الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ
يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ
الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّن
رَّبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ
فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah:
275)
Penjelasan Mufradat Ayat
يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا
“Mereka
memakan riba.” Maksud memakan di sini adalah mengambil. Digunakannya istilah
“makan” untuk makna mengambil, sebab tujuan mengambil (hasil riba tersebut)
adalah memakannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Imam Al-Qurthubi. Ini
pula yang ditegaskan oleh Al-Imam At-Thabari dalam menafsirkan ayat ini. Beliau
rahimahullahu berkata: “Maksud ayat ini dengan dilarangnya riba bukan semata
karena memakannya saja, namun orang-orang yang menjadi sasaran dari turunnya
ayat ini, pada hari itu makanan dan santapan mereka adalah dari hasil riba. Maka
Allah menyebutkan berdasarkan sifat mereka dalam menjelaskan besarnya (dosa)
yang mereka lakukan dari riba dan menganggap jelek keadaan mereka terhadap apa
yang mereka peroleh untuk menjadi makanan-makanan mereka. Dalam firman-Nya Allah
Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ. فَإِنْ لَمْ
تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ
رُءُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah:
278-279)Ayat ini mengabarkan akan benarnya apa yang kami katakan dalam
permasalahan ini, yaitu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengharamkan segala hal
yang memiliki makna riba. Sama saja baik melakukan aktivitas yang bernilai riba,
memakannya, mengambilnya, atau memberikan (kepada yang lain). Sebagaimana
permasalahan ini telah jelas keterangannya dari berbagai kabar yang datang dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَعَنَ اللهُ آكِلَ الرِّبَا،
وَمُوْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ إِذَا عَلِمُوا بِهِ
“Allah
melaknat yang memakan (hasil) riba, yang memberi riba, penulisnya, dan dua
saksinya jika mereka mengetahuinya.” (Hadits ini diriwayatlan dari berbagai
jalan, di antaranya riwayat Muslim dari Jabir, Ath-Thabarani dari Abdullah bin
Mas’ud; Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari hadits Abdullah bin
Mas’ud. Ada beberapa perbedaan lafadz di antara riwayat tersebut).Makna riba
secara bahasa berarti tambahan. Dikatakan:
رِبَا الشَّيْءُ
يَرْبُو
artinya bertambahnya sesuatu. Adapun secara istilah, riba ada dua
macam:Pertama: Riba Nasi`ahRiba jenis ini ada dua bentuk:1. Menambah
jumlah pembayaran bagi yang berhutang, dengan alasan melewati tempo pembayaran.
Ini merupakan pokok riba yang diamalkan kaum jahiliyah.2. Tukar menukar
antara dua barang yang sejenis yang termasuk ke dalam barang-barang yang
mengandung unsur riba padanya, dengan mengakhirkan pemberian salah satu dari
barang tersebut kepada pihak kedua. Seperti tukar menukar emas yang tidak
dilakukan secara kontan di tempat tersebut, namun diakhirkan keduanya atau salah
satunya.Kedua: Riba Al-FadhlYaitu menambah jumlah takaran atau timbangan
terhadap salah satu dari dua barang yang sejenis yang dijadikan sebagai alat
tukar menukar, dimana barang-barang tersebut termasuk mengandung unsur riba di
dalamnya. (Al-Mughni, Ibnu Qudamah: 4/123, Al-Mulakhkhas Al-Fiqhi, Asy-Syaikh
Al-Fauzan, hal. 322)
لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي
يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Mereka tidak bangun melainkan
seperti orang yang kemasukan setan lantaran gila.”Pendapat yang masyhur di
kalangan mufassirin, bahwa yang dimaksud adalah pada saat mereka bangkit dari
kuburnya di hari kiamat. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Auf
bin Malik, Sa’id bin Jubair, As-Suddi, Rabi’ bin Anas, Qatadah, Muqatil bin
Hayyan, dan yang lainnya. Ada pula yang menafsirkan bahwa yang dimaksud adalah
kesulitan mereka dalam mencari penghasilan dengan cara riba yang menyebabkan
akal mereka hilang, sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Asy-Syaikh Abdurrahman
As-Sa’di dalam Tafsir-nya.Yang dimaksud dengan al-mas adalah
kegilaan.
مَوْعِظَةٌ
“Mau’izhah” Yang dimaksud adalah peringatan
dan ancaman yang memperingatkan dan membuat mereka takut dengan ayat-ayat
Al-Qur`an. Menjanjikan hukuman atas mereka disebabkan mereka memakan hasil
riba.
فَلَهُ مَا سَلَفَ
“Maka baginya apa yang telah lalu,” yaitu
tidak ada celaan atas mereka apa yang telah dimakan dan dimanfaatkannya sebelum
dia mengetahui haramnya hal tersebut.
وَأَمْرُهُ إِلَى
اللهِ
“Perkaranya dikembalikan kepada Allah.” Kata ganti hu (nya) pada
lafadz (perkaranya) diperselisihkan maknanya menjadi empat pendapat:Pertama,
kata ganti tersebut kembali ke lafadz riba, yang maksudnya bahwa perkara riba
tersebut kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menetapkan
keharamannya.Kedua, kembali kepada lafadz “apa yang telah lalu,” yaitu apa
yang telah lalu urusannya kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hal
dimaafkannya dan diangkatnya celaan dari yang melakukan.Ketiga, kembali
kepada pelaku riba, yaitu urusannya kembali kepada Allah. Apakah Allah Subhanahu
wa Ta'ala mengokohkan hatinya untuk berhenti dari perbuatan tersebut ataukah dia
kembali kepada kemaksiatan dengan melakukan praktek riba.Keempat, kembali
kepada lafadz “menghentikan perbuatannya,” yaitu memberi makna hiburan dan
dorongan kepada orang yang telah berhenti melakukannya agar menjadi baik di masa
yang akan datang.Keempat makna ini disebutkan oleh Al-Imam Al-Qurthubi dalam
Tafsir-nya.
وَمَنْ عَادَ
“Siapa yang kembali,” yaitu kembali
melakukan praktek riba sampai dia mati. Ada pula yang mengatakan: “Barangsiapa
yang kembali dengan ucapannya: ‘Sesungguhnya jual beli itu sama saja dengan
riba’.”
Penjelasan AyatAsy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu
berkata:“Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan tentang orang-orang yang
makan dari hasil riba, jeleknya akibat yang mereka peroleh dan kesulitan yang
mereka hadapi di kemudian hari. Mereka tidak bangun dari kuburnya pada hari
mereka dibangkitkan melainkan seperti orang yang kemasukan setan lantaran
tekanan penyakit gila. Mereka bangkit dari kuburnya dalam keadaan bingung,
sempoyongan, dan mengalami kegoncangan. Mereka khawatir dan penuh kecemasan akan
datangnya siksaan yang besar dan kesulitan sebagai akibat perbuatan
mereka.Sebagaimana terbaliknya akal mereka, yaitu dengan mereka mengatakan:
Jual beli itu seperti riba. Perkataan ini tidaklah bersumber kecuali dari orang
yang jahil yang sangat besar kejahilannya. Atau berpura-pura jahil yang keras
penentangannya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala membalas sesuai keadaan mereka,
sehingga keadaan mereka seperti keadaan orang-orang gila.Ada kemungkinan
yang dimaksud dengan firman-Nya: “Mereka tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila,” yaitu
pada saat hilangnya akal mereka untuk mencari penghasilan dengan cara riba,
harapan mereka berkurang, dan akal mereka semakin melemah, sehingga keadaan dan
gerakan mereka menyerupai orang-orang yang gila, tidak ada keteraturan gerakan,
dan hilangnya akal yang meyebabkannya tidak memiliki adab.Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman dalam membantah mereka dan menjelaskan hikmah-Nya yang agung:
“Dan Allah menghalalkan jual beli.”Karena di dalamnya mengandung keumuman
maslahat. Ia merupakan perkara yang sangat dibutuhkan dan akan menimbulkan
kemudharatan bila diharamkan. Ini merupakan prinsip asal dalam menghalalkan
segala jenis mata pencaharian hingga datangnya dalil yang menunjukkan
larangan.“Dan (Allah) mengharamkan riba,” karena di dalamnya yang mengandung
kedzaliman dan akibat yang jelek.Asy-Syaikh As-Sa’di melanjutkan
penjelasannya: “Barangsiapa yang datang kepadanya mau’izhah dari Rabbnya,” yaitu
nasehat, peringatan, dan ancaman dari menjalani cara riba melalui tangan orang
yang digerakkan hatinya untuk menasehatinya sebagai bentuk kasih sayang dari
Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap yang dinasehati dan penegakan hujjah atasnya,
“lalu dia berhenti” dari perbuatannya dan tidak lagi menjalaninya, “maka baginya
apa yang telah lalu,” yaitu apa yang telah berlalu dari berbagai bentuk
mu’amalah yang pernah dilakukannya sebelum nasehat datang kepadanya sebagai
sebagai balasan atas sikapnya dalam menerima nasehat.Pemahaman dari ayat ini
menunjukkan bahwa barangsiapa yang tidak berhenti, dia akan dibalas dari awal
(perbuatannya) hingga akhirnya. “Dan urusannya kembali kepada Allah,” berupa
pembalasan dari-Nya dan apa yang dilakukan di masa datang dari perkaranya. “Dan
barangsiapa yang kembali,” dalam menjalani praktek riba dan tidak bermanfaat
baginya nasehat, bahkan berkelanjutan atas hal itu, “Maka mereka adalah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, As-Sa’di,
hal. 117)
Hukuman bagi Orang yang Memakan Hasil RibaSesungguhnya
orang-orang yang melakukan berbagai macam praktek riba setelah datang penjelasan
kepada mereka namun mereka tidak mengindahkannya, mereka akan mendapatkan dua
kehinaan, kehinaan di dunia dan kehinaan di akhirat.Di dunia dia akan
ditimpa kehinaan, kerendahan, tidak memiliki kemuliaan dan wibawa di mata
masyarakat, apalagi di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: Aku telah
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا
تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ
بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ
يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِيْنِكُمْ
“Jika kalian berjual beli
dengan cara ‘inah1 dan mengambil ekor-ekor sapi kalian, kalian senang dengan
sawah,2 dan kalian meninggalkan jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka
Allah akan mencampakkan pada kalian kehinaan. Dia tidak akan melepaskannya dari
kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR.Ahmad (2/84), Abu Dawud
(3462), Al-Baihaqi (5/316), dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Al-Albani
rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’ no. 423)Dalam riwayat lain:
إِذَا
ضَنَّ النَّاسُ بِالدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيْرِ وَتَبَايَعُوا بِالْعِيْنَةِ
وَاتَّبِعُوا أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَتَرَكُوا الْجِهَادَ، بَعَثَ اللهُ عَلَيْهِمْ
ذُلاًّ ثُمَّ لاَ يَنْزِعُهُ عَنْهُمْ حَتَّى يُرَاجِعُوا دِيْنَهُمْ
“Jika
manusia kikir dengan perak dan emasnya, lalu berjual beli dengan cara ‘inah,
mengikuti ekor-ekor sapi, dan meninggalkan jihad, maka Allah akan mencampakkan
atas mereka kehinaan. Dia tidak melepaskannya dari mereka hingga mereka kembali
kepada agamanya.” (HR. Abu Ya’la dalam Musnad-nya (19/5659), Ath-Thabarani
(12/13583), dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’:
675).Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggolongkan dosa orang yang
memakan riba termasuk diantara dosa-dosa besar yang membinasakan. Hal ini
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ
الْمُوْبِقَاتِ. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ
بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ
وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ
وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ
“Jauhilah tujuh
perkara yang membinasakan.” Para shahabat bertanya: “Apa itu wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah
kecuali dengan cara yang haq, memakan hasil riba, makan harta anak yatim,
melarikan diri pada saat perang berkecamuk, dan menuduh (zina) kepada wanita
mukminah yang terjaga.”Tersebarnya perbuatan zina dan riba di sebuah kampung
akan menjadi penyebab turunnya adzab dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana
dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا
فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
“Apabila telah
nampak zina dan riba di sebuah kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan
diri mereka untuk mendapatkan adzab Allah Subhanahu wa Ta'ala.” (HR.Al-Hakim,
2/43, Ath-Thabrani, 1/460. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih
Al-Jami’ no. 679)Para pelaku riba juga termasuk orang-orang yang mendapatkan
laknat dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa ia
berkata:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ
الرِّبَا، وَمُوْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ، وَقَالَ: هُمْ
سَوَاءٌ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang
memakan hasil riba, yang memberi makan dengannya, penulisnya, dan dua saksinya.
Beliau berkata: Mereka semua sama (dalam hukum).”Adapun hukuman di akhirat,
maka telah disebutkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ayat ini bahwa mereka
termasuk diantara penghuni neraka Jahannam. Juga diriwayatkan oleh Bukhari dalam
Shahih-nya dari hadits Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu ia
berkata:Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila selesai shalat
beliau menghadapkan wajahnya kepada kami, lalu berkata: “Siapa di antara kalian
yang bermimpi tadi malam?”Jika ada seseorang yang bermimpi maka ia pun
mengkisahkannya, lalu beliau berkata: “Masya Allah.” Suatu ketika beliau
bertanya kepada kami: “Apakah ada seseorang dari kalian bermimpi?” Kami
menjawab: “Tidak.” Beliau bersabda: “Akan tetapi tadi malam aku melihat dua
lelaki mendatangiku lalu mengambil tanganku. Mereka mengeluarkanku menuju bumi
yang disucikan.3 Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang sedang duduk dan seorang
lagi berdiri. Di tangannya ada kallub4 dari besi. Dia memasukkan besi tersebut
melalui rahangnya hingga menembus tengkuknya, lalu dia melakukan hal yang serupa
pada rahangnya yang lain. Rahangnya kembali seperti semula lalu dia kembali
melakukan perbuatan serupa. Aku bertanya: ‘Ada apa dengan orang ini?’ Keduanya
menjawab: ‘Lanjutkan (perjalanan).’Kami melanjutkan perjalanan, sampai kami
mendatangi seseorang yang berbaring di atas tengkuknya dan seseorang berdiri di
atas kepalanya sambil memegang sebongkah batu lalu memukulkan ke kepalanya
hingga pecah. Bila ia telah memukulkannya, batu tersebut jatuh ke bawah. Ia pun
mengambilnya lagi dan sebelum sampai ke orang itu lagi, kepalanya telah kembali
seperti semula. Lalu orang itu memukul kepalanya kembali.Aku bertanya:
‘Siapa ini?’ Keduanya menjawab: ‘Lanjutkan (perjalanan).’ Kami melanjutkan
perjalanan menuju sebuah lubang seperti tungku perapian. Di bagian atasnya
sempit dan bagian bawahnya luas. Di bawahnya dinyalakan api. Jika api itu
mendekat mereka pun memanjat, hingga hampir saja mereka keluar. Jika api padam,
mereka kembali ke tempat semula. Di dalamnya terdapat para lelaki dan wanita
dalam keadaan telanjang. Aku bertanya: ‘Siapa ini?’ Keduanya menjawab:
‘Lanjutkan (perjalanan).’Kami berjalan lagi hingga mendatangi sebuah sungai
yang berisi darah. Di dalamnya ada seseorang yang berdiri di tengah sungai. Di
tepi sungai ada orang yang menggenggam batu pada kedua tangannya. Orang yang ada
di tengah sungai ingin menepi. Jika Ia hendak keluar, orang yang di pinggir
sungai melemparnya dengan batu yang mengenai mulutnya, lalu ia kembali ke tempat
semula. Setiap kali ia hendak keluar ia pun dilempar dengan batu pada mulutnya,
lalu ia kembali ke tempat semula.Aku bertanya: ‘Ada apa dengan orang ini?’
Keduanya menjawab: ‘Lanjutkan (perjalanan).’ Kami pun melanjutkan perjalanan,
hingga kami berhenti di sebuah kebun hijau. Di dalamnya terdapat pohon yang
besar. Di bawahnya berteduh seorang tua dan anak-anak. Di dekat pohon tersebut
ada seseorang yang memegang api pada kedua tangannya, yang ia
menyalakannya.Lalu keduanya (orang yang bersama Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam-pen) membawaku naik ke atas pohon lalu memasukkan aku ke dalam
satu rumah yang aku tidak pernah sama sekali melihat rumah lebih indah darinya.
Di dalamnya terdapat beberapa lelaki tua, anak-anak muda, wanita dan anak-anak
kecil. Keduanya mengeluarkan aku dari rumah tersebut kemudian membawaku menaiki
sebuah pohon dan memasukkan aku ke dalam sebuah rumah yang lebih indah dan lebih
afdhal (lebih mulia). Di dalamnya terdapat orang-orang tua dan anak-anak
muda.Aku bertanya: ‘Kalian berdua telah membawaku berkeliling pada malam
hari ini. Kabarkanlah kepadaku tentang apa yang telah aku lihat.’ Keduanya
menjawab: ‘Ya. Tentang orang yang engkau lihat menusuk rahangnya, dia adalah
pendusta. Dia suka berbicara dusta, maka kedustaannya dibawa orang hingga
mencapai ke berbagai penjuru dan dia diperlakukan demikian sampai hari
kiamat.Orang yang engkau lihat dipukul kepalanya maka dia adalah seseorang
yang Allah ajarkan kepadanya Al-Qur`an. Dia tidur (tidak membacanya) di malam
hari dan tidak mengamalkannya di siang hari. Maka dia diperlakukan demikian
hingga hari kiamat.Orang yang engkau lihat dalam tungku adalah para pezina.
Dan yang engkau lihat di sungai mereka adalah orang-orang yang memakan hasil
riba.Adapun orang tua yang ada di bawah pohon adalah Ibrahim ‘alaihissalam,
dan anak-anak yang di sekitarnya adalah anak-anak manusia. Yang menyalakan api
adalah Malik penjaga neraka. Adapun rumah pertama yang engkau masuki adalah
tempat keumuman kaum mukminin. Adapun rumah ini adalah tempat para syuhada. Aku
adalah Jibril dan ini adalah Mikail, maka angkatlah kepalamu.’Akupun
mengangkat kepala, ternyata di atasku seperti awan. Keduanya berkata: ‘Itu
adalah tempatmu.’ Aku berkata: ‘Biarkan aku memasuki rumahku.’ Keduanya
menjawab: ‘Sesungguhnya masih tersisa umurmu yang engkau belum
menyempurnakannya. Sekiranya engkau telah menyempurnakannya, tentu engkau akan
mendatangi tempatmu.’ (HR. Al-Bukhari, Kitabul Jana’iz, 3/1386, bersama
Al-Fath)Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata:“Perkataannya:
“Mereka adalah orang yang makan hasil riba,” Ibnu Hubairah berkata: Sesungguhnya
orang yang makan hasil riba dihukum dengan berenang di sungai merah (darah) dan
dilempar dengan batu. Sebab asal riba munculnya dari emas dan emas berwarna
merah. Adapun malaikat yang melemparnya dengan batu adalah isyarat bahwa (harta
riba tersebut) tidak memberi manfaat sedikitpun kepadanya. Demikian pula riba,
dimana pemilik harta tersebut membayangkan bahwa hartanya bertambah, padahal
Allah melenyapkannya.” (Fathul Bari, 12/465)Wallahu a’lam.
1 Salah
satu transaksi dengan cara riba. Yaitu seseorang menjual kepada orang lain
dengan cara kredit dan barang tersebut telah diserahkan kepada si pembeli. Lalu
dia membelinya secara kontan dengan harga yang lebih murah dari harga
kreditnya.2 Yaitu menyibukkan diri dengan dunia di saat diwajibkan atas
mereka untuk berjihad.3 Dalam riwayat lain: maka keduanya membawaku menuju
langit.4 Seperti alat untuk mengail, ujungnya bengkok dan
runcing.
Penulis : Al-Ustadz Askari bin Jamal Al-Bugisi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar