Mengangkat kedua tangan pada
takbir-takbir shalat ‘id selain takbiratul ihram, apakah amalan itu
termasuk sunnah atau bukan. Permasalahan ini sering dibicarakan karena
tidak ada satu dalil pun yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya pada takbir yang dilakukan 7
kali pada rakaat pertama dan 5 kali pada rakaat kedua itu. Sementara
pada prakteknya, ada di antara jama’ah shalat ‘id yang mengangkat
tangannya dan ada pula yang tidak. Padahal di sana ada kaidah dan
prinsip yang menyatakan bahwa ibadah itu sifatnya adalah tauqifiyyah,
tidak ditunaikan kecuali ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami mencoba menyebutkan
keterangan para ulama dalam permasalahan ini dan bagaimana seharusnya
sikap kita, apakah kita harus mengangkat kedua tangan pada setiap takbir
-yang juga diistilahkan dengan takbir-takbir tambahan itu- ataukah
tidak.
Silakan mengikuti pembahasan berikut.
Para ulama berbeda pendapat, apakah mengangkat tangan ketika
takbir-takbir tambahan (selain takbiratul ihram) dalam shalat ‘id itu
termasuk sunnah atau bukan.
Pendapat Pertama
Menyatakan disyari’atkannya mengangkat kedua tangan ketika takbir.
Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, di antaranya Abu
Hanifah, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, dan salah satu pendapat dari
madzhab Maliki.
Dan di antara ulama yang memilih pendapat ini adalah An-Nawawi,
Al-Juzajani, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Ibnul Qayyim, Ath-Thahawi,
Asy-Syaikh bin Baz, Asy-Syaikh Al-Fauzan, dan juga Al-Lajnah Ad-Da’imah,
serta para ulama yang lain.
Dalilnya adalah:
1. Al-Imam Ahmad, Ibnul Mundzir, Al-Baihaqi, dan yang lainnya berdalil dengan hadits dari Ibnu ‘Umar, bahwa dia berkata:
كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- إذا قام إلى الصلاة رفع يديه حتى
إذا كانتا حذو منكبيه كبر ، ثم إذا أراد أن يركع رفعهما حتى يكونا حذو
منكبيه ، كبر وهما كذلك ، فركع ، ثم إذا أراد أن يرفع صلبه رفعهما حتى
يكونا حذو منكبيه، ثم قال سمع الله لمن حمده ، ثم يسجد ، ولا يرفع يديه في
السجود ، ويرفعهما في كل ركعة وتكبيرة كبرها قبل الركوع حتى تنقضي صلاته
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika hendak shalat, beliau
mengangkat kedua tangannya, sampai ketika keduanya sejajar dengan
pundaknya, beliau bertakbir. Kemudian ketika hendak ruku’, beliau
mengangkat kedua tangannya sampai sejajar pundaknya, dan beliau pun
bertakbir dalam keadaan kedua tangannya tetap pada posisi demikian.
Kemudian beliau ruku’. Kemudian ketika hendak mengangkat punggungnya
(bangkit dari ruku’), beliau mengangkat kedua tangannya sampai sejajar
kedua pundaknya, kemudian mengatakan : sami’allahu liman hamidah.
Kemudian beliau sujud, dan beliau tidak mengangkat kedua tangannya
ketika hendak sujud. Dan beliau mengangkat kedua tangannya pada setiap
rakaat dan takbir yang dilakukan sebelum rukuk sampai selesai shalat
beliau.”
[HR. Ahmad dalam Musnadnya, Abu Dawud dalam Sunannya, Ibnul Jarud
dalam Al-Muntaqa’, Ibnul Mundzir, Ad-Daraquthni dalam sunannya,
Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, dan yang lainnya, sanadnya shahih].
Adapun sisi pendalilannya adalah keumuman lafazh:
ويرفعهما في كل ركعة وتكبيرة كبرها قبل الركوع حتى تنقضي صلاته
“Dan beliau mengangkat kedua tangannya pada setiap rakaat dan takbir yang dilakukan sebelum rukuk sampai selesai shalat beliau.”
Dan takbir-takbir tambahan (pada shalat ‘id) adalah termasuk takbir yang dilakukan sebelum rukuk.
2. Hadits dari shahabat Wail bin Hujr radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ مَعَ التَّكْبِيرِ
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat
kedua tangannya bersamaan dengan takbir.” [HR. Ahmad dan yang lainnya
dengan lafazh yang serupa, dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani di
dalam Al-Irwa’ no. 641]
3. Atsar ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu
أن عمر بن الخطاب -رضي الله عنه- كان يرفع يديه في كل تكبيرة من الصلاة على الجنازة وفي الفطر والأضحى
“Sesungguhnya ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengangkat
kedua tangannya pada setiap takbir-takbir shalat jenazah, idul fithri
dan idul adha.” [HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (III/293), Ibnul Mundzir
dalam Al-Ausath (IV/282), atsar ini didha’ifkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani di dalam Al-Irwa’ no. 640].
4. Atsar dari ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu
‘anhuma, bahwa beliau dahulu juga mengangkat kedua tangannya ketika
takbir-takbir shalat jenazah.
Adapun sisi pendalilan dari atsar ini adalah bahwa takbir-takbir shalat id diqiyaskan dengan takbir-takbir shalat jenazah.
5. Atsar dari ‘Atha’ bin Abi Rabah rahimahullah
قال ابن جريج : قلت لعطاء : يرفع الإمام يديه كلما كبر هذه التكبيرة الزيادة في صلاة الفطر؟ قال: نعم ، ويرفع الناس أيضاً.
“Ibnu Juraij berkata: “Aku bertanya kepada ‘Atha’: ‘Apakah seorang
imam disyari’atkan untuk mengangakat kedua tangannya pada setiap
takbir-takbir tambahan shalat idul fithri?’ ‘Atha’ menjawab: ‘Ya, dan
orang-orang (para makmum) juga disyari’atkan untuk mengangkat
tangan-tangan mereka.” [HR. ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf no. 5699,
Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (III/293), dan sanadnya shahih sesuai
syarat Al-Bukhari dan Muslim].
Dan ‘Atha’ adalah seorang imam dari kalangan tabi’in yang sangat
bersemangat di dalam berpegang teguh dan mengamalkan sunnah, telah
berguru dan mengambil ilmu dari sekian shahabat di antaranya Ibnu
‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu Az-Zubair, Abu Hurairah, Abu Sa’id, ‘Aisyah,
dan yang lainnya radhiyallahu ‘anhum.
Perkataan para ulama terkait pendapat ini:
Al-Imam Malik bin Anas berkata: “Angkat kedua tanganmu pada setiap takbir.” [Ahkamul ‘Idain, karya Al-Firyabi hal. 182].
Yahya bin Ma’in berkata: “Aku berpendapat (disyari’atkannya)
mengangkat kedua tangan pada setiap takbir.” [Su’alaat Ad-Duuri
(III/464)].
Ibnu Qudamah berkata: “Jadi kesimpulannya adalah disukai untuk mengangkat kedua tangan.” [Al-Mughni (II/119)].
Ibnul Qayyim berkata: “Ibnu ‘Umar yang beliau adalah seorang yang
benar-benar berupaya untuk mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir.” [Zaadul Ma’ad
(I/443)].
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di mengatakan dalam Manhajus Salikin,
ketika menyebutkan tata cara shalat id, beliau mengatakan: “Dan
mengangkat kedua tangan pada setiap takbir.”
Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz berkata tentang hadits Ibnu ‘Umar
tersebut: “Cukuplah hadits tersebut sebagai dalil disyari’atkannya
mengangkat kedua tangan.” [At-Ta’liq terhadap kitab Fathul Bari
(III/190)].
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin mengatakan ketika ditanya
dengan beberapa pertanyaan, di antaranya tentang hukum mengangkat kedua
tangan pada takbir-takbir tambahan shalat id, beliau menjawab: “Dan
adapun mengangkat kedua tangan pada setiap takbir adalah sunnah.”
Pendapat Kedua
Menyatakan tidak disyari’atkannya mengangkat kedua tangan ketika takbir.
Ini adalah satu pendapat dari madzhab Maliki, Ibnu Hazm Azh-Zhahiri,
Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, Asy-Syaikh Al-Albani, dan yang lainnya.
Dalilnya adalah:
1. Tidak ada di dalam sunnah shahihah dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam yang menyebutkan bahwa beliau mengangkat kedua tangannya pada
setiap takbir.
Al-Imam Malik berkata: “Tidak disyari’atkan mengangkat kedua tangan
sekalipun pada setiap takbir shalat idul fithri dan idul adha kecuali
pada takbir yang pertama (yakni takbiratul ihram).”
Asy-Syaikh Al-Albani mendha’ifkan atsar yang diriwayatkan dari Ibnu
‘Umar bahwa beliau dahulu juga mengangkat kedua tangannya ketika
takbir-takbir shalat jenazah.
Beliau (Asy-Syaikh Al-Albani ) berkata ketika menyanggah pendapat
yang menshahihkan atsar tersebut: “Adapun penshahihan sebagian ulama
yang mulia terhadap atsar yang menyebutkan diyari’atkannya mengangkat
kedua tangan sebagaimana dalam ta’liq beliau terhadap Fathul Bari
[III/190] adalah merupakan kesalahan yang nyata sebagaimana hal ini
tidak tersamarkan lagi di kalangan orang yang mengetahui bidang ini
(ilmu hadits).” [Ahkamul Jana’iz (148)]
Beliau (Asy-Syaikh Al-Albani ) juga berkata: “Tidak disunnahkan
mengangkat kedua tangan karena yang demikian tidak pernah disebutkan
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan yang diriwayatkan dari ‘Umar
dan putranya (Ibnu ‘Umar) tidak menjadaikan amalan ini sebagai amalan
yang sunnah.” [Tamamul Minnah (348)]
Beliau (Asy-Syaikh Al-Albani ) juga berkata: “Kami tidak mendapatkan
dalam sunnah satu dalil pun yang menunjukkan disyari’atkannya mengangkat
kedua tangan selain dari takbir pertama (takbiratul ihram), dan ini
adalah madzhab Al-Hanifiyyah, dan pendapat yang dipilih oleh
Asy-Syaukani, dan Ibnu Hazm juga memilih madzhab ini.” [Ahkamul Jana’iz
(148)].
Asy-Syaikh Al-Albani juga berkata ketika mengomentari hadits Wail bin
Hujr di atas: “Pembahasan hadits ini sama dengan pembahasan hadits Ibnu
‘Umar sebelumnya, yaitu tentang tidak bisanya hadits tersebut dijadikan
dalil disyari’atkannya mengangkat kedua tangan pada setiap
takbir-takbir tambahan, wallahu a’lam.” [Irwa’ul Ghalil (III/114)]
Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad berkata: “Aku tidak mendapati satu
dalil pun yang menunjukkan disyari’atkannya mengangkat kedua tangan
pada takbir-takbir shalat id.” [Kutub Wa Rasa’il ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad
(V/260)]
Setelah melihat perbedaan pendapat dan ijtihad dari para ulama
ahlussunnah tersebut, apa yang harus kita lakukan ketika shalat ‘id
nanti? Mengangkat tangan ketika takbir atau tidak?
Jawaban yang cukup bagus dan menenangkan hati adalah sebagaimana yang
dikatakan oleh Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan, beliau mengatakan:
“Jika mengangkat kedua tangan, maka ini tidak mengapa. Dan jika tidak
mengangkat kedua tangan, maka inipun juga tidak mengapa.” [Dari Durus
Al-Haram Al-Makki tahun 1424 H].
Mungkin ada yang bertanya, apa bisa dibenarkan pendapat yang
menyatakan disyari’atkannya mengangkat kedua tangan? Padahal ibadah
sifatnya adalah tauqifiyyah? Sementara kita tidak mengetahui satu dalil
pun dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau mengangkat
kedua tangannya?
Maka jawabannya adalah:
Pertama, bahwa mengangkat kedua tangan pada takbir-takbir shalat itu
tidak disebutkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baik yang
menafikan (meniadakan) maupun yang menetapkan.
Maksudnya adalah bahwa bagi yang mengangkat kedua tangannya, maka ini
tidak mengapa karena tidak disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menafikannya. Dan barangsiapa yang tidak mengangkat
kedua tangannya, maka ini juga tidak mengapa karena tidak disebutkan
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkannya.
Kedua, adalah hendaknya kita mengembalikan permasalahan seperti ini
kepada ahlinya dari kalangan ulama, kita telah mengetahui bahwa
mayoritas ulama berpendapat demikian. Tentunya kita tidak bisa
dibandingkan dengan mereka dalam hal keilmuan dan pemahaman serta
istinbath terhadap nash-nash / dalil-dalil syar’i. Mereka berijtihad
dengan kedalaman ilmu dan ketaqwaan mereka kepada Allah ‘azza wajalla.
Maha benar Allah dalam firman-Nya:
فاسئلوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
“Maka bertanyalah kepada ahludz dzikr (para ulama) jika kalian tidak mengetahuinya.” [Al-Anbiya’: 7]
Pelajaran penting dari sini adalah hendaknya kita bisa bersikap
lapang dada, ketika mendapati sebagian saudara kita melakukan amalan
yang berbeda dengan amalan yang kita lakukan. Masing-masing beramal
sesuai dengan keterangan dan ijtihad para ulama ahlussunnah. Tidak boleh
saling menyalahkan satu terhadap yang lainnya.
Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.
Dirangkum dari beberapa referensi:
– Irwa’ul Ghalil jilid 3, karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah.
– Manhajus Salikin, karya Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di.
– http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=284549
– http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=361603
Ditulis oleh Abu Abdillah, Ma’had As-Salafy Jember
Penghujung Ramadhan 1431.
http://www.assalafy.org/mahad/?p=539#more-539
Makkah 'Isha - 25th December 2024
-
*Makkah Isha *
(Surah Hashr: Ayaah 18-24) *Sheikh Baleelah*
Download 128kbps Audio
4 jam yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar