Allah
berfirman :
“
Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian
masuk kedalam selain
rumah
kalian, hingga
kalian meminta izin
dan mengucapkan salam
kepada penghuninya “ (
An-Nur
: 27 ).
Allah
berfirman :
“ Dan apabila kalian masuk kedalam rumah, maka
ucapkanlah salam kepada diri kalian,
salam
dari Allah yang penuh berkah dan baik “ ( An-Nur 61 ).
Allah
berfirman :
“ Dan apabila kalian disalami, maka jawablah
dengan ucapan slaam yang lebih baik atau
balasnya
dengan salam yang semisalnya.
Sesungguhnya Allah akan menghitung segala
sesuatu
“ (An-Nisaa’ :26 ).
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda : ”Allah
telah
menciptakan Adam dengan tinggi
60 hasta, kemudian
berfirman :”Pergilah
kamu,
berikan salam kepada para malaikat dan dengarkan jawaban mereka atas
salam engkau.
Salammu dan salam
seluruh anak keturunanmu.
Maka Adam
berkata :”Asalamu’alaikum!” Para
malaikat menjawab :”Assalamu’alaika wa
rahmatullah!”.
Para Malaikat menambahkan kalimat rahmatullah… al-hadits.1
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda :”Kalian tidak
akan
masuk kedalam
Surga hingga kalian
beriman, dan tidaklah
kalian dikatakan
beriman hingga
kalian saling mencintai.
Ketahuilah, aku akan
memberitahukan
kepada kalilan
sesuatu yang apabila
kalian melakukannya niscaya
kalian akan
saling
mencintai. Yaitu tebarkanlah salam diantara kalian.”2
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :”Hak
muslim atas muslim
lainnya
ada enam.” Ditanyakan kepada beliau :”Apa itu ya Rasulullah ?” Beliau
1
HR. Al-Bukhari no.3326 dan Muslim no 2841.
2
HR. Muslim dalam bab Penjelasan tentang tidak akan masuk surga kecuai orang
yang beriman. No 54.
menjawab :”Apabila
kalian bertemu dengan
muslim yang lain,
maka ucapkan
salam
kepadanya …” al-hadits. 3
Di
antara adab-adab mengucapkan salam :
1.
Diantara perkara yang disunnahkan adalah membiasakan diri untuk saling
memberi
dan menyampaikan salam serta kewajiban untuk menjawabnya.
Dalil yang
menunjukkan hal ini
sangat banyak, sebagaiman
sabda Nabi
Shallallahu
‘alaihi wa sallam diatas. Demikian pula berdasarkan perbuatan Nabi
Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan
para sahabatnya radhiallahu
‘anhuma, dan
dalil itu
yang telah populer
sudah mencukupi dari
nash-nash lainnya. Adapun
menjawab salam,
maka hukumnya adalah
wajib. Seorang muslim
diharuskan
untuk menjawab
salam jika tidak
maka dia akan
berdosa. Dalil-dalil yang
menunjukkan tentang
wajibnya menjawab salam
sangat banyak. Diantaranya
firman
Allah :
“
Dan apabila kalian
disalami, maka jawablah
dengan ucapan slaam
yang lebih
baik atau
balasnya dengan salam
yang semisalnya. Sesungguhnya
Allah akan
menghitung
sgala sesuatu “ (An-Nisaa’ :26 )
Ibnu Hazm
dan Ibnu Abdil
Barr serta Asy-Syaikh
Taqiyudin telah
mengutip
ijma’ wajibnya menjawab salam.4
Pertanyaan :
Apabila seseorang memberikan
kepada jama’ah, apakah
setiap
orang dari
jama’ah tersebut diwajibkan
untuk menjawab salamnya
atau
cukup
salah seorang dari mereka saja ?
Jawab :
Apabila seseorang mengucapkan
salam kepada jama’ah,
maka apabila
setiap orang
dari jama’ah itu
menjawab, itulah yang
lebih utama. Akan
tetapi
jika
satu orang saja dari mereka yang menjawab salam sedangkan yang lainnya
diam, maka
yang lainnya sudah
tidak dituntut lagi.5
Diriwayatkan dari Ali
bin
Abi Thalib,
beliau berkata :”Salam
seseorang dari jama’ah
sudah mewakili
3
HR. Muslim no.2162.
4
Lihat Al-Adab Asy-Syar’iyah (1/356) cetakan Muasasah Ar-Risalah.
5
Lihat Syarh Shahih Muslim An-Nawawi cetakan Daar Al-Fikr, Fathul Baari, hadits
no.6231, cetakan Daar
Ar-Rayyan,
dan Al-Adab Asy-Syar’iyah.
jama’ah jikalau
mereka melewati lainnya
dan salam salah
seorang diantara
semua
yang duduk sudah mewakili ”6
2.Sifat
salam.
a. Paling utama : Assalamua’alaikum wa
rahmatullahi wabarakatuh.
b. Kemudian berikutnya : Assalamua’alaikum wa
rahmatullah.
c. Dan yang selanjutnya : Assalamua’alaykum.
Dalilnya
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu
bahwasannya seseorang melewati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sedangkan beliau
sedang duduk dalam
majelis, maka laki-laki
itu berkata
:”Assalamu ’alaikum!”
Maka Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda
:”Dia telah
mendapatkan sepuluh kebaikan.”
Kemudian seorang laki-laki
lain
berlalu sambil
berkata :”Assalamu ‘alaikum
warahmatullah” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda
:”Dia telah mendapatkan
dua puluh
kebaikan.” Kemudian
berlalu laki-laki yang
lain dan berkata
:”Assalamua
’alaikum wa
rahmatullahi wa barakatuh”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa
sallam
bersabda :Dia telah mendapatkan tiga puluh kebaikan”7
Adapun sifat
dari menjawab salam
sama seperti ucapan
orang yang
memberikan salam
atau dengan yang
lebih baik berdasarkan
firman Allah I
dalam
6
HR. Abu Daud no.5210. Syaikh Al-Albani berkata :”Hadits ini shahih.” Dan
diriwayatkan juga oleh Ibnu
Abdil
Bar dengan menyandarkannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan
beliau menyifatkannya
bahwa
hadits ini hasan. Karena di dalamnya terdapat Sa’id bin Khalid Al-Khuza’i.
Beliau berkata
:"(Sanadnya)
tidak mengapa.” Dan sungguh jamaah mendhaifkan hadits ini. (At-Tamhid : juz 5
hal 290
cetakan
Daar Ath-Thayyibah.) Dan didalam Irwa’ Al-Ghalil, Asy-Syaikh Al-Albani
menganggap hadits ini
hasan,
dan beliau membawakan pendapat An-Naisabury (hadits ini hasan). Kemudian beliau
menggabungkan
beberapa jalan sebagai penguat hadits ini. Beliau berkata pada pembahasan lain
:
Dikarenakan
hadits ini memiliki penguat, maka dia terangkat derajatnya menjadi hasan. Akan
tetapi ini
secara
dhahir.
Wallahu
a’lam.” (Al-Irwa’, hadits no.778). Peringatan : Bab ini sangat panjang,
dikarenakan diamnya jamaah
atas penshahihan
hadits ini. Jika
salah seorang diantara
mereka menolakknya, maka
yang lain pun
akan
mengetahuinya.
Wallahu taufiq.
7
HR. At-Tirmidzi no.2689 dan beliau berkata :”Hadits hasan shahih gharib”, dan
diriwayatkan Al-Bukhari
dalam
adabul mufrad no 986, dan albani berkata :”Hadits ini shahih.” Dan diriwayatkan
juga oleh Ahmad
no.19446,
dan Ad-Darimi no.2640.
“
Dan apabila kalian disalami,
maka jawablah dengan
ucapan salam yang
lebih
baik atau
balasnya dengan salam
yang semisalnya. Sesungguhnya
Allah akan
menghitung
sgala sesuatu “ (An-Nisaa’ :26 ).
Dan hendaklah
menjawab salam dengan
bentuk yang plural atau
yang
lebih sempurna
walaupun hanya kepada
satu orang saja,
dengan ucapan
“wa’alaikum
salam wa rahmatullahi wabarakatuh “.
Pertanyaan :
Apabila seorang yang
memberikan salam telah
mengucapkan
salam dengan
sempurna yakni sampai
pada kalimat wabarakatuh,
apakah
disyariatkan untuk
memberikan tambahan setelahnya
ketika menjawab salam
untuk memenuhi
zhahir ayat “Biahsani
minha” – yang
lebih baik dari
salam
tersebut -
seperti dengan menambahkan
kalimat “wamagfiratuhu wa
ihsaanuhu “
serta
lain sebaginya?
Jawab :
Setelah kalimat wabarakatuh
tidak ditmabahkan sesuatupun
ketika
menjawab salam
walaupun orang yang
memberikan salam mengucapkannya
sampai kalimat
wabarakatuh. Ibnu Abdil
Barr berkata, “Ibnu
Abbas dan Ibnu
Umar
berkata, “Hentikan ucapan salam itu pada kalimat al-barakah, sebagaimana
penjelasan
Allah ta’ala tentang hamba-Nya yang shaleh. Allah berfirman:
“ Rahmat Allah dan barakah-Nya kepada kalian
wahai penghuni rumah “ ( Hud : 73).
Keduanya
tidak menyukai seseorang yang menambahkan ucapan salam setelah
kalimat
wabarakatuh.8
3. Makruh
hukumnya mengucapkan salam
hanya dengan kalimat
‘Alaikas
salam”
Beberapa hadits-hadist
shahih yang menjelaskan
tentang perkara ini.
Diantaranya hadits
yang telah diriwayatkan
oleh Jabir bin
Salim Al-Hujaimiy
radhiallahu
‘anhu. Bahwasannya ia berkata: “Saya mendatangi Nabi Shallallahu
‘alaihi wa
sallam dan mengucapkan
‘Alaika as-salam”. Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi wa
sallam bersabda: “Janganlah
kamu mengatakan ‘Alaika
As-Salam,
8
At-Tamhid (5/293)
akan tetapi
katakanlah As-salaamu ‘Alaika”.9
Dan Abu Daud
meriwayatkan
dengan lafazh,
“Aku mendatangi Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan
berkata, ‘Alaika
As-Salam Wahai Rasulullah:
“ Beliau bersabda:
“Janganlah
kamu
mengatakan ‘Alaika As-Salam, karena sesungguhnya ‘Alaika As-Salam itu
untuk
orang yang telah mati”.10
Hadist-hadits diatas
menunjukan kepada makruhnya
mengucapkan
salam dengan
kalimat ‘Alaika As-Salam”.
Dan sebagian ulama
merinci
pembagian dalam
penjelasan ini dan
kami telah merasa
cukup dengan
keterangan
hadits yang sudah terang dan jelas.
4. Disunahkan
mengulangi salam sampai
tiga kali apabila
salam itu
disampaikan kepada
jama’ah yang banyak,
atau ketika ragu
apakah mereka
mendengar
salamnya.
Diriwayatkan dari
Anas radhiallahu ‘anhu
bahwasanya Apabila Nabi
Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berbicara,
maka beliau mengulangnya
sampai tiga
kali, dan
jika beliau mendatangi
sekelompok kaum, maka
beliau mengucapkan
salam
sampai tiga kali”.11 An-Nawawi berkata: - (setelah hadits ini) - “Perkara ini
berlaku ketika
jama’ahnya sangat banyak”.12
Dan Ibnu Hajar
menambahkan:
“Yaitu apabila
disangka bahwa salam
itu belum didengar,
maka boleh untuk
mengulangi salam
dua atau tiga
kali dan tidak
diperbolehkan lebih dari
tiga
kali”13.
5.
Disunnahkan untuk mengeraskan suara ketika memberi salam, begitu pula
sebaliknya.
9
HR.At-Tirmidzi no. 2722 beliau berkata hadits hasan shahih
10
Sunan Abu Daud hadits no.5209 Al-Albaniy berkata hadits ini shahih.
11
HR. Al-Bukhari no.6244
12
Maksudnya adalah sebagian mereka ada yang belum mendengar dan maksud………(Ibnu
Hajar berkata
dalam
Fathul Baari (11/29) dan perkataan An-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin (Bab Kaifa
Salam hal.291)
Penerbit
Daarul Ilmi Al-Kutub, cetakan ke duabelas th.1409 H.
13
Fathul Baari hadits no.6244 (11/29) Lihat juga tentang perkara ini pada kita
Zaadul Maad (2/418)
Penertbit
Muasasah Ar-Risalah.
Dan sungguh
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah
memberikan
petunjuk
tentang mengucapkan salam dengan suara yang keras, begitu juga bagi
orang yang
menjawabnya. Bagi yang
mengucapkan salam dengan
suara pelan
tidak akan
mendapatkan pahala, kecuali
pada keadaan yang
dikcualikan
sebagaimana akan
disebutkan nantinya. Al-Bukhari
telah meriwayatkan dalam
kitab
Al-Adab karya beliau, atsar Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu. Dari jalan Tsabit
bin Ubaid,
dia berkata: “Saya
mendataagi sebuah majlis
dan didalamnya
terdapat Ibnu
Umar dan ia
berkata, “Jika kamu
mengucapkan salam, maka
perdengarkanlah, karena
sesungguhnya salam engkau
akan mendatangkan
keberkahan
dan kebaikan”.14
Ibnul
Qayyim menjelaskan: “ Bahwa diantara
petunjuk Nabi Shallallahu
‘alaihi wa
sallam bahwa beliau
senantiasa memperdengarkan jawaban
salam
kepada
yang mengucapkan slaam kepada beliau”.15
Ibnu Hajar
berkata: “Perintah untuk
menyebarkan salam merupakan
argumen
bahwa salam
dengan suara lirih
tidaklah cukup, melainkan
disyaratkan untuk
dikeraskan, sedikitnya
mesti memperdengarkan awal
salam dan jawabannya
dan
tidak cukup hanya sebatas isyarat dengan tangan atau selainnya.
An-Nawawi berkata:
“ Minimal ucapan
salam hingga dikatakan
telah
menunaikan Sunnah
pengucapan salam adalah
dengan mengeraskan suara,
sehingga yang
diberi salam mendengarkan
ucapan salam tersebut.
Apabila dia
tidak mendengar
salam tadi, maka
tidaklah dikatakan telah
mengucapkan
salam, dan
tidak diwajibkan menjawab
salam baginya. Dan
sedikitnya jawaban
salam yang
wajib adalah dengan
mengeraskan suara hingga
terdengar oleh
14
Al-Adab Al-Mufrad hadits no.1005. Al-Albani mengatakan: shahih sanadnya, demikian pula yang
dikatakan
oleh Ibnu Hajar dalam shahih Adab Al-Mufrad hal.385.
15
Zaad Al-Maad (2/419)
orang yang
mengucapkan salam. Apabila
dia tidak mendengarnya,
maka
kewajiban
menjawab salam belum terpenuhi. 16
6. Diantara
sunnah adalah menyamaratakan salam,
maksudnya adalah
mengucapkan salam
kepada orang yang
kita kenal maupun
kepada orang
yang
tidak kita kenal.
Berdasarkan hadits
yang diriwayatkan didalam
Ash-Shahihain dan
selainnya, dari
Abdullah bin Amr
radhiallahu ‘anhu, bahwasannya
seseorang
bertanya
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apakah amalan yang
paling
baik didalam Islam?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Memberi makan,
mengucapkan salam kepada
orang yang dikenal
maupun
yang tidak
dikenal”.17 Hadist ini
berisi anjuran untuk
menyampaikan dan
menyebarkan
salam diantara manusia, karena padanya terdapat kemashlahatan
yang sangat
besar diantaranya adanya
untuk menyatukan sesama
kaum
muslimin dan
menentramkan hati bagi
yang lainnya. Sebaliknya
jika
memberikan
salam hanya kepada orang orang yang tertentu saja, artinya hanya
kepada
orang –orang yang dikenal. Maka perbuatan seperti ini bukan perbuatan
yang
terpuji bahkan memberikan salam hanya kepada orang-orang tertentu saja
merupakan
tanda-tanda hari kiamat.
Dalam musnad
Imam Ahmad terdapat
hadits yang diriwayatkan
dari
Ibnu Mas’ud
bahwasannya beliau berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa
sallam bersabda:
“ Sesungguhnya diantara
tanda-tanda hari kiamat
adalah jika
ucapan salam
disampaikan hanya terhadap
orang yang dikenalnya
saja”. Dan
dalam riwayat
yang lain disebutkan:
“Seseorang mengucapkan salam
kepada
16
Al-Adzkar hal.304 dan 355 dan beliau telah banyak mengutip, disebabkan
banyaknya orang-orang yang
menggampangkan
dalam menjawab salam, maka jika seorang muslim tidak memperhatikannya ia akan
mendapat
dosa karenanya.
17
Perkataan ini di kaitkan kepada kaum muslimin dan bukan yang lainnya, maka
tidak masuk padanya
orang
kafir karena tidak akan diterima do’a untuk mereka.
seseorang
lainnya, dan tidaklah ia mengucapkan salam itu kecuali hanya kepada
orang
yang dikenalnya saja”.18
7.
Di sunahkan bagi yang datang mendahului
mengucapkan salam.
Ini adalah
perkara yang sangat
populer dan tersebar
ditengah-tengah
manusia, dan
sekian banyak nash
syara’ mendukung amalan
terseut. Dimana
sunnahnya mengucapkan
salam adalah bagi
seseorang yang
datang/mengunjungi mendahului
dalam memberikan salam
tanpa saling
menunggu. Dan
telah lalu pembahasan
tentang tiga orang
yang datang kepada
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
dan berkata yang
pertama: “Assalamu
’alaikum warahmatullahi wa
barakatuh, dan yang
kedua berkata: “Assalaamu
’alaikum warahmatullah, kemudian
yang ketiga mengatakan:
“Assalaamu
’alaikum”.
An-Nawawi berkata: “Adapun
apabila mendatangi beberapa
orang yang
sedang duduk-duduk
atau yang duduk
sendiri, maka hendaklah
yang
mendatangi memulai
salam kepada terlebih
dahulu kepada setiap
orang yang
didatanginya baik
seorang anak yang
masih kecil atau
orang yang sudah
dewasa,
sedikit maupun banyak19.
8.
Disunnahkan orang yang berkendara memberikan salam kepada orang yang
berjalan kaki,
orang yang berjalan
kepada yang duduk,
yang sedikit kepada
yang
banyak dan yang kecil kepada yang besar.
Berkaitan dengan
masalah itu, ada
beberapa hadits yang
shahih sebagai
dalil diantaranya
hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah
radhiallahu
‘anhu, beliau
berkata: Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersdabda:
“Hendaklah orang
yang berkendara memberi
salam kepada yang
berjalan dan
18
HR.Al-Bukhari no.12 dan Muslim no.39
19
Al-Adzkar hal.370
yang berjalan
kepada yang duduk
dan yang kecil
kepada yang besar”.20
Pada
riwayat Al-Bukhari:
“Hendaklah memberi salam
yang kecil kepada
yang besar
dan
yang berjalan kepada yang duduk dan yang sedikit kepada yang banyak”.21
Sebagian ulama
telah menjelaskan tentang
hikmah mereka didahulukan
untuk
mengucapkan, ulama tersebut mengatakan, “Salamnya anak kecil kepada
orang dewasa
merupakan hak orang
dewasa untuk dihormati
dan dimuliakan
dan ini
merupakan adab yang
sepantasnya untuk dijalankan.
Demikian pula
salamnya
orang yang berada diatas kendaraan kepada orang yang berjalan akan
mengantarkan sikap
tawadhu’ pada diri
seseorang yang berada
diatas
kendaraan dan
menjauhkannya dari kesombongan.
Dan salamnya orang
yang
berjalan
kepada orang yang sedang duduk hukumnya disamakan dengan tuan
rumah. Serta
salamnya orang yang
sedikit kepada orang
yang banyak adalah
merupakan
hak bagi mereka karena mereka memiliki hak yang besar”22.
Masalah :
Apakah seseorang yang
menyalahi hukum tersebut
mendapatkan
akibat dari
perbuatannya, semisal jika
yang besar mengucapkan
salam kepada
anak kecil,
yang duduk kepada
yang berjalan, yang
berjalan kepada yang
berkendara,
dan yang banyak kepada yang sedikit?
Jawab : Tidak
ada dosa bagi
orang yang menyalahi
tuntunan Sunnah tersebut
akan tetapi
dia telah meninggalkan
yang utama. Al
– Maaziri berkata:
“Tidak
mengharuskan seseorang
yang meninggalkan perkara
yang Sunnah terjerumus
pada
suatu yang makruh, melainkan hanya sebatas meninggalkan perkara yang
lebih utama.
Maka apabila seseorang
yang dianjurkan untuk
memulai salam,
namun yang
lainnya mendahului, maka
yang ornag yang
dianjurkan memulai
slaam tersebut
telah meninggalkan amalan
yang Sunnah sementara
orang lain
yang melakukannya
telah melakukan amalan
yang sunnah. Kecuali
apabila ia
mendahuluinya maka diapun meninggalkan perkara yang
disunahkan juga”23.
20
HR.Al-Bukhari 6232 dan Muslim 2160
21
HR.Al-Bukhari no.6231
22
Lihat Fathul Baari (19/11)
23
Fathul Baari (19/11)
Masalah lainnya
: Apabila bertemu
orang yang sama-sama
berjalan atau yang
sama-sama
berkendara, siapakah yang lebih dahulu untuk memberikan salam?
Jawab :
Jika demikian keadaanya,
maka hendaklah yang
lebih muda
memberikan salam
kepada yang lebih
dewasa berdasarkan hadits
yang telah
lalu. Seandainya
umur mereka sama,
dan juga dari
sisi manapun mereka
sama,
maka yang
lebih baik diantara
mereka berdua adalah
yang paling pertama
memulai salam,
berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Yang
lebih baik
dari keduanya adalah
yang pertama memberikan
salam”.24
Diriwayatkan dari
hadist dua orang
yang saling memboikot
satu dengan
lainnya.
Dan berdasarkan
hadits Jabir, beliau
berkata: “Jika bergabung
(bertemu) dua
orang yang
sedang berjalan, maka
yang pertama memulai
salam adalah yang
paling
uatama”.25
Masalah ketiga
: Apabila bertemu
dua orang yang
sedang berjalan kemudian
ada yang
menghalanginya seperti pohon
atau pagar dan
yang lainnya, apakah
disyariatkan
bagi mereka untuk mengucapkan salam jika bertemu lagi?
Jawab :
Ya, disyariatkan bagi
mereka untuk saling
mengucapkan salam
walaupun mereka
bertemu berulang kali,
setelah tidak ada
yang menghalangi.
Hal ini
berdasarkan hadits Abu
Hurairah radhia;;ahu ‘anhu,
bahwasannya dia
berkata: “Apabila
seorang dari kalian
bertemu saudaranya maka
ucapkanlah
salam kepadanya,
apabila ada penghalang
diantara mereka seperti,
pohon atau
pagar
atau batu, kemudian mereka bertemu lagi maka hendaklah mereka saling
memberikan
salam.”26
9.
Mengucapkan salam kepada wanita yang bukan mahram atau wanita asing.
24
HR. Al-Bukhari (6077)
25
HR. Al-Bukhari dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad (994) dan Ibnu Hajar menshahihkan
sanadnya dalam
Fathul
Baari (11/18) Dan Asy-Syaikh Al-Albaniy menshahihkannya dalam shahih Adabul
Mufrad (1146)
26
HR.Abu Daud (5200) dengan dua sanad yang salah satunnya marfu’ (sampai kepada
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi wa sallam) sedangkan yang satu lagi mauquf (sampai kepada sahabat) dan
Al-Albaniy
berkata,
“Shahih secara mauquf dan secara marfu’)
Sebagian ulama
melarang seorang laki-laki
memberikan salam kepada
wanita asing
dan sebagian membolehkannya jika
dipercaya aman dari
fitnah.
Sebagian
ulama memberikan penjelasan lebih rinci berkaitan dengan perkara ini:
Apabila
wanita asing tersebut adalah seorang wanita muda dan cantik maka ini
tidak diperbolehkan, akan
tetapi jika kepada
wanita yang sudah
tua maka itu
diperbolehkan.
Inilah pendapat
yang dikemukakan oleh
Imam Ahmad. Shaleh
berkata,
“Saya bertanya
kepada ayahku: “Bolehkan
memberikan salam kepada
perempuan?”,
maka beliau menjawab: “Adapun jika ia seorang wanita yang tua,
maka
itu dibolehkan dan jika ia seorang pemudi maka janganlah kamu berbicara
dengannya”.27
Ibnul Qayyim
memberi klarifikasi seputar
permasalahan ini, yaitu
memberi
salam kepada wanita yang telah tua, wanita-wanita mahram dan selain
mereka dan
inilah pendapat yang
terpilih. Sementara alasan
larangan sudah
jelas, yaitu
untuk menutupi jalan-jalan
yang akan mengarahkan
kepada
perbuatan maksiat
dan dikhawatirkan terjadinya
fitnah”.28 Sedangkan yang
diriwayatkan
dari sahabat semuanya terindikasi aman dari fitnah.
Misalnya pada
hadits yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abi
Hazm dari
bapaknya dari
Sahl dia berkata,
“ … adalah
seorang wanita yang
mengirimkan
barang
dagangannya – korma di Madinah -, maka dia
membawa umbi-umbian
dan menaruhnya
disebuah bejana dan
mengumpulkan biji-bijian dari
gandum.
Apabila kami
telah selesai mengerjakan
shalat jum’at maka
kami berpaling
pulang
dan mengucapkan salam kepadanya. Dan wanita tersebut menyodorkan
kepada
kami – diantara barang dagangannya - dan kamipun senang dengan hal
itu
lalu kami tidaklah tidur siang dan makan siang kecuali shalat Jum’at”.29
10.
Disunnahkan memberi salam kepada anak-anak kecil.
27
Al-Adab Asy-Syar’iyah (1/352)
28
Zaad Al-Maad (2 / 411 - 412)
29
HR. Al-Bukhari (6248)
Hal ini
dalam rangka mengajari
dan melatih mereka
sejak dini tentang
adab-adab syar’I,
dan yang melakukannya
telah meneladani Nabi
Shallallahu
‘alaihi
wa sallam. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu telah mengabarkan kepada
kami, beliau
mengatakan: “Aku berjalan
bersama Rasulullah Shallallahu
‘alaihi
wa
sallam dan kami melewati anak-anak yang
sedang bermain kemudian beliau
mengucapkan
salam kepada mereka”.30
Ucapan salam
kepada anak kecil
akan menuntun jiwa
seseorang kepada
sifat
tawadhu’ dan kelembutan dalam menghadapi anak-anak.
Masalah :
Apabila seorang yang
telah baligh (dewasa)
mengucapkan salam
kepada anak
kecil atau sebaliknya
apakah hukumnya wajib
untuk menjawab
salam?
Jawab
: Apabila seorang laki-laki dewasa memberikan salam kepada anak-anak,
maka bukan
suatu kewajiban bagi
anak-anak untuk menjawab
salamnya
dikarenakan anak
kecil bukan orang
yang terkena kewajiban.
Berbeda jika
seorang
anak kecil memberi salam kepada seorang yang baligh, maka wajib bagi
orang
yang telah dewasa untuk menjawab salam dari anak yang masih kecil dan
ini
adalah pendapat mayoritas ulama.31
11.
Memberikan salam kepada orang yang terjaga dan disekitarnya ada orang
yang
sedang tidur.
Hendaknya orang
yang memberikan salam
untuk merendahkan
suaranya sebatas
untuk didengar oleh
yang terjaga dan
tidak sampai
membengunkan orang
yang sedang tidur.
Hal ini berdasarkan
hadits Miqdad
bin Al-Aswad
radhiallahu ‘anhu dan
pada hadits tersebut,
beliau berkata: “ …
Setelah kami
memerah susu dan
setiap orang dari
kami meminum bagian
mereka masing-masing
dan kami memberikan
bagian Nabi Shallallahu
‘alaihi
wa
sallam . Beliau – Miqdad –berkata: “Lalu
beliau datang diwaktu malam dan
30
HR. Al-Bukhari (6147) dan Muslim (2168) dan lafazh hadits diatas adalah lafazh
beliau.
31
Syarh Shahih Muslim oleh An-Nawawi Jilid 7 bab 13 hal.123 dan Fathul Baari
(11/35)
mengucapkan salam
tanpa membangunkan yang
sedang tidur dan
hendaklah
memperdengarkan
salamnya kepada yang tidak tidur …”32
Pada hadits
ini terdapat adab
Nabawiyah yang sangat
tinggi dimana
beliau memperhatikan keadaan
orang yang sedang
tidur agar tidak
terganggu
tidurnya dan
pada saat yang
bersamaan beliau juga
tidak melewatkan
keutamaan
salam !.
12.
Dilarang mengucapakan salam kepada ahli Kitab.
Kita telah
dilarang melalui lisan
Nabi kita Shallallahu
‘alaihi wa sallam
telah untuk
memulai mengucapkan salam
kepada kepada ahli
kitab, beliau
bersabda: “Janganlah
kalian memulai mengucapkan
salam kepada Yahudi
dan
Nashrani apabila
kalian bertemu dengan
salah seorang diantara
mereka
dijalanan maka
desaklah dia kebagian
jalan yang lebih
sempit”.33 Setelah
larangan
yang jelas ini tidak seorangpun diperkenankan memberi komentar.
Masalah : Apabila
kita membutuhkan mereka
apakah diperbolehkan
memberikan
salam kepada Ahli Kitab ?
Jawab :
Hadis diatas telah
jelas menunjukkan larangan
mengucapkan salam
kepada mereka,
akan tetapi jika
hal itu sangat
dibutuhkan maka hendaklah
menyapa mereka
selain dengan ucapan
salam, mungkin dengan
mengucapkan
selamat
pagi, selamat sore dan lainnya.
Ibnu Muflih
mengatakan Asy-Syaikh Taqiyuddin
mengatakan : “
Apabila dia
menyapanya dengan
selain ucapan salam
yang membuat mereka
senang, maka
ini
tidaklah mengapa.34
An-Nawawi
berkata, “Abu Said – Yakni Al-Mutawalli – berkata: “Apabila
seseorang berkeinginan
untuk mengucapkan salam
kepada seorang kafir
dzimmi, dia
boleh melakukannya selain
ucapansalam, dapat dilakukannya
dengan mengatakan
: Hadaakallah –
semoga Allah memberimu
petunjuk – atau
32
HR. Muslim (2055) dan ini bagian dari hadits yang sangat panjang.
33
HR. Muslim no.2167
34 Al-Adab Asy-Syar’iyah 1 / 391 )
An’amallahu shabaahaka
- semoga Allah
memberikan kenikmatan kepadamu
dipagi hari
ini -. Saya
berkata ( An-Nawawi
): “ Pendapat
yangdiutarakan oleh
Abu Said
tidak mengapa baginya
jika diperlukan, dengan
mengatakan: -
shubihta
bil-khair -semoga pagi anda baik, atau –
as-sa’adah - pagi yang tenang
atau –
al-‘afiyah - dengan
kesehatan atau –
as-surur- semoga Allah
menggembirakan kamu
pada pagi ini
atau mengatakan semoga
Allah
memberikan kesenangan
dan nikmat padamu
pada pagi hari
ini atau dengan
mengatakan
yang lainnya yang semisal dengan ini.
Adapun jika
tidak diperlukan, pendapat
yang terpilih untuk
tidak
mengucapkan sesuatu
kepadanya. Karena hal
itu akan membuat
ia senang dan
menampakkan sikap
persahabatan, sedangkan kita
diperintahkan untuk
bersikap dan
berbicara tegas kepada
mereka dan melarang
kita untuk bergaul
dan
menampakkannya. Wallahu a’lam.35
13.
Menjawab salam kepada ahli Kitab dengan mengucapkan Wa’alaikum
Diterangkan pada
hadits Anas bin
Malik radhiallahu ‘anhu
bahwa
Rasululllah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda: “Apabila seorang
ahli kitab
memberikan salam
kepadamu maka jawablah
dengan mengatakan
wa’alaikum”.36
Hadits
ini memberikan penjelasan kepada kita tentang tata cara menjawab
salam yang
disampaikan oleh Ahli
kitab yakni dengan
mengatakan
Wa’alaikum”.
Masalah :
Apabila kita mendengar
ahlil kitab mengucapkan
salam kepada kita
dengan mengatakan
“Assalamu ’alaikum, dengan
lafazh yang jelas
apakah kita
harus menjawab
dengan ucapan, “Wa
’alaikum, untuk mengamalkan
hadits ini
atau
dengan mengatakan Wa ’alaikum salam?
35
Al-Adzkar hal.362-367
36
HR. Bukhari (6258) dan Muslim (2163)
Jawab :
Sebagian ulama berpendapat
apabila kita telah
memastikan lafazh
salam tersebut
dan tidak diragukan
lagi, maka sepatutnya
bagi kita untuk
memjawab salam
tersebut. Mereka berpendapat:
Inilah makna sebenarnya
dari
keadilan, sedangkan
Allah memerintahkan kita
untuk berbuat adil
dan
melakukan perbuatan
terpuji.37 Sedangkan menurut
pendapat ulama yang
lain,
dan ini
pendapat yang terpilih,
bahwasannya, hendaklah kita
menjawab salam
ahlu
Kitab dengan mengamalkan hadits shahih dan yang jelas dengan jawaban:
wa’alaikum.38
14. Bolehnya
memberi salam kepada
sebuah majlis yang
bercampur antara
kaum
muslimin dan kaum kafir.
Pembolehan ini
dapat disadur dari
perbuantan Nabi Shallallahu
‘alaihi
wa
sallam . Al-Bukhari dan Muslim dan
selainnya meriwayatkan: “ bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi
wa sallam suatu
saat menungangi seekor
keledai dengan
pelana yang
terbuat dari beludru.
Dan beliau membonceng
dibelakang beliau
Usamah
bin Zaid. Saat itu beliau hendak menjenguk Sa’d bin ‘Ubadah di Bani
al-Haarits bin Al-Khazraj
– dan kejadian
tersebut sebelum perang
Badar-. Hingga
beliau
melintasi sebuah majlis yang bercampur antara kaum muslimin dan kaum
musyrikin para
penyembah berhala dan
juga kaum Yahudi.
Dan diantara
mereka terdapat
Abdullah bin Ubay
bin Salul. Dan
pada majlis tersebut
juga
terdapat Abdullah
bin Rawahah. Dan
ketika majlis tersebut
terkena semburan
debu, Abdullah
bin Ubay menutup
hidungnya dengan pakaian
jubahnya,
kemudian
dia berkata : Janganlah kalian menyebabkan kami berdebu. Lalu Nabi
Shallallahu ‘alaihi
wa sallam turun
kehadapan mereka dan
mengjaak mereka
untuk beribadah
hanya kepada Allah
dan membacakan Al-Qur`an
kepada
mereka
... al-hadits “39
37
Ahkam Ahli Dzimmah (1/345-346) Ramadi lin-Nasyri, cetakan pertama tahun 1418H,
dan lihat fatawa al
aqidah
oleh ibnu ‘Utsaimin hal.235-236. Dan As-Silsilah Ash-Shahihah oleh Al- Albani (2/327-330).
38
Lihat Fatawa Al-Lajnah ad-Daa`imah (3/312) fatwa no.11123.
39 HR. Al-Bukhari (6254 ) dan Muslim ( 1798 )
Memulai salam
kepada sekumpulan kaum
yang terdapat didalamnya
kaum muslimin
dan kaum kafir,
disepakati pemboleannya. Demikian
yang
dikatakan oleh
An-Nawawi40. Hadits ini
tidaklah bertentangan dengan
hadits
yang melarang
memulai salam kepada
Ahli Kitab .
Karena hadits itu
berkaitan
apabila yang
diberi salam adalah
kafir dzimmi atau
kepada sekumpula Ahli
Kitab. Adapun
disini, majlis tersebut
terdapat kaum msulimin,
olehnya itu
diperbolehkan pengucapan
salam kepada suatu
majlis yang bercampur
antara
kaum
muslimin dan kaum musyrikin dengan niat salam tersebut hanya kepada
kaum
muslimin.
Ditanyakan
kepada Imam Ahmad
rahimahullah : Kami
bermualah
dengan kaum Yahudi
dan Nashrani dan
kami juga mendatangi
kediaman
mereka dan
disekeliling mereka terdapat
kaum muslimin, bolehkah
kami
mengucapkan salam
kepada fmereka ?
Beliau menjawab: Boleh,
dan anda
meniatkan salam
tersebut hanya kepada
kaum muslimin41. An-nawawi
mengatakan: “Apabila
seseorang melewati skeumpulan
orang yang berbaur
antara kaum
muslimin datau seorang
muslim dan kafir
, maka sunnahnya
adalah mengucapkan
salam kepada mereka
dan meniatkan salam
tersebut
kepada
kaum muslimin atau muslim tersebut.”42
Masalah :
Apakah ketika memberi
salam kepada sekelompok
orang yang
bercampur padanya
muslim dan kafir
dengan mengucapkan: ‘Assalamu’ala
man
ittaba’al
huda” - keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk -?
Jawab :
“Tidak boleh mengatakans
demikian kepada sekumpulan
orang yang
didalamnya
terdapat kaum muslimin dan kafir , akan tertapi ucapkanlah salam
kepada mereka
dengan meniatkan salam
tersebut untuk kaum
muslimin
sebagaimana penjelasan
di atas. Semakna
dengan penjelasan ini,
sebagaimana
yang dikatakan
Ibnu Utsaimin :”Apabila
kaum Muslimin dan
Nashrani
40 Syarh Shahih Muslim jild 6 ( 12 / 125 )
41 Al-Adab Asy-Syar’iyah ( 1 / 390 )
42 Al-Adzkar karya An-Nawawi hal. 367
berkumpul, hendaklah
mengucapkan salam “Assalamu
’alaikum” dengan
maksud
untuk kaum musliminnya43
15.
Boleh memberikan salam dengan isyarat karena udzur.
Pada asalnya
memberikan salam dengan
isyarat adalah terlarang,
dikarenakan hal
itu termasuk kebiasaan
dari ahlul kitab.
Sedangkan kita telah
diperintahkan untuk
menyelisihi mereka dan
tidak bertasyabuh –
menyerupai-
dengan
mereka.
At-Tirmidzi telah
mengeluarkan sebuah riwayat
hadits tentang larangan
memberi salam
hanya dengan isyarat,
karena itu merupakan
syiar dari ahlul
Kitab.
At-Tirmidzi menghukumi hadits ini sebagai hadits yang gharib.
Al-Hafidz Ibnu
Hajar berkata pula
tentang hadits ini,
pada sanadnya
terdapat kelemahan,
akan tetapi an-Nasaa`i
meriwayat sebuah hadits
dengan
sanad yang
jayyid dari Jabir
secara marfu’ :
“ Janganlah kalian
memberikan
salam
dengan caranya orang Yahudi, dikarenakan salam mereka dengan isyarat
kepala
dan telapak tangan serta dengan isyarat”.44
Namun hadits
ini terbantahkan dengan
sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh
Asma’ binti
Yaziid, beliau berkata:
“Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam
melambaikan
tangannya kepada wanita sambil menyampaikan salam”.45
Akan tetapi
hadits ini dipahami
bahwa lambaian tangan
beliau sambil
pengucapan salam.
An-Nawawi mengatakan, setelah
menyebutkan hadits At-Tirmidzi:
“ Hadits ini kemungkinannya, bahwa
Nbai Shallallahu ‘alaihi
wa
sallam menyatukan
antara lafazh salam
dengan isyarat beliau
dengan tangan.
Dan yang
menguatkan hal ini , riwayat
Abu Ad-Darda` pada
hadits ini, dan
43
Fatawa Al-Aqidah hal 237. cetakan Daar Al-Jiil.
44
Fathul Baari ( 11/16 )
45
HR. At-Tirmidzi (2697) dan lafazh ini
adalah lafazh riwayat beliau, Ahmad (27014) dan Ibnu Majah
(3701),
Ad-Darimi (2637), dan Al-Bukhari dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad (1003, 1047) dan
Al-Albaniy
berkata:
hadits shahih.
beliau
mengatakan pada riwayatnya: “ Dan
beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam
mengucapkan
salam kepada kami “46 47
Al-Hafidz mengatakan
: “ Larangan
mengucapkan salam dengan
memakai isyarat
berlaku kusus bagi
yang mampu untuk
melafazhkan salam
secara indera
dan syara’. Jika
tidak maka mengucapkan
salam dengan isyarat
disyariatkan bagi
seseorang yang sibuk
dengan suatu kesibukan
yang
menghalanginya dari
pengucapan lafazh jawaban
salam, seperti seorang
yang
tengah shalat,
seorang yang jauh
ataukah seseorang yang
busi demikian pula
bagi
seseorang yang tuli “48
16. Bolehnya
mengucapkan salam kepada
seseorang yang sedang
shalat dan
bolehnya
menjawab – bagi yang shalat – dengan isyarat.
Suatu
yang diperbolehkan diantaranya
mengucapkan salam kepada
seseorang
yang sedang shalat. Hal ini shahih dari pembenaran Nabi Shallallahu
‘alaihi wa
sallam bagi para
sahabat beliau. Dimana
mereka – para
sahabat –
emngucapkan salam
kepada beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam
sementara
beliau sedang
mengerjakan shalat, dan
beliau tidak mengingkari
hal itu.
Pembenaran
beliau ini menunjukkan bolehnya amalan tersebut.
Diantaranya pada
hadits Habi radhiallahu
‘anhu, beliau berkata:
“ Rasulullah
sekali waktu
menyuruhku untuk suatu
keperluan, lalau ketika
saya kembali,
saya menjumpai
beliau tengah beribadah
– Qutaibah –yaitu
Ibnu Sa’id, pent –
mengatakan:
Sedang shalat -, lalu saya mengucapkan salam kepada beliau. Dan
beliau memberi
isyaratkan kepadaku. Setelah
beliau menyelesaikan shalatnya
beliau memanggilku
dna mengatakan: “
Sesungguhnya engkau memberi
salam
kepadaku namun
saya tengah dalam
keadaan shalat “.
Dan beliau waktu
itu
menghadap
kearah timur49.
46
HR. Abu Daud ( 5204 )
47 Al-Adzkar hal. 356
48 Fathul Baari ( 11 / 16 )
49 HR. Muslim ( 540 )
Hadits
lainnya: Hadits Shuhaib, beliau emngatakan: “ Saya melewati Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, disaat
beliau sedang mengerjakan
shalat, maka
saya
mengucapkan salam kepada beliau, dan beliau membalas salamku dengan
isyarat. Beliau
berkata: Saya tidak
mengetahui kecuali beliau
mengisyaratkan
hanya
dengan jari beliau50.
Hadits-hadits ini
dan juga hadits
lainnya menunjukkan bolehnya
mengucapkan
salam kepada seseorang yang tengah mengerjakan shalat, dan dia
membalasnya
hanya dengan isyarat.
Pertanyaan
: Bagaimana sifat/cara menjawab salam ketika dalam shalat?
Jawab
: Tidak ada pembatasan cara dan sifat ketika kita menjawab salam dengan
isyarat ketika
dalam shalat. Apabila
kita kembalikan kepada
perbuatan
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam,
maka caranya bermacam-macam,
terkadang beliau
berisyarat dengan jari
berdasarkan hadits dari
Suhaib yang
telah
lalu.
Terkadang juga
beliau berisyarat dengan
tangannya sebagaimana hadist
Jabir.51
Terkadang juga
beliau berisyarat dengan
telapak tangan sebagaimana
hadist dari
Abdullah bin Umar,
dimana beliau berkata,
“Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa
sallam keluar untuk
pergi ke Masjid
Quba’ kemudian beliau
shalat
didalamnya, lalu
datanglah beberapa orang
dari kalangan Anshar
dan
mengucapkan salam
kepada beliau, lalu
aku berkata kepada
Bilal, “Bagaimana
cara Rasulullah
menjawab salam mereka
sedangkan beliau sedang
shalat? Bilal
menjawab: “Beliau
mengatakan begini, dan
beliau meluruskan telapak
tangannya. Kemudian
Ja’far bin Aun
meluruskan telapak tangannya
dan
menjadikan telapak
tangan berada dibawah
dan punggung tangan
berada
diatas”.52
50 HR. Abu Daud ( 925 ). Al-Albani mengatakan:
Shahih. Shahih Abu Daud ( 818 )
51
HR. Abu Daud (926) ini adalah hadits Muslim yang telah lalu (540) dan telah dijelaskan riwayat Abu
Daud
yakni padanya terdapat penjelasan bahwa menjawab salam ketika sedang shalat itu
dengan tangan.
52
HR. Abu Daud (927) Al-Albaniy mengatakan:
hadist Hasan Shahih, Shahih Abi Daud no.820.
Didalam ‘Aun
Al-Ma’bud disebutkan: “Ketahuilah
bahwa menjawab
salam dengan
isyarat pada hadits
ini adalah dengan
cara telapak tangan,
sedangkan dari
hadits Jabir dengan
tangan, dari pada
hadits Ibnu Umar
dari
Suhaib dengan
jari telunjuk. Dan
didalam hadits Ibnu
Mas’ud yang
diriwayatkan oleh
Al-Baihaqi, dengan lafazh
bahwa beliau menganggukkan
kepalanya,
dan dalam riwayat lain dengan menolak mempergunakan kepalanya.
Riwayat-riwayat ini
jika diselarskan, menunjukkan
bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi
wa sallam sesekali
mengamalkan yang ini
dan sekali waktu
dengan yang
lainnya, sehingga semua
amalan itu diperbolehkan. Wallahu
a’lam.53
17.
Boleh memberi salam kepada orang yang sedang membeca Al-Qur`an dan
wajib
untuk menjawabnya.
Memberi salam
kepada orang yang
sedang disibukan dengan
membeca
Al-Qur`an sebagian
ulama melarangnya dan
sebagian yang lain
membolehkannya.
Yang benar adalah pendapat yang membolehkannya. Karena
tidak ada
dalil yang dapat
mengeluarkan seseorang yang
sedang membaca Al-Qur`an
dari keumuman nash-nash
syara’ yang menganjurkan
untuk menyebar
salam
dan yang menunjukkan wajibnya membalas salam.
Seseorang yang
sedang menyibukkan dirinya
dengan dzikir yang
paling
tinggi nilainya
yakni membaca Al-Qur`an,
buka penghalang baginya
untuk
tidak diberi
salam dan wjaibnya
membalas salam tersebut
juga tetap wajib
waginya
Al-Lajnah Ad-Daimah
menyatakan dalam slaah
satu fatwa pada
sebuah
pertanyaan
: Bolehnya seorang yangmembaca Al-Qur`an
untuk memulai salam
dan
wajib baginya untuk menjawab salam. Dikarenakan
tidak ada satupun dalil
syar’I yang
shahih yang melarang
hal itu. Dan
hukum asalhnya adalah
53 ‘Aun al-Ma’bud , syarah sunan Abu Daud (jilid
12 juz 3 hal.128) terbitan Daar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah
berpegang dengan
keumuman dalil yang
mensyariatkan memulai salam
dan
wajibnya membalas
salam kepada seseorang
yang mengucapkan salam
hingga
ada
dalil yangmengkhususkan hal itu 54
18.
Makruh mengucapkan salam kepada orang yang sedang berada dalam WC.
Dalil yang
menunjukkan larangan ini
adalah hadits yang
telah
diriwayatkan
oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, bahwasannya seorang melalui
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan beliau sedang kencing, lalu
orang tersebut
mengucapkan salam kepada
beliau dan beliau
tidak
menjawabnya”.55
Berdasarkan
dalil ini ulama telah bersepakat56 atas makruhnya menjawab
salam bagi
orang yang sedang
berada dalam wc,
baik sedang kencing
atau
sedang menunaikan
hajat (buang air).
Dan disukai bagi
orang yang diberikan
salam sementara
dia masih berada
di wc untuk
terus menyelesaikan hajatnya
dan menjawab
salam tersebut setelah
berwudhu`sebagai bentuk keteladanan
terhadap Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Al-Muhajir bin
Qunfudz
radhiallahu ‘anhu
meriwayatkan bahwa beliau
mendatangi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, sedangkan
beliau sedang kencing,
kemudian dia
mengucapkan
salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi
Rasulullah tidak
menjawab salamnya sampai
beliau berwudhu`, lalu
beliau
meminta udzur
kepadanya, dan mengatakan
: “Sesungguhnya aku
tidak suka
untuk berzikir
kepada Allah ‘azza
wajalla kecuali dalam
keadaan suci”. Atau
beliau
mengatakan, “kecuali dengan bersuci”.57
19.
Disunnahkan mengucapkan salam ketika masuk kedalam rumah.
54
Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil-Buhuts Al-‘Ilmiyath wal Iftaa (4/83)
55
HR.Muslim no.370
56 Lihat Syarah Muslim karya An-Nawawi ( jilid
2 4 / 55 )
57
HR. Abu Daud dan lafazh ini lafazh riwayat
beliau (17) Asy-Syaikh Al-Albaniy berkata hadist ini shahih,
dan
berkata Ibnu Muflih pada salah satu jalan, “Isnadnya jayyid”, Al-Adab
Asy-Syar’iyah (1/355), Ahmad
(18555),
An-An-Nasaa`i (38), Ibnu Majah (351) dan Ad-Darimi (2641)
Apabila rumah
dalam keadaan kosong,
sebagian ulama dari
generasi
sahabat dan
selainnya berpendapat sunnahnya
seseorang mengucapkan salam
kepada dirinya
sendiri jikalau rumah
tersebut da;am keadaan
kosong.
Diriwayatkan dari
Abdullah bin Umar
radhiallahu ‘anhuma, beliau
berkata:
“Apabila seseorang
masuk kerumah yang
tidak ditinggali, hendaklah
ia
mengucapkan:
“Assalaamu’alaina wa ‘ala ibaadillahi shaalihin”.58
Diriwayatkan dalil
yang serupa dengan
hadits diatas dari
Mujahid dan
selain
keduanya.59
Ibnu Hajar
berkata: “ Termasuk
kedalam keumuman hadits
yang
mengajurkan untuk
menyebarkan salam adalah
mengucapkan salam kepada
dirinya sendiri
ketika ia masuk
kedalam rumahnya yang
tidak ada seorangpun
didalamnya.
Berdasarkan firman Allah ta’ala :
“ Dan apabila kalian masuk kedalam rumah, maka
ucapkanlah salam kepada diri kalian “
(
An-Nuur :61) 60
Begitu juga
jika ia masuk
kedalam rumahnya yang
tidak ada orang
lain
didalam rumah
kecuali keluarganya, maka
disunnahkan bagi anda
untuk
mengucapkan salam
kepada mereka juga.
Diriwayatkan dari Abi
Az-Zubair
bahwa ia
mendengar Jabir berkata,
“Jika seseorang masuk
kedalam rumahnya,
hendalklah ia
mengucapkan salam kepada
keluarganya untuk mengaharap
keberkahan
dan kebaikan dari sisiAllah ta’ala”.61
Mengucapkan salam
ketika masuk kerumah
ini bukanlah merupakan
kewajiban. Ibnu
Juraij berkata, “Aku
berkata kepada Atha’,
“Apakah wajib
mengucapkan salam
ketika masuk atau
keluar rumah?” Beliau
menjawab,
“Tidak, karena
tidak satupun atsar
yang menyebutkan tentang
wajib ucapan
58
Al-Adab Al-Mufrad oleh Al-Bukhari (1055) dan dikeluarkan juga oleh Ibnu Abi
Syaibah. Berkata Al-Hafidz
Ibnu
Hajar “sanadnya hasan” (Fathul Baari
11/22) demikian juga Asy-Syaikh Al-Albaniy mengatakan
sanadnya
hasan pada Shahih Al-Adab Al-Mufrad.
59
Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/305) Cetakan Daar Ad-Da’wah
60
Fathul Baari (11/22)
61
Al-Adab Al-Mufrad (1095) Al-Albani mengatakan:
hadits ini shahih.
salam tersebut,
akan tetapi disukai
jika dilakukan dan
hendaklah tidak
melupakannya”.62
Demikianlah bahwa
tidak ada dalil
tentang hal itu,
akan tetapi untuk
mencari keutamaan,
sepantasnyalah bagi seorang
muslim yang telah
mengetahui keutamaanya
untuk melakukannya. Dan
diantara keutamaannya
adalah
tercantum pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umamah radhiallahu
‘anhu,
beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tiga orang
yang
seluruhnya dijamin oleh Allah hidupnnya dan jika mati dijamin oleh Allah
masuk surga,
yaitu orang yang
jika masuk kedalam
rumah dengan
mengucapkan salam,
maka Allah ta’ala
menjamin orang tersebut.
Dan barang
siapa yang
keluar untuk pergi
ke masjid maka
Allah t’aala menjamin
orang
tersebut.
Dan seseorang yang keluar dijalan Allah, maka Allah menjamin orang
tersebut”.63
20. Menjawab
salam kepada orang
yang mengirimkan salan
kepadanya dan
dan
kepada yang dititipi salam.
Perkara ini
telah diterangkan didalam
As-Sunnah. Seorang laki-laki
datang kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan
berkata: “Sesungguhnya
Ayahku menitipkan
salam kepada anda
“, maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi
wa
sallam bersabda: “ ’Alaika dan ‘ala Abiika as-salam”.64
Dan pada
hadits ‘Aisyah Ummul
Mukminin radhiallahu ‘anhu,
beliau
berkata: “Sesungguhnya
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata
kepadaku:
“Jibril menitipkan
salam kepadamu” Aku
berkata, “Wa’alaihis-salam
warahmatullah”.65
Dan
pada hadits yang lain juga dikatakan bahwa Jibril menitipkan salam kepada
Khadijah. Al-Hafidz
berkata: “Sesungguhnya ketika
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa
62
Tafsir Ibnu Katsir (305/3)
63
Adabul Mufrad (1094) Asy-Syaikh Al-Albani berkata hadits ini Shahih.
64
HR. Abu Daud (5231) dan Albaniy menghasankannya , Ahmad (22594)
65
HR. Al-Bukhari (6253)
sallam menyampaikan
salam Allah kepada
nya melalui Jibril
maka Khadijah
berkata
: “ Innallaha Huwa As-Salam wa Minhu As-Salam wa ‘Alaika as-salam wa ‘ala
Jibril
as-salam”.66
Walhasil
dari kesemua hadits-hadits ini, dapat diambil kesimpulan bahwa
menjawab salam
kepada orang yang
menitipkannya bukanlah merupakan
sebuah
kewajiban akan tetapi hanya sebuah perkara yang disukai.
Ibnu Hajar
berkata: “Saya tidakf
melihat pada hadits
‘Aisyah, bahwasannya
beliau
membalas salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hal itu
bukan
merupakan perkara yang wajib”.67
Faedah :
Ibnu Abdil Barr
berkata: “Berkata seseorang
kepada Abi Dzar:
“Fulan
menyampaikan/menitipkan salam
kepadamu” Maka Abu
Dzar menjawab:
“Salam
itu adalah sebuah hadiah yang baik dan yang ringan untuk dipikul”.68
21. Mendahulukan
shalat tahiyyat al-masjid
sebelum mengucapkan salam
ketika
seseorang masuk kedalam masjid.
Seseorang yang
masuk kemasjid, disunnahkan untuk
melakukan shalat
sunnah tahiyyat
al-masjid terlebih dahulu
sebelum mengucapkan salam
kepada
orang yang
berada didalam masjid.
Pada hadits sahabat
yang keliru dalam
pengerjaan
shalatnya, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,
bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam masuk ke
dalam masjid kemudian
seseorang masuk
kedalam masjid lalu
mengerjakan shalat, kemudian
dia
mendatangi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan mengucapkan
salam
kepadanya, maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab
salamnya
dan bersabda:
“Kembalilah, dan shalatlah
! sesungguhnya kamu
belum
melaksanakan
shalat (sampai tiga kali)…al-hadits “.69
66
Al-Hafidz didalam Fathul Baari menyandarkan hadits ini, kepada riwayat
An-Nasaa`i dari hadits Anas.
Lihat
Fathul Baari (11/14) (7/172)
67
Fathul Baari (11/14)
68 Al-Adab Asy-Syar’iyah (1/393)
69
HR. Al-Bukhari (7939)
Ibnul Qayyim
Al-Jauzi berkata: “Dan
diantara petunjuk Nabi
Shallallahu
‘alaihi wa
sallam adalah orang
yang masuk kedalam
Masjid dan dia
langsung
melaksanakan shalat
dua rakaat tahiyyat
al-masjid, kemudian dia
mendatangi
orang-orang yang ada dimasjid
lalu mengucapkan salam
kepada mereka.
Dengan
demikian shalat tahiyyat al-masjid didahulukan dari pada mengucapkan
salam kepada
orang yang ada
dalam masjid. Hal
ini dikarenakan tahiyyat
al-masjid adalah hak
Allah ta’ala sedangkan
mengucapkan salam kepada
orang-orang itu adalah
hak mereka, hak
Allah dalam keadaan
yang seperti ini
lebih
berhak untuk
didahulukan, kemudian beliau
mengutip hadist sahabat
yang
keliru
dalam shalatnya sebagai dalil atas ulasan beliau.
Kemudian Ibnul
Qayyim melanjutkan: “Rasulullah
mengingkari
shalatnya namun
beliau tidak mengingkari
salamnya yang diakhirkan
setelah
melaksanakan
shalat tahiyyat al-masjid”.70
Saya berkata:
“Ini adalah ketentuan
bagi orang yang
masuk kemasjid dan di
dalamnya ada
sekelompok orang yang
sedang duduk-duduk atau
ada halaqah
ilmu
atau selainnya. Maka yang disunahkan baginya adalah mendahulukan dua
rakaat shalat
tahiyyat al-masjid, kemudian
setelah selesai shalat
barulah ia
mendatangi mereka
dan menyampaikan salam
kepada mereka. Adapun
jika
masuk masjid
sementara orang-orang tersebut
masih melakukan shalat,
hendaklah dia
memberikan salam kepada
mereka terlebih dahulu
baru
melaksanakan shalat
tahiyyat al-masjid atau
melakukan apa yang
telah
ditetapkan
padanya. Wallahu a’lam.
22.
Makruh mengucapkan salam ketika mendengarkan khutbah jum’at.
Dalil
dari masalah ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
radhialallahu ‘anhu
bahwasannya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda: “
Jika kamu mengatakan
kepada temanmu pada
hari Jum’at,
70
Zaad Al-Ma’ad (2/413-414)
“Diamlah!” sementara
imam masih menyampaikan
khutbahnya maka kamu
telah
lalai”.71
Berdasarkan hal
ini maka tidak
disyariatkan memberikan salam
kepada
siapapun ketika
khatib masih menyampaikan
khutbah, demikianlah yang
telah
diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
yakni agar semua
makmum
diam ketika sedang mendengarkan khutbah imam pada hari Juma’at.
Masalah :
“Apabila seseorang masuk
ke masjid pada
hari jum’at kemudian
mengucapkan salam
kepada jama’ah yang
ada didalamnya, apakah
wajib bagi
makmum
yang berada didalam untuk menjawab salam tersebut?
Jawab :
Al-Lajnah Ad-Daa`imah menyatakan:
“Tidak diperbolehkan bagi
siapa
saja ketika
masuk masjid untuk
mengucapkan salam pada
hari Jum’at
sedangkan imam
sedang menyampaikan khutbah,
dan bagi yang
berada
didalam masjid
tidak diperbolehkan menjawab
salam disaat imam
khuthbah.
Akan tetapi
jikalau dia memjawabnya
dengan isyarat maka
hal tersebut
diperbolehkan”72.
Masalah :
Apakah yang harus
dilakukan seorang makmun
seseorang yang
berada di
sampingnya mengucapkan salam
kepadanya dan menyalaminya
disaat
imam sedang khuthbah?
Jawab :
Al-Lajnah Ad-Daa`imah menyatakan:
“Berjabatan tangan saja
tanpa
berbicara. Kemudian
menjawab salam ketika
imam istirahat/selesai khutbah
pertama. Apabila
dia mengucapkan salam
sementara imam sedang
khuthbah
yang kedua,
maka anda menjawab
salamnya setelah khathib
menyelesaikan
khuthbah
yang kedua”.73
23.
Mendahulukan salam sebelum berbicara.
71
HR.Al-Bukhari no.934
72
Fatwa Al-Lajnah Ad-Daa`imah Lilbuhuts Al-Ilmiyah wal-Iftaa` (8/243)
73
Fatwa Al-Lajnah Ad-Daa`imah Lilbuhuts Al-Ilmiyah wal-Iftaa` (8/246)
Adapun para
As-Salaf Ash-Shaleh jika
mereka saling bertemu,
maka
mereka mendahulukan
salam sebelum bicara
dan saling bertanya
tentang
keadaan mereka
dan kebutuhan mereka.
An-Nawawi berkata, “Yang
termasuk
Sunnah,
jika eorang muslim mengucapkan salam sebelum dia berbicara. Hadist-hadits yang
shahih serta amalan
ulama Salaf dan
ulama kontemporer sudah
demikian
populernya menyepakati hal itu. Inilah pendapat yang dijadikan acuan
dalam pasal
pembahasan ini. Adapun
hadits, sebagaimana yang
telah kami
riwayatkan didalam
kitab At-Tirmidzi dari
Jabir radhiallahu ‘anhu,
beliau
berkata: “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Ucapkan
salam
sebelum berbicara”.
Akan tetapi hadits
ini dha’if. At-Tirmidzi
mengatakan: “
Hadits
ini hadits munkar”.74
24.
Salam kepada pelaku maksiat dan pelaku bid’ah
Adapun pelaku
maksiat, maka hendaklah
mengucapkan salam kepada
mereka dan
menjawab salamnya ketika
mereka mengucapkan salam
kepada
kita. An-Nawawi
berkata: “ Ketahuilah
bahwasannya seorang muslim
yang
tidak terkenal
sebagai pelaku kefasikan
dan bid’ah, maka
hendaklah
mengucapkan
salam kepadanya dan wajib menjawab salamnya.75
Akan tetapi
jika dia telah
dikenali sebagai seorang
pelaku maksiat dan
kefasikan serta
pelaku bid’ah, apakah
akan dikatakan untuk
meninggalkan
ucapan
salam kepadanya ?
Maka kita
jawab: “Apabila hal
itu akan memberikan
mashlahat kepada pelaku
maksiat
tersebut yaitu dia akan meninggalkan kemaksiatan, apabila tidak diberi
salam ataukah
dengan tidak menjawab
salamnya. Apabila hal
tersebut untuk
suatu kemashlahatan
maka salam dapat
ditinggalkan dan tidak
diucapkan
kepadanya agar
sipelaku maksiat berhenti
dari perbuatannya. Adapun
jikalau
yang terjadi
sebaliknya, dan besar
kemungkinan dalam persepsi
kita, bahwa
74
Al-Adzkar hal.312.
75
Al-Adzkar hal.364
kemasiatannya akan
bertambah, maka kita
tidak mengapa mengucapkan
salam
kepadanya dan
menjawab salamnya untuk
meminimalisir mafsadat. Karena
tidak ada
mashalat yang tercapai.
Dan masalah ini
dasarnya kembali kepada
masalah
pemboikotan – yaitu kepada pelaku maksiat dan bid’ah , pent -
Sedangkan kepada
pelaku bid’ah. Sesungguhnya
bid’ah sendiri terbagi
menjadi dua
bagian. Ada bid’ah
mukafirrah (yang menyebabkan
pelakunya
kafir) dan
yang tidak menyebabkan
pelakunya kafir. Maka
bagi pelaku bid’ah
mukaffirah, tidak
diperbolehkan mengucapkan salam
kepadanya dalam
keadaan apapun.
Dan bagi pelaku
bid’ah yang atidak
menyebabkan pelakunya
kafir,
maka hukumnya serupa dengan hukum bagi pelaku maksiat sebagaimana
yang
telah dijelaskan diatas.
Kami akan
menyadur perkataanAsy-Syaikh Muhammad
bin ‘Utsaimin
tentang masalah
pemboikotan terhadap pelaku
bid’ah. Penjelasan beliau
ditujukan kepada
masalah yang berkaitan
dengan mengucapkan salam
kepada
pelaku bid’ah.
Namun masalah tersebut
tidak ada perbedaannya,
karena
masalah pemboikotan
juga mencakup peninggalan
ucapan salam dan
menjawabnya.
Asy-Syaikh berkata:
“Adapun memboikot mereka
(pelaku bid’ah) ,
maka itu
tergantung kepada
kebid’ahannya, jika bid’ahnya
itu mukaffirah, maka
wajib
untuk memboikotnya.
Akan tetapi jika
bukan merupakan bid’ah
mukaffirah
maka pemboikotan
terhadapnya bergantung terhadap
mashlahat yang tercapai,
jika ada
maka kita melakukannya
dan jika tidak
terdapat mashalahat dalam
pemboikotan tersebut
maka kita meninggalkannya. Hal
tersebut dikarenakan
asal pada
seorang mukmin adalah
pengharaman dalam memboikotnya,
berdasarkan
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidak halal bagi seorang
mukmin
untuk tidak menegur saudaranya lebih dari tiga hari”.76
Dalil maslaah
ini adalah hadits
Ka’ab bin Malik
radhialahu ‘anhu yang
sangat
panjang ketika beliau menyelisihi tidak ikut berjihad bersama Rasulullah
76
Fatawa Al-Aqidah hal.614
Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan
taubat beliau kepada
Allah. Pada hadits
tersebut
Ka’ab berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kaum
muslimin untuk
berbicara kepada salah
seorang dari tiga
orang yang telah
menyelisihi beliau,
maka orang-orang pun
meninggalkan kami dan
mereka
berubah sikap
mereka kepada kami.
Sehingga bumi ini
terasa sempit bagi,
tidaklah
sebagaimana yang telah saya ketahui. Kmaipun berada dalam keadaan
demikian sleama
lima puluh malam.
Adapun kedua temanku,
keduanya
berdiam diri
dan duduk dirumah
mereka berdua menangis.
Sedangkan saya,
saya adalah
yang paling muda
dan paling gigih
diantara mereka. Sayapun
menghadiri shalat
bersama kaum muslimin,
dan berada dipasar,
namun tidak
seorangpun yang
menyapaku. Dan saya
mendatangi Rasululah Shallallahu
‘alaihi wa
sallam dan mengucapkan
salam kepada beliau,
sementara beliau
masih berada
ditempat duduk beliau
selepas mengerjakan shalat.
Maka saya
bertanya kepada
diriku: Apakah beliau
menggerakkan kedua bibirnya
menjawab
salamku atau tidak ? “77
25.
Disunnahkan untuk mengucapkan salam ketika bubar dari majelis.
Sebagaimana disunnahkannya mengucapkan
salam ketika hendak
mendatangi suatu
majlis maka begitu
pula disunnahkan untuk
menyampaikan
salam ketika
hendak meninggalkan majlis.
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah
radhiallahu ‘anhu
berkata: “Jika seseorang
mendatangi majlis, maka
hendaklah
ia mengucapkan
salam ketika hendak
berdiri maka hendaknya
dia
mengucapkan salam.
Dan salam yang
pertama tidaklah lebih
utama dari salam
yang
terakhir “78
77
HR. Al-Bukhari no.4418.
78
HR. At-Tirmidzi no.2861 dan beliau berkata, “Hadits ini hasan”. Dan
diriwaytakan juga oleh Abu Daud
(5208),
Al-Albaniy berkata hadits hasan shahih, Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad
(1008) Dan Ath-Thahawi dalam Musykil Al-Atsar (1351) penerbit Muasasah
Ar-Risalah
Oleh : Al-Ustadz Hammad (Abu Muawiah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar