat rakaat
sebelum Ashar'." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia
mengatakan, hadits ini hasan)
d.
Jadwal Bilangan Rakaat Shalat Sunnah
Shalat-Shalat
|
Sunnah Qobliah
|
Fardhu
|
Sunnah Ba'diah
|
Subuh
|
2
|
2
|
|
Dzuhur
|
2+2
|
4
|
2+2
|
Ashar
|
2+2
|
4
|
|
Maghrib
|
2
|
3
|
2
|
Isya
|
2
|
4
|
2
|
Catatan:
Shalat-shalat sunnah rawatib qabliah dan ba'diah yang tersebut dalam jadwal di atas diambil dari beberapa hadits shahih yang berkaitan dengan pembahasan masalah ini.
Shalat Witir
Shalat-shalat sunnah yang kita sebutkan di atas meru-pakan shalat sunnah rawatib yang sangat ditekankan. Di samping itu ada pula shalat sunnah mu'akkadah yang tidak boleh ditinggalkan begitu saja, salah satunya adalah shalat witir. Dan hakikat shalat itu adalah shalat satu rakaat yang dikerjakan oleh seorang muslim sebagai akhir dari shalat sunnah yang dia lakukan di malam hari setelah shalat Isya'. Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasalam :
"Shalat
malam itu dua rakaat dua rakaat, dan apabila salah seorang dari kamu khawatir
waktu Subuh akan tiba, maka shalatlah satu rakaat untuk mengganjilkan shalat
yang telah dilaksanakan." (HR. Al-Bukhari)
a.
Hal-hal Yang Disunnahkan Sebelum Witir Disunnahkan sebelum shalat witir shalat dua rakaat atau lebih sampai sepuluh rakaat yang dilaksanakan dua rakaat dua rakaat, kemudian menutupnya dengan shalat witir satu rakaat. Ini berdasarkan apa yang dicontohkan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam .
Ishaq bin Ibrahim rahimahullah berkata: "Makna apa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasalam , bahwa beliau shalat witir tiga belas rakaat itu ialah, beliau shalat di waktu malam tiga belas rakaat beserta witirnya. Maksudnya di antaranya ada shalat witir. Di sini ada penisbatan shalat malam kepada shalat witir."
Dan yang tiga belas rakaat ini boleh dilaksanakan dua-dua, yaitu salam tiap selesai dua rakaat. Kemudian shalat satu rakaat dengan tasyahhud lalu salam.
Begitu pula, boleh dilaksanakan semuanya dengan dua kali tasyahhud dan sekali salam. Yaitu dilaksanakan semua rakaat itu secara berurutan tanpa tasyahhud kecuali pada rakaat sebelum akhir, kemudian tasyahhud pada rakaat tersebut, lalu berdiri untuk rakaat terakhir dan menyele-saikannya, setelah itu ber-tasyahhud selanjutnya ditutup dengan salam. Dan boleh pula dilaksanakan semuanya dengan sekali tasyahhud dan sekali salam pada rakaat terakhir.
Semua cara itu boleh dilakukan dan semuanya dicontoh-kan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasalam . Namun yang lebih utama adalah dengan cara salam pada tiap-tiap selesai dua rakaat. Dan boleh dilaksanakan dengan sekali salam apabila ada udzur lemah tenaga atau sudah tua dan sebagainya.
b. Waktu Shalat Witir
Dari shalat Isya' sampai menjelang Subuh. Dan (pelak-sanaannya) di akhir malam lebih utama dari awalnya bagi yang sanggup melaksanakannya, namun jika takut tidak bangun (di waktu malam) boleh dilaksanakan sebelum tidur.
Tata Cara Shalat Orang Sakit
1. Orang yang sakit wajib melaksanakan shalat fardhu dengan berdiri, sekali pun bersandar ke dinding atau ke tiang atau dengan tongkat.
2. Jika tidak sanggup shalat berdiri, maka hendaklah ia shalat dengan duduk, dan lebih baik kalau duduk bersila pada waktu di mana semestinya berdiri dan ruku', dan duduk istirasy pada waktu di mana dia sujud.
3. Jika tidak sanggup shalat sambil duduk, boleh shalat sambil berbaring bertumpu pada sisi badan menghadap kiblat. Dan bertumpu pada sisi kanan lebih utama dari sisi kiri. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat boleh menghadap ke mana saja dan tidak perlu mengulangi shalatnya.
4. Jika tidak sanggup shalat berbaring, boleh shalat sambil terlentang dengan menghadapkan kedua kaki ke kiblat. Dan yang lebih utama yaitu dengan mengangkat kepala untuk menghadap kiblat. Dan jika tidak bisa meng-hadapkan kedua kakinya ke kiblat, dibolehkan shalat menghadap ke mana saja.
5. Orang sakit wajib melaksanakan ruku' dan sujud, jika tidak sanggup, cukup dengan membungkukkan badan pada ruku' dan sujud, dan ketika sujud hendaknya lebih rendah dari ruku'. Dan jika sanggup ruku' saja dan tidak sanggup sujud, dia boleh ruku' saja dan menundukkan kepala saat sujud. Demikian pula sebaliknya jika dia sanggup sujud saja dan tidak sanggup ruku', dia boleh sujud saja dan ketika ruku' dia menundukkan kepala.
6. Jika tidak sanggup dengan menundukkan kepala ketika ruku' dan sujud, cukup dengan isyarat mata, dengan memejamkan sedikit ketika ruku' dan dengan meme-jamkan lebih kuat ketika sujud. Adapun isyarat dengan telunjuk seperti yang dilakukan beberapa orang sakit, itu tidak betul dan penulis tidak pernah tahu dalil-dalilnya baik dalil dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah, dan tidak pula dari perkataan para ulama.
7. Jika tidak sanggup juga shalat dengan menggerakkan kepala dan isyarat mata, hendaklah ia shalat dengan hatinya, dia berniat ruku', sujud dan berdiri serta du-duk. Masing-masing orang akan diganjar sesuai dengan niatnya.
8. Orang yang sakit wajib melaksanakan semua kewajiban shalat tepat pada waktunya sesuai menurut kemampu-annya sebagaimana kita jelaskan di atas. Tidak boleh sengaja mengakhirkannya dari waktu yang semestinya. Dan jika termasuk orang yang kesulitan berwudhu dia boleh menjamak shalatnya seperti layaknya seorang musafir.
9. Jika dia sulit untuk shalat pada waktunya, boleh menja-mak antara Dhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya', baik jama' taqdim maupun jama' ta'khir, sesuai dengan kemampuannya. Kalau dia mau, dia boleh memajukan shalat Asharnya digabung dengan Dhuhur, atau mengakhirkan Dhuhurnya digabung dengan Ashar di waktu Ashar. Jika mau, boleh juga dia memajukan shalat Isya' untuk digabung dengan shalat Maghrib di waktu Maghrib atau sebaliknya. Adapun shalat Subuh, maka tidak boleh di-jama' dengan shalat yang sebelumnya atau sesudahnya, karena waktunya terpisah dari waktu shalat sebelumnya dan shalat se-sudahnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan dirikanlah shalat dari sesudah tergelincirnya matahari sampai gelap malam, dan (dirikanlah pula) shalat Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat)." (Al-Isra': 78)
Oleh: Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar