Diantara sekian banyak do'a-do'a yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ajarkan kepada umatnya adalah do'a di bawah ini :
"Allahumma Ahyinii
Miskiinan, wa Amitnii Miskiinan, wahsyurniii fii Jumratil-masaakiin"
"Artinya
: Ya Allah ! Hidupkanlah aku dalam keadaan MISKIN, dan matikanlah aku
dalam keadaan MISKIN, dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam
rombongan orang-orang MISKIN".
Hadits
ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah No. 4126 dan lain-lain. Al-Albani
mengatakan bahwa hadits ini derajatnya : HASAN. (Lihat pembahasannya di
kitab beliau : Irwaul Ghalil No. 861 dan Silsilah Shahihah No. 308)
Setelah
kita mengetahui bahwa hadits ini sah datangnya dari Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam, maka sekarang perlu kita mengetahui apa maksud sebutan MISKIN
dalam lafadz do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas. Yang
sangat saya sesalkan diantara saudara-saudara kita (tanpa memeriksa lagi
keterangan Ulama-ulama kita tentang syarah hadits ini khususnya tentang gharibul
hadits) telah memahami bahwa MISKIN di sini dalam arti yang biasa
kita kenal yaitu : "Orang-orang yang tidak berkecukupan di dalam
hidupnya atau orang-orang yang kekurangan harta". Dengan arti yang demikian maka timbullah kesalahpahaman di kalangan umat terhadap do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas, akibatnya :
- Do'a ini tidak ada seorang
muslimin pun yang berani mengamalkannya, atau paling tidak sangat jarang
sekali, lantaran menurut tabi'atnya manusia itu tidak mau dengan sengaja
menjadi miskin.
- Akan timbul pertanyaan :
Mengapa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh umatnya
menjadi miskin ? Bukankah di dalam Islam ada hukum zakat yang justru salah
satu faedahnya ialah untuk memerangi kemiskinan ? Dapatkah hukum zakat itu
terlaksana kalau kita semua menjadi miskin ? Dapatkah kita berjuang dengan
harta-harta kita sebagaimana yang Allah Subhanahu wa ta'ala perintahkan
kalau kita hidup dalam kemiskinan ? Kita berlindung kepada Allah Subhanahu
wa ta'ala dari berburuk sangka kepada Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
- Ada jalan bagi musuh-musuh
Islam untuk mengatakan : Bahwa Islam adalah musuh kekayaan !?.
Padahal
yang benar MISKIN di dalam do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
ini ialah : "Orang yang Khusyu dan Mutawaadli (orang yang
tunduk dan merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala)".
Sebagaimana hal ini telah diterangkan oleh Ulama-ulama kita :
- Imam Ibnul Atsir di
kitabnya An-Nihaayah fi Gharibil Hadits (2/385) mengatakan : "Ya
Allah hidupkanlah aku dalam keadaan Miskin ..... Yang dikehendaki
dengannya (dengan miskin tersebut) ialah : Tawadlu' dan Khusyu',
dan supaya tidak menjadi orang-orang yang sombong dan takabur".
- Di kitab Qamus Lisanul
Arab (2/176) oleh Ibnu Mandzur diterangkan asal arti Miskin di
dalam lughah/bahasa ialah = Al-Khaadi' (orang yang tunduk), dan
asal arti Faqir ialah : Orang yang butuh. Lantaran itu Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam berdo'a : Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan Miskin
..... Yang dikehendaki ialah : Tawadlu' dan Khusyu', dan
supaya tidak menjadi orang-orang yang sombong dan takabur. Artinya : Aku
merendahkan diriku kepada Mu wahai Rabb dalam keadaan berhina diri, tidak
dengan sombong. Dan bukanlah yang dikehendaki dengan Miskin di sini
adalah Faqir yang butuh (harta).
- Imam Baihaqi mengatakan :
"Menurutku bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah
meminta keadaan miskin yang maknanya kekurangan tetapi beliau meminta
miskin yang maknanya tunduk dan merendahkan diri (Khusyu' dan Tawadlu').
(Lihat kitab : Sunatul Kubra al-Baihaqi 7/12-13 dan Taklhisul-Habir 3/109
No. 1415 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar).
- Demikian juga maknanya
telah diterangkan oleh Hujjatul Islam al-Imam Ghazali di kitabnya yang
mashur Al-Ihya' 4/193. (baca juga syarah Ihya' 9/272 oleh Imam Az-Zubaidy)
- Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah mengatakan : "Hidupkanlah aku dalam keadaan Khusyu'
dan Tawadlu'". (Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah 18/382 bagian
kitab hadits). Beliau juga mengatakan (hal.326) : ".... bukanlah yang
dikehendaki dengan miskin (di hadits ini) tidak mempunyai harta ..."
- Imam Qutaibi juga
mengatakan Khusyu' dan Tawadlu' (Ta'liq Sunan Ibnu Majah No.
4126 oleh Ustadz Muhammad Fuad Abdul Baqi).
Kemudian periksalah kitab-kitab di bawah ini : - Tuhfatul Ahwadzi Syarah
Tirmidzi 7/19-20 No. 2457 oleh Imam Al-Mubaarakfuri.
- Faidhul Qadir Syarah
Jami'us Shaghir 2/102 oleh Imam Manawi.
- Al-Majmu' Syarah
Muhadzdzab 6/141-142 oleh Imam Nawawi.
- Shahih Jami'us Shaghir
No. 1271 oleh Al-Albani.
- Maqaashidul Hasanah No.
166 oleh Imam As-Sakhawi.
Setelah
kita mengetahui keterangan ulama-ulama kita tentang maksud miskin dalam do'a
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas, baik secara lughah/bahasa
maupun maknanya, maka hadits tersebut artinya menjadi :
"Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan khusyu' dan tawadlu', dan matikanlah aku dalam keadaan khusyu' dan tawadlu', dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang yang khusyu' dan tawadlu".
Rasanya
kurang lengkap kalau di dalam risalah ini (sebagai penguat keterangan di atas)
saya tidak menerangkan dua masalah yang perlu diketahui oleh saudara-saudara
kaum muslimin. "Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan khusyu' dan tawadlu', dan matikanlah aku dalam keadaan khusyu' dan tawadlu', dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang yang khusyu' dan tawadlu".
Pertama.
Bahwa Islam adalah agama yang memerangi atau memberantas kefakiran dan kemiskinan di kalangan masyarakat. Hal ini dengan jelas dapat kita ketahui :
- Di dalam Islam tedapat
hukum zakat (satu pengaturan ekonomi yang tidak terdapat pada agama-agama
yang lain kecuali Islam). Sedangkan yang berhak menerima bagian zakat di
antaranya orang-orang yang fakir dan miskin (At-Taubah : 60). Kalau saja
zakat ini dijalankan sesuai dengan apa yang Allah Subhanahu wa ta'ala
perintahkan dan menurut sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
niscaya tidak sedikit mereka yang tadinya hidup dalam kemiskinan -setelah
menerima bagian zakatnya- akan berubah kehidupannya bahkan tidak mustahil
kalau di kemudian hari merekalah yang akan mengeluarkan zakat.
Allah Subhanahu wa ta'ala telah berfirman : "Agar supaya harta itu tidak beredar di antara orang-orang yang kaya saja dari kamu". (Al-Hasyr : 7) - Islam memerintahkan
memperhatikan keluarga (ahli waris) yang akan ditinggalkan, supaya mereka
jangan sampai hidup melarat yang menadahkan tangan kepada manusia. Kita
perhatikan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Sesungguhnya
engkau tinggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya (cukup) lebih baik
daripada engkau tinggalkan mereka hidup melarat/miskin yang menadahkan
tangan-tangan mereka kepada manusia (meminta-minta)". (Hadits
Riwayat Bukhari 3/186 dan Muslim 5/71 dan lain-lain)
- Bahkan Islam mencela kalau
ada seorang mukmin yang hidup dalam keadaan cukup sedangkan tetangganya
kelaparan dan dia tidak membantunya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam: "Bukanlah orang yang mukmin itu yang
(hidup) kenyang, sedangkan tetangganya (hidup) lapar di sebelahnya".
(Hadits Shahih Riwayat Bukhari di kitabnya Adabul Mufrad, dan lain-lain).
Maksudnya : Tidaklah sempurna keimanan seorang muslim itu apabila ia makan dengan kenyang sedangkan tetangganya di sebelahnya kelaparan (kalau hal ini ia ketahui dan ia tidak membantunya dengan memberi makan kepada tetangganya). - Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa
ta'ala dari hidup dalam kefakiran dan kelaparan.
"Artinya
: Dari Aisyah (ia berkata) : Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
biasa berdo'a dengan do'a-doa ini : Allahumma ... (Ya Allah, sesungguh-nya aku
memohon perlindungan kepada-Mu dari fitnah neraka dan azab neraka, dan dari
fitnah kubur dan azab kubur, dan dari kejahatan fitnah (cobaan) kekayaan, dan
dari kejahatan fitnah (cobaan) kefakiran ...." (Shahih Riwayat Bukhari
7/159, 161. Muslim 8/75 dan ini lafadznya, Abu Dawud No. 1543, Ibnu Majah No.
3838, Ahmad 6/57, 207. Tirmidzi, Nasa'i, Hakim 1/541 dan Baihaqi 7/12).
Kedua
: Hadits Abi Hurairah :
"Artinya
: Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a : Ya
Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kefakiran, dan aku
memohon perlindungan kepada-Mu dari kekurangan dan kehinaan, dan aku memohon
perlindungan kepada-Mu dari menganiaya atau dianiaya". (Shahih Riwayat Abu
Dawud No. 1544, Ahmad 3/305,325. Nasa'i, Ibnu Hibban No. 2443. Baihaqi 7/12).
"Artinya
: Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a : Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kelaparan, karena
sesungguhnya kelaparan itu seburuk-buruk teman berbaring, dan aku memohon
perlindungan kepada-Mu dari khianat, karena sesungguhnya khianat itu
seburuk-buruk teman". (Shahih Riwayat Abu Dawud No. 1547. Nasa'i dan Ibnu
Majah No. 354).
Ketiga
: Hadits Abi Bakrah Nufai' bin Haarits : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam mengucapkan do'a ini di akhir shalat:
"Artinya
: Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kekafiran dan
kefakiran dan azab kubur". (Hadits Shahih atas syarat Muslim dikeluarkan
oleh Imam Ahmad bin Hambal 5/36,39 & 44 dan Nasa'i).
Keempat
: Hadits Anas bin Malik : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
mengucapkan dalam do'anya :
"Artinya
: ....Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kefakiran/miskin dan kekafiran
......".
(Hadits Shahih atas syarat Bukhari, dikeluarkan oleh Imam Hakim 1/530. dan Imam Ibnu Hibban No. 2446).
(Hadits Shahih atas syarat Bukhari, dikeluarkan oleh Imam Hakim 1/530. dan Imam Ibnu Hibban No. 2446).
Kedua.
Islam tidak menjadi musuh kekayaan asalkan si kaya seorang yang taqwa. Bahkan dengan kekayaan itu seorang dapat memperoleh ganjaran yang besar dan derajat yang tinggi seperti berjihad dengan harta sebagaimana yang Allah perintahkan, menunaikan zakat harta, infaq dan shadaqah, ibadah haji, mendirikan masjid-masjid, pesantren dan sekolah-sekolah Islam, membantu anak yatim dan perempuan-perempuan janda dan lain-lain yang membutuhkan harta dan kekayaan.
Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam pernah mendo'akan Anas bin Malik : Islam tidak menjadi musuh kekayaan asalkan si kaya seorang yang taqwa. Bahkan dengan kekayaan itu seorang dapat memperoleh ganjaran yang besar dan derajat yang tinggi seperti berjihad dengan harta sebagaimana yang Allah perintahkan, menunaikan zakat harta, infaq dan shadaqah, ibadah haji, mendirikan masjid-masjid, pesantren dan sekolah-sekolah Islam, membantu anak yatim dan perempuan-perempuan janda dan lain-lain yang membutuhkan harta dan kekayaan.
"Artinya : Ya Allah !
Banyakkanlah hartanya dan anak-anaknya serta berikanlah keberkahan apa yang
Engkau telah berikan kepadanya". (Hadits Riwayat Bukhari 7/152,
154,161-162. dan lain-lain).
Hadits
ini mengandung beberapa faedah :
- Bahwa harta itu adalah
salah satu nikmat Allah Subhanahu wa ta'ala.
- Bahwa banyak harta itu
tidak tercela atau mengurangi ibadahnya, asalkan dia memang seorang yang
taqwa. Bahkan hadits ini kita dapat mengetahui bahwa banyak harta itu
merupakan suatu kebaikan dan nikmat dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Karena
tidak mungkin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendo'akan
kecelakaan kepada salah seorang shahabat dan pembantunya seperti Anas bin
Malik kalau tidak menjadi kebaikan baginya !.
- Boleh mendo'akan seseorang
supaya banyak hartanya dengan penuh keberkahan.
- Dari hadits ini kita
mengetahui bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai mempunyai
anak banyak.
- Juga hadits ini
menerangkan tentang keutamaan Anas bin Malik yang telah terbukti dalam
tarikh -berkat do'a Nabi- tidak seorangpun dari shahabat Anshar yang
paling banyak harta dan anak selain dari Anas bin Malik Radhiyallahu
'anhu.
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada shahabatnya Hakim
bin Hizaam :
"Wahai Hakim! Sesungguhnya harta ini indah (dan) manis, maka barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang baik, niscaya mendapat keberkahan, dan barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang tamak, niscaya tidak mendapat keberkahan, dan ia seperti orang yang makan tetapi tidak pernah kenyang, dan tangan yang di atas (yang memberi) lebih baik dari tangan yang di bawah (yang meminta)".
(Hadits Riwayat Bukhari 7/176 dan Muslim 3/94)
"Wahai Hakim! Sesungguhnya harta ini indah (dan) manis, maka barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang baik, niscaya mendapat keberkahan, dan barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang tamak, niscaya tidak mendapat keberkahan, dan ia seperti orang yang makan tetapi tidak pernah kenyang, dan tangan yang di atas (yang memberi) lebih baik dari tangan yang di bawah (yang meminta)".
(Hadits Riwayat Bukhari 7/176 dan Muslim 3/94)
Sumber:
assunnah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar