Penulis: Syaikh Shalih bin ‘Abdul
Aziz Alu Syaikh hafizhohulloh
Diterjemahkan dari Penjelasan Hadits Arba’in No. 40
Dari Ibnu Umar radhiallohu ‘anhuma
beliau berkata: “Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua
pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau
musafir”. Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu
datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu
datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu
sebelum mati” (HR. Bukhori)
Penjelasan
Hadits ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar berisi nasihat nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada beliau. Hadits ini dapat menghidupkan hati karena di dalamnya terdapat peringatan untuk menjauhkan diri dari tipuan dunia, masa muda, masa sehat, umur dan sebagainya.
Ibnu Umar berkata: “Rosululloh
shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku”, hal ini
menunjukkan perhatian yang besar pada beliau, dan saat itu umur beliau masih 12
tahun. Ibnu Umar berkata: “beliau pernah memegang kedua pundakku”. Rosululloh
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang
asing atau penyeberang jalan”. Jika manusia mau memahami hadits ini maka di
dalamnya terkandung wasiat penting yang sesuai dengan realita. Sesungguhnya
manusia (Adam –pent) memulai kehidupannya di surga kemudian diturunkan ke bumi
ini sebagai cobaan, maka manusia adalah seperti orang asing atau musafir dalam
kehidupannya. Kedatangan manusia di dunia (sebagai manusia) adalah seperti
datangnya orang asing. Padahal sebenarnya tempat tinggal Adam dan orang yang
mengikutinya dalam masalah keimanan, ketakwaan, tauhid dan keikhlasan pada
Alloh adalah surga. Sesungguhnya Adam diusir dari surga adalah sebagai cobaan
dan balasan atas perbuatan maksiat yang dilakukannya. Jika engkau mau
merenungkan hal ini, maka engkau akan berkesimpulan bahwa seorang muslim yang
hakiki akan senantiasa mengingatkan nafsunya dan mendidiknya dengan prinsip
bahwa sesungguhnya tempat tinggalnya adalah di surga, bukan di dunia ini. Dia
berada pada tempat yang penuh cobaan di dunia ini, dia hanya seorang asing atau
musafir sebagaimana yang disabdakan oleh Al Musthofa shalallahu ‘alaihi wa
sallam.
Betapa indah perkataan Ibnu Qoyyim
rohimahulloh ketika menyebutkan bahwa kerinduan, kecintaan dan harapan seorang
muslim kepada surga adalah karena surga merupakan tempat tinggalnya semula.
Seorang muslim sekarang adalah tawanan musuh-musuhnya dan diusir dari negeri
asalnya karena iblis telah menawan bapak kita, Adam ‘alaihissalam dan dia
melihat, apakah dia akan dikembalikan ke tempat asalnya atau tidak. Oleh karena
itu, alangkah bagusnya perkataan seorang penyair:
نقل
فؤادك حيث شئت من الهوى مـا الحـب إلا للحبيب الأول
Palingkan hatimu pada apa saja yang
kau cintai
Tidaklah kecintaan itu kecuali pada cinta pertamamu
Yaitu Alloh jalla wa ‘ala
Tidaklah kecintaan itu kecuali pada cinta pertamamu
Yaitu Alloh jalla wa ‘ala
كم
منزل في الأرض يألفه الفتى وحنينـــه أبــدا لأول مــنزل
Berapa banyak tempat tinggal di bumi
yang ditempati seseorang
Dan selamanya kerinduannya hanya pada tempat tinggalnya yang semula
Yaitu surga
Dan selamanya kerinduannya hanya pada tempat tinggalnya yang semula
Yaitu surga
Demikianlah, hal ini menjadikan hati
senantiasa bertaubat dan tawadhu kepada Alloh jalla wa ‘ala. Yaitu orang yang
hati mereka senantiasa bergantung pada Alloh, baik dalam kecintaan, harapan,
rasa cemas, dan ketaatan. Hati mereka pun selalu terkait dengan negeri yang
penuh dengan kemuliaan yaitu surga. Mereka mengetahui surga tersebut
seakan-akan berada di depan mata mereka. Mereka berada di dunia seperti orang
asing atau musafir. Orang yang berada pada kondisi seakan-akan mereka adalah
orang asing atau musafir tidak akan merasa senang dengan kondisinya sekarang.
Karena orang asing tidak akan merasa senang kecuali setelah berada di
tengah-tengah keluarganya. Sedangkan musafir akan senantiasa mempercepat
perjalanan agar urusannya segera selesai.
Demikianlah hakikat dunia. Nabi Adam
telah menjalani masa hidupnya. Kemudian disusul oleh Nabi Nuh yang hidup selama
1000 tahun dan berdakwah pada kaumnya selama 950 tahun,
فَلَبِثَ
فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَاماً
“Maka ia tinggal di antara mereka
seribu tahun kurang lima puluh tahun” (QS Al Ankabut: 14)
Kemudian zaman beliau selesai dan
telah berlalu. Kemudian ada lagi sebuah kaum yang hidup selama beberapa ratus
tahun kemudian zaman mereka berlalu. Kemudian setelah mereka, ada lagi kaum
yang hidup selama 100 tahun, 80 tahun, 40 tahun 50 tahun dan seterusnya.
Hakikat mereka adalah seperti orang asing atau musafir. Mereka datang ke dunia kemudian mereka pergi meninggalkannya. Kematian akan menimpa setiap orang. Oleh karena itu setiap orang wajib untuk memberikan perhatian pada dirinya. Musibah terbesar yang menimpa seseorang adalah kelalaian tentang hakikat ini, kelalaian tentang hakikat dunia yang sebenarnya. Jika Alloh memberi nikmat padamu sehingga engkau bisa memahami hakikat dunia ini, bahwa dunia adalah negeri yang asing, negeri yang penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara dan tidak kekal, niscaya hatimu akan menjadi sehat. Adapun jika engkau lalai tentang hakikat ini maka kematian dapat menimpa hatimu. Semoga Alloh menyadarkan kita semua dari segala bentuk kelalaian.
Hakikat mereka adalah seperti orang asing atau musafir. Mereka datang ke dunia kemudian mereka pergi meninggalkannya. Kematian akan menimpa setiap orang. Oleh karena itu setiap orang wajib untuk memberikan perhatian pada dirinya. Musibah terbesar yang menimpa seseorang adalah kelalaian tentang hakikat ini, kelalaian tentang hakikat dunia yang sebenarnya. Jika Alloh memberi nikmat padamu sehingga engkau bisa memahami hakikat dunia ini, bahwa dunia adalah negeri yang asing, negeri yang penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara dan tidak kekal, niscaya hatimu akan menjadi sehat. Adapun jika engkau lalai tentang hakikat ini maka kematian dapat menimpa hatimu. Semoga Alloh menyadarkan kita semua dari segala bentuk kelalaian.
Kemudian Ibnu Umar rodhiallohu
‘anhuma melanjutkan dengan berwasiat,
إذا
أمسيت فلا تنتظر الصباح، وإذا أصبحت فلا تنتظر المساء
“Jika engkau berada di sore hari
jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada pagi hari jangan
menunggu datangnya sore.”
Yaitu hendaklah Anda senantiasa
waspada dengan kematian yang datang secara tiba-tiba. Hendaklah Anda senantiasa
siap dengan datangnya kematian. Disebutkan dari para ulama salaf dan ulama
hadits bahwa jika seseorang diberi tahu bahwa kematian akan datang kepadanya
malam ini, maka belum tentu dia dapat menambah amal kebaikannya.
Jika seseorang diberi tahu bahwa
kematian akan datang kepadanya malam ini, maka belum tentu dia dapat menambah
amal kebaikannya. Hal ini dapat terjadi dengan senantiasa mengingat hak Alloh.
Jika dia beribadah, maka dia telah menunaikan hak Alloh dan ikhlas dalam
beribadah hanya untuk Robbnya. Jika dia memberi nafkah pada keluarganya, maka
dia melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan syariat. Jika dia berjual
beli, maka dia akan melakukan dengan ikhlas dan senantiasa berharap untuk
mendapatkan rezeki yang halal. Demikianlah, setiap kegiatan yang dia lakukan,
senantiasa dilandasi oleh ilmu. Ini adalah keutamaan orang yang memiliki ilmu,
jika mereka bertindak dan berbuat sesuatu maka dia akan senantiasa melandasinya
dengan hukum syariat. Jika mereka berbuat dosa dan kesalahan, maka dengan
segera mereka akan memohon ampunan. Maka dia akan seperti orang yang tidak
berdosa setelah beristigfar. Ini adalah kedudukan mereka. Oleh karena itu Ibnu
Umar rodhiallohu ‘anhuma mengatakan:
وخذ
من صحتك لمرضك، ومن حياتك لموتك. رواه البخاري
“Pergunakanlah masa sehatmu sebelum
sakit dan masa hidupmu sebelum mati” (HR. Bukhori)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar