“Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian.” [aL-Israa’: 82]
Dzikir memuat banyak sekali keutamaan, karena merupakan hal yang paling substansial dalam ibadah. Sedemikian pentingnya, dzikir bahkan bisa dikatakan sebagai ruh ibadah. Sehingga Alloh berkata, betapa pentingnya dzikir…
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” [aZ-Zukhruf: 36]
Sekejap saja seorang muslim lalai saat itu syaithon sudah siap menggoda dan menggelincirkannya.
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” [aL-Baqarah: 152]
Sehingga, Islam mengajari kita untuk mengambil ajaran adab, do’a, dan dzikir, yang tak lain adalah untuk membentengi kita dari penyakit-penyakit rohani maupun jasmani. Diantara amalan dan dzikir yang terpenting adalah:
1. Melaksanakan seluruh kewajiban khususnya shalat lima waktu (bagi laki-laki dengan berjama’ah dimasjid) dengan khusyu’ dan tenang.
2. Menjauhi seluruh maksiat dan dosa yang besar (syirik) maupun yang kacil serta bertaubat darinya. Khususnya yang menimpa banyak manusia yang membuang waktunya sia-sia, sehingga lalai dalam berdzikir dan syaithon mengusasi hatinya seperti, mendengarkan musik / nyanyian, menonton film / sinetron atau kegiatan lainnya yang melemahkan iman dan menimbulkan kemunafikan dalam hati. Juga dengan tidak melaksanakan ibadah / doa yang tidak ada tuntunannya dalam Qur’an maupun Sunnah (bid’ah).
3. Senantiasa membaca Al-Qur’an rutin tiap hari.
4. Membaca dzikir pagi dan petang, karena jika seorang muslim mengetahui betapa besarnya pahala dan efek positif dari perbuatan ini, niscaya ia tidak akan meninggalkannya walau sehari.
5. Senantiasa mengucapkan dzikir sesuai dengan momen dan keadaan, seperti dzikir masuk / keluar masjid, masuk/ keluar kamar mandi, akan / setelah makan, akan / bangun tidur, dan seterusnya.
6. Membentengi diri dengan doa yang telah pasti riwayatnya, seperti:
Telah pasti dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa setiap beliau hendak tidur malam mengumpulkan kedua telapak tangannya, lalu meniupnya sambil membaca qul hu wallahu ahad, qul a’uudzu bi Rabbil falaq, dan qul a’uudzu bi Rabbin naas. Setelah itu beliau mengusapkan kedua telapak tangannya kebagian tubuh yang dapat dijangkau. Beliau melakukannya tiga kali. [HR. Bukhari]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang mengawali harinya dengan ucapan “dengan nama Alloh yang tiada sesuatupun yang membahayakan dengan nama-Nya di bumi dan tidak pula di langit dan Dia Maha mendengar lagi Maha Mengetahui,” maka tidak akan ada yang membahyakan dirinya pada hari atau malam tersebut.” [HR. Ahmad, dishahihkan Ibnu Majah (II/232)]
Untuk membentengi anak-anak pada khususnya, Nabi membaca ta’awwudz, untuk Hasan dan Husain dengan ucapan: “Aku memperlindungkan kalian berdua kepada kalimat-kalimat Alloh yang sempurna dari setiap syaithon, binatang berbisa, dan mata yang jahat.” [HR. Bukhari]
7. Berusaha untuk senantiasa mengawali kegiatan dengan bacaan “bismillah” dan tidak melupakannya sehingga kalimat tersebut menjaga kita dari kejahatan dan gangguan jin.
8. Berpegang teguh dengan sejumlah pelaksanaan ibadah dan ketaatan yang menambah keimanan di hati dan menguatkan hubungan dengan Allo, seperti melaksanakan amalan-amalan Sunnah (shalat malam, sunnah rawatib, dhuha, sedekah, puasa sunnah, dll)
9. Memperbanyak istighfar dan do’a serta dzikir kepada Alloh, serta mengisi waktu dengan hal tersebut.
Namun, hal penting yang harus dicamkan dalam berdzikir adalah dzikir termasuk bagian dari ibadah. Sedangkan syarat diterimanya suatu ibadah adalah ikhlas dan ittiba’. Ikhlas berarti memurnikan ibadah tersebut semata-mata hanya karena Alloh dan untuk mendapatkan keridhoan-Nya. Ittiba’ artinya ibadah itu harus dilakukan sesuai dengan petunjuk dan contoh yang diberikan oleh Rasululloh Shallallahu ‘alihi wasallam.
Sedang fenomena yang terjadi dalam masyarakat Indonesia, khususnya, tersebarnya ajaran dzikir dan wirid yang tidak memiliki dasar yang kuat dari Kitabullah dan Sunnah Rasul. Ketidaktahuan akan hal ini disebabkan tidak lain karena gangguan syaithon yang melalaikan manusia dari menuntut ilmu, dan menyibukkan mereka dengan dunia dan syahwatnya.
Maka, jika hal itu terjadi, Al-Qur’an-lah satu-satunya yang paling terpercaya untuk kesembuhannya.
“Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” [Yunus: 57]
Ibnul Qoyyim berkata: “Al-Qur’an adalah obat yang sempurna bagi semua penyakit hati, badan, dunia, dan akhirat. Namun, tidak semua orang diberi kemampuan dan taufiq untuk berobat dengan Al-Qur’an. Jika seorang penderita mampu mengoptimalkan pengobatan penyakitnya dengan Al-Qur’an, secara jujur, penuh keimanan, dan penerimaan yang sempurna, keyakinan yang pasti, serta memenuhi persyaratannya niscaya dirinya tidak pernah akan terkalahkan oleh penyakit. Bagaimana mungkin penyakit akan mengalahkan firman Rabb langit dan bumi, yang diturunkan kepada gunung-gunung niscaya ia akan meluluhkannya, atau jika diturunkan ke bumi niscaya akan membelahnya?! Tidaklah terdapat suatu penyakit hati atau badan pun melainkan dalam Al-Qur’an terdapat petunjuk tentang sebab cara penyembuhan dan cara menjaga diri darinya. Hal ini diketahui oleh orang yang diberikan pemahaman oleh Alloh terhadap Kitab-Nya. Alloh ‘Azza wa Jalla menyebutkan hati dan badan , serta bagaimana serta mengobatinya.” [lihat Zaadul Ma’aad (IV/6 dan IV/352)]
Maraji’:
- Ruqyah (oleh Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al-‘Iedan)
- Doa dan Wirid (Said bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar