KATA PENGANTAR
Artikel yang sedang dan akan Anda nikmati ini, merupakan cuplikan dari buku Soal Jawab Masalah Iman dan Tauhid terbitan At-Tibyan Solo, yang isinya merupakan fatwa-fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Sebagai upaya menyebarkan ilmu kami mencoba
untuk memuatnya secara berseri, mulai dari Masalah-38 s.d Masalah-43 insya Allah, namun tidak semua fatwa tersebut kami angkat di sini, hanya beberapa saja, mengingat keterbatasan yang kami miliki.
Dan tema-tema yang kami hadirkan ke hadapan anda, merupakan pembahasan-pembahasan yang sangat menarik sekali untuk dikaji dan dipahami, seperti : Bagaimana pengertian iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah ? Apakah iman itu bisa bertambah atau berkurang ? kemudian, Apakah hari perhitungan (hisab) itu sehari ? Dan Apakah Adzab kubur terhadap badan ataukah ruh ? dll.
Harapan kami, dengan dihadirkannya permasalahan ini tidak lain supaya kita lebih bisa memahami pokok-pokok permasalahan tersebut dengan benar dan sesuai dengan apa yang dipahami oleh As-Salafush Shalih, insya Allah Ta'ala.
PENGERTIAN IMAN MENURUT AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH
Iman Bisa Bertambah atau Berkurang.
Pertanyaan.
Bagaimana pengertian Iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah ? Apakah Iman itu bisa bertambah atau berkurang ?
Jawab.
Pengertian Iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah ; ikrar dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan. Jadi, Iman itu mencakup tiga hal :
- Ikrar dengan hati.
- Pengucapan dengan lisan.
- Pengamalan dengan anggota
badan
Jika
keadaannya demikian, maka iman itu akan bisa bertambah atau bisa saja
berkurang. Lagi pula nilai ikrar itu tidak selalu sama. Ikrar atau pernyataan
karena memperoleh satu berita, tidak sama dengan jika langsung melihat
persoalan dengan kepala mata sendiri. Pernyataan karena memperoleh berita dari
satu orang tentu berbeda dari pernyataan dengan memperoleh berita dari dua
orang. Demikian seterusnya. Oleh karena itu, Ibrahim 'Alaihis Sallam pernah
berkata seperti yang dicantumkan oleh Allah dalam Al-Qur'an.
"Ya Rabbku, perlihatkanlah
kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yang mati. Allah berfirman :
'Apakah kamu belum percaya'. Ibrahim menjawab : 'Saya telah percaya, akan
tetapi agar bertambah tetap hati saya". (Al-Baqarah : 260)
Iman
akan bertambah tergantung pada pengikraran hati, ketenangan dan kemantapannya.
Manusia akan mendapatkan hal itu dari dirinya sendiri, maka ketika menghadiri
majlis dzikir dan mendengarkan nasehat didalamnya, disebutkan pula perihal
surga dan neraka ; maka imannya akan bertambah sehingga seakan-akan ia
menyaksikannya dengan mata kepala. Namun ketika ia lengah dan meninggalkan
majlis itu, maka bisa jadi keyakinan dalam hatinya akan berkurang.
Iman juga
akan bertambah tergantung pada pengucapan, maka orang berdzikir sepuluh kali
tentu berbeda dengan yang berdzikir seratus kali. Yang kedua tentu lebih banyak
tambahannya. Demikian halnya dengan orang yang beribadah secara sempurna tentunya akan lebih bertambah imannya ketimbang orang yang ibadahnya kurang.
Dalam hal amal perbuatan pun juga demikian, orang yang amalan dengan anggota badannya jauh lebih banyak daripada orang lain, maka ia akan lebih bertambah imannya daripada orang yang tidak melakukan perbuatan seperti dia.
Tentang bertambah atau berkurangnya iman, ini telah disebutkan di dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan tidaklah
Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang
kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab yakin dan supaya orang-orang
yang beriman bertambah imannya". (Al-Mudatstsir : 31)
"Artinya
: Dan apabila diturunkan suatu surat, maka diantara mereka (orang-orang
munafik) ada yang berkata : 'Siapa di antara kamu yang bertambah imannya dengan
(turunnya) surat ini ?' Adapun orang yang beriman, maka surat ini menambah
imannya, sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam
hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di
samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan
kafir". (At-Taubah : 124-125)
Dalam
sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, pernah bersabda bahwa kaum wanita itu memiliki kekurangan dalam
soal akal dan agamanya. Dengan demikian, maka jelaslah kiranya bahwa iman itu
bisa bertambah dan bisa berkurang.
Namun ada
masalah yang penting, apa yang menyebabkan iman itu bisa bertambah ? Ada
beberapa sebab, di antaranya: - Mengenal Allah (Ma'rifatullah)
dengan nama-nama (asma') dan sifat-sifat-Nya. Setiap kali
marifatullahnya seseorang itu bertambah, maka tak diragukan lagi imannya
akan bertambah pula. Oleh karena itu para ahli ilmu yang mengetahui
benar-benar tentang asma' Allah dan sifat-sifat-Nya lebih kuat imannya
daripada yang lain.
- Memperlihatkan ayat-ayat
(tanda-tanda kekuasaan) Allah yang berupa ayat-ayat kauniyah maupun
syar'iyah. Seseorang jika mau memperhatikan dan merenungkan
ayat-ayat kauniyah Allah, yaitu seluruh ciptaan-Nya, maka imannya akan
bertambah. Allah Ta'ala berfirman. Artinya : "Dan di bumi itu
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan
(juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan"
(Adz-Dzariyat : 20-21). Ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa jika manusia
mau memperhatikan dan merenungkan alam ini, maka imannya akan semakin
bertambah.
- Banyak melaksanakan
ketaatan. Seseorang yang mau menambah ketaatannya, maka akan bertambah
pula imannya, apakah ketaatan itu berupa qauliyah maupun fi'liyah.
Berdzikir -umpamanya- akan menambah keimanan secara kuantitas dan
kualitas. Demikian juga shalat, puasa dan haji akan menambah keimanan
secara kuantitas maupun kualitas.
Adapun
penyebab berkurangnya iman adalah kebalikan daripada penyebab bertambahnya
iman, yaitu:
- Jahil terhadap asma' Allah
dan sifat-sifat-Nya. Ini akan menyebabkan berkurangnya iman. Karena,
apabila mari'fatullah seseorang tentang asma' dan sifat-sifat-Nya itu
berkurang, tentu akan berkurang juga imannya.
- Berpaling dari tafakkur
mengenai ayat-ayat Allah yang kauniyah maupun syar'iyah. Hal ini akan
menyebabkan berkurangnya iman, atau paling tidak membuat keimanan
seseorang menjadi statis tidak pernah berkembang.
- Berbuat maksiat.
Kemaksiatan memiliki pengaruh yang besar terhadap hati dan keimanan
seseorang. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah bersabda : "Tidaklah seseorang itu berbuat zina ketika
melakukannnya sedang ia dalam keadaan beriman". (Al-Hadits)
- Meninggalkan ketaatan.
Meninggalkan keta'atan akan menyebabkan berkurangnya keimanan. Jika
ketaatan itu berupa kewajiban lalu ditinggalkannya tanpa udzur, maka ini
merupakan kekurangan yang dicela dan dikenai sanksi. Namun jika ketaatan
itu bukan merupakan kewajiban, atau berupa kewajiban namun ditinggalkannya
dengan udzur (alasan), maka ini juga merupakan kekurangan, namun tidak
dicela. Karena itulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menilai kaum wanita sebagai manusia yang kurang akal dan kurang agamanya.
Alasan kurang agamanya adalah karena jika ia sedang haid tidak melakukan
shalat dan puasa. Namun ia tidak dicela karena meninggalkan shalat dan
puasa itu ketika sedang haid, bahkan memang diperintahkan meninggalkannya.
Akan tetapi jika hal ini dilakukan oleh kaum laki-laki, maka jelas akan
mengurangi keimanannya dari sisi yang satu ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar