Shahabat yang mulia, Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu berkata:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melaknat orang yang memakan riba dan yang memberi riba.”Ketika
mendengar hadits tersebut dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu, ‘Alqamah berkata:
“(Apakah laknat juga ditujukan kepada) juru tulisnya dan dua saksinya?” Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Yang kami sampaikan hanyalah yang kami
dengar (dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam).”Akan tetapi pada
hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu, pertanyaan
‘Alqamah di atas terjawab. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:
لَعَنَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ
وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ، وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam melaknat orang yang memakan riba, memberi riba, juru tulisnya
dan dua saksinya. Beliau mengatakan: ‘Mereka itu sama’.”
Dua hadits
di atas diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Shahih-nya, kitab
Al-Musaqat, bab Lu’ina Akilur Riba wa Mu’kiluhu, no. 4068 dan 4069.Hadits
ini secara jelas menunjukkan haramnya praktik ribawi1. Sementara muamalah yang
tidak barakah ini telah menggurita di tengah masyarakat kita, seolah menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari denyut nadi perekonomian kita. Wallahul
musta’an. Padahal keharaman riba demikian jelas dinyatakan dalam syariat yang
mulia ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan ayat-Nya dari atas
langit-Nya yang ketujuh:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ
يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ
الْمَسِّ ذلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ
اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ
فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُوْنَ. يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَا وَيُرْبِي
الصَّدَقَاتِ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيْمٍ
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu berhenti
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi
(mengambil riba) maka mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menumbuh-kembangkan sedekah2. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.”
(Al-Baqarah: 275-276)Dalam ayat lain, Dia Yang Maha Tinggi
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَا
بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ. فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا
فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ
أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)
jika kalian orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagi
kalian pokok harta kalian, kalian tidak menzalimi dan tidak pula dizalimi.”
(Al-Baqarah: 278-279)Penyebutan dengan sifat jelek, adanya ancaman dan
hukuman yang disebutkan dalam ayat-ayat di atas sangat cukup untuk menunjukkan
tidak diridhainya perbuatan riba, alias haram. Apalagi secara jelas Allah
Subhanahu wa Ta'ala menegaskan:
وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Dan Dia
mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)Belum lagi hadits-hadits shahih yang
disebutkan As-Sunnah An-Nabawiyyah yang suci, termasuk hadits yang menjadi
pembahasan kita kali ini.
Hukuman bagi Pelaku RibaAl-’Allamah
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Allah
Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan tentang pemakan riba dan jeleknya akibat yang
mereka tuai. Dikabarkan bahwa mereka tidak akan bangkit dari kubur mereka pada
hari kebangkitan nanti melainkan ‘seperti berdirinya orang yang kemasukan setan
karena (tekanan) penyakit gila’. Mereka bangkit dari kubur dalam keadaan
bingung, mabuk, goncang, dan merasa pasti akan ditimpakan hukuman yang besar
serta bencana yang menyulitkan....” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.
117)Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullahu
berkata: “Ayat-ayat yang mulia di atas menunjukkan secara jelas tentang kerasnya
keharaman riba, dan bahwa perbuatan riba termasuk dosa besar yang memasukkan
pelakunya ke dalam neraka. Sebagaimana pula ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa
Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memusnahkan penghasilan orang yang melakukan riba
dan menyuburkan sedekah. Yakni, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjaga dan
menumbuhkembangkan harta sedekah untuk pelakunya sehingga harta yang sedikit
menjadi banyak, bila diperoleh dari penghasilan yang baik. Dalam ayat yang akhir
disebutkan secara jelas bahwa orang yang melakukan riba adalah orang yang
memerangi Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Yang wajib dia lakukan adalah
bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mengambil pokok dari hartanya
tanpa tambahannya.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah,
19/256-257)Al-Imam Al-Mawardi rahimahullahu ketika menafsirkan
ayat:
فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ
“Maka ketahuilah
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian.” (Al-Baqarah: 278)Beliau
berkata: “Makna ayat ini ada dua sisi:Pertama: Jika kalian tidak berhenti
dari perbuatan riba, maka Aku (Allah Subhanahu wa Ta'ala) akan memerintahkan
Nabi untuk memerangi kalian.Kedua: Jika kalian tidak berhenti dari perbuatan
riba, berarti kalian adalah orang yang diperangi (dianggap sebagai musuh) oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya.” (An-Nukat wal ‘Uyun, 1/352)Dari
empat ayat dalam Surat Al-Baqarah di atas, dapat disimpulkan bahwa akibat buruk/
hukuman yang diperoleh pelaku riba adalah sebagai berikut:1. Dibangkitkan
dari kubur pada hari kiamat nanti seperti orang gila karena kerasukan
setan.Qatadah rahimahullahu berkata: “Yang demikian itu merupakan tanda pada
hari kiamat bagi orang yang melakukan riba. Mereka dibangkitkan dalam keadaan
berpenyakit gila.”Adapula yang memaknakan: “Manusia pada hari kiamat nanti
keluar dari kubur mereka dengan segera. Namun pemakan riba menggelembung
perutnya, ia ingin segera keluar dari kuburnya, namun ia terjatuh. Jadilah dia
seperti keberadaan orang yang jatuh bangun kesurupan karena gila.” (Fathul Bari,
4/396)2. Diancam kekal dalam neraka.3. Harta yang diperoleh dari riba
akan dihilangkan barakahnya. Bila pelakunya menginfakkan sebagian dari harta
riba tersebut, niscaya ia tidak akan diberi pahala, bahkan akan menjadi bekal
bagi dia untuk menuju neraka. Demikian dinyatakan Al-Allamah Asy-Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah.4. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيْمٍ
“Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.”
(Al-Baqarah: 276)Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu menafsirkan: “Yakni
Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak mencintai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran dan selalu berbuat dosa. Karena kecintaan itu dikhususkan bagi
orang-orang yang bertaubat. Dalam ayat ini ada ancaman yang berat lagi besar
bagi orang yang melakukan riba, di mana Allah Subhanahu wa Ta'ala menghukuminya
dengan kekafiran3 dan menyifatinya dengan selalu berbuat dosa.” (Fathul Qadir,
1/403)5. Mendapatkan permusuhan dari dan siap berperang dengan Allah
Subhanahu wa Ta'ala serta Rasul-Nya.Dari hadits Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang disebutkan di awal pembahasan pun kita dapatkan ‘uqubah
atau hukuman yang didapatkan oleh pihak-pihak yang bersentuhan dengan muamalah
ribawi dan menjadi saksi atas muamalah ribawi tersebut. Sehingga kita dapatkan
kejelasan tentang haramnya tolong menolong di atas kebatilan. (Al-Minhaj Syarhu
Shahih Muslim, 11/28)Hadits Abdullah bin Mas’ud dan Jabir bin Abdillah
radhiyallahu 'anhuma mengabarkan laknat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
terhadap orang yang mengambil dan memberi riba, mencatat transaksi ribawi dan
menjadi saksinya. Mendapatkan laknat berarti mendapatkan celaan dan terjauhkan
dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena laknat memiliki dua
makna:Pertama: bermakna celaan dan cercaan.Kedua: bermakna terusir dan
terjauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala.Dengan demikian,
pihak-pihak yang bersentuhan dengan muamalah ribawi ini terjauhkan dari rahmat
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Padahal seorang hamba amat sangat membutuhkan
rahmat-Nya.Al-Imam As-Sindi rahimahullahu mengatakan: “Mereka semua
mendapatkan laknat karena bersekutu dalam berbuat dosa.” (Syarh Sunan Ibni
Majah, bab At-Taghlizh fir Riba)Di dalam ayat yang telah lewat
penyebutannya, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَمْحَقُ اللهُ
الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah memusnahkan riba dan
menumbuhkembangkan sedekah.”Pemusnahan harta riba itu bisa jadi dengan
musnahnya seluruh harta tersebut dari tangan pemiliknya, ataupun dengan Allah
Subhanahu wa Ta'ala menghilangkan barakah dari harta tersebut sehingga
pemiliknya tidak dapat mengambil manfaatnya. Bahkan ia akan kehilangan harta itu
di dunia dan nanti di hari kiamat ia akan beroleh siksa. Karena yang namanya
harta riba –walaupun kelihatannya banyak– akhirnya akan sedikit dan hina. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي
أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُو عِنْدَ اللهِ
“Apa yang kalian datangkan
(berikan) dari suatu riba guna menambah harta manusia maka sebenarnya riba itu
tidak menambah harta di sisi Allah.” (Ar-Rum: 39)Hadits Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disampaikan lewat shahabat beliau, Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, berikut ini juga menjadi bukti bahwa riba itu
walaupun kelihatannya menambah harta namun pada akhirnya akan membuat harta itu
sedikit dan musnah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا
أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنَ الرِّبَا إِلاَّ كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى
قِلَّةٍ
“Tidak ada seorang pun yang banyak melakukan riba4 kecuali akhir
dari perkaranya adalah hartanya menjadi sedikit.” (HR. Ibnu Majah no. 2279,
dishahihkan Asy-Syaikh Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Ibnu Majah
dan Shahihul Jami’ no. 5518)Di samping akibat buruk dari perbuatan riba yang
telah disebutkan di atas, Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
telah mengabarkan bahwa mengambil riba termasuk dari tujuh dosa yang
membinasakan pelakunya. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata mengabarkan
sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ
الْمُوْبِقَاتِ. قُلْنَا: وَمَا هُنَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: الشِّرْكُ
بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ
بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّباَ ، وَأَكْلُ مَالَ الْيَتِيْمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ
الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ
“Jauhilah
oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan.” Kami bertanya: “Apakah tujuh
perkara itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah (berbuat
syirik), sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali
dengan haq, memakan (mengambil) riba, memakan harta anak yatim, berpaling/lari
pada hari bertemunya dua pasukan (pasukan muslimin dengan pasukan kafir), dan
menuduh wanita baik-baik yang menjaga kehormatan dirinya (dengan tuduhan)
berzina.” (HR. Al-Bukhari no. 2766 dan Muslim no. 258)Ketujuh perkara yang
membinasakan yang tersebut dalam hadits ini adalah dosa-dosa besar, kata
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah6, sebagaimana yang ditunjukkan
dalam riwayat lain.Di antara sekian hadits yang membicarakan tentang azab
yang diterima “tukang” riba kelak di hari kiamat, dibawakan Al-Imam Bukhari
rahimahullahu dalam kitab Shahih-nya dari shahabat yang mulia, Samurah bin
Jundab radhiyallahu 'anhu, dalam hadits yang panjang tentang mimpi Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antara isi mimpi beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dikisahkan:
رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي،
فَأَخْرَجَانِي إِلَى أَرْضٍ مُقَدَّسَةٍ، فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى
نَهْرٍ مِنْ دَمٍ، فِيْهِ رَجُلٌ قَائِمٌ وعَلَى وَسَطِ النَّهْرِ رَجُلٌ بَيْنَ
يَدَيْهِ حِجَارَةٌ. فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِي فِي النَّهْرِ، فَإِذَا أَرَادَ
الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِي فِيْهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ
كَانَ، فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِي فِيْهِ بِحَجَرٍ فَيَرْجِعُ
كَمَا كَانَ، فَقُلْتُ: مَا هذَا؟ فَقَالَ: الَّذِى رَأَيْتَهُ فِي النَّهْرِ آكِلُ
الرِّبَا
“Aku melihat pada malam itu dua orang laki-laki mendatangiku.
Lalu keduanya mengeluarkan aku menuju ke tanah yang disucikan. Kemudian kami
berangkat hingga kami mendatangi sebuah sungai darah. Di dalamnya ada seorang
lelaki yang sedang berdiri, sementara di atas bagian tengah sungai tersebut ada
seorang lelaki yang di hadapannya terdapat bebatuan. Lalu menghadaplah lelaki
yang berada di dalam sungai. Setiap kali lelaki itu hendak keluar dari dalam
sungai, lelaki yang berada di bagian atas dari tengah sungai tersebut
melemparnya dengan batu pada bagian mulutnya. Maka si lelaki itu pun tertolak ke
tempatnya semula. Setiap kali ia hendak keluar, ia dilempari dengan batu pada
mulutnya hingga ia kembali pada posisi semula (tidak dapat keluar dari tempatnya
berada). Aku (Rasulullah) pun bertanya: ‘Siapa orang itu (kenapa dengannya)?’
Dijawab: ‘Orang yang engkau lihat di dalam sungai darah tersebut adalah pemakan
riba’.” (HR. Al-Bukhari, no. 2085)Betapa mengerikan keadaan si pemakan riba,
kita memohon keselamatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semoga dengan
penjelasan dan peringatan yang disampaikan dalam lembaran ini dapat menyadarkan
para pemakan riba sehingga ia bertaubat dari perbuatannya. Allah-lah yang
memberi taufiq kepada jalan yang lurus.Wallahu ta’ala a’lam
bish-shawab.
1 Dan seluruh pihak yang terlibat (ta’awun) di dalamnya
terkena laknat, mulai dari pihak yang mengambil (menarik) riba tersebut maupun
pihak yang memberinya (misalnya nasabah bank). Karena riba itu tidak akan
berlangsung/terjadi jika tidak memberinya. Oleh sebab itulah, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan (yang memberi riba). Begitu pula juru
tulis dan saksinya, semuanya melanggar firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala:
وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ
“Janganlah kalian berta’awun (bekerja sama) dalam
melakukan dosa dan permusuhan.” (Al-Ma`idah: 2) [ed]2 Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَتَصَدَّقُ أَحَدٌ بِتَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ
طَيِّبٍ إِلاَّ أَخَذَهَا اللهُ بِيَمِيْنِهِ، فيُرَبِّيْهَا كَمَا يُرَبِّي
أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ أَوْ قَلُوْصَهُ، حَتَّى تَكُوْنَ مِثْلَ الْجَبَلِ أَوْ
أَعْظَمَ
“Tidaklah seseorang menyedekahkan sebuah kurma dari penghasilan
yang baik (halal) melainkan Allah akan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya,
lalu Dia memeliharanya sebagaimana salah seorang kalian memelihara anak unta
yang telah disapih dari induknya, hingga sedekah itu menjadi semisal gunung atau
lebih besar lagi.” (HR. Muslim no. 2340)3 Melakukan muamalah riba adalah
dosa besar. Dan madzhab Ahlus Sunnah tidaklah menghukumi pelaku dosa besar
sebagai kafir, selama dia tidak menghalalkannya. Bahkan mereka tetap menetapkan
adanya keimanan si pelaku maksiat yang mensahkan keislamannya, sehingga ia tidak
keluar dari lingkaran Islam. Beda halnya dengan Khawarij yang mengkafirkan
pelaku dosa besar, atau Mu’tazilah yang mengeluarkan pelaku dosa dari keimanan
dan berada pada manzilah baina manzilatain, tidak Islam tidak pula kafir. Namun
dalam masalah hukuman di akhirat nanti, Khawarij dan Mu’tazilah sepakat
menyatakan bahwa pelaku dosa besar itu kekal di dalam neraka.Adapun nash
yang berisi pernyataan kekufuran bagi pelaku dosa besar janganlah dipahami bahwa
pelakunya kafir keluar dari Islam, karena kekafiran ada dua macam, besar dan
kecil. Wallahu a’lam.4 Yakni kebanyakan hartanya dikumpulkannya dari riba.
(Syarh Sunan Ibni Majah, bab At-Taghlizh fir Riba)5 Sabda Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam: أَكْلُ الرِّباَ artinya “makan riba.” Beliau menyebut dengan
“makan”, karena makan merupakan sisi kemanfaatan yang paling umum. Demikian
dikatakan ahlul ilmi. Karena itulah, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang
Bani Israil:
وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ
“Dan
disebabkan mereka mengambil riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
darinya…” (An-Nisa`: 161)Allah tidak menyatakan: أَكْلِهِمُ الرِّباَ (mereka
memakan riba), karena kata اْلأَخْذُ lebih umum daripada اْلأَكْلُ. Sehingga
makan riba maknanya adalah mengambil riba. Sama saja, baik dimanfaatkan untuk
dimakan, atau untuk permadani, bangunan, tempat tinggal, atau yang selainnya.
(Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, 1/503)6 Fathul Bari, 12/227
Penulis : Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari
Makkah 'Isha - 25th December 2024
-
*Makkah Isha *
(Surah Hashr: Ayaah 18-24) *Sheikh Baleelah*
Download 128kbps Audio
5 jam yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar